< Previous 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 333 7. TEKNIK STRUKTUR BANGUNAN DENGAN KONSTRUKSI BETON Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen seba-gai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai se-jenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton di-buat dengan pencampuran bersama semen kering dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian di-tambah dengan air, yang me-nyebabkan semen menga-lami hidrolisasi dan kemudi-an seluruh campuran ber-kumpul dan mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting: pertama, hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan. Kedua, tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke dalam variasi bentuk yang luas. Ketiga, proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan efisiensi struktur Beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik .juga memiliki kekuatan tekan dan karena itu cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan yang kuat dan elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga Gambar 7.1. Bangunan struktur beton Sumber: Chen & M. Lui, 2005 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 334 dapat digunakan untuk membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat banyak. Gambar 7.2. Struktur beton bertulang Sumber: Chen & M. Lui, 2005 2.1. Sifat dan Karakteristik Beton sebagai Material Struktur Bangunan 7.1.1. Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan (f’c) merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas, dan dinyatakan dengan Mpa atau N/mm2. Walaupun dalam beton terdapat tegangan tarik yang sangat kecil, diasumsikan bahwa semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan kuat tekan dapat dilakukan dengan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 pada umum benda uji 28 hari. Kuat tekan beton ditetapkan oleh perencana struktur (dengan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton, Berdasarkan SNI 03-2847-2002, beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan sesuai dengan aturan-aturan dalam tata cara tersebut dan tidak boleh kurang daripada 17,5 Mpa. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 335 7.1.2. Kemudahan Pengerjaan Kemudahan pengerjaan beton juga merupakan karakteristik utama yang juga dipertimbangkan sebagai material struktur bangunan. Walaupun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan karena sulit untuk dikerjakan maka rancangan tersebut menjadi percuma. Secara garis besar pengerjaan beton mengikuti diagram alir seperti pada Gambar 7.3. Gambar 7.3. Bagan alir aktivitas pengerjaan beton Sumber: Mulyono, 2005 7.1.3. Rangkak dan Susut Setelah beton mengeras, maka beton akan mengalami pembeban-an. Pada kondisi ini maka terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton akan menunjukan sifat elastisitas murni jika mengalami waktu pembebanan singkat, jika tidak maka beton akan mengalami regangan dan tegangan sesuai lama pembebanannya. Rangkak (creep) adalah penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. Rangkak timbul dengan intensitas yang 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 336 semakin berkurang setelah selang waktu tertentu dan kemudian berakhir setelah beberapa tahun. Nilai rangkak untuk beton mutu tinggi akan lebih kecil dibandingkan dengan beton mutu rendah. Umumnya, rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur, tetapi akan mengakibatkan redistribusi tegangan pada beban yang bekerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya lendutan (deflection). Susut adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Proses susut pada beton akan menimbulkan deformasi yang umumnya akan bersifat menambah deformasi rangkak. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak dan susut: Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan, dan kandungan mineral dalam agregat) Rasio air terhadap jumlah semen suhu pada saat pengerasan Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan Umur beton pada saat beban bekerja Nilai slump Lama pembebanan Nilai tegangan Nilai rasio permukaan komponen struktur 7.1.4. Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan struktur beton untuk bangunan gedung adalah SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, yang menggunakan acuan normatif: − SK SNI S-05-1989-F, Standar spesifikasi bahan bangunan bagian B (bahan bangunan dari besi/baja). − SNI 03 2492 1991, Metode pengambilan benda uji beton inti. − SNI 03-1726-1989, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung. − SNI 03-1727-1989-F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung. − SNI 03-1974-1990, Metode pengujian kuat tekan beton. − SNI 03-2458-1991, Metode pengujian pengambilan contoh untuk campuran beton segar. − SNI 03-2461-1991, Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur. − SNI 03-2492-1991, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium. − SNI 03-2496-1991, Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung untuk beton. − SNI 03-2834-1992, Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. − SNI 03-3403-1991-03, Metode pengujian kuat tekan beton inti pemboran. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 337 − SNI 03-3403-1994, Metode pengujian kuat tekan beton inti. − SNI 03-4433-1997, Spesifikasi beton siap pakai. − SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan. − SNI 07-0052-1987, Baja kanal bertepi bulat canai panas, mutu dan cara uji. − SNI 07-0068-1987, Pipa baja karbon untuk konstruksi umum, mutu dan cara uji. − SNI 07-0722-1989, Baja canai panas untuk konstruksi umum. − SNI 07-3014-1992, Baja untuk keperluan rekayasa umum. − SNI 07-3015-1992, Baja canai panas untuk konstruksi dengan pengelasan. − SNI 15-2049-1994, Semen portland. − ANSI/AWS D1.4, Tata cara pengelasan – Baja tulangan. − ASTM A 184M, Standar spesifikasi untuk anyaman batang baja ulir yang difabrikasi untuk tulangan beton bertulang. − ASTM A 185, Standar spesifikasi untuk serat baja polos untuk beton bertulang. − ASTM A 242M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu tinggi. − ASTM A 36M-94, Standar spesifikasi untuk baja karbon stuktural. − ASTM A 416M, Standar spesifikasi untuk strand baja, tujuh kawat tanpa lapisan untuk beton prategang. − ASTM A 421, Standar spesifikasi untuk kawat baja penulangan - Tegangan tanpa pelapis untuk beton prategang. − ASTM A 496-94, Standar spesifikasi untuk kawat baja untuk beton bertulang. − ASTM A 497-94a, Standar spesifikasi untuk jaring kawat las ulir untuk beton bertulang. − ASTM A 500, Standar spesifikasi untuk las bentukan dingin dan konstruksi pipa baja karbon tanpa sambungan. − ASTM A 501-93, Standar spesifikasi untuk las canai-panas dan dan pipa baja karbon struktural tanpa sambungan. − ASTM A 53, Standar spesifikasi untuk pipa, baja, hitam dan pencelupan panas, zinc pelapis las dan tanpa sambungan. − ASTM A 572M, Standar spesifikasi untuk baja struktural mutu tinggi campuran columbium vanadium. − ASTM A 588M, Standar spesifikasi untuk baja struktural campuran rendah mutu tinggi dengan kuat leleh minimum 345 MPa pada ketebalan 100 mm. − ASTM A 615M, Standar spesifikasi untuk tulangan baja ulir dan polos gilas untuk beton bertulang − ASTM A 616M-96a, Standar spesifikasi untuk rel baja ulir dan polos untuk, bertulang termasuk keperluan tambahan S1. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 338 − ASTM A 617M, Standar spesifikasi untuk serat baja ulir dan polos untuk beton bertulang. − ASTM A 645M-96a, Standar spesifikasi untuk baja gilas ulir and polos - Tulangan baja untuk beton bertulang. − ASTM A 706M, Standar spesifikasi untuk baja ulir dan polos paduan rendah mutu tinggi untuk beton prategang. − ASTM A 722, Standar spesifikasi untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton prategang. − ASTM A 767M-90, Standar spesifikasi untuk baja dengan pelapis seng (galvanis) untuk beton bertulang. − ASTM A 775M-94d, Standar spesifikasi untuk tulangan baja berlapis epoksi. − ASTM A 82, Standar spesifikasi untuk kawat tulangan polos untuk penulangan beton. − ASTM A 82-94, Standar spesifikasi untuk jaringan kawat baja untuk beton bertulang. − ASTM A 884M, Standar spesifikasi untuk kawat baja dan jaring kawat las berlapis epoksi untuk tulangan. − ASTM A 934M, Standar spesifikasi untuk lapisan epoksi pada baja tulangan yang diprefabrikasi. − ASTM C 1017, Standar spesifikasi untuk bahan tambahan kimiawi untuk menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi. − ASTM C 109, Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis. − ASTM C 109-93, Standar metode uji kuat tekan mortar semen hidrolis (menggunakan benda uji kubus 50 mm). − ASTM C 1240, Standar spesifikasi untuk silica fume untuk digunakan pada beton dan mortar semen-hidrolis. − ASTM C 31-91, Standar praktis untuk pembuatan dan pemeliharaan benda uji beton di lapangan. − ASTM C 33, Standar spesifikasi agregat untuk beton. − ASTM C 33-93, Standar spesifikasi untuk agregat beton. − ASTM C 39-93a, Standar metode uji untuk kuat tekan benda uji silinder beton. − ASTM C 42-90, Standar metode pengambilan dan uji beton inti dan pemotongan balok beton. − ASTM C 494, Standar spesifikasi bahan tambahan kimiawi untuk beton. − ASTM C 595, Standar spesifikasi semen blended hidrolis. − ASTM C 618, Standar spesifikasi untuk abu terbang dan pozzolan alami murni atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral pada beton semen portland. − ASTM C 685, Standar spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran volume dan pencampuran menerus. − ASTM C 845, Standar spesifikasi semen hidrolis ekspansif. − ASTM C 94-94, Standar spesifikasi untuk beton jadi. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 339 − ASTM C 989, Standar spesifikasi untuk kerak tungku pijar yang diperhalus untuk digunakan pada beton dan mortar. 2.2. Material Penyusun Beton bertulang Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan-ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas: − semen: bahan pengikat hidrolik, − agregat campuran: bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt); − air − bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam spesi-beton dan/atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya Sedangkan produk campuran tersebut dibedakan atas: − batuan-semen: campuran antara semen dan air (pasta semen) yang mengeras − spesi-mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum mengeras; − mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras; − spesi-beton: campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar) dan air yang belum mengeras; − beton: campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras; 7.2.1. Semen Semen dipakai sebagai pengikat sekelompok bahan-ikat hidrolik untuk pembuatan beton. Hidrolik berarti bahwa semen bereaksi dengan air dan membentuk suatu batuan massa, suatu produksi keras (batuan-semen) yang kedap air. Semen adalah suatu hasil produksi yang dibuat di pabrik-semen. Pabrik-pabrik semen memproduksi bermacam-macam jenis semen dengan sifat-sifat dan karaktefistik yang berlainan. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 340 Semen dibedakan dalam dua kelompok utama yakni: − semen dari bahan klinker-semen-Portland o semen Portland, o semen Portland abu terbang, o semen Portland berkadar besi, o semen tanur-tinggi ('Hoogovencement'), o semen Portland tras/puzzolan, o semen Portland putih. − semen-semen lain o aluminium semen, o semen bersulfat Perbedaan di atas berdasarkan karakter dari reaksi pengerasan kimiawi. Semen-semen dari kelompok-1, diantara yang satu dan yang lain tidak saling bereaksi (membentuk persenyawaan lain). Semen kelompok-2 bila saling dicampur atau bercampur dengan kelompok-1 akan membentuk suatu persenyawaan baru. Hal ini berarti semen dari kelompok-2 tidak boleh dicampur. Semen portland dan semen portland abu-terbang adalah semen yang umum dipakai di Indonesia. Semen dan air saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan hidratasi sedangkan hasil yang terbentuk disebut hidrasi-semen. Proses reaksi berlangsung sangat cepat. Kecepatan yang mempengaruhi waktu pengikatan adalah: − kehalusan semen − faktor air-semen − temperatur. Kehalusan penggilingan semen mempengaruhi kecepatan pengikatan. Kehalusan penggilingan dinamakan penampang spesifik (adalah total diameter penampang semen). Jika seluruh permukaan penampang lebih besar, maka semen akan memperluas bidang kontak (persinggungan) dengan air yang semakin besar. Lebih besar bidang persinggungannya semakin cepat kecepatan bereaksinya, Karena itu kekuatan awal dari semen-semen yang lebih halus (penampang spesifik besar) akan lebih tinggi, sehingga pengaruh kekuatan-akhir berkurang. Ketika semen dan air bereaksi timbul panas, panas ini dinamakan panas-hidratasi. Jumlah panas yang dibentuk antara lain tergantung dari jenis semen yang dipakai dan kehalusan penggilingan. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat membentuk suatu masalah yakni retakan yang teijadi ketika pendinginan. Pada beberapa struktur beton retakan ini tidak diinginkan. Terutama pada struktur beton mutu tinggi pembentukan panas ini sangat besar. Panas hidratasi pada suatu struktur beton dapat ditentukan dan untuk beberapa pemakaian semen yang lain, dalam masa pelaksanaannya harus dilakukan dengan pendinginan. Aspek lain yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan panas hidratasi adalah faktor air-semen. 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 341 Faktor air semen (FAS) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen: berat air F.A.S = ------------------ berat semen Misalkan: F.A.S = 0,5; bila digunakan semen 350 [kg/m3], Maka banyaknya air = 350 x 0,5 = 175 [l/ m3] Faktor air-semen yang rendah (kadar air sedikit) menyebabkan air di antara bagian- bagian semen sedikit, sehingga jarak antara butiran butiran semen pendek. Akibatnya massa semen menunjukkan lebih berkaitan, karenanya kekuatan awal lebih dipengaruh dan batuan-semen mencapai kepadatan tinggi. Semen dapat mengikat air sekitar 40% dari beratnya; dengan kata lain air sebanyak 0,4 kali berat semen telah cukup untuk membentuk seluruh semen berhidrasi. Air yang berlebih tinggal dalam pori-pori. Beton normal selalu bervolume pori-pori halus rata yang saling berhubungan, karena itu disebut pori-pori kapiler. Bila spesi-beton ditambah ekstra air, maka sebenanya hanya pori-porinya yang bertambah banyak. Akibatnya beton lebih berpori-pori dan kekuatan serta masa pakainya berkurang. 7.2.2. Agregat Agregat adalah bahan-bahan campuran-beton yang saling diikat oleh perekat semen. Agregat yang umum dipakai adalah pasir, kerikil dan batu-batu pecah. Pemilihan agregat tergantung dari: − syarat-syarat yang ditentukan beton − persediaan di lokasi pembuatan beton − perbandingan yang telah ditentukan antara biaya dan mutu Dari pemakaian agregat spesifik, sifat-sifat beton dapat dipengaruhi. Suatu pembagian yang sepintas lalu (kasar) dapat dilakukan sebagai berikut: − agregat normal (kuarsit, pasir, kerikil, basalt) − agregat halus (puing-batu, terak-lahar, serbuk-batu/bims). − agregat kasar (bariet, bijib-besi magnetiet dan limoniet). Kecuali agregat alam dapat juga digunakan produk-aIami sinter atau terbakar, beton gilas atau puing tembok batu-bata. Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan beton. Produksi penggalian pasir dan kerikil akan dipisah-pisahkan dengan ayakan dalam 3 kelompok yaitu: − kerikil kasar (lebih besar dari 30 mm) − kerikil beton (dari 5 mm sampai 30 mm) − pasir beton (lebih kecil dari 5 mm). 1. lingkup pekerjaan dan peraturan bangunan 342 Dua kelompok terakhir adalah yang cocok (atau dengan mencampurkannya hingga cocok) untuk pembuatan beton. Dari kelompok pertama dapat dipecahkan agar dapat digunakan. Di samping bahan agregat diperoleh dari galian alami (hampir langsung dapat digunakan untuk beton), dapat juga didapatkan dengan pemecahan formasi batuan tertentu dengan mesin pecah batu (stone crusher) sampai berbentuk batu-pecah dengan kasar yang berbeda-beda. Pemecahan ini dilakukan dalam tingkatan yang berbeda-beda. Dari jenis bongkah-bongkah yang cocok seperti basalt, granit dan kuarsit akan diledakkan dahulu sampai berupa batu-batu gumpalan. Kemudian gumpalan ini dimasukkan ke dalam mesin pecah batu secara mekanis atau dengan tangan dan dipecahkan sampai mendapat bentuk yang diinginkan. Umumnya bentuk-bentuk yang didapatkan berupa butir-butir ukuran 7 mm sampai 50 mm yang nantinya ditambah dengan bahan-bahan antara 5 mm sampai 10 mm. 7.2.3. Air Karena pengerasan beton berdasarkan reaksi antara semen dan air, maka sangat perlu diperiksa apakah air yang akan digunakan memenuhi syarat-syarat tertentu. Air tawar yang dapat diminum, tanpa diragukan boleh dipakai. Bila tidak terdapat air minum disarankan untuk mengamati apakah air yang digunakan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang merusak beton/baja. Pertama-tama yang harus diperhatikan adalah kejernihan air tawar, apabila ada berberapa kotoran yang terapung, maka air tidak boleh dipakai. Di samping pemeriksaan visual, harus juga diamati apakah air itu tidak mengandung bahan-bahan perusak, contohnya: fosfat, minyak, asam, alkali, bahan-bahan organis atau garam-garam. Penelitian semacam ini harus dilakukan di laboratorium kimia. Selain air dibutuhkan untuk reaksi pengikatan, dipakai pula sebagai perawatan-sesudah beton dituang. Suatu metode perawatan selanjutnya dengan cara membasahi terus-menerus atau beton yang baru direndam air. Air ini pun harus mernenuhi syarat-syarat yang lebih tinggi daripada air untuk pembuatan beton. Misalkan air untuk perawatan selanjutnya keasaman tidak boleh memilik kadar pHnya > 6, juga tidak dibolehkan terlalu sedikit mengandung kapur. 7.2.4. Bahan kimia tambahan Bahan kimia tambahan (admixtures) suatu bahan produksi di samping bahan semen, agregat campuran dan air, yang juga dicampurkan dalam campuran spesi-beton. Tujuan dari penambahan bahan kirma ini adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu dari campuran beton lunak dan keras. Takaran bahan kimia tambahan ini sangat sedikit dibandingkan dengan bahan utarna hingga takaran bahan ini dapat diabaikan. Bahan kimia tambahan tidak dapat mengoreksi komposisi spesi-beton yang buruk. Next >