< Previous 322 Sistem Pengendalian masing-masing disambungkan pada masing-masing saluran, dan setiap thyristor mendapat pulsa trigger sesuai dengan daerah operasi masing sehingga keluarannya terdiri dari 3 pulsa yang dapat diatur sesuai sudut penyulutan. Gambar 4.51 Penyearah M3C Tipe penyearah terkendali dan sangat handal adalah penyerah fasa-tiga, enam-pulsa sistem jembatan (Gambar 4.52). Penyearah ini sangat ekstensif digunakan untuk aplikasi-aplikasi daya tinggi sampai ratusan kW, di mana dibutuhkan operasi dua-kuadrant. Penyearah ini sangat cocok untuk beban-beban yang tingkat induktansinya sangat tinggi. Thyristor-thyristor disulut pada interval ʌ/3. Frekuensi tegangan keluaran adalah 6 kali frekuensi sumber sehingga masalah penapisan (filtering)nya lebih rendah dari M3C. Urutan penyulutan thyristornya sesuai dengan indeks angkanya adalah sebagai berikut: 12, 23, 34, 45, 56, dan 61. Gambar 4.52 menunjukkan gelombang tegangan keluaran ketika rangkaian beroperasi secara penuh dan ketika beroperasi pada sudut penyulutan yang berbeda. Gambar 4.52 Penyearah B6C Sistem Pengendalian 323 4.2.4 Pengendali Tegangan AC Teknik pengontrolan fasa memberikan kemudahan dalam sistem pengendalian AC. Pengendali tegangan saluran AC digunakan untuk mengubah-ubah harga rms tegangan AC yang dicatukan ke beban dengan menggunakan thyristor sebagai saklar. Penggunaan alat ini, antara lain, meliputi: - Kontrol penerangan - Kontrol alat-alat pemanas - Kontrol kecepatan motor induksi Bentuk dasar rangkaian pengendalian tegangan AC ditunjukkan pada gambar Gambar 4.53. Rangkaian pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan dua-thyristor yang dirangkai anti-paralel (Gambar 4.53 a) atau menggunakan triac (4.53 b). Penggunaan dua thyristor anti paralel memberikan pendalian tegangan AC secara simetris pada kedua setengah gelombang pertama dan setengah gelombang berikutnya. Penggunaan triac merupakan cara yang paling simpel, efisien dan handal. Triac merupakan komponen dua-arah sehingga untuk mengendalikan tegangan AC pada kedua setengah gelombang cukup dengan satu pulsa trigger. Barangkali inilah yang membuat rangkaian pengendalian jenis ini sangat populer di masyarakat. Keterbatasannya terletak pada kapasitasnya yang masih terbatas dibandingkan bila mengguna-kan thyristor. 4.2.4.1 Pengendalian meng-gunakan dua thyristor Jika tegangan sinusoidal dimasukkan pada rangkaian seperti pada gambar, maka pada setengah gelombang pertama thyristor Q1 mendapat bias maju, dan Q2 dalam keadaan sebaliknya. Kemudian pada setengah gelombang berikutnya, Q2 mendapat bias maju, sedangkan Q1 bias mundur. Agar rangkaian dapat bekerja, ketika pada setengah gelombang pertama Q1 harus diberi sinyal penyalaan pada gatenya dengan sudut penyalaan, misalnya Į. Seketika itu Q1 akan konduksi. Q1 akan tetap konduksi sampai terjadi perubahan arah (komutasi), yaitu tegangan menuju nol dan negatif. Setelah itu, pada setengah perioda berikutnya, Q2 diberi trigger dengan sudut yang sama, proses yang terjadi sama persis dengan yang pertama. Dengan demikian bentuk gelombang keluaran pada seperti yang ditunjukkan pada gambar. Gambar 4.53 Bentuk dasar pengendali tegangan AC 4.2.4.2 Pengendalian menggunakan triac Seperti yang telah disinggung sebe-lumnya, bahwa dua thyristor anti-paralel dapat digantikan dengan sebuah triac. Bedanya di sini hanya pada gatenya, a) b) 324 Sistem Pengendalian yang hanya ada satu gate saja. Namun kebutuhan sinyal trigger sama, yaitu sekali pada waktu setengah perioda pertama dan sekali pada waktu sete-ngah perioda berikutnya. Sehingga hasil pengendalian tidak berbeda dari yang menggunakan thyristor anti-paralel. Pengendalian yang bisa dilakukan de-ngan menggunakan metoda ini hanya terbatas pada beban fasa-satu saja. Untuk beban yang lebih besar, metode pengendalian, kemudian dikembangkan lagi menggunakan sistem fasa-tiga, baik yang setengah gelombang maupun gelombang penuh (rangkaian jembatan) 4.2.5 Kontrol Kecepatan dan Daya Motor Induksi Fasa Tiga Motor induksi fasa tiga, khususnya mo-tor induksi rotor sangkar tupai merupa-kan salah satu jenis motor yang paling banyak digunakan di industri. Kelebihan dari motor ini, di antaranya adalah kons-truksinya yang sederhana dan kuat ser-ta memerlukan sangat sedikit pemeliha-raan sebagaimana pada motor DC. Berbeda dengan motor DC yang kece-patannya dapat dikendalikan dengan mudah (yaitu melalui pengaturan te-gangan armatur dan pengaturan arus eksitasinya), pengaturan kecepatan motor induksi fasa tiga memerlukan penanganan yang jauh lebih kompleks dan ini merupakan salah satu kelemah-an dari motor induksi. Motor DC mem-punyai dua sumber, yaitu tegangan armatur dan arus eksitasi, sedangkan motor induksi hanya mempunyai satu sumber, yaitu sumber tegangan stator. Kecepatan motor induksi ditentukan oleh frekuensi tegangan masukan dan jumlah kutub motor seperti yang dijelas-kan dengan rumus: N = 120 f/P di mana: N = kecepatan putaran rotor, f = frekuensi tegangan sumber, P = jumlah kutub motor (ditentukan oleh belitan stator). Jadi, berdasarkan formula di atas dapat dikatakan bahwa kecepatan putaran motor induksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengubahan jumlah ku-tub dan pengubahan frekuensi tegangan masukan ke stator motor. Karena jumlah kutub ditentukan oleh belitan statornya, maka pengubahan kutub ini hanya bisa dilakukan melalui desain belitan stator motor, sedangkan untuk pengaturan fre-kuensi dan tegangan masukan memer-lukan pengubah frekuensi tengangan masukkan stator. Unit pengatur ini umum juga disebut sebagai inverter. Pengaturan kutub banyak digunakan pa-da beban-beban yang dalam operasinya memerlukan beberapa kecepatan yang berbeda, misalnya kecepatan rendah dan kecepatan tinggi. Sedangkan peng-aturan frekuensi pada motor induksi ba-nyak diterapkan untuk beban-beban yang memerlukan pengaturan kecepat-an dari nol sampai dengan maksimal seperti yang diterapkan di bidang trans-portasi seperti kereta listrik. 4.2.5.1 Macam-Macam Skema Kontrol Kecepatan Motor Induksi Kecepatan motor induksi dapat diken-dalikan dari sumber AC maupun DC. Berikut ini adalah beberapa macam skema pengendalian kecepatan motor induksi yang memberikan masukan frekuensi dan tegangan variabel ke stator motor. Sistem Pengendalian 325 Gambar 4.54 merupakan skema kontrol kecepatan motor induksi dengan catu daya dc tegangan tetap. Proses pengubahan ini dilakukan sebagai berikut. Catu daya DC tegangan tetap diubah menjadi tegangan dc tegangan variabel melalui DC-Chopper. Tegangan DC variabel ini setelah melalui filter dialirkan ke inverter sehingga menghasilkan keluaran ac dengan frekuensi dan tegangan variabel. Keluaran frekuensi dan tegangan variabel menjadi masukan motor induksi sehingga kecepatan motor dapat diatur dengan leluasa. Gambar 4.55 menunjukkan skema kontrol kecepatan motor induksi dengan menggunakan catu daya DC dan inverter pulse-width modulation (PWM). Catu daya DC tegangan tetap diubah langsung menjadi tegangan ac frekuensi dan tegangan variabel. Hasil pengubah-an ini kemudian digunakan sebagai catu daya motor induksi. Untuk kendali kecepatan dengan catu daya AC tegangan dan frekuensi tetap ditunjukkan pada gambar 4.56 dan 4.57. Gambar 4.56 menunjukkan skema kontrol dengan menggunakan inverter frekuensi variabel sedangkan Gambar 4.57 menggunakan inverter PWM. Pada skema kontrol dengan inverter frekuensi variabel kita memerlukan unit penyearah terkontrol sedangkan yang mengguna-kan PWM cukup dengan penyearah biasa. Keluaran dari kedua skema yang terakhir sama dengan keluaran pada dua skema kontrol terdahulu. Gambar 4.54 Skema kontrol kecepatan motor induksi dengan catu daya DC tegangan tetap Gambar 4.55 Skema kontrol kecepatan motor induksi dengan catu daya DC dan inverter PWM Gambar 4.56 Skema kontrol kecepatan motor induksi dengan catu daya AC dan inverter frekuensi variabel Transformer FilterPenyearahTerkendaliAC 1 Fasa atau 3 Fasa Tegangan DC Variabelke Motor Induksi Inverter frekuensi variabel DC Chopper FilterInverter Fasa Tiga Catu Daya DC Tegangan DC Variabelke Motor Induksi Inverter Pulse Width Modulated (PWM) DC Variable Voltage ke Motor Induksi Variable Frequency 326 Sistem Pengendalian Gambar 4.57 Skema kontrol kecepatan motor induksi dengan catu daya AC dan inverter PWM 4.2.5.2 Diagram Kotak Kontrol Kecepatan Motor Induksi Fasa Tiga Diagram kotak kontrol kecepatan motor induksi fasa tiga yang menggunakan sum-ber daya masukan fasa tiga ditunjukkan pada Gambar 4.58. Gambar 4.58 Diagram kotak sistem kontrol kecepatan motor induksi fasa tiga Coba perhatikan baik-baik Gambar 4.58. Dalam skema kontrol ini kecepatan mo-tor merupakan subyek dari pengontrol-an. Proses pengontrolan dilakukan sebagai berikut: 1. Sumber daya masukan AC fasa tiga tegangan dan frekuensi tetap diubah menjadi tegangan DC dengan tegangan yang bisa diatur-atur melalui penyearah terkendali. Pengaturan pada penyearah ini dilakukan melalui pengaturan sudut penyulutan, sebagaimana telah dibahas pada bagian penyearah B6U, diatur melalui rangkaian trigger. 2. Untuk mengurangi faktor denyut keluaran penyearah diberi filter sehingga keluaran dc mempunyai kualitas yang lebih baik. 3. Keluaran dc ini kemudian diubah menjadi tegangan ac fasa tiga melalui sebuah inverter fasa tiga. Pengubahan keluaran dc menjadi ac ini dilakukan melalui proses penyulutan yang dikendalikan oleh rangkaian trigger. Keluaran ac yang paling handal untuk pengendalian kecepatan motor induksi fasa tiga adalah frekuensi dan tegangan variabel, di mana ketika frekuensi dinaikkan atau diturunkan, tegangan akan mengikuti perubahan ini. Transformer FilterPenyearahAC 1 Fasa atau 3 Fasa ke Motor Induksi Pulse Width Modulated (PWM) Penyearah Terkendali FilterInverter Fasa TigaMotor Induksi Beban Elemen Kontrol dan Rangk. Trigger Transduser Kecepatan Input Ac Fasa Tiga Tegangan DC VariabelFrekuensi VariabelTegangan Variabel Sistem Pengendalian 327 Keluaran ini dikatakan paling handal karena motor dapat diatur pada daerah kecepatan yang sangat lebar dan dengan efisiensi tetap tinggi. 4. Ketika motor induksi mendapat masukan tegangan dari inverter, maka sesuai dengan sifat-sifatnya, motor beroperasi pada kecepatan dan daya tertentu sesuai dengan jenis beban motor. Pout = T Ȧ, di mana T = torsi poros (Nm), Ȧ adalah kecepatan putar sudut (rad/detik) (Ȧ= 2 ʌ N/60; N dalam putaran permenit). Jadi, pengaturan kecepatan yang dilakukan disini sama artinya dengan pengaturan daya keluaran motor induksi. 5. Kecepatan putaran motor dideteksi dan diukur dengan menggunakan transduser kecepatan. Transduser ini mengubah variabel putaran menjadi sinyal analog atau digital yang proporsional terhadap kecepatan putaran motor. 6. Hasil pengukuran oleh transduser ini diinformasikan kepada elemen ken-dali. 7. Elemen kendali membandingkan antara sinyal hasil pengukuran (analog atau digital) dengan nilai putaran yang dikehendaki (setpoint). Bila antara keduanya ada perbedaan maka elemen kontrol akan mengirimkan sinyal kontrol ke rangkaian trigger. 8. Rangkaian trigger ini akan memberi-kan sudut penyulutan sesuai dengan perintah elemen kontrol kepada penyearah dan inverter sehingga keluaran inverter berubah. Proses ini terus berlanjut sampai terca-pai putaran motor sama dengan yang di-kehendaki (setpoint). 4.2.6 Persiapan, Pengopera-sian dan Pemeriksaan Pengendali Elektronika Daya Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa pengendali elektro-nika daya memungkinkan dilakukannya pengaturan daya listrik dalam berma-cam-macam cara guna memenuhi kebu-tuhan. Peralatan ini tergolong modern dan mahal. Oleh karena itu, dalam pemakaiannya membutuhkan pengeta-huan dan keterampilan yang sangat memadai. Pengetahuan tentang konsep dan prinsip seperti yang telah diuraikan di atas, baik yang terkait dengan kom-ponen-komponen, seperti dioda, thyris-tor, diac dan triac, maupun unit seperti penyearah tak terkendali, penyearah terkendali dan juga pengatur listrik ac. Tanpa pengetahuan dasar dan konsep yang memadai adalah mustahil untuk dapat menggunakan pengendali elektronika daya dengan baik. Di samping konsep-konsep dasar, ada tiga kemampuan penting yang harus Anda miliki untuk dapat menggunakan peralatan ini dengan baik, yaitu: persia-pan, pengoperasian dan pemeriksaan. Langkah persiapan perlu dilakukan un-tuk menyakinkan bahwa komponen dan rangkaian berada dalam keadaan baik dan aman. Kemampuan pengoperasian merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap teknisi di lapangan sedangkan kemampuan pemeriksaan sebagai dasar seseorang untuk meng-evaluasi performa suatu sistem dan juga mencari kesalahan (trouble-shooting) yang terjadi pada sistem. 328 Sistem Pengendalian 4.2.6.1 Persiapan Pengendali Elektronika Daya Dalam mempersiapkan pengendali elek-tronika daya, ada beberapa hal yang ha-rus Anda lakukan, di antaranya mema-hami spesifikasi alat, dan mengetahui kondisi alat. x Spesifikasi alat Setiap alat pasti dilengkapi dengan spesifikasi kerja alat yang memberita-hukan kepada para pengguna alat tentang kondisi-kondisi kerjanya sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan penggunaan alat dan kondisi kerjanya. Spesifikasi kerja yang sangat penting dari pengendali elektronika daya, minimal harus meliputi: jenis (penyearah, tak terkendali, terkendali, regulator ac, dan lain-lain), tegangan masukan, tegangan dan daya keluaran alat. Sebagai contoh: penyearah fasa tiga tidak terkendali mempunyai tegangan masukan fasa tiga 380 V ac, tegangan keluaran 400 V dan daya keluaran 5 kW. Ini memberitahu kita bahwa alat ini bila diberi sumber fasa-tiga 380 V, akan memberikan tegangan keluaran 400 V dc dan daya nominal 5 kW. Contoh lain misalnya, alat pengatur ac (ac regulator) fasa tunggal mem-punyai spesifikasi sebagai berikut: tegangan masukan 220 V, 50 Hz, tegangan keluaran 0-220 V ac dan daya nominal 1 kW. Ini menunjukkan kepada kita bahwa alat tersebut kalau diberi tegangan masukan 220 V akan memberikan tegangan keluaran yang bisa diatur mulai dari nol (0) sampai dengan 220 V ac dengan daya sampai dengan 1 kW. x Pengecekan fungsi alat Setelah diketahui spesifikasi alat, langkah berikutnya adalah pemerik-saan fungsi alat. Pemeriksaan fungsi ini dilakukan dengan melakukan pengukuran pada tegangan keluaran-nya setelah alat dihubungkan ke sumbernya. Sebagai contoh seperti untuk alat penyearah. Setelah dihubungkan ke sumber tegangan, tegangan keluaran bisa diukur dengan voltmeter. Bila tegangan keluarannya 400 V dc maka alat dapat dikatakan berfungsi dengan baik. 4.2.6.2 Pengoperasian pengendali elektronika daya Setelah dilakukan persiapan seperti yang telah dijelaskan di atas, kita sampai pada tahap pengoperasian. Agar dapat mengoperasikan alat, kita harus telah memiliki pemahaman tentang prinsip kerja alat yang akan dioperasikan dan memahami petunjuk operasi alat. x Pemahaman prinsip kerja alat Pemahaman terhadap prinsip kerja alat yang akan dioperasikan merupa-kan modal utama dalam pengope-rasiannya. Dengan mengetahui prinsip kerja alat, kita telah mempunyai bayangan tentang apa yang akan terjadi di dalam alat bila kita mengoperasikannya. Ini juga akan sangat membantu dalam pengoperasian alat secara aman dan optimal. x Pemahaman petunjuk operasi alat Setiap alat selalu memiliki petunjuk operasi yang dibuat oleh pabrik pembuatnya. Walaupun kita sudah mempunyai pengetahuan yang memadai tentang alat tersebut, kita tetap harus mempelajari pentunjuk operasi alat tersebut. Petunjuk operasi ini disusun oleh pabrik pembuat alat berdasarkan pengeta-huan dan pengalaman yang dimili-kinya, baik yang terkait aspek kea- Sistem Pengendalian 329 manan alat dan keselamatan manu-sia. Indikator kompetensi seseorang dalam mengoperasikan alat adalah berdasarkan petunjuk operasi alat. Petunjuk operasi dari pabrik bisa dimodifikasi atau disederhanakan sesuai dengan kebutuhan. x Pemahaman terhadap operasi alat yang dikendalikan Sebagai contoh, suatu pengatur listrik ac fasa satu aka digunakan untuk mengoperasikan motor induksi fasa satu. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa arus asut motor (starting current) beberapa kali lipat arus nominalnya. Oleh karena itu, dalam pengendalian motor ini kita tidak boleh memulai dengan tegangan nominalnya, namun perlu dilakukan pengaturan tegangan secara bertahap melalui knob pengatur yang ada pada pengendali elektronika daya, yang dalam hal ini adalah dengan mengatur sudut penyalaan thyristor atau triac, misalnya. Jadi, di samping operasi alat kendalinya, pemahaman terha-dap beban yang akan dikendalikan juga penting untuk menghindari kondisi yang membahayakan baik bagi alat pengendalinya maupun alat yang dikendalikannya. 4.2.6.3 Pemeriksaan pengendali elektronika daya Untuk mengetahui kebenaran kerja dari penyearah ini perlu dilakukan pemerik-saan sebagai berikut: x Periksalah tegangan keluaran dengan menggunakan voltmeter dc/ac. Bila tegangan keluaran sesuai dengan tegangan yang dikehendaki berarti rangkaian bekerja dengan baik seperti yang telah dijelaskan pada tahap persiapan pada bagian pengecekan fungsi alat. Namun bila tidak maka perlu pemeriksaan lebih lanjut pada rangkaian dan komponen-komponennya. x Pemeriksaan lebih akurat dapat dilakukan dengan menggunakan osiloskop pada tegangan keluaran (perhatikan cara pemakaian osiloskop). Jika tegangan keluaran tidak sesuai dengan yang seharusnya (biasanya lebih rendah), perlu dilakukan pada rangkaian. Atau bila dilakukan dengan osiloskop maka akan dapat diketahui bentuk gelombang tegangan keluaran. Atas dasar bentuk gelombang keluaran ini dapat diketahui bagian mana yang tidak bekerja dengan baik. Untuk dapat menganalisis secara cermat terhadap permasalahan ini perlu pemahaman terhadap konsep pengendali elektronika daya. x Bila sudah diketahui permasalahan baru diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada pada rangkaian. Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut: 1. Jumlah pulsa atau gelombang keluaran tidak lengkap. Bila kita menjumpai hal seperti ini, maka perlu diperiksa: sumber tegangan masukan, sekering pengaman rangkaian/komponen, kabel-kabel dan koneksinya, komponen elektronika daya seperti dioda thyristor, atau lainnya, dan pengendali yang memiliki rangkaian penyulut (rangkaian trigger) perlu diperiksa rangkaian triggernya. Pemeriksaan rangkaian trigger memerlukan pengetahuan tentang rangkaian trigger dan sistem pembangkitan pulsa triggernya. Bila salah satu komponen ini tidak dalam keadaan baik, sudah dapat 330 Sistem Pengendalian dipastikan bahwa rangkaian tidak akan bekerja dengan baik. 2. Panas pada bagian-bagian rangkaian. Suhu panas yang berlebihan identik dengan ketidaknormalan kerja rangkaian. Panas ini bisa akibat dari longgarnya sambungan, arus lebih, atau sistem pendinginannya yang tidak memadai. Longgarnya sambungan menimbulkan efek pengelasan pada terminal-terminal sambungannya sehingga menimbulkan efek panas yang berlebih. Bila ini berjalan dalam waktu lama bisa membahayakan komponen-komponen semikonduktornya dan bahkan bisa menimbulkan bahaya kebakaran. Panas akibat arus beban lebih ini bisa diakibatkan oleh permasalahan pada beban dan bisa juga akibat dari kapasitas daya alat yang lebih rendah dari yang diserap oleh beban. Namun bila alat pengamannya sesuai dengan kemampuan alat seharusnya hal ini sudah dapat diatasi melalui pemutusan alat pengaman. Sistem pendinginan sangat berperan pada performa kerja alat. Sistem pendinginan bisa berupa heatsink dan atau fan. Heatsink biasanya dipilih berdasarkan kapasitas komponen semikonduktor yang digunakan. Oleh karena itu permasalahan terbesarnya adalah pada faktor rekatannya dengan komponen semikonduktornya. Untuk pendinginan yang menggunakan fan dapat dengan mudah diketahui bekerja tidaknya. 3. Thyristor tidak dapat dikendalikan. Bila menjumpai unit pengendali elektronika daya, ketika dihidupkan, te-gangan keluarannya lang-sung tinggi, maka perlu diperiksa pulsa trigger dan rangkaian snubbernya. Pengaturan pulsa trigger langsung pada sudut penya-laan nol akan menyebabkan tegangan keluaran angsung tinggi. Permasalahan ini bisa terjadi akibat kegagalan pada rangkaian triggernya (lihat Gambar 4.48). Rangkaian snubber (Gambar 4.31) digunakan untuk membatasi agar tingkat kenaikan tegangan awal dv/dt rangkaian tidak melampaui dv/dt thyristor. Jika dv/dt komponen terlampaui maka thyristor akan langsung “on” dan tidak bisa dikendalikan lagi. Rusaknya rangkaian snubber biasanya adalah karena umur. Biasanya ditandai dengan pecahnya kapasitornya. Demikianlah persiapan yang perlu dilakukan sebelum, pengoperasian pengendali elektronika daya. Pengoperasian perlu mengikuti petunjuk operasi alat dan bila terjadi ketidaknormalan kerja alat bisa dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi komponen-komponen rangkaian pengendali elektronika daya. Sistem Pengendalian 331 4.3 Sistem Pengendalian Motor Tahapan mengoperasikan motor pada dasarnya dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : - Mulai Jalan (starting) Untuk motor yang dayanya kurang dari 4 KW, pengoperasian motor dapat disambung secara langsung (direct on line). Sedangkan untuk daya yang besar pengasutannya dengan pengendali awal motor (motor starter) yang bertujuan untuk meredam arus awal yang besarnya 5 sampai 7 kali arus nominal. - Berputar (running) Beberapa saat setelah motor mulai jalan, arus yang mengalir secara bertahap segera menurun ke posisi arus nominal. Selanjutnya motor dapat dikendalikan sesuai kebutuhan, misalnya dengan pengaturan kecepatan, pembalikan arah perputaran, dan sebagainya. - Berhenti (stopping) Tahap ini merupakan tahap akhir dari pengoperasian motor dengan cara memutuskan aliran arus listrik dari sumber tenaga listrik, yang prosesnya bisa dikendalikan sedemikian rupa (misalnya dengan pengereman / break), sehingga motor dapat berhenti sesuai dengan kebutuhan. Jenis kendali motor ada 3 macam, yaitu : x Kendali Manual Instalasi listrik tenaga pada awalnya menggunakan kendali motor konvensional secara manual. Untuk menghubungkan atau memutuskan aliran arus listrik digunakan saklar manual mekanis, diantaranya adalah saklar togel (Toggle Switch). Saklar ini merupakan tipe saklar yang sangat sederhana yang banyak digunakan pada motor-motor berdaya kecil. Operator yang mengoperasikannya harus mengeluarkan tenaga otot yang kuat. Gambar 4.59 Kendali motor manual Next >