< Previous162Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2No. 6 tentang penambahan anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar suara yang pro Perjanjian Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947 Presiden melantik 232 anggota baru KNIP. Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh KNIP pada tanggal 25 Maret 1947, yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.Setelah Persetujuan Linggarjati disahkan, beberapa negara telah memberikan pengakuan terhadap kekuasaan RI. Misalnya dari Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Afganistan, Birma (Myanmar), Saudi Arabia, India, dan Pakistan. Perjanjian Linggarjati itu mengandung prinsip-prinsip pokok yang harus disetuju oleh kedua belah pihak melalui serangkaian perundingan lanjutan. Ketentuan dalam pasal (2) misalnya, menentukan bahwa RI dan Belanda akan bekerjasama untuk membentuk Negara Indonesia Serikat sebagai pengganti Hindia Belanda. Namun perundingan lanjutan terhambat karena masing-masing pihak menuduh tentaranya melanggar ketentuan genjatan senjata. Dokumen perjanjian itu pun akhirnya tidak membantu untuk memecahkan masalah bagi kedua belah bangsa. Bahkan memperburuk keadaan. Belanda kemudian mengadakan genjatan senjata di Jawa dan Sumatera pada 21 Juli 1947. Belanda menyebut tindakan itu sebagai “actie politionel” (tindakan kepolisian). Istilah itu berarti “pengamanan dalam negeri” atau yang dimaksud di sini adalah Indonesia. Artinya, Belanda tidak mengakui kedaulatan Republik Indonesia, seperti yang sudah dinyatakan dalam dokumen Linggarjati. Belanda memberi sandi pada serangan umum itu dengan “Operasi Produk” yaitu operasi yang ditujukan untuk wilayah-wilayah yang dianggap penting secara ekonomi bagi Belanda.Kondisi itu mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengeluarkan resolusi. Ada dua resolusi yang disampaikan oleh PBB. Pertama, menghimbau agar RI dan Belanda segera menghentikan perang dan membentuk Negara Indonesia Serikat, seperti yang diamanatkan dalam perjanjian Linggarjati. Kedua, adalah usulan Amerika agar kedua belah pihak membentuk sebuah tim untuk membantu menyelesaikan masalah itu. Usulan itu kemudian dikenal dengan istilah “Komisi Tiga Negara”.Komisi Tiga Negara (KTN) itu terdiri dari Australia, yang diwakili oleh Richard C Kirby yang dipilih oleh RI. Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Amerika di wakili oleh Frank P. Graham yang dipilih oleh Belgia dan Autralia. Hasil dari KTN itu adalah perundingan diadakan 163Sejarah Indonesiakembali oleh Indonesia dan Belanda. Pihak Belanda mengusulkan agar diadakan perundingan ditempat yang netral. Atas jasa Amerika Serikat, maka digunakannya kapal yang mengangkut tentaranya, dengan nama USS Renville didatangkan ke teluk Jakarta dari Jepang. Tentang perjanjian Renville ini akan dibahas lebih lanjut dibagian berikutnya.d. Konferensi MalinoDalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung Belanda dalam pembentukan negara federasi. Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usaha-usaha diplomasi terus dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946 tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha perundingan pun terus diupayakan.Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.Gambar 6.13 Schermerhom dan Syahrir sedang memaraf naskah Persetujuan Linggarjati.164Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Setelah perjanjian Linggarjati Van Mook mengambil inisiatif untuk mendirikan pemerintahan federal sementara sebagai pengganti Hindia Belanda. Tindakan Van Mook itu menimbulkan kegelisahan di kalangan negara-negara bagian yang tidak terwakili dalam susunan pemerintahan. Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda. Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di Bandung pada Mei – Juli 1948. Konferensi Bandung itu dihadiri oleh empat negara federal yang sudah terbentuk yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Pasundan, dan Negara Madura. Juga dihadiri oleh daerah-daerah otonom seperti, Bangka, Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, dan Jawa Tengah. Sebagai ketua adalah Mr. T. Bahriun dari Negara Sumatera Timur.Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg (BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal. Pengambil inisiatif BFO itu adalah Ida Agung Gde Agung, seorang perdana menteri Negara Indonesia Timur. juga R.T. Adil Puradiredja, seorang perdana menteri Negara Pasunan. BFO itu dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari perkembangan politik antara Belanda dan RI yang juga berpengaruh pada perkembangan negara-negara bagian. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook. (kamu dapat membaca lebih lanjut tentang peran BFO dalam perjuangan diplomasi pada buku Taufik Abdullah dan A.B.Lapian (ed) atau buku-buku yang lain).2. Agresi Militer Belanda I Di tengah-tengah upaya mencari kesepakatan dalam pelaksanaan isi Persetujuan Linggarjati, ternyata Belanda terus melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan isi Persetujuan Linggarjati. Di samping mensponsori pembentukan pemerintahan boneka, Belanda juga terus memasukkan kekuatan tentaranya. Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum yang isinya antara lain sebagai berikut.a. Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara bersama.b. Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri.c. Dewan Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa.165Sejarah Indonesiad. Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie), Pembentukan Pasukan Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI.Pada prinsipnya PM Syahrir (yang kabinetnya jatuh Juni 1947) dapat menerima beberapa usulan, tetapi menolak mengenai pembentukan Pasukan Keamanan Bersama di wilayah RI. Tanggal 3 Juli dibentuk kabinet baru di bawah Amir Syarifuddin yang juga tetap menolak pembentukan Pasukan Keamanan Bersama di wilayah RI. Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam, pihak Belanda melancarkan ‘aksi polisional’ mereka yang pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian Belanda menguasai semua pelabuhan di Jawa. Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi-instalasi minyak dan batu bara di sekitar Palembang dan Padang diamankan. Pasukan-pasukan Republik bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa saja yang dapat mereka hancurkan.Di beberapa daerah terjadi aksi-aksi pembalasan.Orang-orang Cina di Jawa Barat dan kaum bangsawan yang dipenjarakan di Sumatera Timur dibunuh. Beberapa orang Belanda, termasuk Van Mook ingin melanjutkan merebut Yogykarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang tidak menyukai ‘aksi polisional’ tersebut menggiring Belanda untuk segera menghentikan peperangan terhadap Republlik Indonesia. Ibu kota RI dapat dikurung Belanda. Hubungan ke luar bagi Indonesia juga mengalami kesulitan, karena pelabuhan-pelabuhan telah dikuasai Belanda. Secara ekonomis, Belanda juga berhasil menciptakan kesulitan bagi RI. Daerah-daerah penghasil beras jatuh ke tangan Belanda. Hubungan ke luar juga terhambat karena blokade Belanda. Tetapi Belanda belum berhasil menghancurkan mental dan kekuatan Tentara Indonesia yang didukung oleh kekuatan rakyat. Pada tanggal 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia-Belanda dimasukan dalam agenda Dewan Keamanan PBB. Pemintaan itu diterima baik dan dimasukkan dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB. Tanggal 1 Agustus 1947, Dewan 166Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Keamanan PBB memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak dan mulai berlaku sejak tanggal 4 Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata, Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Konsuler dengan anggota-anggotanya yang terdiri dari para Konsul Jenderal yang berada di wilayah Indonesia. Komisi Konsuler diketuai oleh Konsul Jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan beranggotakan Konsul Jenderal Cina, Belgia, Perancis, Inggris dan Australia.Komisi Konsuler itu diperkuat dengan personil militer Amerika Serikat dan Perancis sebagai peninjau militer. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa tanggal 30 Juli sampai 4 Agustus 1947 pasukan masih mengadakan gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut oleh pihak Belanda berdasarkan kemajuan-kemajuan pasukannya setelah pemerintah melakukan gencatan senjata. Namun penghentian tembak-menembak tidak dimusyawarahkan dan belum ditemukan tindakan yang tepat untuk menyelesaikannya agar jumlah korban bisa dikurangi.Tanggal 3 Agustus 1947 Belanda menerima resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB dan memerintahkan kepada Van Mook untuk menghentikan tembak-menembak. Pelaksanaannya dimulai pada malam hari tanggal 4 Agustus Sumber: Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, 1985.Gambar 6.14 Gerak tentara Belanda di Jawa dan daerah yang dikuasai pada agresi militer Belanda. 167Sejarah Indonesia1947. Tanggal 14 Agustus 1947, dibuka sidang DK PBB. Dari Indonesia hadir, antara lain Sutan Syahrir. Dalam pidatonya, Syahrir menegaskan bahwa untuk mengakhiri berbagai pelanggaran dan menghentikan pertempuran, perlu dibentuk Komisi Pengawas. Pada tanggal 25 Agustus 1947, DK PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan suatu Commitee of Good Offices (Komisi Jasa-jasa Baik) atau yang lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Belanda menunjuk Belgia sebagai anggota, sedangkan Indonesia memilih Australia. Kemudian Belanda dan Indonesia memilih negara pihak ketiga, yakni Amerika. Komisi resmi terbentuk tanggal 18 September 1947. Australia dipimpin oleh Richard Kirby, Belgia dipimpin oleh Paul Van Zeelland dan Amerika Serikat dipimpin oleh Dr. Frank Graham.Ternyata Belanda masih terus berulah, sebelum Komisi Tiga Negara datang di Indonesia. Belanda terus mendesak wilayah dan melakukan perluasan wilayah kedudukannya. Kemudian tanggal 29 Agustus 1947, secara sepihak Van Mook memproklamasikan garis demarkasi Van Mook, menjadi garis batas antara daerah pendudukan Belanda dan wilayah RI pada saat gencatan senjata dilaksanakan. Garis-garis itu pada umumnya menghubungkan titik terdepan posisi Belanda. Menurut garis Van Mook, wilayah RI lebih sedikit dari sepertiga wilayah Jawa, yakni wilayah Jawa Tengah bagian timur, dikurangi pelabuhan-pelabuhan dan perairan laut. 3. Komisi Tiga Negara sebagai mediator yang berhargaMasalah Indonesia-Belanda telah dibawa dalam sidang-sidang PBB. Hal ini menunjukkan bahwa masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsa-bangsa dunia. Kekuatan Indonesia di forum internasionalpun semakin kuat dengan kecakapan para diplomator Indonesia yang meyakinkan negara-negara lain bahwa kedaulatan Indonesia sudah sepantasnya dimiliki bangsa Indonesia. Tentu saja bahwa kepercayaan bukan disebabkan oleh para diplomator saja. Perjuangan rakyat Indonesia adalah bukti bahwa kemerdekaan merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia. PBB sebagai organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik antara RI dengan Belanda. Berikut ini beberapa peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda.168Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian Renville Serangan Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia. KTN membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran. Hal ini telah menempatkan Indonesia lebih banyak didukung negara-negara lain. 4. Perjanjian RenvilleKomisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda.Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal sebagai berikut.a. Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).b. Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal)c. Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville, wilayah RI semakin sempit dikarenakan diterimanya garis demarkasi Van Mook, dimana wilayah Republik Indonesia meliputi Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur. Dampak lainnya adalah Anggota TNI yang masih berada di daerah-daerah kantong yang dikuasai Belanda, harus ditarik masuk ke wilayah RI,misaInya 169Sejarah Indonesiadari Jawa Barat ada sekitar 35.000 orang tentara Divisi Siliwangi. Divisi Siliwangi tanggal 1 Februari 1948 dihijrahkan menuju wilayah RI di Jawa Tengah dan ada yang ditempatkan di Surakarta. Juga 6.000 anggota TNI dari Jawa Timur masuk ke wilayah RI.Isi Perjanjian Renville mendapat tentangan sehingga muncul mosi tidak percaya terhadap Kabinet Amir Syarifuddin dan pada tanggal 23 Januari 1948, Amir menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden. Dengan demikian perjanjian Renville menimbulkan permasalahan baru, yaitu pembentukan pemerintahan peralihan yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati. 5. Agresi Militer II : Tekad Belanda Melenyapkan RISebelum macetnya perundingan Renville sudah ada tanda-tanda bahwa Belanda akan melanggar persetujuan Renville. Oleh karena itu pemerintah RI dan TNI sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda akan malakukan aksi militernya untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin oleh A.H. Nasution dan Hidayat. Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Sebelum pasukan Belanda begerak lebih jauh, Van Langen (wakil jenderal Spoor) berbisik kepada Van Sumber: Atlas Sejarah Indonesia.Gambar 6.15 Peta wilayah RI berdasar demarkasi Van Mook. 170Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Beek (komandan lapangan agresi II): “overste tangkap Sukarno, Hatta, dan Sudirman, mereka bertiga masih ada di istana”, demikian perintah pimpinan Belanda terhadap ketiga pimpinan nasional kita. Agresi militer II itu telah menimbulkan bencana militer maupun politik bagi mereka walaupun mereka tampak memperoleh kemenangan dengan mudah. Dengan taktik perang kilat, Belanda melancarkan serangan di semua front RI. Serangan diawali dengan penerjunan pasukan-pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo dan dengan cepat berhasil menduduki ibu kota Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta memutuskan untuk tetap tinggal di ibukota, meskipun mereka tahu akan ditawan musuh. Alasannya, agar mereka dengan mudah ditemui oleh TNI, sehingga kegiatan diplomasi dapat berjalan terus. Disamping itu, Belanda tidak mungkin melancarkan serangan secara terus-menerus, karena Presiden dan wakil Presiden sudah ada di tangan musuh. Sebagai akibat dari keputusan itu, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta beserta sejumlah Menteri, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Suryadarma dan lainnya juga ikut ditawan tentara Belanda. Namun kelangsungan pemerintahan RI dapat dilanjutkan dengan baik, karena sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Presiden Sukarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang berisi mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang sedang melakukan kunjungan ke Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perintah Sumber: Gelora Api Revolusi, 1986.Gambar 6.16 Tentara Belanda pada saat Agrasi Militer II.171Sejarah Indonesiasejenis juga diberikan kepada Mr. A.A. Maramis yang sedang di India. Apabila Syafruddin Prawiranegara ternyata gagal melaksanakan kewajiban pemerintah pusat, maka Maramis diberi wewenang untuk membentuk pernerintah pelarian (Exile Goverment) di luar negeri.Sementara itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang sakit harus dirawat oleh dr. Suwondo selaku dokter pribadinya di rumah di kampung Bintaran. Setelah mendengar Belanda melancarkan serangan, Jenderal Sudirman segera menuju istana Presiden di Gedung Agung. Ketika mengetahui Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa pemimpin lainnya ingin tetap bertahan di ibu kota, maka Jenderal Sudirman, dengan para pengawalnya pergi ke luar kota untuk mengadakan perang gerilya. Para ajudan yang menyertai Jenderal Sudirman, antara lain Suparjo Rustam dan Cokropranolo. Sedangkan pasukan di bawah pimpinan Letkol Soeharto terus berusaha menghambat gerak maju pasukan Belanda. Kemudian beberapa tokoh militer vang mengikuti jejak Jenderal Sudirman, antara lain Kolonel Gatot Subroto, dan Kolonel TB. Simatupang.Aksi militer Belanda yang kedua ini ternyata menarik perhatian PBB, karena Belanda secara terang-terangan tidak mengikuti lagi Persetujuan Renville di depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskan oleh PBB. Pada tanggal 24 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB membuat resolusi, agar Republik Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan membebaskan Presiden RI dan para pemimpin politik yang ditawan Belanda. Kegagalan Belanda di medan pertempuran serta tekanan dari AS yang mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi dan keuangan, memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan6. Peranan PDRI sebagai Penjaga Eksistensi RIPada saat terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah darurat. Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948. Next >