< Previous38 Eksplorasi Lakukanlah obervasi dan pengambilan contoh tentang batuan tambang (sisa asam /sisa basa) yang berada di lingkungan sekitar kita. Dalam satu kelas terbagi menjadi beberapa kelompok. Luruhkan materi tadi kedalam air panas, atau direbus, check hasil pelarutan dengan kertas pH ! Mengasosiasi Jelaskan hubungan antara bahan batuan tambang dengan pH dari larutan, tentukan tingkat kuat lemahnya dengan uji menggunakan lampu terang dan redupnya !! Mengkomunikasi Sampaikan kepada kelompok – kelompok yang lain mengenai hasil pengamatan dan identifikasi tersebut, samakah pendapat anda dengan pendapat kelompok kelompok yang lain? 39 3) Kesetimbangan Reaksi Kimia. Untuk memahami apa dan bagaimana kesetimbangan reaksi, coba kita cermati peristiwa reaksi berikut ini. N2(g) + 3H2(g) ⇆ 2NH3(g) ΔH25 = –92,2 kJ Reaksi tersebut adalah reaksi pembentukan amonia yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan pupuk, sebagai pelarut, pembersih dan banyak lagi produk sintetik yang menggunakan bahan dasar dari amonia. Amonia merupakan sintesa dari gas N2 dan H2 melalui Proses Haber seperti ditunjjukan pada gambar berikut ini. Gambar 10. Reaksi kestimbangan bolak balik, sintesa amonia.(sumber : http://smakita.net/reaksi-kesetimbangan-di-industri-kimia/) Dalam proses produksi amonia pada reaksi diatas, proses reaksinya adalah raksi bolak balik dengan jenis reaksi eksotermis. Reaksi ini berlangsung dalam 2 arah yang berkestimbangan, kecepatan reaksi kekiri = kecepatan reaksi kekanan. Menurut hukum Le Chatelier : 40 Pada suatu reaksi : a A + b B c C + d D ± x k kalori catatan : + X = eksotermis; dan –X = endotermis. Jika zat A dan atau zat B ditambah maka kestimbangan bergeser kekanan, dan bila zat A atau dan zat B dikurangi maka kestimbangan bergeser kekiri. Jika zat C dan atau zat D dikurangi maka kestimbangan akan bergeser kekanan, dan bila zat C dan Zat D ditambah maka kestimbangan bergeser kekiri, Untuk proses yang berjalan secara heterogen maka tidak ada pergeseran kestimbangan karena dalam sistem heterogen tidak ada pergeseran kestimbangan. Jika dalam sistem diperlakukan dengan tekanan diperbesar (volume sistem akan mengecil) maka kestimbangan bergeser ke arah jumlah koefisien gas yang kecil, sedangkan jika dalam kestimbangan tekanan diperkecil (volume mengalami kenaikan/diperbesar) maka kestimbangan bergeser ke jumlah koefisien yang lebih banyak (besar). Dalam proses reaksi eksothermis/endothermis, jika suhu diperbesar maka kestimbangan bergeser ke arah yang endothermis sedangkan jika suhu diperkecil maka kestimbangan bergeser ke arah eksothermis. Untuk lebih jelasnya hubungan antara amonia yang dihasilkan terhadap tekanan dan hasil amonia yang dihasilkan dengan suhu reaksi. 41 Gambar 11. Hubungan kestimbangan hasil amonia dengan suhu dan tekanan. Dalam proses diatas untuk membuat kestimbangan reaksi agar ergeser kekanan maka langkah yang dilakukan berdasarkan azaz Le Chatelier, maka langkah yang dilakukan penurunan suhu atau membuat suhu konstan (isothermal) dan optimalisasi tekanan karena koefisien pereaksi bergeser ke jumlah koefisien yang kecil. a) Reaksi umum dari kesetimbangan. Dalam contoh kasus diatas maka hubungan tekanan, volume, suhu dan reaktan digambarkan sebagai berikut : a A + b B ⇄ c C + d D dan berlaku energi bebas Gibbs ΔG = 0, dimana ΔG = ΔG + RT ln K Dari persamaan di atas tampak bahwa harga K adalah besaran yang tetap dan merupakan besaran yang tergantung pada komposisi zat pada saat kesetimbangan. Harga K tidak tergantung pada keadaan mula‐mula zat. Jika reaksi berlangsung dalam fasa gas, harga K adalah, tekanan parsial dari masing‐masing zat. 42 Kp = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas) pC = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c pD = tekanan gas D dengan koofisien reaksi d pA = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a pB = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b. Selanjutnya, Guldenberg dan Waage, mengembangkan kesetimbangan dalam fasa larutan, dan mereka menemukan bahwa dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali konsentrasi zat‐zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing‐masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Guldberg dan Wange, dan disederhanakan ke dalam persamaan Kc = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas) [C] = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c [D]= tekanan gas D dengan koofisien reaksi d [A] = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a [B] = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b Persamaan tetapan kesetimbangan di atas, dapat memberikan informasi bahwa harga k kecil menunjukan bahwa zat‐zat hasil reaksi (zat c dan d) lebih sedikit dibandingkan dengan zat‐zat yang bereaksi (zat a dan b). Jika kita mengukur harga k dan besarnya belum mencapai harga k pada saat kesetimbangan, berarti reaksi yang dilakukan belum 43 mencapai kesetimbangan. Dalam hal yang sebelumnya nilai kestimbangan dapat bergeser disebabkan karena sebagai berikut : Pengaruh tekanan dan volume (sudah dibahas diatas). Pengaruh konsentrasi ( sudah dibicarakan diatas). pengaruh suhu/temperatur reaktor. Pengaruh volume dan tekanan Untuk reaksi dalam fasa cair perubahan volume menyebabkan perubahan konsentrasi. Peningkatan volume menyebabkan penurunan konsentrasi, ingat satuan konsentrasi zat adalah mol/L, banyaknya zat dibagi berat molekulnya di dalam 1 Liter larutan. Demikian pula reaksi dalam fasa gas, volume gas berbanding terbalik terhadap tekanan, peningkatan volume menyebabkan penurunan tekanan. Di sisi lain, tekanan berbanding lurus terhadap mol gas, seperti yang ditunjukan dalam persamaan gas ideal : dimana : P V = n RT P = p = tekanan, V = Volume N = mol gas R = tetapan gas T = Suhu dalam K Dari persamaan di atas akan tampak bahwa dengan memperkecil tekanan sama dengan memperbesar volume, dan perubahan tekanan sama dengan perubahan konsentrasi (n/V). Sedangkan untuk tekanan gas total : 44 Dalam sistem kesetimbangan peningkatan volume gas tidak mempengaruhi kesetimbangan jika jumlah koofisien reaksi sebelum dan sesudah adalah sama. Sebagai contoh proses reaksi dalam bentuk gas : H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g) Koofisien gas H2 dan I2 adalah 1 (satu), total sebelah koofisien sebelah kiri adalah 2 (dua). Koofisien untuk gas HI adalah 2 (dua), sehingga koofisien sebelah kiri dan kanan tanda panah adalah sama. Peningkatan volume 2 kali lebih besar tidak memberikan perubahan terhadap rasio konsentrasi antara sebelah kanan dan sebelah kiri tanda panah, mula konsentrasi : H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g) n/V n/V 2n/V V diperbesar: n/2V n/2V 2n/2V Oleh karena rasio koefisien tetap sehingga tekananpun memiliki rasio yang tetap. H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g) 1mol 1 Mol 2 Mol Tekanan total kondisi tersebut : 2 atm Volume total sebanyak 1 liter. P H2 = = ¼ X 2 =0 ,5 atm. P I2 = = ¼ X 2 =0 ,5 atm. P HI = = ½ X 2 = 1 atm 45 KP = Volume diperbesar 2 kali sehingga menjadi 2 liter, tekanan berubah menjadi 1 atm. P H2 = = 0 ,25 atm. P I2 = = 0 ,25 atm. P HI = = 0,5 = 1 atm KP = Dalam kasus yang berbeda, jika dalam kesetimbangan koofisien sebelum dan sesudah reaksi tidak sama, maka penurunan volume dapat menyebabkan reaksi bergeser menuju koofisien yang lebih kecil dan sebaliknya jika volume diperbesar kesetimbangan akan bergerak ke arah jumlah koofisien yang lebih besar. b) Katalisator & Disosiasi. Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia,sering dipergunakan zat tambahan lain yaitu katalisator. Dalam proses reaksi, katalisator berperan mempercepat reaksi yang berlangsung, pada akhir reaksi katalisator akan terbentuk kembali. Katalisator dalam dunia industri umumnya logam, namun dalam makhluk hidup katalisator didapat dari dalam tubuhnya yang dikenal dengan dengan biokatalisator atau enzim. Banyak senyawa dalam suhu kamar terurai secara spontan dan menjadi bagian‐bagian yang lebih sederhana, peristiwa ini dikenal dengan istilah disosiasi. Reaksi disosiasi merupakan reaksi kesetimbangan, beberapa contoh reaksi disosiasi sebagai berikut: 46 N2O4 (g) ⇄ 2 NO2 (g) NH4Cl (g) ⇄ NH3 (g) + HCl(g) Ukuran banyaknya zat yang terurai dalam proses disosiasi dinyatakan dalam notasi α = derajat disosiasi, dengan persamaan : derajat disosiasi memiliki harga 0 ≤ α ≤ 1. Untuk lebih mudahnya kita perhatikan contoh seperti berikut ini. 4) Kecepatan Reaksi. Kecepatan reaksi kimia adalah perubahan kosentrasi per satuan waktu). Perubahan kosentrasi bagi reaktan adalah pengurangan jumlah reaktan dari kondsi awal, sedangkan penambahan kosentrasi per satuan waktu. Kecepatan Reaksi: Informasi tentang kecepatan berlangsungnya suatu reaksi amat penting diketahui, misalnya bagi industri dapat memprediksi jumlah produk, lama waktu produksi dan mungkin sampai dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan dalam sebuah pabrik. Untuk meninjau kecepatan reaksi, mari kita lihat terlebih dahulu bagaimana suatu reaksi berlangsung. Reaksi berlangsung karena adanya partikel‐partikel, atom atau molekul yang bertumbukan dan tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi, hanya tumbukan dengan energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi. Energi tersebut dikenal dengan Energi aktifasi dan didefinisikan sebagai energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya menghasilkan sebuah reaksi. Misalnya reaksi yang berlangsung untuk zat A berubah menjadi zat B. Selama reaksi berjalan, secara perlahan‐lahan 47 zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan reaksi sebagai berikut : Gambar 12. Perubahan kosentrasi A. kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan : dimana : V = kecepatan dalam mol/L.s Δ[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam mol/L Δt = Selang waktu dalam detik Kecepatan reaksi dapat kita ubah dalam satuan konsentrasi B, yaitu bertambahnya konsentrasi zat B dalam selang waktu tertentu. Jika kita rumuskan : Dimana: V = Kecepatan Dalam Mol/L.S Δ[B] = Pertambahan Konsentrasi Zat B Dalam Mol/L Δt = Selang Waktu Dalam Detik Next >