< Previous122Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1permata, dan sabuk bersepuhkan emas. Bantuan juga diberikan rakyat sesuai dengan kemampuan mereka. Sementara dari segi persenjataan para pengikut Pangeran Diponegoro mempersenjatai dirinya sendiri dengan senjata seadanya. Seperti dilaporkan seorang komandan pasukan gerak cepat Belanda menceritakan sebagai berikut.“Penduduk desa biasa di sini begitu menyatu dengan para pemberontak sehingga mereka langsung bergabung dengan musuh dan menyerang orang-orang kita (Belanda) dengan tembakan ketapel yang menyebabkan beberapa orang dipihak kita cedera” (Peter Carey, Kuasa Ramalan, 2011)Mengatur Strategi dari Selarong Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang. Dipersiapkan beberapa tempat untuk markas komando cadangan. Kemudian Pangeran Diponegoro menyusun langkah-langkah. (1) merencanakan serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah masuknya bantuan dari luar. (2) mengirim kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda. (3) menyusun daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan. (4) membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan mengangkat para pemimpinnya. Pangeran Diponegoro telah membagi menjadi 16 mandala perang, yaitu Yogyakarta dan sekitarnya di bawah komando Pangeran Adinegoro (adik Diponegoro) yang diangkat sebagai patih dengan gelar Suryenglogo. Bagelen diserahkan kepada Pangeran Suryokusumo dan Tumenggung Reksoprojo. Perlawanan di daerah Kedu diserahkan kepada Kiai Muhammad Anfal dan Mulyosentiko. Bahkan, di daerah Kedu Pangeran Diponegoro juga mengutus Kiai Hasan Besari mengobarkan Perang Sabil untuk memperkuat pasukan yang telah ada. Pangeran Abubakar didampingi Pangeran Muhammad memimpin perlawanan di Lowanu. Perlawanan Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.Gambar 2.24 Gua Selarong.123Sejarah Indonesiadi Kulon Progo diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan Pangeran Somonegoro. Yogyakarta bagian utara dipimpin oleh Pangeran Joyokusumo. Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Suryonegoro, Somodiningrat, dan Suronegoro. Perlawanan di Gunung Kidul dipimpin oleh Pangeran Singosari. Daerah Plered dipimpin oleh Kertopengalasan. Daerah Pajang diserahkan kepada Warsokusumo dan Mertoloyo, sementara itu daerah Sukowati dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan Mangunnegoro. Gowong dipimpin oleh Tumenggung Gajah Pernolo. Langon dipimpin oleh Pangeran Notobroto Projo. Serang dipimpin oleh Pangeran Serang.Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Ali Basyah Sentot Prawirodirjo sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya. Nyi Ageng Serang yang sudah berusia 73 tahun bersama cucunya R.M. Papak bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang (nama aslinya R.A. Kustiah Retno Edi), sejak remaja sudah anti terhadap Belanda dan pernah membantu ayahnya (Panembahan Serang) untuk melawan Belanda.Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro balik menyerang Keraton Yogyakarta. Serangan ke keraton ini mendapatkan hasil. Pasukan Pangeran Diponegoro di desa Kejiwan berhasil memporak porandakan pasukan Belanda yang di pimpin Sollewijn. Pasukan Diponegoro berhasil menduduki keraton.Pada tahun-tahun awal Pangeran Diponegoro mengobarkan semangat “Perang Sabil”.Perlawanannya berjalan sangat efektif. Pusat kota dapat dikuasai. Selanjutnya pasukan Pangeran Diponegoro bergerak ke timur dan berhasil menaklukan Delanggu dalam rangka menguasai Surakarta. Namun, pasukan Pangeran Diponegoro dapat ditahan oleh pasukan Belanda di Gowok. Secara umum dapat dikatakan pasukan Pangeran Diponegoro mendapatkan banyak kemenangan. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Untuk memperkokoh kedudukan Pangeran Diponegoro, para ulama dan pengikutnya menobatkannya sebagai raja dengan gelar: Sultan Abdulhamid Herucokro (Sultan Ngabdulkamid Erucokro).Sumber: Jejak-Jejak Pahlawan: Dari Sultan Agung hingga Hamengku Buwono IX, 1992.Gambar 2.25. Nyi Ageng Serang.124Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1Perluasan perang di berbagai daerah Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang. Kemudian ke arah timur meluas ke Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan Perang Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama bergerak untuk melawan kekejaman Belanda. Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus meluas itu, Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Beberapa komandan tempur dikirim ke berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikirim ke Tegal dan Pekalongan, kemudian Letkol Diell ke Banyumas. Jenderal de Kock sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Untuk menambah kekuatan Belanda, juga didatangkan bantuan tentara Belanda dari Sumatera Barat.» Kamu tentu ingat peristiwa apa yang terjadi di Sumatera Barat pada tahun 1825 – 1830. Peristiwa apa itu?Belanda berusaha menghancurkan pos-pos pertahanan pasukan Pangeran Diponegoro. Sasaran pertama Belanda yaitu pos pertahanan Pangeran Diponegoro di Gua Selarong. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan Belanda menyerang pos tersebut. Namun, ternyata pos Gua Selarong sudah kosong. Ini memang sebagai bagian strategi Pangeran Diponegoro. Pos pertahanan Diponegoro sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo ini berhasil mengalahkan tentara Belanda di daerah-daerah bagian barat (Kulon Progo dan sekitarnya). Sementara itu, di Gunung Kidul pasukan Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Singosari juga mendapatkan berbagai kemenangan. Benteng pertahanan Belanda di Prambanan juga berhasil diserang oleh pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Tumenggung Suronegoro. Plered sebagai pos pertahanan Diponegoro juga sering mendapat serangan Belanda. Meskipun demikian, Plered masih dapat dipertahankan oleh pasukan Diponegoro di bawah Kertopengalasan. 125Sejarah IndonesiaSeperti telah diterangkan di atas bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari para bupati di mancanegara (istilah mancanegara untuk menyebut daerah-daerah yang berada di luar Yogyakarta). Misalnya terjadi perlawanan sengit di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan Semarang dan Surakarta). Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus melakukan perlawanan di bawah para bupatinya, misalnya di Madiun, Magetan, Kertosono, Ngawi, dan Sukowati. Sementara itu, peperangan di daerah mancanegara bagian barat meluas di wilayah Bagelen, Magelang dan daerah-daerah Karesiden Kedu lainnya.Benteng Stelsel pembawa petaka Pangeran Diponegoro menerapkan beberapa strategi perang. Pangeran Diponegoro menerapkan perang dengan penyerangan langsung yang mengandalkan jumlah pasukan yang besar. Selain itu, ia juga menjalankan prinsip perang gerilya. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga menerapkan strategi perang atrisi (penjemuan). Strategi ini mengubah perang secara langsung dengan perang jangka panjang (agar Belanda sampai bosan). Dalam melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda, pasukan Pangeran Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu ke pos yang lain. Pengaruh perlawanan Diponegoro ini semakin meluas. Perkembangan Perang Diponegoro ini sempat membuat Belanda kebingungan. Untuk menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos yang satu ke pos yang lain, Jenderal de Kock menerapkan strategi dengan sistem Benteng Stelsel.» Kamu tahu, apa yang dimaksud sistem “Benteng Stelsel” dari Belanda. Apa tujuannya ? Coba diskusikan dengan anggota kelompok. Kamu dapat membaca buku-buku sejarah yang ada di perpustakaan sekolah.Dengan strategi Benteng Stelsel sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro dapat diatasi. Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa tempat misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda. Setiap tempat dihubungkan dengan benteng pertahanan. Selain itu, Magelang dijadikan pusat kekuatan militer Belanda. 126Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1Dengan sistem Benteng Stelsel ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang membantu Diponegoro mulai banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi di beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus bertahan dari serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung Ario Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun, perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret 1828. Sementara itu, pasukan Diponegoro di bawah Sentot Prawirodirjo justru berhasil menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon Progo sekarang). Penyerangan ini berhasil menewaskan Kapten Ingen. Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan ini mendapat perhatian para pemimpin perang Belanda. Pasukan Belanda dikonsentrasikan untuk mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding. Ajakan Belanda ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan kepada Aria Prawirodiningrat untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan hati Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain sebagai berikut.1) Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam.2) Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai pemimpinnya.3) Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban.4) Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu. 127Sejarah Indonesia» Demikian berbagai upaya Belanda untuk segera dapat mengakhiri perlawanan Pangeran Diponegoro. Nah, bagaimana akhir kisah Perang Diponegoro yang terjadi pada tahun 1830? Coba kamu uraikan dalam dua lembar kertas folio! » Setelah belajar tentang sejarah Perang Diponegoro, pelajaran apa yang dapat kita peroleh? Coba lakukan kajian dengan teman-teman!5. Perlawanan di BaliKamu tentu sudah tahu tentang Bali. Sekalipun ada di antara kamu yang belum pernah ke Bali, tetapi tentu sudah begitu familier mendengar nama Bali. Bahkan, pada abad ke-20 pada saat Indonesia sudah merdeka ternyata masyarakat dunia lebih mengenal nama Bali dari pada nama Indonesia. Bali adalah sebuah pulau kecil yang sangat terkenal di Indonesia. Bali dikenal sebagai Pulau Dewata dan menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia. Tetapi kalau kita lihat dalam perjalanan sejarah nasional Indonesia sampai abad ke-19 Bali belum banyak menarik perhatian orang-orang Barat untuk Sumber: Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme, 2009.Gambar 2.26 Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh.128Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830-an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali. Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan “Perang Puputan”Mengapa Terjadi Perang Puputan di Bali?Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung, Jembrana, Tabanan, Menguri, dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintah kolonial mulai menjalin kontak dengan kerajaan-kerajaan di Bali. Kontrak tersebut tidak sekadar urusan dagang, tetapi juga menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan tentara pemerintah Hindia BeIanda. Namun, dalam perkembangannya pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di Bali. Oleh karena itu, Belanda mengirim dua utusan dengan misi masing-masing. Pertama, G.A. Granpre Moliere untuk misi ekonomi. Kedua, Huskus Koopman mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan lancar, tetapi misi politik menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berusaha mendekati raja-raja di Bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan Belanda. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di Bali dengan Belanda, diantaranya, dengan Raja Badung (28 November 1842), Raja Karangasem ( 1 Mei 1843), Raja Buleleng ( 8 Mei 1843), Raja Klungkung (24 Mei 1843) dan Raja Tabanan (22 Juni 1843). Perjanjian kontrak antara raja-raja di Bali dengan Belanda itu terutama seputar Hukum Tawan Karang agar dihapuskan.» Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Hukum Tawan Karang di Bali. Mengapa Belanda meminta hukum itu dihapuskan. Coba cari jawabnya !Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan Hukum Tawan Karang. Tetapi sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan perjajian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar di Pantai Sangsit (Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda protes keras terhadap kejadian ini. Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah Made Karangasem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati. 129Sejarah IndonesiaBelanda juga menuntut agar Buleleng membayar ganti rugi atas kapal Belanda yang dirampas penduduk. Raja Gusti Ngurah Made Karangasem yang mendapat dukungan patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan, I Gusti Ketut Jelantik sudah melakukan latihan dan menghimpun kekuatan untuk melawan kesewenang-wenangan Belanda. Dengan demikian perang tidak dapat dihindarkan.Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan. Dalam pertempuran ini Raja Buleleng mendapat dukungan dari Kerajaan Karangasem dan Klungkung. Sementara, pada tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda berkekuatan 1.700 orang pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai. Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal sewaan. Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng yang dibantu oleh para pejuang Karangasem dan Klungkung melawan Belanda. Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng bertempur mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern, maka para pejuang Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ketut Jelantik beserta pasukannya terpaksa mundur sampai ke Desa Jagaraga (sekitar 7 km sebelah timur Singaraja). Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. Perjanjian ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: (1) dalam waktu tiga bulan Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru; (2) Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan I Gusti Ketut Jelantik kepada pemerintah Belanda; (3) Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng. Tekanan dan paksaan Belanda itu ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Namun, di balik itu Raja dan Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng pertahanan yang kuat bagaikan Gelar Supit Urang. Rakyat juga sengaja tetap mempertahankan Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing Sumber: Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan Perlawanan), 2012.Gambar 2.27 I Gusti Ketut Jelantik.130Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1yang terdampar di Pantai Kusumba Klungkung tetap dirampas oleh kerajaan. Hal ini menimbulkan amarah dari Belanda. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karangasem mematuhi dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.Raja-raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Rakyat justru dipersiapkan untuk melawan kekejaman Belanda. Raja Buleleng kemudian mengirim kurir untuk meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan lain di Bali sehingga datang pasukan tambahan dari Klungkung, Karangasem, dan Mengwi. Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan Patih Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya. Belanda terus meningkatkan kekuatannya untuk menghadapi hal tersebut. Pada tanggal 7 dan 8 Juni 1848, bala bantuan Belanda mendarat di Pantai Sangsit. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap Benteng Jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain: J. van Swieten, Letkol Sutherland. Benteng Jagaraga terus dihujani meriam. Namun pasukan Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu isterinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan gelar-supit urang sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang serdadu dapat ditewaskan ditambah lagi tujuh opsir dan 98 serdadu Belanda luka-luka. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur.Kekalahan Belanda itu cukup menyakitkan perasaan pimpinan Belanda di Batavia. Oleh karena itu, dipersiapkan pasukan yang lebih kuat untuk melakukan pembalasan. Awal April 1849 telah datang kesatuan serdadu Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Dalam tempo dua hari, yakni tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Keruntuhan Benteng Jagaraga menjadi pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja Buleleng diikuti I Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Tetapi mereka tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Menyusul kemudian bulan Mei 1849 Karangasem berhasil ditaklukkan, berikutnya Kusumba (Klungkung) jatuh pula ke tangan Belanda. Meskipun demikian, Belanda tidak mudah untuk menguasai Pulau Bali. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi. Tahun 1906 terjadi Perang Puputan di Badung. Dua tahun kemudian Perang Puputan meletus di Klungkung.131Sejarah Indonesia» Kamu tahu apa yang dimaksud dengan Perang Puputan? Coba lakukan telaah tentang itu. Nilai apa yang terkandung dalam Perang Puputan itu!» Coba buatlah karya tulis sejarah tentang salah satu Perang Puputan di Bali! 6. Perang Banjar Kamu tentu sudah mengenal Provinsi Kalimantan Selatan. Ibu Kotanya ada di Banjarmasin. Berbicara soal Banjarmasin, apa yang kamu ingat, apa yang kamu ketahui tentang Banjarmasin atau Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya. Kamu pernah mendengar tentang batu-batu mulia dan intan dari Kalimantan Selatan? Atau kamu tahu tentang kain sasirangan. Itu semua merupakan produk-produk penting dari Kalimantan Selatan dewasa ini. Bagaimana dengan latar belakang sejarahnya? Di Kalimantan Selatan pernah berkembang Kerajaan Banjar atau Banjarmasin. Wilayah Kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang. Pusatnya ada di Martapura. Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan, lada, rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh orang-orang Barat. Kondisi ini membuat Belanda berambisi untuk menguasai Banjarmasin. Setelah melalui bujuk rayu disertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817 terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan Sulaiman) dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda, seperti daerah Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Dengan demikian wilayah kekuasaan Kesultanan Banjarmasin semakin sempit, sementara daerah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Bahkan, menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826 antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda ditetapkan bahwa kekuasaan Kesultanan Banjar hanya daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin. Next >