< PreviousKelas XI SMA/SMK Kurikulum“13154D. Tantangan dan Hambatan dalam Mencapai Moksha sesuai dengan Zamannya “Globalisasi”Perenungan:“Asakta-buddhiá sarvatrajitàtmà vigata-spåhaá,naiûkarmya-siddhiý paramàýsannyàsenàdhigacchati”.Terjemahannya:“Orang yang kecerdasannya tidak terikat di mana saja, telah menguasai dirinya dan melepaskan keinginannya, dengan penyangkalan ia mencapai tingkat tertinggi dari kebebasan akan kegiatan kerja (Bhagavagità, XVIII.49).Membangun kehidupan spiritual dalam perilaku sehari-hari sering mengalami kendala, tantangan dan hambatan. Berbagai macam pertanyaan bermunculan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama generasi muda. Apakah untuk melakukan kegiatan spiritual kita harus meniadakan aktivitas keseharian “karma” bekerja sebagai wujud swaDharma hidup ini? Benarkah bahwa aktivitas spiritual manusia itu akan berhasil dengan baik bila dilaksanakan setelah masa-masa tua (masa persiapan pensiun), mengingat saat itu seseorang telah memiliki waktu panjang serta berkurangnya tanggung-jawab dan kewajiban hidupnya? Bukankah sebaiknya penataan kesehimbangan hidup manusia Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti155(rohani dan jasmani) dibangun sejak awal seirama dengan pembelajaran hidup ini? Kesenjangan hidup (rohani dan jasmani) mengantarkan terhambatnya pencapaian kesehimbangan hidup seseorang. Bagaimana tantangan untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan hidup ini “jagadhita dan Moksha” dapat teratasi dengan baik? Lakukanlah dengan sungguh-sungguh sifat dan sikap mulia berikut ini!1. Menjauhkan Diri dari Keterikatan MaterialistisMengumpulkan harta-benda (material) untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berkecukupan dalam hidup dan kehidupan ini adalah baik, namun apabila kekayaan yang kita kumpulan membuat orang lain menjadi menderita adalah tidakan yang kurang terpuji. Menjadikan diri sebagai insan yang koruptor, pemeras, membuat masyarakat miskin dan menderita adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan tujuan hidup beragama “Moksha”. Sikap dan tindakan seseorang yang suka berlebihan mengumpulkan material mengantarkan yang bersangkutan susah dapat mewujudkan kebahagian yang dicita-citakannya.2. Mengutamakan Aktifitas yang Bernuansakan SpiritualGambar 3.13 Pura LokanathaDpsSumber: Dok. Pribadi, 17-2-2014.Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13156Menjadi orang yang kreatif, rajin, tekun, dan cekatan yang bernafaskan keagamaan dan kemanusiaan dapat mengantarkan yang bersangkutan mampu mewujudkan kebahagiaan hidupnya. Namun apabila sebaliknya, seperti rajin, tekun, pekerja keras hanya untuk memenuhi ambisi semata, lupa dengan kewajiban hidup beragama tentu berakibat tidak baik, dan sekaligus dapat mengantarkan yang bersangkutan menjadi insan yang menderita. Oleh karena itu bila kita memutuskan diri menjadi orang-orang rajin mendapatkan harta benda jangan pernah lupa untuk rajin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta guna memohon keteduhan dalam hidup ini. Datanglah ke Pura (tempat suci) untuk melakukan aktivitas keagamaan dengan tulus. Walaupun disibukan dengan kegiatan duniawi akan tetapi jangan pernah lupa mengimbanginya dengan kegiatan spiritual.3. Jauhkan dan Hindarkanlah Diri dari Tindakan Tidak TerpujiTindakan manusia terpuji adalah menjauhkan diri dari kebodohan (Punggung), irihati (Irsya), dan marah (Krodha) serta sifat-sifat negatif yang lainnya seperti ‘mabuk, berjudi, bermain wanita, dan bertindak anarkis’ karena dapat mengantarkan seseorang menjadi insan yang nista. Manusia sepatutnya selalu berusaha untuk menjadi insan yang terpuji, sebab pada dasarnya setiap kelahiran manusia adalah baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan diberikannya berbagai macam predikat kepada manusia, seperti; manusia adalah mahkluk: (individu, berpikir, religius, sosial, berbudaya) dan yang lainnya, (Wigama dkk, 1995:204).Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti157Semestinya kita patut bersyukhur dilahirkan hidup menjadi manusia, karena hanya yang dilahirkan hidup menjadi manusia saja dapat berbuat baik atau melebur perbuatan yang buruk menjadi baik. Kitab suci veda menjelaskan sebagai berikut;“Mànusah sarvabhùteûu varttate vaiûubhàúubhe,aúubheûu samaviûþamúubhesvevàvakàrayet. Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wënang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kuneng panëntasakëna ring úubhakarma juga ikangaúubhakarma phalaning dadi wwang”.Terjemahannya:Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (phalanya) menjadi manusia, (Sarasamuçcaya, 2).“Iyam hi yonih prathamàyonih pràpya jagatipate,àtmànam ûakyate tràtum karmabhihúubhalakûaóaih.Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13158 Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wënang ya tumulung awaknya sangkeng sangsàra, makasàdhanang úubhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”.Terjemahannya:Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia, (Sarasamuçcaya, 4).Sebagai akibat dari kemampuan untuk memilih yang dimiliki oleh manusia, mengakibatkan manusia dapat meningkatkan hidup dan kehidupannya dari yang kurang baik menjadi lebih baik, dan akhirnya sampai manusia dinyatakan memiliki kedudukan yang paling tinggi (istimewa) dari semua mahkluk yang ada. Meskipun demikian bukan berarti pula manusia akan terlepas sama sekali dari perbuatan-perbuatannya yang kurang baik. Secara kodrati kelahiran manusia dilengkapi dengan: sifat tri guna yakni tiga sifat utama (sattwam; ketenangan, rajas; dinamis, dan tamas; lamban). Ketiga sifat utama ini hendaknya terjaga keseimbangannya untuk tidak menjadi memicu tumbuh dan berkembangnya sad ripu yaitu enam musuh utama yang ada pada setiap manusia, yang terdiri dari: k¢ma; nafsu, lobha; tamak, krodha; kemarahan, mada; kemabukan, moha; kebingungan, matsarya; iri-hati.Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti159“Yo durlabhataram pràpyamànusyam lobhato narah,dharmàvamantà kàmàtma bhavetsakalavañcitah”. Hana pwa tumënung dadi wwang, wimukha ring Dharmasadhana, jënëk ring arthakàma arah, lobhambëknya, ya ika kabañcana ngaranya.Terjemahannya: Bila ada orang berkesempatan menjadi orang (manusia), ingkar akan pelaksanaan Dharma; sebaliknya amat suka ia mengejar harta dan kepuasan napsu dan berhati tamak; orang itu disebut kesasar, tersesat dari jalan yang benar (Sarasamuçcaya, 9).Dalam hidup dan kehidupan ini manusia dihadapkan pada banyak faktor kemungkinan untuk menjadi kurang baik. Kemungkinan yang dimaksud seperti; kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan yang disebabkan oleh karena kelelahan, lingkungan yang kurang bersahabat, dan juga karena keinginan yang tidak terkendali. Semuanya itu mengantarkan manusia dapat diliputi oleh kegelapan (awidya/timira) dan kebingungan. Disebutkan ada 7 (tujuh) macam sifat manusia secara kodrati dapat mengantarkan hidup manusia menjadi awidya, gelap, suram, timira yang dikenal dengan istilah “sapta timira”. Yang disebut sapta timira antara lain; surupa; ketampanan/kecantikan, dana; kekayaan, guna; kepandaian, kulina; Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13160kebangsawanan, yowana; keremajaan, sura; minuman keras, dan kasuran; kemenangan. Ketujuh unsur/sifat alami itulah yang mengantarkan manusia menjadi awidya atau gelap sebagai akibat dari kebodohannya. “Ajñànaprabhavam hidaýyadduhkhamupalabhyate,lobhàdeva tad ajñànamajñàna lobha eva ca. Apan ikang sujhaduhkha kabhukti, punggung sangkanika, ikang punggung, kalobhan sangkanika, ikang kalobhan, punggung sangkanika matangnyan punggung sangkaning sangsàra.Terjemahannya:Sebab suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan; kebodohan ditimbulkan oleh loba, sedang lobha (keinginan hati) itu kebodohan asalnya; oleh karenanya kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu (Sarasamuçcaya, 400).Tujuh macam sifat awidya atau kegelapan yang ada pada manusia apabila tidak dapat dikendalikan dengan baik akan menimbulkan berbagai-macam tindakan kejam. Disebutkan manusia memiliki enam peluang untuk bertindak kejam apabila keberdaan sapta timira tidak terkendalikan. Enam tindakan kejam itu disebut dengan istilah sad atatayi, yang terdiri dari: agnid¢; membakar, Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti161wisada; meracun, atharwa; mensihir, çastraghna; mengamuk, dharatikrama; memperkosa, rajapisuna; memfitnah.Menjadi pekerja aktif dengan jabatan sebagai atasan kurang memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan oleh berbagai macam aktifitas kantor. Perilaku seseorang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang diberikan oleh majikan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan (pihak manajemen). Biasanya pada saat menjabatlah semestinya seseorang dapat memanfaatkan kesempatan untuk menegakkan Dharma. Setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan seharusnya menguntungkan masyarakat banyak. Terkadang banyak orang yang kurang sabar dalam mengumpulkan harta dari pekerjaan yang ditekuninya, seperti dengan mengambil jalan pintas melakukan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Berdasarkan Dharma, dalam mengumpulkan harta tidak harus dengan korupsi. Tidak sedikit orang menjadi kaya tanpa korupsi, karena mereka berusaha dengan profesional dan hasil usahanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak seperti dengan mendirikan Yayasan untuk orang yang tidak mampu (fakir miskin) atau mendirikan sekolah yang dapat menunjang Pendidikan demi masa depan anak-anak bangsa ini.Sikap dan perilaku yang diwujudkan oleh seseorang seperti tersebut di atas (mendirikan yayasan fakir miskin) berarti yang bersangkutan telah mampu membangun spiritualnya dan sekaligus dapat mengendalikan sifat-sifat awidya-nya. Agar manusia tidak terjerumus dan hanyut ke lembah derita sebagai akibat dari kebodohan, dan kegelapannya di tengah-tengah arus globalisasi yang serba terbuka maka ia berkewajiban untuk meningkatkan kecerdasan intelektual Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13162dan religiusnya. Umat sedharma hendaknya selalu dapat meningkatkan diri untuk belajar, menumbuh-kembangkan kebijaksanaannya, memohon tuntunan-Nya untuk berlatih berpikir jernih, berketatapan hati, dan selalu bersikap baik “Dharma” serta sikap positif yang lainnya. Dengan demikian umat sedharma akan selalu tenang, sabar, dan penuh kedamaian dalam mewujudkan tujuan hidup dan tujuan agamanya.Untuk mencapai Moksha seseorang dapat memilih salah satu di antara Catur Marga Yoga. Apakah melalui Jnana Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Bakti Marga Yoga dan Raja Marga Yoga, diharapkan dapat disesuaikan dengan kemampuan serta bidang yang digeluti saat ini. Pada saat perang Barata Yuda sudah berakhir, di mana kemenangan berada dipihak Pandawa, semua musuh-musuhnya sudah kalah perang tinggal Pandawa yang hidup. Yudistira sebagai pemimpin Pandawa memutuskan pergi kehutan untuk mengasingkan diri dengan maksud mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa dengan mengikuti ajaran Raja Marga Yoga sebagai salah satu bagian dari Catur Marga Yoga. Arjuna sebagai orang yang bijaksana yang mempunyai Visi dan Misi jauh ke depan menganjurkan kepada Prabu Yudistira agar kembali untuk memimpin kerajaan.Untuk mencapai Moksha tidak harus pergi kehutan bersemadi atau beryoga, di dalam kerajaan-pun dengan berbuat baik dan menegakkan kebenaran “Dharma” Moksha dapat dicapai.“Kamarthau lipsamànastudharmmamevàditaûcaret,na hi dharmmàdapetyarthahkàmo vapi kadàcana”Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti163 Yan paramarthanya, yan arthakàma sàdhyan, Dharma juga lëkasakëna rumuhun, niyata katëmwaning arthakàma mëne tan paramàrtha wi katemwaning arthakàma deninganasar sakeng Dharma.Terjemahannya:Pada hakekatnya, jika Artha dan Kama dituntut, maka seharusnya Dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh Artha dan Kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika Artha dan Kama itu diperoleh menyimpang dari Dharma (Sarasamuçcaya, 12).Keterikatan adalah moha, kebebasan adalah Moksha. Selama kita masih awidya dan terikat oleh hal-hal duniawi maka, Moksha sangat sulit untuk tercapai. Kesulitan untuk melepaskan keterikatan itu, dapat diatasi dengan latihan-latihan secara rutin. Untuk mengendalikan Sad Ripu tidak mudah,karena membutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk selalu melakukan introspeksi terhadap diri kita sendiri, dan evaluasi diri sejauh mana telah dilakukan latihan-latihan ke arah pengendalian diri yang dimaksud. Melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga memang membutuhkan mental yang tangguh, tidak mudah menyerah, dan harus mengetahui kemampuan yang dimiliki. Seseorang sebaiknya harus mengetahui bakat yang dikaruniakan oleh Yang Widhi Wasa kepadanya, sehingga dalam melaksanakannya sesedikit mungkin mendapat halangan atau kendala. Dengan demikian dalam waktu yang relatif singkat kita sudah dapat melakukannya mendekati sempurna walaupun belum mencapai Moksha tetapi sudah dirasakan hasilnya.Next >