< Previous 131 Sejarah Indonesiamanajemen usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, terutama beras. Saat itu, budi daya padi di Indonesia adalah yang terbaik di Asia. Pemerintah memfasilitasi ketersediaan benih unggul, pupuk, pestisida melalui subsidi yang terkontrol dengan baik. Pabrik pupuk yang dibangun antara lain adalah Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh.Jaringan irigasi teknis dibangun di berbagai daerah dan program pembibitan ditingkatkan. Di dalam Pelita I Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Di dalam rincian penjelasan dijelaskan bahwa tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan terutama beras.Koperasi di pedesaan terus dipacu untuk meningkatkan produktivitasnya. Kebijakan terus mengalir guna menopang kegiatan di daerah pedesaan. BUUD yang semula hanya dilibatkan dalam program Bimbingan Massal (Bimas sektor pertanian pangan), kemudian ditingkatkan menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) dengan tugas serta peranan yang terus dikembangkan. Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 1973 tentang Unit Desa dikeluarkan 5 Mei 1973, menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1973, yang membentuk Wilayah Unit Desa (Wilud), pada akhirnya menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). Dari sinilah lahir Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang berada di bawah Departemen Pertanian.Para PPL memperkenalkan dan menyebarluaskan teknologi pertanian kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani. Selain program penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu program pembangunan pertanian Orde Baru yang khas. Kelompencapir merupakan wadah temu wicara langsung antara petani, nelayan, dan peternak dengan sesama petani, penyuluh, menteri atau bahkan dengan Presiden Soeharto. Kelompencapir juga menyelenggarakan kompetisi cerdas cermat pertanian yang diikuti oleh para petani berprestasi dari berbagai daerah sampai tingkat pusat. Kelompencapir merupakan program Orde Baru di bidang pertanian yang dijalankan oleh Departemen Penerangan. Kelompencapir diresmikan pada 18 Juni 1984, dengan keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.110/Kep/Menpen/1984. 132 Kelas XII SMA/MA b) PendidikanPada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru adalah pembangunan Sekolah Dasar Inpres (SD Inpres), program wajib belajar dan pembentukan kelompok belajar atau kejar. Semuanya itu bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah.Pada 1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD. Pelaksanaan tahap pertama program SD Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung SD yang masing-masing memiliki tiga ruang kelas. Dana pembangunan SD Inpres tersebut berasal dari hasil penjualan minyak bumi yang harganya naik sekitar 300 persen dari sebelumnya.Pada tahun-tahun awal pelaksanaan program pembangunan SD Inpres, hampir setiap tahun, ribuan gedung sekolah dibangun. Sebelum program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dilaksanakan, jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968 sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP 5.897 unit. Pada awal Pelita VI, jumlah itu telah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan 20.000 gedung SMP. Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung SD baru dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun.Peningkatan jumlah sekolah dasar diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Jumlah guru SD yang sebelumnya berjumlah sekitar ratusan ribu, pada awal tahun 1994 menjadi lebih dari satu juta guru. Satu juta lebih guru ditempatkan di sekolah-sekolah inpres tersebut. Lonjakan jumlah guru dari puluhan ribu menjadi ratusan ribu juga terjadi pada guru SMP. Total dana yang dikeluarkan untuk program ini hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun.Program wajib belajar pada era Soeharto mulai dilaksanakan pada 2 Mei 1984, di akhir Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III. Dalam sambutan peresmian wajib belajar saat itu, Soeharto menyatakan bahwa Sumber: Yayasan Lalita, 1979 Gambar 4.7 Presiden Soeharto saat mengunjungi kelas di salah satu SD Inpres 133 Sejarah Indonesiakebijakannya bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada seluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun dalam menikmati pendidikan dasar. Program wajib belajar itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun (SD).Program ini tidak murni seperti kebijakan wajib belajar yang memiliki unsur paksaan dan sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. Pemerintah hanya mengimbau orangtua agar memasukkan anaknya yang berusia 7-12 tahun ke sekolah. Negara bertanggung jawab terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan, seperti gedung sekolah, peralatan sekolah, di samping tenaga pengajarnya. Meski program wajib belajar tidak diikuti oleh kebijakan pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pemerintah waktu itu berupaya mengatasinya melalui program beasiswa. Untuk itu, kemudian muncul program Gerakan Nasional-Orang Tua Asuh (GN-OTA).Dalam upaya memperkuat pelaksanaan GN-OTA, diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama Nomor 34/HUK/1996, Nomor 88 Tahun 1996, Nomor 0129/U/1996, Nomor 195 Tahun 1996 tentang Bantuan terhadap Anak Kurang Mampu, Anak Cacat, dan Anak yang Bertempat Tinggal di Daerah Terpencil dalam rangka Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.Keberhasilan program wajib belajar 6 tahun ditandai dengan kenaikan angka partisipasi sekolah dasar (SD) sebesar 1,4 persen. Angka partisipasi SD menjadi 89,91 persen di akhir Pelita IV. Kenaikan angka partisipasi itu menambah kuat niat pemerintah untuk memperluas kelompok usia anak yang ikut program wajib belajar selanjutnya, menjadi 7-15 tahun, atau menyelesaikan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).Sepuluh tahun kemudian, program wajar berhasil ditingkatkan menjadi 9 tahun, yang berarti anak Indonesia harus mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP. Upaya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun pada kelompok usia 7-15 tahun mulai diresmikan pada Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 Mei 1994. Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 1994.Program wajib belajar telah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia saat itu. Fokus utama ketika itu adalah peningkatan angka-angka indikator kualitas pendidikan dasar. Fokus pembangunan pendidikan saat itu, yaitu peningkatan secara kuantitatif, baru kemudian memerhatikan kualitas atau mutu pendidikan.134 Kelas XII SMA/MA Setelah perluasan kesempatan belajar untuk anak-anak usia sekolah, sasaran perbaikan bidang pendidikan selanjutnya adalah pemberantasan buta aksara. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa masih banyak penduduk yang buta huruf. Dalam upaya meningkatkan angka melek huruf, pemerintahan Orde Baru mencanangkan penuntasan buta huruf pada 16 Agustus 1978. Cara yang ditempuh adalah dengan pembentukan kelompok belajar atau ”kejar”.Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tutor atau pembimbing setiap kelompok adalah masyarakat yang telah dapat membaca, menulis dan berhitung dengan pendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah peserta dan waktu pelaksanaan dalam setiap kejar disesuaikan dengan kondisi setiap tempat. Keberhasilan program kejar salah satunya terlihat dari angka statistik penduduk buta huruf yang menurun. Pada sensus tahun 1971, dari total jumlah penduduk 80 juta jiwa, Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang berstatus buta huruf. Sepuluh tahun kemudian, menurut sensus tahun 1980, persentase itu menurun menjadi hanya 28,8 persen. Hingga sensus berikutnya tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9 persen.c) Keluarga Berencana (KB)Pada masa Orde Baru dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%.Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui program KB yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).Berbagai kampanye mengenai perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada akhir tahun 1970-an sampai akhir tahun 1980-an di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sering diisi oleh acara-acara mengenai pentingnya KB. Baik itu melalui berita atau acara hiburan seperti drama dan wayang orang “Ria Jenaka”. Di samping itu nyanyian mars “Keluarga Berencana” ditayangkan Sumber: Bakosurtanal, 2011 Gambar 4.8 Keluarga Berencana (Logo) 135 Sejarah Indonesiahampir setiap hari di TVRI. Selain di media massa, di papan iklan di pinggir-pinggir jalan pun banyak dipasang mengenai pesan pentingnya KB. Demikian pula dalam mata uang koin seratus rupiah dicantumkan mengenai KB. Hal itu menandakan bahwa Orde Baru sangat serius dalam melaksanakan program KB. Slogan yang muncul dalam kampanye-kampanye KB adalah “dua anak cukup, laki perempuan sama saja”.Program KB di Indonesia, diawali dengan ditandatanganinya Deklarasi Kependudukan PBB pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar manusia dan juga pentingnya pembatasan jumlah penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan sosial.Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF karena dinilai berhasil menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan kehidupan anak-anak di tanah air. UNICEF bahkan mengemukakan bahwa tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara-negara lain yang tingkat kematian bayinya masih tinggi.Program KB di Indonesia sebagai salah satu yang paling sukses di dunia, sehingga menarik perhatian dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia. Pemerintah pun mengalokasikan sumber daya dan dana yang besar untuk program ini. d) Kesehatan Masyarakat, PosyanduPerkembangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah pada tahun 1951. Bandung Plan merupakan suatu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga.Kemudian didirikan Health Centre (HC) di delapan lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar), Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim), Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY, dan Kalimantan Selatan. Pada 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep Puskesmas. Pada tahun 1968 konsep Puskesmas ditetapkan dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional dengan disepakatinya 136 Kelas XII SMA/MA bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B dan C. Kegiatan Puskesmas saat itu dikenal dengan istilah ’Basic’. Ada Basic 7, Basic 13 Health Service yaitu : KIA, KB, Gizi Mas, Kesling, P3M, PKM, BP, PHN, UKS, UHG, UKJ, Lab, Pencatatan dan Pelaporan. Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A dan B. Pada tahun 1977 Indonesia ikut menandatangi kesepakatan Visi: ”Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, negara bekas Federasi Uni Soviet, pengembangan dari konsep ”Primary Health Care”. Tahun 1979 Puskesmas tidak ada pen’tipe’an dan dikembangkan piranti manajerial perencanaan dan penilaian Puskesmas, yaitu ’Micro Planning’ dan Stratifikasi Puskesmas. Pada tahun 1984 dikembangkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan kurang gizi. Posyandu dengan 5 programnya, yaitu KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Posyandu bukan saja untuk pelayanan balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil. Bahkan pada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vitamin A, Fe, Garam Yodium, dan suplemen gizi lainnya. Bahkan, Posyandu saat ini juga menjadi andalan kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) seperti PIN, Campak, dan Vitamin A. Perkembangan Puskesmas menampakan hasilnya pada era Orde Baru, salah satu indikatornya adalah semakin baiknya tingkat kesehatan. Pada sensus 1971 hanya ada satu dokter untuk melayani 20,9 ribu penduduk. Sensus 1980, menunjukkan bahwa satu tenaga dokter untuk 11,4 ribu penduduk. C. Integrasi Timor-TimurSumber: Deppen, 1975 Gambar 4.10 Guntingan berita tentang referendum di Timor-TimurSumber: Atlas Nasional Indonesia, Bakosurtanal, 2011Gambar 4.9 Puskesmas 137 Sejarah IndonesiaIntegrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari situasi politik internasional saat itu, yaitu Perang Dingin dimana konstelasi geopolitik kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang sedang bersaing yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet). Dengan kekalahan Amerika Serikat di Vietnam pada tahun 1975, berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika Serikat bahwa kejatuhan Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke wilayah–wilayah lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam yang komunis dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya negara-negara di sekitarnya ke tangan pemerintahan komunis.Kemenangan komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung juga membuat khawatir para elit Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat yang sama di wilayah koloni Portugis (Timor-Timur) yang berbatasan secara langsung dengan wilayah Indonesia terjadi krisis politik. Krisis itu sendiri terjadi sebagai dampak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah baru Portugal di bawah pimpinan Jenderal Antonio de Spinola. Ia telah melakukan perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak sipil, termasuk hak demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.Di Timor-Timur muncul tiga partai politik besar yang memanfaatkan kebebasan yang diberikan oleh pemerintah Portugal. Ketiga partai politik itu adalah: (1) Uniao Democratica Timorense (UDT-Persatuan Demokratik Rakyat Timor) yang ingin merdeka secara bertahap. Untuk tahap awal UDT menginginkan Timor-Timur menjadi negara bagian dari Portugal: (2) Frente Revoluciondria de Timor Leste Independente (Fretilin-Front Revolusioner Kemerdekaan Timor-Timur) yang radikal –Komunis dan ingin segera merdeka; dan (3) Associacau Popular Democratica Timurense (Apodeti- Ikatan Demokratik Popular Rakyat Timor) yang ingin bergabung dengan Indonesia. Selain itu terdapat dua partai kecil, yaitu Kota dan Trabalhista. Ketiga partai tersebut saling bersaing, bahkan timbul konflik berupa perang saudara.Pada tanggal 31 Agustus 1974 ketua umum Apodeti, Arnaldo dos Reis Araujo, menyatakan partainya menghendaki bergabung dengan Republik Indonesia sebagai provinsi ke-27. Pertimbangan yang diajukan adalah rakyat di kedua wilayah tersebut mempunyai persamaan dan hubungan yang erat, baik secara historis dan etnis maupun geografis. Menurutnya integrasi akan menjamin stabilitas politik di wilayah tersebut. Pernyataan tokoh Apodeti itu mendapat respons yang cukup positif dari para elit politik Indonesia, terutama dari kalangan elit militer, yang pada dasarnya memang merasa khawatir jika 138 Kelas XII SMA/MA Timor-Timur yang berada di “halaman belakang” jatuh ke tangan komunis. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tidak serta-merta menerima begitu saja keinginan orang-orang Apodeti.Sumber: Anhar Gonggong dan Musa Asy ‘arie, 2005 Gambar 4.11 Demonstrasi masyarakat Timor-Timur yang menginginkan integrasiKeterlibatan Indonesia secara langsung di Timor-Timur terjadi setelah adanya permintaan dari para pendukung “Proklamasi Balibo” yang terdiri UDT bersama Apodeti, Kota, dan Trabalista. Keempat partai itu pada tanggal 30 November 1975 di Kota Balibo mengeluarkan pernyataan untuk bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia. Pada tanggal 31 Mei 1976 DPR Timor-Timur mengeluarkan petisi yang isinya mendesak pemerintah Republik Indonesia agar secepatnya menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia.Atas keinginan bergabung rakyat Timor Timur dan permintaan bantuan yang diajukan, pemerintah Indonesia lalu menerapkan “Operasi Seroja” pada Desember 1975. Operasi militer ini diam-diam didukung oleh Amerika Serikat (AS) yang tidak ingin pemerintahan komunis berdiri di Timor Timur. Pada masa itu Perang Dingin antara AS dengan Uni Soviet yang komunis memang tengah berlangsung.Bersamaan dengan operasi-operasi keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia dengan cepat juga menjalankan proses pengesahan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia dengan mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pembentukan Daerah Tingkat I Timor Timur. Pengesahan ini akhirnya diperkuat melalui Tap MPR Nomor IV/MPR/1978. Timor Timur secara resmi menjadi propinsi ke-27 di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 139 Sejarah IndonesiaNegara-negara tetangga dan pihak Barat, termasuk Amerika Serikat dan Australia dengan alasan masing-masing umumnya mendukung tindakan Indonesia. Kekhawatiran akan jatuhnya Timor-Timur ke tangan komunis membuat negara-negara Barat (khususnya Amerika Serikat dan Australia) secara diam-diam mendukung tindakan Indonesia. Mereka secara de facto dan selanjutnya de jure integrasi Timor-Timur ke wilayah Indonesia. Akan tetapi, penguasaan Indonesia terhadap wilayah itu ternyata menimbulkan banyak permasalahan yang berkelanjutan, terutama setelah berakhirnya “Perang Dingin” dan runtuhnya Uni Soviet.TUGASSetelah berakhirnya “Perang Dingin”, integrasi Timor-Timur ke Indonesia kembali dipermasalahkan oleh dunia internasional.Buat tulisan yang berisi analisis mengenai permasalahan apa saja yang terjadi di Timor-Timur sehingga Indonesia menjadi sorotan di dunia internasional tersebut.D. Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde BaruPendekatan keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan ekonomi pun berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara konkret. Indonesia berhasil mengubah status dari negara pengimpor beras menjadi bangsa yang bisa memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras). Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat, penurunan angka kematian bayi, dan angka partisipasi pendidikan dasar yang meningkat. Namun, di sisi lain kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru juga memberi beberapa dampak yang lain, baik di bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang politik, pemerintah Orde Baru cenderung bersifat otoriter. Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan. Peran negara menjadi semakin kuat yang menyebabkan timbulnya pemerintahan yang sentralistis. Pemerintahan sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur 140 Kelas XII SMA/MA pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk kehidupan politik.Pemerintah Orde Baru dinilai gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik. Golkar dianggap menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan. Sementara dua partai lainnya hanya sebagai alat pendamping agar tercipta citra sebagai negara demokrasi. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.Meskipun pembangunan ekonomi Orde Baru menunjukan perkembangan yang menggembirakan, namun dampak negatifnya juga cukup banyak. Dampak negatif ini disebabkan kebijakan Orde Baru yang terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan ekonomi, yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi para pejabat di Indonesia. Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana untuk pembangunan tidak dibarengi kontrol yang efektif dari pemerintah terhadap aliran dana tersebut sangat rawan untuk disalahgunakan. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan distribusi yang merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Hal ini berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat Indonesia, kesenjangan kota dan desa, kesenjangan kaya dan miskin, serta kesenjangan sektor industri dan sektor pertanian.Selain masalah–masalah di atas, tidak sedikit pengamat hak asasi manusia (HAM) dalam dan luar negeri yang menilai bahwa pemerintahan Orde Baru telah melakukan tindakan antidemokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM. Amnesty International misalnya dalam laporannya pada 10 Juli 1991 menyebut Indonesia dan beberapa negara Timur Tengah, Asia Pasifik, Amerika Latin, dan Eropa Timur sebagai pelanggar HAM. Human Development Report 1991 yang disusun oleh United Nations Development Program (UNDP) juga menempatkan Indonesia kepada urutan ke-77 dari 88 pelanggar HAM (Anhar Gonggong ed, 2005:190). Sekalipun Indonesia menolak laporan kedua lembaga internasional tadi dengan alasan tidak “fair”dan kriterianya tidak jelas, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam negeri sendiri pemerintah Orde Baru dinilai telah melakukan beberapa tindakan yang berindikasi pelanggaran HAM. Dalam kurun waktu 1969-1983 misalnya, dapat disebut peristiwa Pulau Buru (Tempat penjara bagi orang-orang yang diindikasikan terlibat PKI) (1969-1979), Next >