< Previous 161 Sejarah IndonesiaPada masa Presiden B.J. Habibie pembangunan kelautan Indonesia mendapat perhatian yang cukup besar. Pembangunan kelautan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional untuk didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan ketahanan bangsa Indonesia.g) Reformasi Bidang HukumSesuai Tap MPR No. X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan untuk menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum yang sekaligus dimaksudkan untuk menunjang upaya reformasi di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya.Keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan rata-rata dapat dihasilkan sebanyak 4,2 undang-undang yang jauh melebihi angka produktivitas legislatif selama masa Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 undang-undang per tahun (0,34 per bulan).Untuk meningkatkan kinerja aparatur penegak hukum, organisasi kepolisian telah dikembangkan keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia. Dengan demikian, fungsi kepolisian negara dapat lebih terkait ke dalam kerangka sistem penegakan hukum.Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan nasional, telah berulang kali ditegaskan oleh B.J. Habibie bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertinggi negara yang selama ini seakan-akan disakralkan haruslah ditelaah kembali untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan zaman. Penyempurnaan Undang-Undang Dasar dipandang penting untuk menjamin agar pemerintahan di masa-masa yang akan datang semakin mengembangkan sesuai dengan semangat demokrasi dan tuntutan ke arah perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan. Untuk itu pada era pemerintahan B.J. Habibie Ketetapan MPR No. 11/1978 mengenai keharusan dilakukannya referendum terlebih dahulu sebelum diberlakukannya amendemen terhadap Undang-Undang Dasar dicabut.Pada tanggal 1 sampai 21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1999. Tanggal 1 Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999–2004 dilantik. Lewat mekanisme voting, Amin Rais dari Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung dari Partai Golkar terpilih sebagai Ketua DPR. Pada 14 Oktober 1999, Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR. Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas pidato pertanggung 162 Kelas XII SMA/MA jawaban Presiden Habibie tanggal 15–16 Oktober 1999, dari 12 fraksi yang menyampaikan pemandangan umumnya, hanya empat fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan enam fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Kebanyakan fraksi itu memberikan catatan serta pertanyaan balik atas pertanggungjawaban Habibie itu. Pada umumnya masalah yang dipersoalkan adalah masalah Timor-Timur, pemberantasan KKN, masalah ekonomi dan masalah Hak Asasi Manusia.Setelah mendengar jawaban Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR dalam sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie melalui proses voting. Tepat pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR Amien Rais menutup rapat paripurna dengan mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak pagi harinya, 20 Oktober 1999, pada pukul 08.30 di rumah kediamannya. Presiden Habibie memperlihatkan sikap kenegarawanannya dengan menyatakan bahwa dia ikhlas menerima keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung jawabannya. Pada kesempatan itu, Habibie juga menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan presiden periode berikutnya.Pada 20 Oktober 1999, Rapat Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden dilaksanakan. Beberapa calon di antaranya adalah Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra. Calon yang disebut terakhir menyatakan pengunduran dirinya beberapa saat menjelang dilaksanakannya voting pemilihan presiden. Lewat dukungan Poros Tengah (koalisi partai-partai Islam) Abdurrahman Wahid memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara. Ia mengungguli Megawati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang nota bene adalah pemenang pemilu 1999. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Habibie yang hanya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.2. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman WahidAbdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat pada tanggal 20 Oktober 1999. Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden tidak terlepas dari Coba identifikasi apa sumbangan Pemerintahan Habibie bagi perkembangan demokrasi di era Reformasi! 163 Sejarah Indonesiakeputusan MPR yang menolak laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie. Berkat dukungan partai-partai Islam yang tergabung dalam Poros Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawati Soekarno Putri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara dalam Rapat Paripurna ke-13 MPR. Megawati Soekarno Putri sendiri terpilih menjadi wakil presiden setelah mengungguli Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden melalui pemungutan suara pula. Ia dilantik menjadi Wakil Presiden pada tanggal 21 Oktober 1999.Sumber: Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi (Dep. Kominfo, 2005) Gambar 5.4 Karikatur yang menggambarkan harapan terhadap pemerintahan Gus DurPerjalanan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dalam melanjutkan cita-cita reformasi diawali dengan membentuk Kabinet Persatuan Nasional. Kabinet ini adalah kabinet koalisi dari partai-partai politik yang sebelumnya mengusung Abdurrahman Wahid menjadi presiden yakni PKB, Golkar, PPP, PAN, PK dan PDI-P. Di awal pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dengan alasan perampingan struktur pemerintahan. Selain itu, pemerintah berpandangan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh kedua departemen tersebut dapat ditangani oleh masyarakat sendiri. Dari sudut pandang politik, pembubaran Departemen Penerangan merupakan salah satu upaya untuk melanjutkan reformasi di bidang sosial dan politik mengingat departemen ini merupakan salah satu alat pemerintahan Orde Baru dalam mengendalikan media massa terutama media massa yang mengkritisi kebijakan pemerintah.Pembubaran Departemen Penerangan dan Sosial diiringi dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut melalui Keputusan Presiden No. 355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Sedangkan penjelasan mengenai tugas dan fungsi termasuk susunan organisasi dan tata kerja departemen ini tertuang dalam Keputusan Presiden No. 136 tahun 1999 tanggal 10 November 1999. Nama departemen ini berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berdasarkan Keputusan Presiden No. 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pembentukan departemen ini memiliki nilai strategis mengingat hingga masa pemerintahan Presiden Habibie, sektor kelautan 164 Kelas XII SMA/MA Indonesia yang menyimpan kekayaan sumber daya alam besar justru belum mendapat perhatian serius dari pemerintah sebelumnya. Selain eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan, berbagai kegiatan ekonomi yang terkait langsung dengan laut meliputi pariwisata, pengangkutan laut, pabrik dan perawatan kapal dan pengembangan budi daya laut melalui pemanfaatan bioteknologi.a) Reformasi Bidang Hukum dan PemerintahanPada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR melakukan amendemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000. Amendemen tersebut berkaitan dengan susunan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Amendemen ini sekaligus mengubah pelaksanaan proses pemilihan umum berikutnya yakni pemilik hak suara dapat memilih langsung wakil-wakil mereka di tiap tingkat Dewan Perwakilan tersebut. Selain amendemen tersebut, upaya reformasi di bidang hukum dan pemerintahan juga menyentuh institusi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas unsur TNI dan Polri. Institusi ini kerap dimanfaatkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan terutama dalam melakukan tindakan represif terhadap gerakan demokrasi. Pemisahan TNI dan Polri juga merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi masing-masing unsur tersebut. TNI dapat memfokuskan diri dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari ancaman kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.Masalah lain yang menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid adalah upaya untuk menyelesaikan berbagai kasus KKN yang dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru. Berbagai kasus KKN tersebut kembali dibuka pada tanggal 6 Desember 1999 dan terfokus pada apa yang telah dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dan keluarganya. Namun dengan alasan kesehatan, proses hukum terhadap Soeharto belum dapat dilanjutkan. Kendati proses hukum belum dapat dilanjutkan, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Presiden Soeharto menjadi tahanan kota dan dilarang bepergian ke luar negeri. Pada tanggal 3 Agustus 2000 Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa terkait beberapa yayasan yang dipimpinnya.Pencapaian lain pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah pemulihan hak minoritas keturunan Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka yang beragama Konghucu melalui Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut agama Konghucu. Pada masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid berupaya mengurangi campur tangan negara dalam kehidupan umat beragama namun di sisi lain 165 Sejarah Indonesiaia justru mengambil sikap yang berseberangan dengan sikap partai politik pendukungnya terutama dalam kasus komunisme dan masalah Israel. Sikap Presiden Abdurrahman Wahid yang cenderung mendukung pluralisme dalam masyarakat termasuk dalam kehidupan beragama dan hak-hak kelompok minoritas merupakan salah satu titik awal munculnya berbagai aksi penolakan terhadap kebijakan dan gagasan-gagasannya. Dalam kasus komunisme, Presiden Abdurrahman Wahid melontarkan gagasan kontroversial yaitu gagasan untuk mencabut Tap. MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang larangan terhadap Partai Komunis Indonesia dan penyebaran Marxisme dan Leninisme. Gagasan tersebut mendapat tantangan dari kalangan Islam termasuk Majelis Ulama Indonesia dan tokoh-tokoh organisasi massa dan partai politik Islam. Berbagai reaksi tersebut membuat Presiden Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya untuk membawa rencana dan gagasannya ke Sidang Tahunan MPR tahun 2000.Selain masalah komunisme, benturan Presiden Abdurrahman Wahid dengan organisasi massa dan partai politik Islam yang notabene justru menjadi pendukungnya saat ia terpilih menjadi presiden adalah gagasannya untuk membuka hubungan dagang dengan Israel. Gagasannya tersebut mendapat tantangan keras mengingat Israel adalah negara yang menjajah dan telah banyak melakukan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga Palestina yang mayoritas beragama Islam. Membuka hubungan dagang dengan Israel sama saja dengan melanggar apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang menyerukan agar penjajahan di atas dunia dihapuskan.Kejatuhan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak terlepas dari akumulasi berbagai gagasan dan keputusannya yang kontroversial dan mendapat tantangan keras dari berbagai organisasi massa dan partai politik Islam yang semula mendukungnya kecuali NU dan PKB. Keduanya merupakan pendukung setia Presiden Abdurrahman Wahid hingga akhir masa pemerintahannya. Selain gagasannya yang kontroversial mengenai pencabutan Tap. MPRS mengenai pelarangan komunisme dan gagasan pembukaan hubungan dagang dengan Israel, hubungan Presiden Abdurrahman Wahid dengan DPR dan bahkan dengan beberapa menteri dalam kabinet pemerintahannya terbilang tidak harmonis. Penyebab ketidakharmonisan tersebut berawal dari seringnya presiden memberhentikan dan mengangkat menteri tanpa memberikan keterangan yang dapat diterima oleh DPR. Pemberhentian Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara Penanaman Modal dan Jusuf Kalla sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan bahkan menyebabkan DPR mengajukan hak interpelasinya.166 Kelas XII SMA/MA Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Abdurrahman Wahid dan jajaran pemerintahannya semakin menipis seiring dengan adanya dugaan bahwa presiden terlibat dalam pencairan dan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Bulog sebesar 35 miliar rupiah dan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS. DPR akhirnya membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan penyelidikan keterlibatan Presiden Abdurrahman Wahid dalam kasus tersebut (Gonggong, Asy’arie ed, 2005: 220).Pada 1 Februari 2001 DPR menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Keputusan tersebut diikuti dengan memorandum yang dikeluarkan DPR berdasarkan Tap MPR No. III/MPR/1978 Pasal 7 untuk mengingatkan bahwa Presiden telah melanggar haluan negara yaitu melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan melanggar Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN (Gonggong &Asy’asri ed, 2005:221). Presiden Abdurrahman Wahid tidak menerima isi memorandum tersebut karena dianggap tidak memenuhi landasan konstitusional. DPR sendiri kembali mengeluarkan memorandum kedua dalam rapat paripurna DPR yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 2000. Rapat tersebut memberikan laporan pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR atas tanggapan presiden terhadap memorandum pertama. Hubungan antara presiden dan DPR semakin memanas seiring dengan ancaman presiden terhadap DPR. Jika DPR melanjutkan niat mereka untuk menggelar Sidang Istimewa MPR, maka presiden akan mengumumkan keadaan darurat, mempercepat penyelenggaraan pemilu yang bermakna pula akan terjadi pergantian anggota DPR, dan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan hukum terhadap sejumlah orang tertentu yang dianggap menjadi tokoh yang aktif menyudutkan pemerintah. Situasi ini juga meningkatkan ketegangan para pendukung presiden dan pendukung sikap DPR di tingkat akar rumput. Ribuan pendukung presiden terutama yang tinggal di kota-kota di Jawa Timur melakukan aksi menentang diadakannya Sidang Istimewa MPR yang dapat menjatuhkan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Aksi ini berujung pada perusakan dan pembakaran berbagai fasilitas umum dan gedung termasuk kantor cabang milik sejumlah partai politik dan organisasi massa yang dianggap mendukung DPR untuk mengadakan Sidang Istimewa MPR.Dua hari menjelang pelaksanaan Sidang Paripurna DPR, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa hasil penyelidikan kasus skandal keuangan Yayasan Yanatera Bulog dan sumbangan Sultan Brunei yang diduga melibatkan 167 Sejarah IndonesiaPresiden Abdurrahman Wahid tidak terbukti. Hasil akhir pemeriksaan ini disampaikan Jaksa Agung Marzuki Darusman kepada pimpinan DPR tanggal 28 Mei 2001.Ketegangan antara pendukung presiden dan pendukung diselenggarakannya Sidang Istimewa MPR tidak menyurutkan niat DPR untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Presiden sendiri menganggap bahwa landasan hukum memorandum kedua belum jelas. DPR akhirnya menyelenggarakan rapat paripurna untuk meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR. Pada tanggal 21 Juli 2001 MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa yang dipimpin oleh ketua MPR Amien Rais. Di sisi lain Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa ia tidak akan mundur dari jabatan presiden dan sebaliknya menganggap bahwa sidang istimewa tersebut melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan illegal.Menyadari posisinya yang terancam, presiden selanjutnya mengeluarkan Maklumat Presiden tertanggal 22 Juli 2001. Maklumat tersebut selanjutnya disebut Dekret Presiden. Secara umum Dekret tersebut berisi tentang pembekuan MPR dan DPR RI, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mempersiapkan pemilu dalam waktu satu tahun dan menyelamatkan gerakan reformasi dari hambatan unsur-unsur Orde Baru sekaligus membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung. Namun isi Dekret tersebut tidak dapat dijalankan terutama karena TNI dan Polri yang diperintahkan untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan tidak melaksanakan tugasnya. Seperti yang dijelaskan oleh Panglima TNI Widodo AS, sejak Januari 2001, baik TNI maupun Polri konsisten untuk tidak melibatkan diri dalam politik praktis.Sikap TNI dan Polri tersebut turut memuluskan jalan bagi MPR untuk kembali menggelar Sidang Istimewa dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid yang dilanjutkan dengan pemungutan suara untuk menerima atau menolak Rancangan Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid dan Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik Indonesia. Seluruh anggota MPR yang hadir menerima dua ketetapan tersebut. Presiden dianggap telah melanggar haluan negara karena tidak hadir dan menolak untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR termasuk penerbitan Maklumat Presiden RI. Dengan demikian MPR memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai presiden kelima Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001.168 Kelas XII SMA/MA 3. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno PutriPresiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.Tugas Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN terbilang berat karena selain banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang belum tuntas, kasus KKN pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menambah beban pemerintahan baru tersebut. Untuk menyelesaikan berbagai kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Pembentukan komisi ini menuai kritik karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Dari sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang tindih. Dalam perjalanan pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak berjalan maksimal karena hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, berbagai kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan. a) Reformasi Bidang Hukum dan PemerintahanPada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amendemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amendemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan Coba anda jelaskan mengapa Presiden Abdurrahman Wahid dianggap sebagai pendorong semangat pluralis! 169 Sejarah Indonesiaumum untuk memilih calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah secara terpisah. Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara Presiden dan DPR yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden, dan penegasan wewenang BPK. Salah satu bagian penting amendemen yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN adalah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang adil dan bersih guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Amendemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya lain untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003. Selain beberapa amendemen terkait masalah hukum dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran. Dilihat dari sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut berdampak positif namun di sisi lain berbagai media yang diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM seringkali melahirkan polemik dan sulit dikontrol oleh pemerintah.b) Reformasi Bidang EkonomiKrisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi. Menurut kamu, kebebasan pers seperti apa yang layak diterapkan di Indonesia dan bagaimana peran negara dalam memfasilitasi kebebasan pers agar kebebasan tersebut tetap memberikan nilai positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara?170 Kelas XII SMA/MA Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa Reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999–2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh Presiden bersama DPR.Minimnya kontroversi selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada era Reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif. Kenaikan inflasi pada bulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan suku bunga serta berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002. Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002–2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp8.500,00 per dolar Amerika Serikat kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.Popularitas pemerintah juga menurun akibat berbagai kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Di antara kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Prawiro, 2004: 50). Selain itu, persoalan utang luar negeri juga menjadi persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru.Next >