Rabiul Akhir1439/Januari 2018|MULIA 3SALAMdalam kehidupannya, agar tidak semata-mata dirinya mampu menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga, tetapi juga mampu menjadikan keluarganya sebagai keluarga yang tenang (mantap keimanannya).Jika mengacu pada apa yang Luqman Hakim nasehatkan kepada putranya, maka yang pertama memastikan ketiadaan syirik di dalam diri dan rumah tangga. Operasionalnya seperti apa? Tentu saja setiap ayah mesti menghadirkan iman di dalam hati dirinya dan hati istri serta anak-anaknya ketika melihat, merasakan, atau pun menginginkan apapun.Pemimpin yang memperhatikan kemurnian iman diri dan keluarganya, tentu akan Allah berikan cahaya-cahaya terang yang membuatnya lebih mudah melangkah menuju ridha-Nya. Bagi sebagian besar ayah, terutama yang rajin shalat berjamaah, tidak akan asing dengan lafadz Al-Qur’an yang artinya, “Wahai jiwa yang tenang” (QS. Al-Fajr: 27).Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar menjelaskan bahwa jiwa yang tenang (nafsul muthmainnah) adalah jiwa yang telah mencapai tenang dan damai. “Jiwa yang telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan. Jiwa yang telah melalui berbagai jalan berliku, sehingga tidak mengeluh lagi ketika mendaki, karena di balik pendakian pasti ada penurunan. Dan tidak bergembira melonjak lagi ketika menurun, karena sudah tahu pasti bahwa di balik penurunan akan bertemu lagi pendakian. Itulah jiwa yang telah mencapai iman!” (Tafsir Al-Azhar: 207).Dengan demikian ada hal mendasar yang setiap ayah mesti prioritaskan di KeluargaMuthMainnahLangkah demikian menjadi prioritas Nabi Ibrahim yang dilanjutkan oleh seluruh generasi penerusnya, hingga masa Nabi Ya’kub, bahkan saat-saat ajal menjelang, dengan menomorsatukan iman (tauhid) terus dipelihara. Semua anaknya dikumpulkan, kemudian dipastikan sebuah jawaban dengan pertanyaan, “Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku, wahai anak-anakku?”Iman memang dasar dari segala sikap positif, pangkal dari setiap ujung kebaikan, awal dari setiap akhir yang baik, serta akar dari setiap buah yang manis dan menyehatkan. Itulah keluarga para nabi dan rasul, keluarga muthmainnah, keluarga yang di dalamnya iman dinomorsatukan, sehingga lika-liku hidup tak lebih sekadar jembatan untuk mendapatkan ridha-Nya semata. Wallahu a’lam.*/Imam NawawiSUMBER : tiM-MoSSholdER/UNPlASh24EDUKASIMeraih Berkah Hidup Keluarga di Pagi Hari4 MULIA|Rabiul Akhir1439/Januari 2018DAFTAR ISI3 SALAM6 SURAT PEMBACA8 JENDELARumah Tanpa Televisi18 KELAMBUBerbicara Salah, Diam pun Salah20KOMIK22 ANISAMiss Comment15 SOSOKH. Isam, Muliakan Fakir Miskin dengan Restoran Bintang Lima26MAJELIS KELUARGANasehat UntukAyah28KOLOM IBUMempersiapkan Masa Baligh Anak36RUANG UTAMABoros Tanda Iman Keropos52RIHLAHPantai Syariah di Pulau Santen50ADABUNAQiyamul Lail55ISLAM PESONAAtikah Binti Zaid,Wanita Khusus Perindu Syahid62MUTIARASombong Pangkal Bencana Dunia dan Akhirat66FIGURA32SAKINAHBermetamorfosis Bersama Sahabat64QUOTE 68KHAZANAHKota Ilmu Masa Pengetahuan Islam48FIQIHTaubat dari Meninggalkan Zakat46SERBA-SERBIPerpustakaan di Masa Kejayaan Islam86EVENTLuncurkan Program #AyoBelajarDiMasjid 84LIPUTANJawab Tantangan Zaman, Selenggarakan Sekolah Da’iDAFTAR ISI73TAHFIDZUL QURANMar’atur Rosyiq, Hafal Al-Qur’an Dalam Dua BulanRabiul Akhir1439/Januari 2018|MULIA 596KREASIMerangkai Perca Keramik94INSPIRASIGanjaran Akibat Kesombongan88LAPORANPenyegaran Da’i Pedalaman KALTARA92MUZAKKI80AKSISiaga Erupsi Gunung Agung dan Bantuan banjir Gunung Kidul70INTERNASIONALTanpa Imigrasi Muslim Eropa Akan Tetap Bertambah93DOA82KIPRAHBerdaya denganIkan Lele dan Patin90PROGRAMDa’i Membangun DesaPenanggung Jawab : Supendi S. Pengarah : Rama Wijaya, Pemred : Imam Nawawi Sidang Redaksi : Bambang S. Khairul Hibri, Cholis A. Imam N. Kontributor : Siraj, Abd. Syakur, Sahlah, Ibnu Sumari, Abu Falah, Desain : Mustain Al Haq. Iklan : Yanto Percetakan : Lentera Jaya MadinaAlamat Redaksi : Jakarta : Jl. Kalibata Office Park, Jl. Raya Pasar Minggu No. 21. Blok H. Kalibata, Jakarta Selatan, Telp. 021.7975770 Fax. 021.7975614. Surabaya : Jl. Raya Kejawan Putih Tambak 110 A. Email : redaksi@bmh.or.id | Iklan : email : majalahmulia@gmail.com SMS/WA. +62 822-3057-5647SUSUNAN REDAKSI ILUSTRASI COVER: PhiliPP-beRNdT/UNPLASH6 MULIA|Rabiul Akhir1439/Januari 2018SURAT PEMBACASalut untuk RubRik MajeliS keluaRgaAssalamu’alaikum Wr.Wb Redaksi, melalui surat singkat ini kami selaku pembaca setia Majalah Mulia, ingin menyampaikan rasa terima kasih atas tersajinya rubrik ‘Majelis Keluarga’ yang diasuh oleh K.H. Bahtiar Nasir. Kami sangat menyenangi rubrik ini, sebab kupasannya mampu menghidupkan dan membangkitkan semangat peradaban Islam. Usul kami, teruslah dipertahankan rubrik ini. Bahkan kalau bisa juga menghadirkan kajian-kajian dari para ustadz lain yang terhimpun dalam MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia).Sekian dari kami, terima kasih. Soewarno | AcehRedaksi :Wa’alaikumsalam Wr/Wb Terima kasih atas apresiasinya. Doakan, semoga kami senantiasa mampu memberikan yang terbaik bagi pembaca. Terkait dengan usul, kami pun ucapkan terima kasih atas masukannya yang membangun. orangtua kita ajarkan anak-anak kita nilai-nilai agama yang terkandung dalam al-Qur’an dan As-Sunnah sedini mungkin. Semoga Allah memberkahi segenap keturunan kita. Amiin. Sakim |LampunguSul RubRik ‘tipS’ Assalamu’alaikum Wr. WbRedaksi, mohon maaf sebelumnya. Di sini saya hendak mengusulkan satu rubrik yang mengupas tentang tips. Temanya keluarga dengan cakupan yang luas, mulai dari tips menjaga keharmonisan, stabilitas ekonomi dalam berkeluarga, hingga kesehatan.Menurut saya ini sangat dibutuhkan demi tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warromah itu. Ada pun mengapa polanya berupa tips, untuk mempermudah dalam mencerna dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih simpel daripada berupa kajian. Sekian, terima kasih. Wibowo | TubanRedaksi :Wa’alaikumsalam Wr/Wb Kami ucapkan terima kasih atas usulannya. pendidikan agaMa Sungguh besar sekali tantangan anak-anak kita masa kini. Di rumah kepribadian mereka rawan digerus oleh sinetron-sinetron yang tak jarang mengajarkan amoral. Di luar rumah mereka dihantui pergaulan bebas yang di luar batas. Belum lagi bila mendengar, menonton, dan membaca berita tentang terciduknya para pelajar yang tengah mesum, tawuran, atau menggunakan obat-obat terlarang. Ini membuktikan dekatnya anak-anak kita pada jurang mematikan itu. Untuk itu bangunkan benteng pertahanan anak agar tak terjerat. Dan tidak ada pertahanan yang paling kokoh kecuali agama. Tertancapnya nilai-nilai agama yang kuat dalam diri anak akan menyelamatkan mereka dari badai fitnah yang bertebaran saat ini. Ini sejalan dengan pesan baginda Rasulullah SAW; “Telah aku tinggalkan dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya,” (HR. Baihaqi, dan lain-lain) Untuk itu, ayo para JENDELA UTAMA8 MULIA|Rabiul Akhir1439/Januari 2018SUMBER: pABlo-gARciA/UNplASHRumah TanpaTelevisiDi era teknologi seperti sekarang, aneh rasanya jika di rumah tak ada televisi. Televisi merupakan salah satu media yang menyediakan beragam informasi, termasuk juga tayangan-tayangan yang menghibur.Tapi, hal itu ternyata tidak berlaku bagi sebagian keluarga. Justru mereka lebih memilih meniadakan telivisi di rumah. Sebut saja salah satunya, keluarga Anshar Jalante yang tinggal di Jalan Swadaya, Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.Anshar sebagai kepala keluarga mengambil keputusan itu sejak 5 tahun lalu. Tentu ada alasannya, mengapa ia meniadakan media berbasis video dan suara itu dari rumah. Bahkan uniknya, owner Sekolah Tahfiz SDIT Bukhari Muslim ini sengaja mencari momen khusus saat pertama kali ingin menyingkirkan telivisi dari rumahnya.Selain Anshar, ada juga keluarga Slamet Wahyudi yang bermukim di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Pensiunan dini salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, juga sengaja tidak mau menyediakan Tv di rumahnya.Baik Anshar maupun Slamet, keduanya tidak menyediakan telivisi di rumah, bukan lantaran tidak mampu membeli. Jangankan sebuah telivisi, untuk membeli 2 sampai 3 buah telivisi secara langsung mereka mampu sekali. Kedua keluarga ini sebenarnya pernah memiliki telivisi. Tapi, seiring waktu akhirnya mereka lebih memilih untuk melenyapkannya dari rumah.Lantas, apa yang membuat mereka mengambil keputusan itu? Bagaimana respon keluarga baik istri maupun anak? Seperti apa kisahnya? Dan apa pengganti ketiadaan telivisi di kemudian hari?Ingin tahu jawabannya? Simak kisah inspiratif mereka dalam tulisan majalah Mulia edisi kali ini. Selamat membaca.*Achmad FazeriRabiul Akhir1439/Januari 2018|MULIA 9JENDELA UTAMASUMBER: BlEEdiNgcoolPada satu Maghrib, tiba-tiba Anshar Jalante menghantam televisi di ruang tengah dengan martil hingga layarnya pecah. Padahal, kedua anaknya yang sudah baligh sedang asyik menonton.“Saat itu, anak kelima saya masih SMP. Sekitar 5 tahun lalu. Saya juga masih tinggal di Asri 2 Perum Hankam. Belum pindah ke sini (jalan Swadaya),” jelas pria yang akrab disapa Anshar ini.Ayah dari enam anak ini menyingkirkan telivisi di rumahnya memang dengan ekspresi. Ia sengaja mengambil momentum, yang katanya mampu menjadi shock terapi. Sehingga, ke belakang tak lagi ada alasan begini dan begitu untuk mengadakan telivisi lagi di rumah.“Masuknya ke situ. Saya memang sengaja mengambil momen itu. Alhamdulillah, anak dan istri mau nurut,” katanya tersenyum.Kendati demikian, kata Anshar, kadang anaknya masih merayu-rayu minta dibelikan telivisi lagi, termasuk juga istrinya. “Abi, beliin Tv lagi dong. Nanti nggak lagi malas ke masjid. Ngajinya juga rajin,” ucapnya menirukan rayuan putranya yang bungsu itu.“Tapi, saya selalu bilang, nggak!” tegas Anshar ketika disambangi Mulia di Sekolah Tahfidz SDIT Bukhari Muslim, Jalan Swadaya, Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, awal Desember lalu.Menurut Anshar, sebagai seorang kepala keluarga memang harus berani mengambil sebuah keputusan, kemudian konsisten dengan keputusan tersebut.“Saya ini termasuk orang yang suka nonton (tayangan) bola. Tapi, karena harus konsisten dengan keputusan itu, ya nggak apa-apa nggak nonton bola. Saya bilang ke istri dan anak-anak. ‘Abi saja sekarang nggak pernah nonton bola PengganTi Televisi yang Lebih beRaRTiLebih Banyak Mudharatnya, Ketimbangnya Kebaikkannya Next >