< Previous 398daerah pengamanan/petak bay transformator, diantaranya : - gangguan antar fasa pada belitan - fasa terhadap ground antar belitan transformator - gangguan pada inti transformator - gangguan tap changer - kerusakan bushing - kebocoran minyak atauminyak terkontaminasi - suhu lebih. 9.12.3. Sistem Pentanahan Titik Netral Trafo Tenaga. Adapun tujuan pentanahan titik netral transformator daya adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan gejala-gejala busur api pada suatu sistem. 2. Membatasi tegangan-tegangan pada fasa yang tidak terganggu (pada fasa yang sehat). 3. Meningkatkan keandalan (realibility) pelayanan dalam penyaluran tenaga listrik. 4. Mengurangi/membatasi tegangan lebih transient yang disebabkan oleh penyalaan bunga api yang berulang-ulang (restrike ground fault). 5. Memudahkan dalam menentukan sistem proteksi serta memudahkan dalam menentukan lokasi gangguan 9.12.4. Metoda Pentanahan Titik Netral Trafo Tenaga. Metoda-metoda pentanahan titik netral transformator daya adalah sebagai berikut : a) Pentanahan mengambang (floating grounding) b) Pentanahan melalui tahanan (resistance grounding) c) Pentanahan melalui reaktor (reactor grounding) d) Pentanahan langsung (effective grounding) e) Pentanahan melalui reaktor yang impedansinya dapat berubah-ubah (resonant grounding) atau pentanahan dengan kumparan Petersen (Petersen Coil). 9.12.5. Jenis Proteksi Trafo Tenaga. Trafo tenaga diamankan dari berbagai macam gangguan, diantaranya dengan peralatan proteksi (sesuai SPLN 52-1:1983 Bagian Satu, C) : x Relai arus lebih x Relai arus hubung tanah x Relai beban lebih x Relai tangki tanah Relai ganggauan tanah terbatas (Restricted Earth Fault) x Relai suhu x Relai Bucholz x Relai Jansen x Relai tekanan lebih x Relai suhu x Lightning arrester x Relle differensial 399 . P51NNP5187T96T6326S51-2S51-1PU 64V Gambar 9. 26. Blok Diagram Proteksi Trafo Tenaga 4009.13. Relai Arus Lebih (Over Current Relay) Relai ini berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat antar fasa didalam maupun diluar daerah pengaman transformator, seperti terlhat pada foto dibawah ini Gambar 8.26 Relai arus lebih Juga diharapkan relai ini mempunyai sifat komplementer dengan relai beban lebih. relai ini berfungsi pula sebagai pengaman cadangan bagi bagian instalasi lainnya. 9.13.1. Relai Gangguan Tanah Terbatas (Restricted Earth fault Relay ) Mengamankan transformator terhadap tanah didalam daerah pengaman transformator khususnya untuk gangguan didekat titik netral yang tidak dapat dirasakan oleh Relai differensial. 9.13.2. Relai arus lebih Berarah . Directional over current Relai atau yang lebih dikenal dengan Relai arus lebih yang mempunyai arah tertentu merupakan Relai Pengaman yang bekerja karena adanya besaran arus dan tegangan yang dapat membedakan arah arus gangguan. Relai ini terpasang pada Jaringan Tegangan tinggi, Tegangan menengah juga pada pengaman Transformator tenaga dan berfungsi untuk mengamankan peralatan listrik akibat adanya gangguan phasa-phasa maupun Phasa ketanah. Relai Ini Mempunyai 2 buah parameter ukur yaitu Tegangan dan Arus yang masuk ke dalam Relai untuk membedakan arah arus ke depan atau arah arus ke belakang. Pada pentanahan titik netral trafo dengan menggunakan tahanan, relai ini dipasang pada penyulang 20 KV. Bekerjanya relai ini berdasarkan adanya sumber arus dari ZCT (Zero Current Transformer) dan sumber tegangan dari PT (Potential Transformers). Sumber tegangan PT umumnya menggunakan rangkaian Open-Delta, tetapi tidak menutup kemungkinan ada yang menggunakan koneksi langsung 3 Phasa. Untuk membedakan arah tersebut maka salah satu phasa dari arus harus dibandingakan dengan Tegangan pada phasa yang lain. x Relai connections Adalah sudut perbedaan antara arus dengan tegangan masukan relai pada power faktor satu. x Relai maximum torque angle Adalah perbedaan sudut antara arus dengan tegangan pada relai 401yang menghasilkan torsi maksimum. 9.13.3. Relai gangguan hubung tanah. Relai ini berfungsi untuk mengamankan transformator ganggu- an hubung tanah, didalam dan diluar daerah pengaman transformator. Relai arah hubung tanah memerlukan operating signal dan polarising signal. Operating signal diperoleh dari arus residual melalui rangkaian trafo arus penghantar (Iop = 3Io) sedangkan polarising signal diperoleh dari tegangan residual. Tegangan residual dapat diperoleh dari rangkaian sekunder open delta trafo tegangan seperti pada Gambar 9.24 VRES = VAG + VBG + VCG = 3Vo 9.14. Proteksi Penyulang 20 KV Jenis Relai proteksi yang terdapat pada penyulang 20 kV adalah sebagai berikut : 9.14.1.Relai Arus Lebih ( Over Current Relai ) Relai ini berfungsi untuk memproteksi SUTM terhadap gangguan antar fasa atau tiga fasa. 9.14.2. Relai Arus Lebih berarah ( Directional OCR ) Relai ini berfungsi untuk memproteksi SUTM terhadap gangguan antar fasa atau tiga Reference V Max. torque line Zero torque line RESTRAIN RESTRAIN Ii I Iv Iv T I D Gambar 9.28 Diagram phasor Torsi 402fasa dan hanya bekerja pada satu arah saja. Karena Relai ini dapat membedakan arah arus gangguan. 9.14.3. Relai Hubung Tanah (Ground Fault Relay) Relai ini berfungsi untuk memproteksi SUTM atau SKTM dari gangguan tanah. Relai Beban Lebih (Over Load Relai). Relai ini dipasang pada SKTM yang berfungsi untuk memproteksi SKTM dari kondisi beban lebih. 9.14.4. Relai Penutup Balik Reclosing Relay ). Relai ini berfungsi untuk memproteksi SUTM terhadap gangguan antar fasa atau tiga fasa dan hanya bekerja pada satu arah saja. Karena Relai ini dapat membedakan arah arus gangguan. 9.14.5. Relai Frekwensi Kurang (Under Freqwency Relay) Relai ini berfungsi untuk melepas SUTM atau SKTM bila terjadi penurunan frekwensi system. 9.15. Disturbance Fault Recorder (DFR ) Disturbance Fault Recorder (DFR) suatu alat yang dapat mengukur dan merekam besaran listrik seperti arus ( A ), tegangan ( V ) dan frekuensi ( Hz ) pada saat sebelum, selama dan setelah gangguanDisturbance Fault Recorder ( DFR ) yang saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan, yang dapat membantu merekam data dari sistem tenaga listrik termasuk sistem proteksi serta peralatan terkait lainnya yang pada akhirnya membantu dalam analisa dan memastikan bahwa sistem telah bekerja dengan baik. DFR akan bekerja secara real time untuk memonitor kondisi listrik dan peralatan terkait lainnya pada saat terjadi gangguan, karena menggunakan sistem digital maka semua data dikonversikan ke bentuk digital dan disimpan di memori., hasil monitor tersebut akan tersimpan secara permanen dalam bentuk hasil cetakan di kertas dan data memori. Manfaat Disturbance Fault Recorder (DFR ) Mendeteksi penyebab gangguan Mengetahui lamanya gangguan ( fault clearing time ) Mengetahui besaran listrik seperti Arus (A),Tegangan(V) dan Frekuensi (F) Mengetahui unjuk kerja sistem proteksi terpasang Melihat harmonik dari sistem tenaga Listrik Melihat apakah CT normal / tidak ( jenuh) Memastikan bahwa PMT bekerja dengan baik Dokumentasi Pengembangan DFR : Time Synchronizing (GPS) Master Station Monitoring Frekuensi DC Monitoring Bagian dari DFR (Disturbance Fault Recorder) : 403DAU (Data Acquisition Unit), AC/DC Power Supply Communication Channel, Sistem Alarm DC POWER AC POWER EXTERNAL Gambar 9.29 Disturbance Fault Recorder Mencetak / print out ulang Record gangguan yang pernah direkam : DFR II harus dalam kondisi Manual Mode Tekan tombol Record Select display akan tampil Record Select Tekan kunci panah kebawah, display tampil : Rec No …. Setelah ini tekan / masukkan nomor yang diinginkan kemudian tekan tombol Enter. Printer akan bekerja, dan layar akan terbaca Printing. Tunggu sampai selesai mencetak, atau Cancel untuk membatalkan. Jangan lupa kembali ke Auto setelah selesai, dengan tombol Auto Kita dapat juga memilih nomor record dengan menggunakan tombol Panah Keatas / Kebawah. Apabila nomor record yang akan dicetak sudahdiperagakan, maka kita cukup menekan tombol Enter. Mencetak Setup Parameter DFR II harus dalam kondisi Manual Mode Tekan tombol Print Setup Tekan tombol Panah Kebawah kemudian printer akan bekerja KE MASTER DFR ANALOG 16 Channel DAU Data Acquisition Unit ALARM RELAi EVENT 32 Channel HANNE SYNCHR PRINTER COMM KEY BOARD & SCREEN 404 Tekan sampai selesai mencetak, atau Cancel untuk membatalkan Jangan lupa kembali ke Auto setelah selesai, dengam tombol Auto. 9.16. Basic Operation Switch on : Menyalakan DFR Pertama kali dinyalakan DFR II akan memeriksa keadaan didalam rangkaian elektroniknya dan menghitung Memorinya sampai 4096 KB. Setelah semuanya dalam kondisi baik, maka secara otomatis display/peragaan di DFR II akan menampilkan Jam dan Nomor Record yang ada didalam DFR. Apabila kita ingin mempercepat pemeriksaan dan test memory, tekan tombol Panah Kebawah dan display akan menampilkan Jam dan Rec No. Misalnya : JJ : MM : SS REC …. 15 : 06:32 REC 041 Setelah itu tekan tombol Reset Alarm Indicator, maka seluruh lampu Alarm Indicator harus padam/tidak menyal. Apabila ada Alarm Indicator yang menyala, maka lihat petunjuk bagian Trouble Shooting. 9.16.1 Automatic Mode : Posisi DFR siap/otomatis Pada kondisi Jam dan Nomor Record tampil dilayar, dan Status Indicator Led Auto menyala, kondisi ini disebut Automatic Mode. Dalam kondisi ini semua key kecuali Manual Mode dan Reset Alarm dan Sensor Target tidak dapat difungsikan. Pada posisi ini DFR dalam keadaan siap akan merekam data gangguan/fault secara otomatis. Catatan : Dalam kondisi ini Lampu Status Indicator yang menyala adalah: Auto dan Data Memory (kalau ada data ). Apabila Lampu Status Indicator lain ada yang menyala, berarti ada gangguan didalam DFR, contoh lampu Off Line, artinya DFR dalam keadaan tidak siap merkam. Lihat bagian Trouble Shooting. 9,16.2 Manual Mode : Posisi manual operation : Merubah ke kondisi manual untuk dirubah / dioperasikan oleh operator / manusia Pada posisi ini kita dapat : Merubah Parameter dari DFR Melakukan pengetesan/ pemeriksaan komponen elektronis Meminta rekaman data, ataupun memanipulasikan data rekaman Dari kondisi Automatic kita dapat merubah ke kondisi manual dengan cara : Tekan tombol Manual, pada display akan tampil Manual Mode. Berarti kita sudah ada pada posisi Manual dan Lampu Status Manual akan menyala. 9.16.4. Kembali ke posisi / kondisi Automatic mode Untuk kembali ke posisi Automatic mode, setelah kita selesai dengan posisi Manual mode, kita harus kembali ke tampilan layar Manual Mode, yaitu 405dengan menekan tombol Cancel beberapa kali(tergantung diposisi mana kita sedang berada). Lalu tekan tombol Auto, maka pada layar akan tampil JAM dan Record No untuk mempercepat peragaan, tekan tombol Panah Kebawah atau Cancel. Cara menganalisa : 1. Pada kondisi normal, arus dan tegangan akan menggambarkan sinusoidal ( 50 Hz ) yang sempurna. 2. Besaran arus dan tegangan tersebut dapat diukur dengan memperhatikan skala rekaman, serta ratio CT dan PT. 3. Setiap trigger karena besaran analog yang diluar normal, DFR akan menggambarkan pada bagian sensor digital, serta bentuk sinusoidal arus/tegangan akan berubah menjadi lebih besar atau Lebih kecil. 4. Apabila perubahan besaran analog ini diikuti dengan bekerjanya proteksi maka diikuti dengan perubahan status input digital. 5. Bila PMT juga bekerja, maka dapat dilihat status PMT sebagai input digital yang berubah. 6. Setiap trigger karena perubahan status input digital, DFR akan menggambarkannya pada bagian digital, dimana garisnya akan berubah menjadi terputus 9.17. Auto Recloser. Saluran udara tegangan tinggi (SUTT/SUTET) merupakan salah satu bagian sistem yang paling sering mengalami gangguan, sebagian besar dari sumber gangguan tersebut (sekitar 80 %) bersifat temporer[2] yang akan segera hilang setelah Pemutus Tenaga (PMT) trip. Agar kesinambungan pelayanan/ suplai energi listrik tetap terjaga serta batas stabilitas tetap terpelihara maka PMT dicoba masuk kembali sesaat setelah kejadian trip diatas. Dengan memasukan kembali PMT ini diharapkan dampak gangguan yang bersifat temporer tersebut dapat dikurangi Untuk mengurangi dampak gangguan tersebut terhadap keandalan penyediaan tenaga listrik, khususnya pada saat terjadi gangguan temporer, maka pada SUTT/ SUTET tersebut dipasang auto recloser (A/R). Pengoperasian auto-recloser diharapkan dapat meningkatkan availability (ketersediaan) SUTT/ SUTET, hal ini berarti peluang (lama dan frekuensi) konsumen terjadi padam dapat dikurangi. Namun sebaliknya, pengoperasian A/R secara tidak tepat dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan, sehingga dapat menimbulkan dampak pemadaman meluas serta waktu pemulihan yang lebih lama. 9.17.1. Kaidah Penyetelan A/R Penentuan dead time. Penentuan dead time harus mempertimbangkan hal berikut : a. Stabilitas dan sinkronisasi sistem. x Tidak berpengaruh pada jaringan radial tetapi berpengaruh pada jaringan 406yang memiliki lebih dari satu sumber (pembangkit atau IBT). x Dead time dipilih sesuai dengan kebutuhan sistem dan keamanan peralatan. b. Karakteristik PMT. Waktu yang diperlukan oleh PMT untuk trip dan reclose harus diperhitungkan, khususnya untuk A/R cepat. x Waktu de-ionisasi udara seperti tabel 9.4 Tabel 9.4. Waktu de-ionisasi udara Tegangan Sistem (kV) Waktu De-ionisi (detik) 66 0.1 110 0.15 132 0.17 220 0.28 275 0.3 400 0.5 x Operating time PMT (0.05 - 0.1 detik). x Waktu reset mekanik PMT (0.2 detik). Selain itu pengaruh penurunan kemampuan PMT karena umur harus dipertimbangkan dalam menentukan pola dan waktu operasi ( lambat atau cepat) A/R. c. Karakteristik peralatan proteksi. Harus diperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk reset peralatan proteksi. d. Penentuan reclaim time. 1) Reclaim time harus lebih lama dari waktu kerja relai proteksi, namun untuk basic time (instanteneous) pertimbangan ini tidak diperlukan. 2) Reclaim time harus memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh mekanisme closing PMT agar PMT tersebut siap untuk reclose kembali. Umumnya untuk sistem hidraulik memerlukan waktu 10 detik. e. Kriteria Seting Untuk SPAR : 1). Dead time : - lebih kecil dari seting discrepancy dan seting GFR - lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt, dan waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara. - Tipikal set 0.5 s/d 1 detik. 4072). Reclaim time : - Memberi kesempatan pmt untuk kesiapan siklus O-C-O berikutnya. - Tipikal 40 detik. f. Kriteria Seting Untuk TPAR 1). Dead time : - lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt, dan waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara. - Tipikal set 5 s/d 60 detik. 2). Seting berbeda untuk kedua sisi : - Untuk sumber di kedua sisi maka sisi dengan fault level rendah reclose terlebih dahulu baru kemudian sisi lawannya. - Untuk sumber di satu sisi (radial double sirkit) bila tidak terdapat S/C untuk operasi manual yang terpisah dari S/C untuk A/R maka untuk keperluan manuver operasi, reclose pertama dapat dilakukan dari sisi sumber. 3) SUTT yang tersambung ke pembangkit : - A/R untuk SUTT yang kedua sisi tersambung ke Pembangkit maka pola yang dipilih TPAR (inisiate gangguan 1 fasa) dengan seting dead time lebih lama. - SUTT yang hanya satu sisi tersambung ke pembangkit maka pola yang dipilih TPAR dengan pola S/C di sisi pembangkit diseting DL/DB out. 4). Reclaim time : - Memberi kesempatan pmt untuk kesiapan siklus O-C-O berikutnya. - Tipikal 40 detik. g. Faktor Teknis Dalam Pengoperasian Auto Reclose (A/R) Auto Recloser tidak boleh bekerja pada kondisi, sebagai berikut : a. PMT dibuka secara manual atau beberapa saat setelah PMT ditutup secara manual. b. PMT trip oleh Circuit Breaker Failure (CBF) atau Direct Transfer Trip (DTT). c. PMT trip oleh pengaman cadangan (Z2, Z3, OCR/GFR). d. PMT trip oleh Switch On To Fault (SOTF). e. Bila relai proteksi SUTT tidak dilengkapi dengan fungsi SOTF, maka perlu ditambahkan sirkit A/R blok untuk menunda fungsi A/R setelah PMT dimasukan secara manual. Lama waktu tunda sirkit A/R blok akan ditentukan kemudian. f. PMT trip oleh out of step protection. g. Terjadi ketidak normalan peralatan teleproteksi di sisi terima Auto Reclosertidak boleh dioperasikan pada : - SKTT - SUTT yang tersambung ke trafo dengan sambungan T. Mempertimbangkan dampak terhadap kerusakan peralatan pada saat gangguan permanen maka A/R dioperasikan hanya dengan single shot. Next >