< Previous 245 Lembar Kerja HIDROLISIS PATI Tujuan Peserta didik dapat melakukan proses hidrolisis pati dengan menggunakan enzim. Alat dan Bahan Alat: 1) Autoclave 2) Neraca digital 3) Thermometer 4) pH meter 5) Gelas ukur 6) Beaker glass 7) Batang pengaduk 8) Waterbath Bahan: 1) Tepung tapioka 2) Enzim α-amilase 3) NaOH 4) Lar Iodin Langkah Kerja 1. Tepung tapioka 135 gram ditambah air sampai volume 500mL untuk membentuk suspensi pati 30%. 2. Panaskan pada suhu 125-130°C selama 30 menit dengan menggunakan Autoclave. 3. Turunkan suhunya sehingga mencapai suhu 95-105°C dan tambahkan 0,8 mL enzim α-amilase/kg pati sambil diaduk rata. Pertahankan tingkat keasaman pada pH 6,2-6,4 dengan menambahkan NaOH. Tunggu sampai 90 menit. 4. Selanjutnya diperoleh larutan dekstrin 5. Uji larutan dekstrin yang dihasilkan dengan menambahkan larutan Iodin. 6. Catat hasilnya dan diskusikan hasilnya dengan anggota kelompoknya. 7. Buat laporan hasil praktik. 246 c. Pemurnian/Refining dan Penggumpalan/Koagulasi 1) Pemurnian/Refining Proses pemurnian/refining biasa dilakukan pada proses pembuatan minyak makan. Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar harus dimurnikan dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat didalamnya. Cara-cara pemurnian dilakukan dengan pemucatan. Pemucatan bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan penambahan absorben agent seperti arang aktif, tanah liat, atau dengan reaksi-reaksi kimia setelah penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan vakum (Winarno, 1984). Zat warna yang ada dalam lemak dan minyak termasuk karatenoid klorofil dan bahan berwarna yang lain. Untuk mendapatkan lemak dan minyak yang berwarna cerah, perlu diadakan proses pemutihan. Penyerapan zat warna yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan tanah pemucat dan arang. Pemutihan dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi dapat juga mengurangi warna lemak dan minyak tetapi dapat menyebabkan kerusakaan pada minyak itu sendiri (Buckle, 1987). Pemucatan (bleaching) menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi warna pada minyak. Pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan karbon aktif atau bleaching earth (misalnya bentonit) 1% sampai 2% atau kombinasi keduanya (arang aktif dan bentonit) yang dicampur dengan minyak yang telah dinetralkan pada kondisi vacuum sambil dipanaskan pada suhu 95oC–100oC. Selanjutnya bahan pemucat dipisahkan melalui filter press (Anonim3, 2006). 247 Tahap yang terpenting dalam pemurnian minyak nabati adalah penghilangan bahan-bahan berwarna yang tidak diingini, dan proses ini umumnya disebut dengan bleaching (pemucatan) atau penghilangan warna (decolorition). Pada proses netralisasi, beberapa bahan berwarna biasanya dapat dihilangkan, khususnya bila larutan alkali kuat digunakan, tetapi beberapa bahan alami yang terlarut dalam minyak (dimana sifatnya sangat karakteristik), biasanya tidak dapat terlihat sebagai bahan pengotor minyak, ini hanya dapat dihilangkan dengan perlakuan khusus. Pemucatan minyak sawit dan lemak lainnya yang telah dikenal antara lain: a) Pemucatan dengan adsorbsi; cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan pemucat seperti tanah liat (clay) dan karbon aktif. b) Pemucatan dengan oksidasi; oksidasi ini bertujuan untuk merombak zat warna yang ada pada minyak tanpa menghiraukan kualitas minyak yang dihasilkan, proses pemucatan ini banyak dikembangkan pada industri sabun. c) Pemucatan dengan panas; pada suhu yang tinggi zat warna akan mengalami kerusakan, sehingga warna yang dihasilkan akan lebih pucat. Proses ini selalu disertai dengan kondisi hampa udara. d) Pemucatan dengan hidrogenasi. Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang ada pada minyak tetapi ikatan rangkap yang ada pada rantai karbon kerotena akan terisi atom H. Karotena yang terhidrogenasi warnanya akan bertambah pucat. (Nurhida Pasaribu, 2004) Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif dan arang aktif atau 248 dapat juga menggunakan bahan kimia. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105°C, selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70-80°C, dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press (Ketaren, 1986). (http://foodeolas.wordpress.com/2012/01/20/ pemurnian-minyak/, 17-11-2013, jam 13.00) Gambar 66. Contoh minyak yang sudah dan belum dimurnikan. 2) Penggumpalan/Koagulasi Berbagai macam bahan hasil pertanian baru dapat dimanfaatkan manusia setelah bahan tersebut mengalami beberapa tahap pengolahan, bahkan beberapa bahan harus diolah kembali setelah mengalami proses pertama sebelum digunakan. 249 Penggumpalan (koagulasi) adalah salah satu bagian dari unit proses pengolahan pangan. Koagulasi hanya terjadi pada bahan yang mengandung protein. Untuk membahas proses koagulasi dengan bahan kimia, kita harus memahami sifat-sifat asam amino dan protein, prinsip-prinsip koagulasi serta jenis koagulan kimia. a) Prinsip Koagulasi dengan Bahan Kimia Protein dapat dipisahkan dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan dan afinitas ikatan. Itulah. sebabnya orang dapat memisahkan protein dari bahan hasil pertanian dengan cara menghancurkan biji-bijian yang mengandung protein. Protein kedele dapat dipisahkan untuk membuat susu kedele atau untuk membuat tahu. Untuk memisahkan protein kedele dari komponen lain biasanya dilakukan penghancuran dan penambahan air untuk melarutkan protein. Protein terlarut kemudian disaring untuk memisahkan protein yang larut dari komponen lain (komponen yang tidak terlarut). Hasil pemisahan protein kedele tersebut disebut susu kedele. Untuk membuat tahu, susu kedele yang merupakan protein globular harus dilakukan koagulasi. Prinsip koagulasi adalah mengubah sifat protein dari sifat larut menjadi tidak larut dengan cara menambahkan bahan kimia, enzim atau pemanasan. Kebanyakan protein hanya dapat stabil pada pH dan suhu tertentu. Jika suhu dan pH berubah melewati batas yang telah ditentukan, protein akan mengalami denaturasi. Denaturasi adalah perubahan yang terjadi dalam susunan ruang atau rantai polipeptida dalam molekul protein akibat pengaruh suhu, bahan kimia atau enzim. Pada protein globular denaturasi 250 dapat jelas terlihat dari berkurangnya daya larut atau terjadinya penggumpalan (koagulasi). Ada dua macam denaturasi yaitu: (1) Pengembangan rantai polipeptida, dan (2) Pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi tersebut tergantung pada keadaan molekul. Pertama terjadi pada ikatan polipeptida, dan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung ikatan sekunder. Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi yaitu: (1) lkatan hidrogen (2) Ikatan hidrofobik dari "Micelle" (misal ikatan pada leusin, valin dan lain-lain yang membantu Micelle) (3) lkatan ionik diantara gugus yang bermuatan positif dan negatif (4) Ikatan intra molekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfide dalam sistein. Di dalam pengolahan tahu banyak bahan kimia yang dapat digunakan, baik yang berupa asam maupun garam. Seperti telah disebutkan di depan, bahwa adanya gugus amino dan karboksil bebas pada mata rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi asam atau basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam atau basa tidak sama tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah) gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif, sebaliknya dalam suasana basa (pH tinggi) protein akan bereaksi dengan asam atau bermuatan negatif. Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik/isoelektrik adalah muatan 251 gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Koagulasi paling cepat terjadi pada titik isolistrik ini dan prinsip ini digunakan dalam pengolahan dengan cara koagulasi. pH isolistrik untuk protein antara 4,5 sampai 4,7. Disamping asam atau basa bahan kimia lain yang dapat digunakan untuk koagulasi adalah garam. Bila protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang. Akibat peristiwa ini protein akan terkoagulasi. Peristiwa koagulasi dengan garam sering disebut peristiwa "salting out". Garam yang diberikan dalam proses "salting out" adalah garam netral yang berkonsentrasi tinggi sehingga protein mengendap. Gambar 67. Contoh produk hasil proses koagulasi/penggumpalan. b) Jenis Koagulan Kimia Berbagai jenis bahan kimia dapat digunakan untuk koagulasi protein. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk menggumpalkan protein disebut bahan penggumpal (koagulan). Jenis koagulan yang sering digunakan untuk pengolahan tahu Jepang (tofu) ada empat, yaitu: 252 (1) Nigari, yaitu koagulan golongan khlorida Yang termasuk dalam golongan ini adalah: (a) Magnesium khlorida (MgCl2.6H2O) (b) Kalsium khlorida (CaCl2) (c) Air laut Jenis koagulan khlorida ini memiliki kelebihan yaitu tahu yang dihasilkan akan memiliki rasa enak, flavor dan aroma tahu menjadi harum. Akan tetapi pembentukan gumpalan (curd) akan lebih lama dan diperlukan keahlihan serta perhatian yang serius dari pekerja ini. Hasil rendemen dari gumpalannya rendah sehingga harga tahu menjadi mahal, tekstur tahu tidak lunak dan halus. Air laut juga dapat dipakai sebagai koagulan dalam pembuatan tahu, cara penggunaannya dapat langsung mengambil air laut yang bersih (tidak kotor), segar dan tidak diambil dari lokasi dekat muara sungai. (2) Koagulan golongan sulfat. Yang termasuk dalam koagulan sulfat yaitu (a) Kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) atau "gipsum". (b) Magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) atau "epson". Penggunaan Kalsium Sulfat dan Magnesium Sulfat dapat diberikan sekaligus dalam bubur kedele. Bagi para pengguna tidak diperlukan keahlian khusus, hasil yang diperoleh 15-20% lebih tinggi dibandingkan menggunakan koagulasi nigari. Hal tersebut berpengaruh terhadap harga jual tahu sehingga menjadi lebih murah dan akan lebih menguntungkan produsen. 253 (3) Koagulan golongan "lactone" Koagulan golongan lactone dikenal secara teknis dengan nama Glucono Delta Lactone (GDL), yang mirip dengan gypsum. Pada saat GDL dicampurkan ke dalam bubur kedele dan dipanaskan, maka lactone akan menghasilkan asam glukonat. Akibatnya protein pada bubur kedele menggumpal. Cara menggunakan GDL yaitu dengan menambahkan GDL ke dalam bubur tahu (dingin) kemudian bubur tersebut dimasukkan ke dalam suatu wadah tertutup, selanjutnya dicelupkan dalam air panas bersuhu 85-90°C selama 30-50 menit. Bubur tahu akan berubah menjadi gumpalan-gumpalan yang halus, lembut, mirip pasta, produk ini dikenal dengan nama tahu sutera (silken tofu). (4) Koagulan golongan asam Yang termasuk golongan ini adalah: (a) Asam cuka/asam asetat /vinegar = CH2 OOH) (b) Asam laktat/lactic acid = CH3CHOHCOOH) Asam cuka, selain dipakai untuk menggumpalkan protein pada kedele, juga dipakai untuk menggumpalkan getah karet. Sedangkan penggunaan asam asetat akan lebih baik dibandingkan penggunaan asam laktat. Asam asetat dapat menggumpalkan 67,8% total protein pada pH < 4,5. Pada < 4,5 maka terjadi titik isolistrik (titik isoelektrik) dari globulin protein. Asam laktat dapat menggumpalkan 55% protein kedele. Penggunaan asam ini akan memberikan flavor yang lebih baik dibandingkan bila menggunakan lactone, dan struktur molekul yang dihasilkan akan lebih kecil. 254 Selain koagulan kimia, ada beberapa koagulan nabati yang sering dipakai dalam penggumpalan protein kedele. Koagulan nabati antara lain lemon juice, bahan ini mudah didapat dan harganya murah. Namun demikian bila dibandingkan nigari dan calsium sulfat hasilnya lebih sedikit, tekstur tidak halus dan sedikit memberikan flavor asam. Bila menggunakan lemon juice, maka suhu penggumpalan antara 70-80°C dan pH diatur sampai mencapai < 4,5. Papain yaitu enzim proteolitik yang ada di pepaya dalam bentuk getah. Getah pepaya muda juga dapat digunakan sebagai koagulan untuk membuat tahu sutera (silken tofu). Caranya dengan mencampurkan 1-3% getah pepaya kering ke dalam bubur kedele mentah, kemudian didiamkan selama ± 1 menit, selanjutnya dicelupkan dalam air panas. Enzim proteolitik ini akan rusak pada suhu di atas 70°C. Di Indonesia, penggunaan manyon/whey (air bekas perasan gumpalan tahu yang dibiarkan selama 1 hari 1 malam) lebih sering dipakai sebagai bahan penggumpal. c) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi Koagulasi yang baik akan menghasilkan gumpalan yang kompak, air (whey) mudah terpisah dari gumpalan dan mudah disaring. Faktor yang mempengaruhi koagulasi ialah: bahan dasar, koagulan, suhu dan pengadukan. (1) Bahan dasar Bahan dasar yang banyak mengandung protein globuler akan menghasilkan gumpalan yang lebih banyak dibanding bahan yang mengandung protein serabut (fibrosa). Bahan yang banyak mengandung protein globuler adalah kedele, kacang hijau, susu, latek (karet). Next >