< Previous24Kelas X SMA/SMKPada masa itu, di Indonesia hanya dikenal adanya tiga agama, yaitu agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam, sedangkan agama Buddha tidak disebut-sebut meskipun Candi Borobudur telah kembali ditemukan pada tahun 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa. Hal ini adalah salah satu sikap Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu. Dengan demikian, agama Buddha dianggap sudah sirna di bumi Indonesia, tetapi secara tersirat di dalam sanubari bangsa Indonesia, agama Buddha masih tetap terasa antara ada dan tiada.Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, didirikan Perhimpunan Theosofioleh orang-orang Belanda terpelajar. Tujuannya adalah untuk mempelajari inti kebijaksanaan semua agama dan untuk menciptakan inti persaudaraan yang universal. Theosofijuga mempelajari tentang kebijaksanaan dari agama Buddha. Agama Buddha mulai dikenal, dipelajari, dan dihayati dari ceramah-ceramah dan meditasi di Jakarta, Bandung, Medan, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya.Pada zaman penjajahan Belanda, di Jakarta timbul pula usaha-usaha untuk melestarikan ajaran agama Buddha, Konghucu, dan Laotse yang kemudian melahirkan organisasi Sam Kauw Hwee yang bertujuan untuk mempelajari ketiga ajaran tersebut. Dari sini pula kemudian lahir penganut agama Buddha yang dalam zaman kemerdekaan bangkit dan berkembang. Pada tahun 1932, di Jakarta telah berdiri International Buddhist MissionBagian Jawa dan Yosias van Dienst menjabat sebagai Deputy Director General. Pada tahun 1934, telah diangkat A van Der Velde di Bogor dan J.W. de Wilt di Jakarta masing-masing sebagai Asistan Direktur yang membantu Yosias van Dienst. Setahun sebelum berdirinya International Buddhist Mission Bagian Jawa, tepatnya tahun 1931, di Jakarta terbit majalah Mustika Dharma yang dipimpin oleh Kwee Tek Hoay.Tahukah Kamu?Pada tahun 1926, zaman pemerintahan kolonial Belanda, Pek Kau Ing dan Ang Tuan Niu orang tua Pek Tiam Po, kakek dan nenek Pek Sing Tjong yang merupakan pelopor pendiri PTITD dan Martrisia Komda Riau, buyut dari Mariya/ Pek A Na ketua PTITD dan Martrisia Komda Riau sekarang. Beliau membawa Dewi Tao Tridharma Ratu Nawasura Sakti (Kiu Thian Hian De) dari Cina ke Singapura pada tahun 1908, kemudian ke Provinsi Riau pada tahun 1926.25Pendidikan Agama Buddha dan Budi PekertiMajalah Mustika Dharma memuat tentang pelajaran Theosofi, yaitu ajaran yang mempelajari Islam, Kristen, ajaran Krisnamurti, Buddha, Konghucu, dan Lautse. Majalah Mustika Dharma berjasa dalam menyebarluaskan kembali agama Buddha sehingga agama Buddha mulai dikenal, dimengerti, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan. Atas prakarsa dari Kwee Tek Hoay, kemudian lahir organisasi Sam Kauw, organisasi yang mempelopori kebangkitan agama Buddha di Indonesia di samping Perhimpunan TheosofiIndonesia dan Pemuda TheosofiIndonesia.Pada tanggal 4 Maret 1934, Bhikkhu Narada menginjakkan kakinya di Pelabuhan Tanjung Priok, disambut oleh Yosias van Dienst dan Tjoa Hin Hoey serta beberapa umat Buddha. Bhikkhu Narada adalah bhikkhu yang pertama datang dari luar negeri setelah berselang lima ratus tahun. Bhikkhu Narada Thera memberikan ceramah agama Buddha di Logi-logi Theosofidan di klenteng-klenteng di Bogor, Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Bandung. Di Candi Borobudur pada tanggal 10 Maret 1934, Bhikkhu Narada Thera turut hadir dalam upacara penanaman pohon Bodhi yang dicangkoknya dari pohon Bodhi yang asli di Buddhagaya (India) tempat Buddha mencapai Penerangan Sempurna. Pada tahun 1980, pohon Bodhi di Candi Borobudur tersebut ditebang karena akarnya merusak bangunan Candi Borobudur. Sebagai gantinya, Duta Besar Srilanka kemudian menyerahkan lagi cangkokan pohon Bodhi yang berasal dari pohon Bodhi di Vihara Anurudapura, Srilanka. Pohon ini juga keturunan (cangkokan) dari pohon Bodhi asli yang dibawa ke Srilanka oleh Bhikkhu Mahinda dari India.Organisasi Buddhis lain pada zaman penjajahan yang berperan dalam kebangkitan agama Buddha di Indonesia adalah Java Buddhist Association. Organisasi ini menerbitkan majalah Namo Buddhaya dalam bahasa Belanda, dan banyak menarik perhatian dan minat orang-orang Cina, yang pada waktu itu telah banyak menganut agama lain, dan mengganti tradisi serta adat istiadat leluhurnya dengan kebiasaan Barat. Kemudian, pada tahun 1932, Kwee Tek Hoay membantu Sam Kauw Hwe yang anggotanya terdiri atas penganut agama Buddha, Konghucu, dan Laotse. Sam Kaw Hwee menerbitkan majalah Sam Kauw Gwat Po dalam bahasa Indonesia.3. Tokoh Kebangkitan Agama Buddha di Indonesia pada Zaman Penjajahana. Kwee Tek HoayKwee Tek Hoay lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 31 Juli 1886. Kwee Tek Hoay adalah sastrawan Melayu Tionghoa dan tokoh ajaran Tridharma, yang dikenal dengan nama Sam Kauw Hwee. Beliau banyak menulis karya sastra terutama novel dan drama, kehidupan sosial, dan agama masyarakat Tionghoa peranakan. 26Kelas X SMA/SMKKaryanya yang terkenal di antaranya adalah Drama di Boven Digoel, Boenga Roos dari Tjikembang, Atsal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa jang Modern di Indonesia, dan Drama dari Krakatau. Kwee Tek Hoay adalah seorang wartawan dan tulisannya telah dimuat di mingguan Li Po, surat kabar Bintang Betawi, dan Ho Po. Salah satu tulisannya yang terkenal dan mendapat sorotan masyarakat pada masa Perang Dunia I adalah Pemandangan Perang Dunia I Tahun 1914 - 1918 dimuat di surat kabar Sin Po.Tahun 1925, Kwee Tek Hoay menjadi kepala redaksi di Harian Sin Bin di Bandung. Menjabat pemimpin redaksi mingguan Panorama (1926-1932), majalah Moestika Panorama (1930-1932) yang berganti nama menjadi Moestika Romans. Pada tahun 1932-1934, Kwee Tek Hoay mendirikan mingguan Moestika Dharma dan majalah bulananSam Kauw Gwat Po (1934-1947) yang khusus membahas agama, filsafat, dan theosofi. Pada tahun 1932, Kwee Tek Hoay mendirikan sebuah percetakan dan bernama Moestika, yang semula berkantor di Batavia (sekarang dikenal sebagai Jakarta) dan dipindahkan ke Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 1935. Karya-karya beliau di bidang keagamaan antara lain adalah (1) Buddha Gautama (1931-1933); (2) Sembahjang dan Meditatie (1932); dan (3) Omong-omong tentang Agama Buddha (1935). Karyanya di bidang sosial politik, yaitu (1) Asal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa yang Modern di Indonesia (1936-1937) diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Lea Williams dan (2) The Origins of the Modern Chinese Movement in Indonesia (Southeast Asia Program, Cornell University, 1969). Beliau wafat di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 4 Juli 1951, pada usia 64 tahun akibat dianiaya perampok yang menyatroni rumahnya. Dia merupakan orang pertama yang minta jenasahnya diperabukan dan sejak saat itu banyak orang Tionghoa mengikuti jejaknya.Tahukah Kamu?Kwee Tek Hoay adalah penganut Buddha Tridharma yang sangat berjasa. Ia menerbitkan majalah berbahasa Indonesia pertama yang berisikan ajaran Agama Buddha dengan nama Moestika Dharma (1932-1934) dan majalah bulanan ‘’Sam Kauw Gwat Po’’ (1934-1947) yang khusus membahas agama, filsafat, dan teosofi. Melalui majalah Moestika Dharma inilah, masyarakat Indonesia pada saat itu mulai mengenal kembali agama Buddha.Sumber: wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebasGambar 1.20 Kwee Tek Hoay.27Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekertib. Bhikkhu Narada MahatheraBhikkhu Narada lahir di tengah-tengah masyarakat Katolik di Kotahena suatu daerah di pinggiran Kota Colombo, Srilanka. Bhante Narada pada waktu kecil bernama Sumanaphala. Ayahnya bernama Kalonis Parera, ibunya bernama Pabilina de Silva. Beliau mendapat pendidikan dasar Katolik dan mempelajari Kitab Injil dan Apologetika.Benih hasrat untuk memasuki Sangha telah ditanamkan oleh pamannya, seorang umat Buddha yang saleh dan mengetahui Dharma dengan baik. Ketika duduk di sekolah berbahasa Inggris, beliau sudah mulai mempelajari syair-syair Sanskerta di bawah bimbingan Yang Arya Vajranana Maha Nayaka Thera. Beliau juga mengikuti Sekolah Minggu pada Paramananda Vihara di Kotahena. Sumanaphala menerima pabbaja pada usia 18 tahun dengan nama Narada, dan memperoleh upasampada pada usia 20 tahun. Kemudian, beliau memasuki Ceylon University College sebagai mahasiswa pendengar mengikuti kuliah Etika, Logika dan Filsafat yang kemudian ternyata amat berguna bagi beliau sebagai Dharmaduta.Di Kamboja beliau mendapat gelar keagamaan “Sri Maha Sadhu” dari Raja Kamboja. Di Srilanka sendiri, beliau banyak diundang hadir oleh kelompok kelompok umat Buddha di seluruh negeri. Beliau selalu menarik pendengar, setiap kali di mana pun beliau bertugas menyampaikan khotbah dalam karya Dharmaduta di luar negeri.Tahukah Kamu?Pada tahun 1934, Bhikkhu Narada Mahathera berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya. Kunjungan bhikkhu Theravada pertama setelah lima abad. Beliau berziarah ke Candi Borobudur, kemudian berkeliling Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat untuk melaksanakan misi menyebarkan agama Buddha.Sumber: dhammavijja.web.idGambar 1.21 Bhikkhu Narada Mahathera28Kelas X SMA/SMKKunjungan Bhikkhu Narada ke Indonesia pada tahun 1934 pertama kalinya adalah untuk berziarah ke Candi Borobudur, kemudian berkeliling Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat melaksanakan misi sebagai Dharmaduta untuk meyebarkan agama Buddha. Bhikkhu Narada telah melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.1. Memberikan khotbah-khotbah dan pelajaran-pelajaran Buddha Dharma di beberapa tempat di Jakarta, Bogor, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.2. Memberkahi penanaman pohon Bodhi di pekarangan Candi Borobudur pada tanggal 10 Maret 1934.3. Membantu dalam pendirian Java Buddhist Association (Perhimpunan agama Buddha yang pertama) di Bogor dan Jakarta.4. Menjalin kerja sama yang erat dengan bhikshu-bhikshu (hweshio-hweshio) dari kelenteng-kelenteng Kim Tek Ie, Kwan Im Tong dan Toeng San Tong di Jakarta, kelenteng Hok Tek Bio di Bogor, kelenteng Kwan Im Tong di Bandung, kelenteng Tin Kok Sih di Solo dan perhimpunan-perhimpunan Theosofie di Jakarta, Bogor, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.5. Melantik upasaka-upasaka dan upasika-upasika di tempat-tempat yang beliau kunjungi. Bapak Maha Upasaka S. Mangunkawotjo, tokoh umat Buddha Jawa Tengah dan anggota MPR telah dilantik menjadi upasaka di Yogyakarta oleh Bhikkhu Narada pada tanggal 10 Maret 1934.D. Agama Buddha Zaman Kemerdekaan RI1. Tokoh Agama Buddha setelah Kemerdekaan RIPerhimpunan Theosofiyang bertujuan untuk membina persaudaraan universal melalui penghayatan pengetahuan tentang semua agama termasuk agama Buddha, telah menarik perhatian dan minat orang-orang Indonesia terpelajar. Meskipun theosofitidak bertujuan untuk membangkitkan kembali agama Buddha, dari theosofiini lahir penganut agama Buddha yang kemudian setelah Indonesia merdeka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. Oleh karena itu, baik Perhimpunan TheosofiIndonesia maupun Perhimpunan Pemuda TheosofiIndonesia secara tidak langsung mempunyai andil yang besar dalam kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia.29Pendidikan Agama Buddha dan Budi PekertiThe Boan An yang menjadi pimpinan Gabungan San Kauw Indonesia (GSKI) dan Perhimpunan Pemuda TheosofiIndonesia, kemudian ditahbiskan menjadi bhikkhu di Burma dengan nama Bhikkhu Ashin Jinarakkhita. Sejak 2500 tahun Buddha Jayanti, tepatnya tahun 1956 saat kebangkitan kembali agama Buddha di bumi Indonesia, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita-lah yang memimpin kebangkitan kembali agama Buddha ke seluruh lndonesia. Karena itu, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dinyatakan sebagai Pelopor Kebangkitan agama Buddha secara nasional di Indonesia.Jadi, dari Gabungan Tri Dharma Indonesia dan Perhimpunan TheosofiIndonesia serta Perhimpunan Pemuda TheosofiIndonesia, lahir penganut-penganut agama Buddha yang kemudian bersama-sama dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita memelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam tahun kebangkitannya, yakni tahun 1956.Aku TahuOrang-orang Indonesia terpelajar yang kemudian menjadi umat Buddha melalui Theosofiantara lain: M.S. Mangunkawatja; Ida Bagus Jelanti; The Boan An, Drs. Khoe Soe Khiam; Sadono; R.A. Parwati; Ananda Suyono; I Ketut Tangkas; Slamet Pudjono; Satyadharma; lbu Jayadevi Jamhir; Ny. Tjoa Hm Hoey; Oka Diputhera; Pek Kau Ing (Sinmardi Taman); Pek Sing Cong ; Oung Kiau Ling; Mariya/Pek A Na.Aku TahuDari Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, lahir tokoh-tokoh umat Buddha di Indonesia seperti: Sariputra Sadono, K. Karbono, Soemantri MS, Suraji Ariakertawijaya, Oka Diputhera, I Ketut Tangkas, dan Ida Bagus Giri (Bhikkhu Girirakkhito).30Kelas X SMA/SMKWawasanNama-nama tokoh yang mendampingi Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dalam mempelopori kebangkitan kembali agama Buddha dalam era 2500 tahun Buddha Jayanti tahun 1956 antara lain: M.S. Mangunkawatja, Sariputra Sadono, Sasanasobhana, Sosro Utomo, I Ketut Tangkas, Ananda Suyono, R.A. Parwati, Satyadharma, lbu Jayadevi Djamhir, Pannasiri Go Eng Djan, Ida Bagus Giri, Drs. Khoe Soe Khiam, Ny. Tjoa Hin Hoey, Harsa Swabodhi, Krishnaputra, Oka Diputhera, dan sebagainya.Organisasi Buddhis yang mempersiapkan kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia adalah International Buddhis Mission Bagian Jawa di bawah pimpinan Yosias van Dienst. Badan ini banyak mendapat bantuan dari Perhimpunan Theosofidan Gabungan Sam Kauw.Organisasi Buddhis yang memelopori kebangkitan dan perkembangan agama Buddha di Indonesia sejak tahun 1950-an ialah Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang diketuai oleh Sariputra Sadono, kemudian oleh Karbono, Soemantri MS. PUUI kemudian berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) yang kemudian menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddhayana Indonesia. Bhikkhu Ashin Jinarakkhita membentuk PUUI pada tahun 1954, sebagai pembantunya dalam menyebarkan agama Buddha di Indonesia.Bhikkhu Ashin Jinarakkhita merestui berdirinya Perhimpunan Buddhis Indonesia (Perbudhi) pada tahun 1958 dengan Ketua Umum Sariputra Sodono dan Sekretaris Jenderal Suradji. Kemudian, Ketua Umum Perbudhi berikutnya adalah Soemantri MS dengan Sekjen. Oka Diputhera. Perbudhi kemudian dilebur bersama-sama dengan organisasi Buddhis lainnya menjadi Buddhis Indonesia (Buddhi).Pada tahun 1958, berdiri Sangha Suci Indonesia yang kemudian ganti nama menjadi Maha Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia kemudian pecah dan melahirkan Sangha Indonesia. Dengan demikian, di Indonesia terdapat dua Sangha, yakni Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Maha Sangha Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dan Sangha Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito.Pada tahun 1974, atas prakarsa Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha, Gde Pudja MA, telah diadakan pertemuan antara Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. Hasil dari pertemuan tersebut melahirkan Sangha Agung Indonesia, gabungan dari Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia. 31Pendidikan Agama Buddha dan Budi PekertiSebagai Maha Nyaka Sangha Agung Indonesia, terpilih Sthavira. Kemudian, setelah Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta pada tahun 1979, di Indonesia terdapat tiga kelompok Sangha, yakni Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia, dan Sangha Mahayana Indonesia. Semuanya tergabung dalam Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI).Sangha Mahayana Indonesia dibentuk pada tahun 1978. Dewasa ini pengurus-nya terdiri atas Bhiksu Dharmasagaro (Ketua Urnum), Bhiksu Dharmabatama (Ketua 1), Bhiksu Sakyasakti (Ketua II), Bhiksu Dutavira (Sekretaris Urnum), Bhiksu Dhyanavira (Sekretaris 1), dan Bhiksu Andhanavira (Sekretaris II). Sangha Mahayana Indonesia inilah yang mencetuskan ide pembangunan Pusdiklat Buddha Mahayana Indonesia. Cita-cita Sangha adalah menyebarluaskan ajaran Buddha Mahayana di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia serta menerjemahkan kitab-kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Indonesia.2. Organisasi-Organisasi Agama Buddha yang Berkembang di Indonesia Setelah Kemerdekaana. Pada tahun 1952, perkumpulan Sam Kauw Hwee kehilangan ketuanya, Kwee Tek Hoay. Selanjutnya, masuk beberapa organisasi di dalamnya, antara lain Tian Li Hwee di bawah pimpinan Ong Tiang Biauw (Bhikkhu Jinaputta) dan terbentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) dengan ketuanya The Boan (kemudian di kenal dengan Ashin Jinarakkhita).b. Pada tahun 1962, di bawah pimpinan Drs. Khoe Khiam, GSKI menjadi Tri Dharma Indonesia. Badan ini menerbitkan majalah Tri Budaya.c. Pada tahun 1955-1956, berdirilah persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang kemudian berganti menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) dan kemudian menjadi Majelis Upasaka Pandita Buddhayana Indonesia.d. Pada tanggal 5 Mei 1958 di Semarang, dibentuk Perhimpunan Buddhis Indonesia (Perbudi). Sejak tahun 1965, Perbudi dipindahkan ke Jakarta.e. Pada tahun 1970, Perbudi menjadi PERBUDHI sebagai gabungan dari PERBUDI, PUUI, GPIB (Gabungan Pemuda Buddhis Indonesia), dan Wanita Buddhis Indonesia. Pada tahun 1970 pula, berdiri Sangha Suci Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Maha Sangha Indonesia.f. Pada tahun 1959, terjadi peristiwa istimewa, yaitu umat Buddha pertama kalinya mengadakan upacara perayaan Waisak di Candi Borobudur secara besar-besaran dalam rangka menyongsong Buddha Jayanti.g. Pada kesempatan itu enam bhikkhu dari luar negeri hadir. Kemudian, beberapa orang ditahbiskan menjadi bhikkhu dan samanera, mereka antara lain adalah sebagai berikut.32Kelas X SMA/SMK1) Ong Tian Biaw (Tanggerang) menjadi bhikkhu Jinaputta2) I Ketut Tangkas (Bali) menjadi bhikkhu Jinapiya3) Sontomiharjo (Kutarjo) menjadi samanera JinanandaPada bulan Mei 1972, dicetuskan ikrar persatuan dan kesatuan dari tujuh organisasi Buddhis menjadi satu organisasi tunggal. Organisasi tersebut bernama Buddha Dharma Indonesia (BUDHI) dan sebuah Majelis dengan nama Majelis Buddha Dharma Indonesia yang kelak menjadi pedoman yang berhubungan dengan agama Buddha di Indonesia. Tujuh organisasi yang menyatukan dirinya antara lain adalah sebagai berikut.1) Perbudhi2) Buddhis Indonesia3) MUBSI (Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia)4) Gabungan Tri Dharma Indonesia5) Persaudaraan Umat Buddha Salatiga6) MUABI7) Dewan Vihara IndonesiaPada tahun 1974, atas prakarsa Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Gede Puja, M.A. diadakan pertemuan di antara Maha Sangha Indonesia. Hasil pertemuan tersebut adalah Sangha Agung Indonesia yang bersifat federasi dari Maha Sangha Indonesia.Pada tahun 1976, terbentuk gabungan seluruh umat Buddha Indonesia dengan nama Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI). MUBSI merupakan gabungan dari tujuh organisasi sebagai berikut.1) BUDHI2) Gabungan Tri Dharma Indonesia3) Gabungan Vihara Buddha Mahayana Indonesia4) Majelis Agama Buddha Nichiren Shoshu Indonesia5) Pamong Umat Buddha Kasogatan6) Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI)7) PERBUDHIPada tahun itu, terbentuk Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia (MAPANBUDHI) yang kemudian berkembang menjadi Sangha Teravada Indonesia. Pada tanggal 7 Agustus 1979, dilangsungkan Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh Sangha dan Majelis-majelis agama Buddha dan menghasilkan beberapa keputusan dan ketetapan penting yang merupakan tonggak pengembangan agama Buddha di indonesia.Semua mazhab agama Buddha mempunyai keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang sebutannya berbeda-beda yang pada hakikatnya adalah satu dan sama, Semua mazhab mengakui Buddha Gotama/Sakyamuni sebagai Guru 33Pendidikan Agama Buddha dan Budi PekertiAgung/Nabi. Kongres menghasilkan ketetapan berkenaan Kriteria Agama Buddha yang berkembang di Indonesia, berikut adalah kriterianya.1) Adanya Tuhan Yang Maha Esa2) Adanya Triratna/Tiratana3) Cattari Ariya Saccani4) Kamma/Karma5) Punarbhava/Punabhava6) Tilakkhana7) Nirvana/Nibbana8) Bodhisattva9) PaticcasamupaddaPada perkembangan selanjutnya, dibentuk WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) yang merupakan wadah tunggal persatuan umat Buddha Indonesia, beranggotakan Sangha dan Majelis-majelis. Anggota WALUBI adalah seperti berikut.1) Sangha Agung Indonesia2) Sangha Teravadha Indonesia3) Sangha Mahayana Indonesia 4) MUABI yang kemudian menjadi MBI5) MAPANBUDHI6) Majelis Dharmaduta Kasogatan kemudian menjadi Majelis Kasogatan Tantrayana Indonesia7) MAPANBUMI8) NSI9) Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia10) Majelis Rohaniawan Tri Dharma Seluruh IndonesiaE. Peran Para Tokoh Perkembangan Agama Buddha Setelah Kemerdekaan1. Bhikkhu Ashin JinarakkhitaBhikkhu Ashin Jinarakkhita dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Januari 1923. Beliau lahir dengan nama The Boan An. Beliau pernah kuliah di THS Bandung (sekarang ITB) dan di Universiteit Groningen, Belanda. Di Groningen, di luar kuliah resmi, beliau mengikuti kuliah filsafat serta bahasa Sanskrit dan Pali. Selain itu, beliau juga mengikuti kursus kebatinan yang diberikan oleh Dr. J.E. van de Stok, Profesor Emeritus pada Landbouw Hogeschool Wageningen.Next >