< Previous24Buku Guru Kelas XI SMA/SMKpedagang, suster, pastor, pramugari, pilot, uskup dan sebagainya, sesuai dengan cita-cita yang ditulis oleh siswa dalam permainan tadi. Tidak mungkin gereja ter-diri atas guru semua atau pedagang semua, atau dokter semua, atau pastor semua, uskup semua.- Kebersamaan, kekeluargaan, persatuan, persekutuan dari keanekaragaman dalam iman akan Kristus itulah ciri dari Gereja.3. Refleksi• Peserta didik menulis tentang sejauh manakah ia dapat hidup menggereja, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan ke-padanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. • Peserta didik membuat doa syukur karena dipilih menjadi anggota Gereja dan mohon agar kesatuan dan persaudaraan Gereja tetap terjaga.Tugas • Peserta didik menuliskan kegiatan konkret yang dapat mereka lakukan di lingkungan atau parokinya sebagai anggota Gereja, dan membuat laporan tertulis tentang kegiatannya tersebut. Agar kegiatan yang dilaporkan itu benar adanya, maka disertai dengan keterangan serta tandatangan dari orang Tua/wali murid.• Peserta didik melakukan wawancara dengan pastor paroki atau katekis/guru agama di parokinya tentang apa makna Gereja sebagai Umat Allah dan bagaimana mewujudkan Gereja sebagai Umat Allah di dalam parokinya. Hasil wawancara ditulis kemudian dikumpulkan di kelas.Penutup• Peserta didik diajak untuk menutup pelajaran ini dengan doa, Ya Bapa yang Mahabijaksana, Engkau telah menyegarkan pemahaman kami tentang Gereja sebagai Umat Allah dalam pertemuan kami ini. Kini kami mohon, Rahmatilah dengan Roh Kudus-Mu agar kami semakin bangga dan dengan penuh semangat menjalani hidup kami sebagai anggota Gereja, sebagai Umat-Mu yang Kau-telah tebus. Engkau yang hidup dan meraja, kini dan sepanjang masa. Amin25Pendidikan Agama Katolik dan Budi PekertiB. Gereja Sebagai Persekutuan Yang TerbukaKompetensi Dasar1.1 Bersyukur kepada Allah yang menganugerahkan Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.2.1 Bertanggung jawab sebagai anggota Gereja yang merupakan umat Allah dan persekutuan yang terbuka.3.1 Memahami Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.4.1 Melakukan aktivitas (misalnya menuliskan refleksi/doa/puisi/ membuat kliping berita dan gambar/melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh umat) tentang Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka. Indikator1. Menemukan perbedaan paham dan ciri khas dari gambaran model Gereja Institu-sional Hierarkis Piramidal dengan gambaran model Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah.2. Menjelaskan keanggotaan Gereja beserta peran dan fungsinya masing-masing menurut ajaran Gereja (Konsili Vatikan II).3. Merumuskan paham Gereja sebagai persekutuan terbuka dari Kitab Suci Kis 4:32-37 tentang “Cara Hidup Jemaat Perdana”.4. Menjelaskan konsekuensi arti Gereja sebagai persekutuan yang terbuka dengan bersikap inklusif atau terbuka.Bahan Kajian1. Model-model Gereja.2. Model Gereja menurut ajaran Kitab Suci (Kis 4: 32-37).3. Konsekuensi arti Gereja sebagai persekutuan yang terbuka dalam hidup meng-gereja dan memasyarakat dewasa ini.4. Bentuk-bentuk kerja sama untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.Sumber Belajar1. A. Heuken, SJ, Ensiklopedi Gereja, Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2004)2. Pengalaman peserta didik dan guru3. Kitab Suci 1 Kor. 12:12-274. Gambar model Gereja Institusional Hierarkis Piramidal5. KWI, Iman Katolik, Yogyakarta, Kanisius, 19956. Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Flores 26Buku Guru Kelas XI SMA/SMK7. Dokpen KWI (penterj), Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta, 19938. Kitab Hukum Kanonik (KHK)PendekatanKateketis dan saintifikSarana1. Gambar model Gereja piramidal dan Gereja sebagai persekutuan.2. Buku Siswa SMA/SMK, Kelas XI, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.Waktu3 x 45 menit• Apabila pelajaran ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan secara terpisah, waktu pelaksanaannya diatur oleh guru.Pemikiran DasarUmat katolik hidup di tengah dunia bersama sesama manusia lainnya yang bermacam-ragam latar belakang suku-bangsa, agama, serta keyakinannya. Dalam sejarah panjangnya, Gereja Katolik pernah “menutup diri” dengan ajaran bahwa di luar Gereja (Katolik) tidak ada keselamatan (extra ecllesiam nula salus). Ajaran ini membuat Gereja (Katolik) menutup pintu dialog dengan agama dan kepercayaan serta masyarakat lain pada umumnya. Sejarah Gereja berubah ketika Konsili Vatikan II (1962-1965), membuka pintu-pintu dialog, serta memperbarui diri untuk hidup bersama dengan sesama manusia ciptaan Tuhan dari berbagai latarbelakang agama dan budaya. Meski pintu dialog sudah dibuka lebar-lebar oleh para bapa Gereja kita, di tengah masyarakat kita masih menjumpai banyak Umat Katolik yang hidup secara eksklusif, tertutup.Paus Fransiskus dalam audensinya dengan para peziarah di Vatikan (lihat pelajaran sebelumnya) menegaskan bahwa Gereja ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil semua orang dalam persekutuan dengan dia, persahabatan dengan dia; untuk berbagi dalam kehidupan ilahi-Nya sendiri sebagai putra-putra dan putri-putri-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kata “Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia”, berarti “orang–orang yang dipanggil. Demikian Paus Fransiskus menegaskan, “Allah memanggil kita, Ia mendorong kita untuk keluar dari individualisme kita, dari kecenderungan kita untuk menutup diri kita sendiri, dan Dia memanggil kita untuk menjadi keluarga-Nya.27Pendidikan Agama Katolik dan Budi PekertiPada pokok bahasan ini akan kita pelajari secara khusus tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka. Gereja hadir di dunia dengan persekutuan yang terbuka artinya, Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, Gereja hadir untuk dunia, kegembiraan dan harapan serta kabar sukacita sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia. Gereja sebagai persekutuan terbuka, memperlihatkan kesiapan Gereja untuk berdialog dengan agama dan budaya mana pun, dan memiliki partisipasi aktif untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan makmur. Melalui pelajaran ini para peserta didik diajak untuk memahami dan menghayati dirinya sebagai anggota Gereja yang hidup dalam persekutuan yang terbuka di tengah masyarakat.Kegiatan PembelajaranPembukaan: Doa• Guru mengajak peserta didik untuk memulai pelajaran dengan berdoa,Ya Bapa Yang MahabaikSiramilah kami dengan rahmat-Mu, agar melalui Gereja-Mu terbentuk persekutuan cinta kasih sejati sebagaimana yang telah diteladankan Yesus Kristus Putera-Mu kepada kami. Bantulah kami agar melalui perjumpaan ini, kami semakin memahami dan meng-hayati persekutuan sebagai anggota Gereja dan semakin terlibat aktif dalam masyara-kat. Engkau yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.Langkah Pertama: Menggali Pemahaman tentang Perubahan Cara Pandang terhadap Gereja1. Mengamati Gambar • Guru mengajak para peserta didik untuk mengamati gambar-gambar berikut ini. Gambar 1.3Gambar 1.4Sumber : (Dokumen penulis)Sumber : (Dokumen penulis)28Buku Guru Kelas XI SMA/SMK• Guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk bertanya, misalnya pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. a. Apa makna gambar model Gereja yang pertama? (gbr.1.3)b. Apa makna gambar model Gereja kedua (gbr.1.4)c. Apa bedanya antara model Gereja institusional dan hierarkis-piramidal dan Gereja persekutuan Umat Allah?d. Apa pengaruh dari setiap model Gereja tersebut?• Setelah mengamati gambar tersebut, guru mengajak para peserta didik untuk membuat pertanyaan-pertanyaan, seperti berikut;a. Adakah hubungannya gambar model Gereja pertama dengan gambar model Ge-reja kedua? b. Apakah gambar ini menunjukkan adanya perubahan pemahaman tentang model Gereja sekarang ini?2. Penjelasan• Guru memberikan penjelasan, tentang model-model Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II, misalnya sebagai berikut.Gambar-gambar itu menunjukkan dua model Gereja, yaitu model Gereja institu-sional hierarkis piramidal dan Gereja persekutuan Umat.• Gambar 1.3 : Gereja Umat Allah Model Institusi PiramidalSebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis piramidal- Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.- Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.- Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja. Sebaliknya Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.- Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.- Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis ,dan sarat dengan aturan. - Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri).29Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti• Gambar 1.4 : Gereja Umat Allah Model Persekutuan UmatSetelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat. - Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris”, artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.- Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.- Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan). - Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerj asama dengan para klerus. - Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain, itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia.• Gerakan pembaruan yang terjadi dalam Gereja nampak dalam ketentuan berikut.- Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki. - Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja, melain-kan lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia. - Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal, melainkan lebih merupakan kaitan yang saling bekerja sama dan saling melengkapi. Intinya Gereja mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah. Langkah Kedua: Menggali Makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka Menurut Ajaran Gereja dan Ajaran Kitab Suci1. Menyimak, Ajaran Gereja tentang Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka • Guru mengajak para peserta didik untuk menyimak dokumen ajaran Gereja berikut ini.30Buku Guru Kelas XI SMA/SMK“Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa, menyadari bahwa karya misioner yang harus dilaksanakannya memang masih amat berat. Masih ada dua miliar manusia, yang jumlahnya makin bertambah, dan yang berdasarkan hubungan-hubungan hidup budaya yang tetap, berdasarkan tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan pelbagai ikatan kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-golongan tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di kalangan mereka ada yang tetap asing terhadap pengertian akan Allah sendiri, ada pula yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya. Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-hari dijumpai-Nya”.(Ad Gentes/AG art. 10)2. Diskusi• Guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi dalam kelompok untuk mendalami dokumen ajaran Gereja tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sebagai berikut.a. Apa makna Gereja sebagai persekutuan yang terbuka menurut AG, art. 10b. Apa pesan dokumen tersebut untuk kehidupan Gereja Katolik saat ini?3. Melaporkan Hasil Diskusi• Setelah berdiskusi, tiap-tiap kelompok menyampaikan laporan hasil diskusinya di depan kelas. Peserta didik dari kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau menanggapi laporan hasil diskusi kelompok lain.4. Penjelasan Hasil Diskusi• Setelah mendengar laporan hasil diskusi kelompok dan mendalami bersama, guru memberikan penegasan, seperti berikut.- Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta ka-sih Allah kepada semua orang dan segala bangsa.- Sama seperti Yesus, Gereja harus memasuki golongan-golongan manusia apa saja, termasuk keadaan sosial, budaya untuk mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang.31Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti5. Menyimak makna Gereja sebagai Persekutuan Umat dalam Terang Kitab Suci• Guru mengajak peserta didik untuk membaca atau mendengarkan kutiban Kitab Suci berikut ini.Cara Hidup Jemaat(Kis 4: 32-37; bdk.1 Kor 12: 12 - 27)32 Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. 33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. 34 Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa 35 dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.36 Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. 37 Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.6. Pendalaman teks Kitab Suci• Guru mengajak peserta didik untuk menanggapi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan cerita Kitab Suci yang telah dibaca atau didengar.• Selanjutnya guru mengajak para peserta didik untuk berdialog dengan pertanyaan di bawah ini.a. Apa saja yang menarik dari cara hidup Umat Perdana yang dikisahkan di atas?b. Gambaran Gereja model apa yang terungkap dari kisah tersebut?c. Apakah cara hidup Umat Perdana itu dapat kita tiru secara harafiah? Mengapa?7. Penjelasan• Guru memberikan penjelasan, sebagai berikut: - Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah 32Buku Guru Kelas XI SMA/SMKmilik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.- Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja.Langkah Ketiga: Menghayati Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Terbuka1. Membaca, Menyimak Artikel • Guru mengajak peserta didik menyimak kisah berikut ini.Pergilah Keluar, Pergilah!Pada tanggal 19 Mei 2013, sekitar 200 ribu orang-orang dari berbagai organisasi, kelompok, gerakan, hadir di lapangan Santo Petrus, Vatikan Roma, untuk menghadiri hari yang diperuntukkan bagi mereka.Mereka datang dari berbagai negara dan daerah, untuk beraudiensi dan berdialog dengan Paus Fransiskus. Dalam dialog dengan Paus Fransiskus, ada empat pertanyaan yang diajukan.Pertama, Bagaimana kita bisa sampai tahap kedewasaan iman dan bagaimana cara untuk mengalahkan kelemahan yang ada dalam diri kita? Paus Fransiskus menjawab pertanyaan yang pertama dengan sebuah cerita. Saya sungguh mempunyai keberuntungan karena saya tumbuh dalam keluarga yang mempunyai kehidupan rohani cukup kuat. Walaupun sederhana yang diajarkan, secara konkret, dan saya bisa melaksanakannya. Nenek saya, mengajarkan saya tumbuh dalam iman, ia mengajarkan saya berdoa, menceritakan Kitab Suci, ajaran Gereja, dan juga tradisi Jumat Agung, Yesus wafat untuk kita, dan akan bangkit dari kematian-Nya. Saya menerima pewartaan yang pertama kali dari nenek saya. Ia mengajarkan juga untuk menyerahkan rasa takut kepada Tuhan. “Kita semua lemah, 33Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekertitetapi Tuhan lebih kuat. Dengan-Nya kita akan merasa aman, iman akan tumbuh jika kita hidup bersama Tuhan”, ujar Paus Fransiskus.Kedua, Apakah yang paling penting dalam hidup?”Paus Fransiskus menjawab, “Yesus”. Jika kita berjalan bersama dalam sebuah organisasi/kelompok, tanpa menyertakan Yesus kelompok tidak akan berjalan. Kita diundang untuk hidup dalam Roh Kudus, jangan terlalu banyak berbicara, namun kesaksian yang hidup, sangatlah diperlukan”.Ketiga, Bagaimana caranya Gereja yang miskin dapat membantu yang miskin juga? Apa yang bisa dilakukan oleh Gereja kepada masyarakat dalam situasi Zaman seka-rang ini? Paus Fransiskus menjawab: “Kita harus menghayati Injil dan memberikan yang baik yang bisa kita berikan. Gereja bukanlah gerakan politik, dan juga bukan sebuah organisasi. Kita bukanlah organisasi kemanusiaan, jika Gereja menjadi sebuah organisasi sosial/kemanusiaan saja, kita kehilangan garam terasa hambar, bila hanya sebuah organisasi yang kosong. Hal yang membahayakan adalah menutup diri sendiri. Menutup diri berarti kurang sehat, atau dapat dikatakan sakit. “Gereja harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada berbagai masalah, tetapi lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti Gereja yang sakit. “Pergilah Keluar, Pergilah!!” Keluar dari budaya keegoisan, budaya sampah, menuju pada budaya kebersamaan, bertemu dengan yang lain; dengan Yesus dan dengan saudara-saudari, mulai dari yang miskin, yang kurang diperhatikan, dan yang menderita”. Keempat, Bagaimana dapat mewartakan iman?Paus Fransiskus menjawab: “Untuk mewartakan Kabar Gembira, diperlukan dua keutamaan: “Keberanian dan Kesabaran”, seperti saudara kita Shabhaz Bhatti, seorang pejabat pemerintah Pakistan, yang karena membela kebenaran dan orang miskin dia dibunuh tahun 2011. Ia telah memberikan kesaksian dengan gagah berani, sebagai martir. Kita semua dipanggil untuk menjadi saksi-Nya, menjadi martir dalam ke-hidupan sehari-hari, sekecil apa pun. Seorang Kristiani harus bisa menjawab dan membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Kita mencoba untuk menyatu-kan diri bersama saudara-saudari kita yang kurang beruntung.” (Yohana Halimah/ Zenit dalam MISSIO KKI No.37/XVI/Agustus/2013)Next >