< Previous 182Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2terdepan posisi Belanda. Menurut garis Van Mook, wilayah RI lebih sedikit dari sepertiga wilayah Jawa, yakni wilayah Jawa Tengah bagian timur, dikurangi pelabuhan-pelabuhan dan perairan laut. 3. Peran Komisi Tiga NegaraMasalah Indonesia-Belanda telah dibawa dalam sidang-sidang PBB. Hal ini menunjukkan bahwa masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsa-bangsa dunia. Kekuatan Indonesia di forum internasional pun semakin kuat dengan kecakapan para diplomator Indonesia yang meyakinkan negara-negara lain bahwa kedaulatan Indonesia sudah sepantasnya dimiliki bangsa Indonesia. Tentu saja bahwa kepercayaan bukan disebabkan oleh para diplomator saja. Perjuangan rakyat Indonesia adalah bukti bahwa kemerdekaan merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia. PBB sebagai organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik antara RI dengan Belanda. Berikut ini beberapa peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda.Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian Renville Serangan Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia. KTN membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran. Hal ini telah menempatkan Indonesia lebih banyak didukung negara-negara lain. 4. Perjanjian Renville Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat. Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda 183 Sejarah Indonesiadipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri atas tiga hal sebagai berikut: a) Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).b) Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).c) Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville, wilayah RI semakin sempit dikarenakan diterimanya garis demarkasi Van Mook. Berdasarkan garis demarkasi Van Mook itu wilayah Republik Indonesia tinggal meliputi Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur. Dampak lainnya adalah Anggota TNI yang masih berada di daerah-daerah kantong yang dikuasai Belanda, harus ditarik masuk ke wilayah RI di sekitar Yogyakarta. Sebagai contoh pasukan yang berasal dari kesatuan Divisi Siliwangi yang berjumlah sekitar 35 000 orang harus ditarik dan dipindahkan ke wilayah RI. Kemudian sejumlah sekitar 6000 pasukan dari Jawa Timur ditarik masuk ke wilayah RI. Peristiwa inilah yang dikenal dengan peristiwa “hijrah”. Peristiwa “hijrah” ini dimulai tanggal 1 Februari 1948.Sumber: Atlas Sejarah Indonesia.Gambar 7.15 Peta wilayah RI berdasar demarkasi Van Mook. 184Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Pada mulanya para pejuang TNI pejuangan yang berada di pos atau kantong-kantong perjuangan itu tidak mau ditarik mundur ke wilayah RI atas dasar garis Van Mook itu. Mereka berpandangan bahwa mereka tidak kalah perang, tidak perlu dievakuasi. Mereka tidak mau ditarik mundur di belakang garis Van Mook. Sudah tentu ini menjadi problem tersendiri karena sudah menjadi keputusan dalam Perundingan Renville. Tampillah Sudirman dengan kepiawian dan kebapakannya mendekati mereka para anggota TNI itu dengan menegaskan bahwa kita TNI dan para pejuang Indonesia tidak kalah perang, para prajurit tidak dievakuasi, tetapi melakukan hijrah ke tempat yang kondusif untuk melakukan konsolidasi untuk mencapai kemenangan yang lebih besar. Kemudian Sudirman mengeluarkan amanatnya sebagai berikut.Dengan pendekatan dan amanat dari panglima Besar Sudirman ini, dengan penuh semangat para TNI melakukan hijrah untuk memasuki wilayah RI yang diakui dalam Perjanjian Renville. » Coba diskusikan dengan anggota kelompokmu. Mengapa peristiwa penarikan pasukan 71, dari -aZa %arat dan -aZa 7imur ke Zila\ah RI itu dinamakan hijrah? Siapa sebenarnya yang menamakan peristiwa itu sebagai hijrah?Isi Perjanjian Renville mendapat tentangan sehingga muncul mosi tidak percaya terhadap Kabinet Amir Syarifuddin dan pada tanggal 23 Januari 1948, Amir menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden. Dengan demikian perjanjian Renville menimbulkan permasalahan baru, yaitu pembentukan pemerintahan peralihan yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.“Anak-anakku anggota Angkatan Perang, tiap-tiap perjuangan mempunyai pasang surutnya, tetapi dengan iman kita yang tetap teguh dan jiwa yang tetap besar, kita masih sanggup untuk mengatasi percobaan ini dan percobaan-percobaan lainnya yang mungkin akan menyusul lagi.” (Soekanto, SA., 1981). 185 Sejarah Indonesia5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan NegaraSebelum macetnya perundingan Renville sudah ada tanda-tanda bahwa Belanda akan melanggar persetujuan Renville. Oleh karena itu, pemerintah RI dan TNI sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda akan melakukan aksi militernya untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin oleh A.H. Nasution dan Hidayat. Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Sebelum pasukan Belanda bergerak lebih jauh, Van Langen (Wakil Jenderal Spoor) berbisik kepada Van Beek (komandan lapangan agresi II): “overste tangkap Sukarno, Hatta, dan Sudirman, mereka bertiga masih ada di istana”, demikian perintah pimpinan Belanda terhadap Van Beek untuk menangkap dan membunuh ketiga pimpinan nasional kita.Agresi militer II itu telah menimbulkan bencana militer dan politik, baik bagi Belanda maupun Indonesia. Walaupun Belanda tampak memperoleh kemenangan dengan mudah, tetapi sebenarnya membayar cukup mahal. Serangan Belanda ini telah menuai kritik dari berbagai negara.Sumber: Gelora Api Revolusi, 1986.Gambar 7.16 Tentara Belanda pada saat Agresi Militer II. 186Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Dengan taktik perang kilat, Belanda melancarkan serangan di semua front RI. Serangan diawali dengan penerjunan pasukan-pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo dan dengan cepat berhasil menduduki ibu kota Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta memutuskan untuk tetap tinggal di ibukota, meskipun mereka tahu akan ditawan musuh. Alasannya, agar mereka dengan mudah ditemui oleh TNI, sehingga kegiatan diplomasi dapat berjalan terus. Di samping itu, Belanda tidak mungkin melancarkan serangan secara terus-menerus, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah ada di tangan musuh.Sebagai akibat dari keputusan untuk tetap tinggal di ibu kota, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta beserta sejumlah Menteri, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Suryadarma dan lainnya juga ikut ditawan tentara Belanda. Namun, kelangsungan pemerintahan RI dapat dilanjutkan dengan baik, karena sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Presiden Sukarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang berisi mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang sedang melakukan kunjungan ke Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perintah sejenis juga diberikan kepada Mr. A.A. Maramis yang sedang di India. Apabila Syafruddin Prawiranegara ternyata gagal melaksanakan kewajiban pemerintah pusat, maka Maramis diberi wewenang untuk membentuk pemerintah pelarian (Exile Goverment) di luar negeri. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.Gambar 7.17 Pasukan Belanda memasuki kota Yogyakarta. 187 Sejarah IndonesiaSementara itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang sakit harus dirawat oleh dr. Suwondo selaku dokter pribadinya di rumah di kampung Bintaran. Setelah mendengar Belanda melancarkan serangan, Jenderal Sudirman seperti timbul semangat baru. Ia mengingat janjinya saat menguncapkan sumpah saat dilantik sebagai panglima TNI akan memperjuangkan kedaulatan dan keutuhan NKRI sampai titik darah yang penghabisan. Maka ia bangkit dari tempat tidur dengan berucap: “komando kembali saya ambil alih”. Semua pasukan siap sesuai strategi yang telah direncanakan. Sudirman segera menuju istana Presiden di Gedung Agung. Rencananya untuk mengajak Presiden dan pimpinan yang lain untuk meninggalkan kota untuk bergerilya. Tetapi Presiden Sukarno tidak bersedia dan akan tetap di istana, sehingga akhirnya ditangkap Belanda.Ketika mengetahui Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa pemimpin lainnya ditangkap Belanda, maka Jenderal Sudirman dengan para pengawalnya pergi ke luar kota untuk mengadakan perang gerilya. Para ajudan yang menyertai Jenderal Sudirman, antara lain Suparjo Rustam dan Cokropranolo, dr. Suwondo. Sedangkan pasukan di bawah pimpinan Letkol Soeharto terus berusaha menghambat gerak maju pasukan Belanda. Sebelum berangkat ke luar kota Sudirman sempat memerintahkan Kapten Suparjo Rustam untuk menyampaikan sebuah perintah kilat dari panglima melalui RRI Yogyakarta yang ditujukan kepada semua anggota Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), yang konsepnya sudah ditulis tangan sendiri oleh Panglima Besar Sudirman. Isi perintah kilat itu sebagai berikut:. Perintah Kilat No.1/PB/D/481. Kita telah diserang2. Pada tanggal 19 Desember Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo.3. Pemerintah Belanda telah membatalkan Persetujuan Gencatan Senjata4. Semua angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda. Dikeluarkan di tempat Tanggal 19 Desember 1948, Jam 08.00 Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Letnan Jenderal Sudirman 188Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2Aksi militer Belanda yang kedua ini ternyata menarik perhatian PBB, karena Belanda secara terang-terangan tidak mengikuti lagi Persetujuan Renville di depan Komisi Tiga Negara yang ditugaskan oleh PBB. Pada tanggal 24 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB membuat resolusi, agar Republik Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan membebaskan Presiden RI dan para pemimpin politik yang ditawan Belanda. Kegagalan Belanda di medan pertempuran serta tekanan dari AS yang mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi dan keuangan, memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan.6. Peran PDRI : Penjaga Eksistensi RIPada saat terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah darurat. Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948.Susunan pemerintahannya antara lain sebagai berikut: a) Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan;b) Mr. T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, dan Menteri Agama;c) Ir. S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan Pemuda;d) Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman;e) Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan;f) Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI;g) Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar;h) Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa; dani) Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra. 189 Sejarah IndonesiaPDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara ternyata berhasil memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan dan menegakkan pemerintah RI. Peranan PDRI itu antara lain sebagai berikut. PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai kunci dalam mengatur arus informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram mengenai masih berdirinya PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Terbukalah mata dunia mengenai keadaan RI yang sesungguhnya.Konflik antara Indonesia dengan Belanda masih terus berlanjut. Namun semakin terbukanya mata dunia terkait dengan konflik itu, menempatkan posisi Indonesia semakin menguntungkan. Untuk mempercepat penyelesaikan konflik ini maka oleh DK PBB dibentuklah UNCI (United Nations Commission for Indonesia) atau Komisi PBB untuk Indonesia sebagai pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang lebih besar dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar suara mayoritas. UNCI memiliki tugas dan kekuasaan sebagai berikut: a) memberi rekomendasi kepada DK PBB dan pihak-pihak yang bersengketa (Indonesia dan Belanda);b) membantu mereka yang bersengketa untuk mengambil keputusan dan melaksanakan resolusi DK PBB;c) mengajukan saran kepada DK PBB mengenai cara-cara yang dianggap terbaik untuk mengalihkan kekuasaan di Indonesia berlangsung secara aman dan tenteram;d) membantu memulihkan kekuasaan pemerintah RI dengan segera;e) mengajukan rekomendasi kepada DK PBB mengenai bantuan yang dapat diberikan untuk membantu keadaan ekonomi penduduk di daerah-daerah yang diserahkan kembali kepada RI;Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.Gambar 7.18 Syafruddin Prawiranegara. 190Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 2f) memberikan saran tentang pemakaian tentara Belanda di daerah-daerah yang dianggap perlu demi ketenteraman rakyat; dang) mengawasi pemilihan umum, bila di wilayah Indonesia diadakan pemilihan.Ketika Presidan, Wakil presiden dan pembesar-pembesar Republik ditawan Belanda di Bangka, delegasi BFO (Bijzonder Federaal Overleg) mengunjungi mereka dan mengadakan perundingan, UNCI mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Republik, Belanda dan BFO telah mencapai persetujuan pendapat mengenai akan diselenggarakannya KMB. UNCI juga berhasil menjadi mediator dalam KMB. Bahkan peranan itu juga tampak sampai penyerahan dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI di Indonesia. 7. Tetap Memimpin GerilyaKalau para pemimpin pemerintahan seperti Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa menteri ditangkap Belanda, Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit hanya dengan satu paru-paru justru tetap teguh untuk memimpin perang gerilya. Ia dan rombongan melakukan perjalanan dan pergerakan dari Yogyakarta menuju Gunungkidul dengan melewati beberapa kecamatan, menuju Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan Kediri. Dalam gerakan gerilya dengan satu paru-paru itu Sudirman kadang harus ditandu atau dipapah oleh pengawal masuk hutan, naik gunung, turun jurang harus memimpin pasukan, memberikan motivasi dan komando kepada TNI dan para pejuang untuk terus mempertahankan tegaknya panji-panji NKRI. Dari Kediri lalu memutar kembali melewati Trenggalek, terus melakukan perjalanan sampai akhirnya di Sobo. Di tempat ini telah dijadikan markas gerilya sampai saat Presiden dan Wakil Presiden dengan beberapa menteri kembali ke Yogyakarta. Sungguh heroik perjalanan Sudirman. Ia telah menempuh perjalanan kurang lebih 1000 km. Waktu gerilya mencapai enam bulan dengan penuh derita, lapar dan dahaga. Sudirman tidak lagi memikirkan harta, jiwa dan raganya semua dikorbankan demi tegaknya kedaulatan bangsa dan negara. Sekalipun dalam keadaan sakit, Sudirman terus memberi semangat anak buahnya untuk berjuang melawan kelicikan Belanda. 191 Sejarah Indonesia8. Serangan Umum 1 Maret 1949 Pada saat para pemimpin ditangkap, Panglima TNI Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya. Beliau dan pasukannya segera meninggalkan kota dan mengatur siasat. Bagaimana peranan TNI setelah agresi militer Belanda II? Apakah mereka masih melakukan perlawanan terhadap Belanda? Pihak Belanda ternyata tidak mau segera menerima resolusi DK PBB, tanggal 28 Januari 1949. Belanda masih mengakui bahwa RI sebenarnya tinggal nama. RI sudah tidak ada, yang ada hanyalah para pengacau. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwana IX lewat radio menangkap berita luar negeri tentang rencana DK PBB yang akan mengadakan sidang lagi pada bulan Maret 1949, untuk membahas perkembangan di Indonesia. Sri Sultan berkirim surat kepada Jenderal Sudirman tentang perlunya tindakan penyerangan terhadap Belanda. Sudirman minta agar Sri Sultan membahasnya dengan komandan TNI setempat, yakni Letkol Soeharto. Segera penyerangan terhadap Belanda di Yogyakarta dijadwalkan tanggal 1 Maret 1949 dini hari.Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.Gambar 7.19 Rute gerilya Pangsar SudirmanNext >