< Previous 83 dapat pula disertai dengan gejala penyakit bakterial lainnya seperti kembung, dropsi, kurus, atau mata menonjol (pop eye). Penyebab Ulcer adalah Nekrosis kulit, biasanya sebagai akibat terjadinya infeksi sistemik kronis yang diakibatkan oleh bakteri, terutama dari golongan aeromonas, pseudomonas, myobaker, dan vibrio. Nekrosis adalah suatu keadaan dimana sel dan jaringan mempunyai aktifitas yang rendah dan kadang mati.Luka terbuka yang terjadi dapat menyebabkan ikan menjadi sangat lemah. Pada kasus yang sangat parah, dimana terjadi kerusakan kulit dan sirip yang luas, dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem pengaturan osmotik ikan, dan dapat menyebabkan ikan menjadi sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Stres, terutama sebagai akibat penanganan ikan yang kurang baik, atau akibat perubahan lingkungan, dapat menjadi pemicu terjadinya ulcer. Seperti diketahui stres kronis dapat menyebabkan ikan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Ulcer yang disertai dengan infeksi jamur Saprolegnia dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34. Ulcer yang disertai dengan infeksi jamur Saprolegnia. 84 6) Busuk Mulut Tanda-tanda dari penyakit busuk mulut adalah mulut membengkak, tidak dapat mengatup dan disusul kematian dalam waktu singkat. Busuk mulut merupakan penyakit akibat infeksi bakteri, kehadiran penyakit ini ditandai dengan munculnya memar putih atau abu-abu disekitar kepala, sirip, insang dan rongga mulut. Memar tersebut kemudian akan bekembang menjadi bentukan berupa kapas berwarna putih kelabu, khususnya di sekitar mulut, sehingga mulut sering menjadi tidak dapat terkatup. Kehadiran benda ini tidak jarang sulit dibedakan dengan serangan jamur. Oleh karena itu, untuk memastikan dengan jelas diperlukan pengamatan dibawah mikroskop. Pada serangan ringan, ditunjukkan oleh adanya memar putih saja, kematian dapat terjadi setelah timbulnya kerusakan fisik yang berarti. Sedangkan dalam serangan akut dan cepat, yang biasanya terjadi di daerah dengan suhu udara hangat seperti di Indonesia, penyakit tersebut dapat berinkubasi kurang dari 24 jam dan kematian terjadi dalam waktu 2 – 3 hari, diantaranya disertai dengan rontoknya mulut. Meskipun demikian, di beberapa kasus dapat terjadi kematian tanpa disertai gejala fisik apapun, sehingga apabila dijumpai kematian mendadak pada ikan, salah satu yang perlu dicurigai adalah akibat serangan penyakit ini. Penyebab. Busuk mulut merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri flexibacter columnaris. Bakteri ni merupakan bakteri gram negatif berbentuk benang. Secara alamiah bakteri ini hidup di dalam air pada jasad-jasad organik mati, benda-banda padat, dan juga pada kulit ikan sehat. 85 Busuk mulut terjadi pada kondisi : a) Umumnya suhu lingkungan diatas 20° C. b) Luka akibat penangan ikan yang kurang memadai, berkelahi dan luka lainnya; c) Kekurangan vitamin yang menyebabkan kulit menjadi tidak sehat sehingga mudah terinfeksi; d) Kondisi kualitas air yang buruk, seperti kadar ammonia tinggi, begitu pula dengan nitrit dan nitrat, pH tidak tepat dan kadar oksigen terlarut rendah. w. Perubahan Sel Darah yang disebabkan penyakit pada ikan Untuk membantu diagnosa suatu penyakit pada ikan maka dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah. Komponen-komponen darah akan mengalami perubahan apabila tejadi gangguan fisiologis ikan yang akan menentukan status kesehatan ikan. Perubahan komponen darah akan terjadi, baik kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui gambaran darah ikan untuk mengetahui status kesehatannya. Darah merupakan medium dalam sistem sirkulasi, dimana fungsinya mengedarkan nutrisi esensial ke seluruh tubuh dan membawa sisa-sisa hasil metabolisme dan patogen sebelum mencapai konsentrasi yang berbahaya. Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi di dalam plasma yang diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Moyle & Cech 2004). Volume darah ikan teleostei, heleostei, dan chondrostei sebanyak 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan chondrocthyes 6.6% dari bobot tubuh (Randall 1970 dalam Affandi & Tang 2002). Darah terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Plasma darah adalah suatu cairan jernih yang mengandung mineral-mineral terlarut, hasil absorbsi dari 86 pencernaan makanan, buangan hasil metabolisme oleh jaringan, enzim, antibodi serta gas terlarut (Lagler et al. 1977). Di dalam plasma darah terkandung garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin dan fibrinogen), lemak (dalam bentuk lesitin dan kolesterol), hormon, vitamin, enzim dan nutrient (Dellman & Brown 1989). Berdasarkan warna dan fungsi, darah dikelompokkan menjadi sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Sel darah putih dikelompokkan berdasarkan pada ada tidaknya butir-butir (granul) dalam sitoplasma, yaitu granulosit dan agranulosit. Kelompok granulosit meliputi neutrofil, eosinofil dan basofil. Jenis ini memiliki sifat reaktif terhadap zat tertentu yaitu leukosit eosinophil yang bersifat asidofil (berwarna merah oleh eosin), leukosit basofil berwarna basofil (ungu) dan leukosit netrofil bersifat tidak basofil maupun asidofil (Dellman & Brown 1989). Temasuk ke dalam kelompok agranulosit, yaitu monosit dan limfosit (Lagler et al. 1977). Sel Darah Ikan dapat dilihat pada Gambar 35. Gambar 35. Sel Darah Ikan 87 x. Keracunan Kolam maupun pada akuarium merupakan suatu ekosistem kecil yang sangat terbatas, oleh karena itu terjadinya pencemaran oleh bahan beracun yang dapat terakumulasi pada ekosistem tersebut. Beberapa bahan beracun yang dapat masuk kedalam lingkungan kolam maupun akuarium baik sengaja maupun tidak, antara lain adalah: a) Obat-obatan yang sengaja diberikan untuk mengatasi atau mencegah suatu penyakit pada ikan. b) Pakan yang tercemar mikroba. c) Bahan kimia yang secara tidak sengaja digunakan disekitar akuarium, sperti parfum, aerosol, asap rokok berlebihan, minyak, insektisida, cat, deterjen atau sabun. d) Hasil metabolisme ikan yaitu urine dan kotoran ikan. e) Kualitas air sumber yang tercemar. f) Pembusukan bahan-bahan organik pada dasar wadah dapat pula menyumbangkan bahan beracun, seperti; amonia, nitrit, dan nitrat . 1) Racun dalam pakan a) Aflatoxin, produk metbolik dari bluegreen mould Aspergillus flavus, yang tumbuh pada beberapa makanan bersifat carcinogenic pada ikan. Kandungan Aflatoxin 1 ppb dalam makanan dapat menyebabkan neoplastic selama 6 bulan. b) Dinoflagelltes, misalnya Gymnodinium spp meneyebabkan red tide (lethalbloom). Racun diserap lewat insang menyebabkan kematian pada moluska dan hewan lain. c) Antibiotik, terbatas pada waktu yang pendek. Jika digunakan lama menyebabkan depresi haemopoiesis khususnya sulphonamid necrosis pada renal tubule. 88 d) Binder, cellulose, jika terlalu tinggi menyebabkan hepatorenal syndrome ditandai dengan vakuolasi, necrosis dan ablasi renal tubule. Ikan lambat tumbuh dan gampang terkena infeksi sekunder. e) Nutrisi penyebab katarak, luka pada mata salmon disebabkan makan ptotein tinggi dari jeroan hewan. Jeroan kuda dan babi biasanya digunakan untuk pakan ikan. f) Gossypol, fat soluble component dari biji kapas yang beracun terhadap ikan. Akumulasi pada liver dan ginjal menyebakan perubahan liver dan glomerulonephritis tubular degeneration pada ginjal. g) Sekoke disease, diabet yg disebabkan oleh pemberian pakan silkworm pupae. 2) Ikan beracun Beberapa jenis ikan dan hewan tertentu (terutama dari lingkungan air laut) diketahui mengandung racun. Oleh karena itu, hewan-hewan ini dapat menimbulkan akibat fatal pada ikan lainnya. Beberapa contoh dari golongan hewan beracun ini adalah; skinned puffer, boxfish, truckfish, soapfish, lionfish, scorpion fish, ikan pari, anemon, mentimun laut, gurita, koral api, spong api, landak laut, dan fireworms. Pada umumnya hewan-hewan tersebut akan mengeluarkan racunnya apabila dalam keadaan terancam atau ketakutan. Beberapa jenis juga dapat mengeluarkan racunnya apabila terluka atau sakit. Gejala keracunan pada ikan a) Ikan meluncur dengan cepat kesana kemari secara tiba-tiba, 89 b) berenang dengan liar, dan terkadang hingga menabrak benda-benda yang adad. c) Nafas tersengal-sengal. d) Warna menjadi pudar. e) Terkadang tergeletak di dasar wadah dangan nafas tersengal-sengal. Oleh karena itu, apabila ikan secara tiba-tiba dan serentak (hampir menimpa seluruhnya) bernapas tersengal-sengal dapat dipastikan air tercemar bahan beracun. y. Early Mortality Syndrome (EMS) Jenis penyakit yang menyerang pada budidaya udang baik udang vaname maupun udang windu. Dinamakan penyakit EMS karena penyakit ini menyerang pada budidaya udang saat masih berumur 20-30 hari setelah tebar dan mengakibatkan kematian massal. Sina (2012) menyatakan bahwa penyakit EMS belakangan sering disebut sebagai Acute Hepatopancreatic Degenerative Nephrotic Syndrome (AHDNS). Penyakit EMS pertama kali dilaporkan mewabah di China tahun 2009. Pada awal tahun 2010 penyakit ini menyebar ke Vietnam dan Malaysia serta menyusul ke Thailand. Dugaan sementara yang disampaikan adalah bukan disebabkan karena bakteri atau virus, melainkan karena penyebab lain. Diantaranya residu pestisida yang terakumulasi di hepatopancreas atau racun yang dikeluarkan oleh Blue Green Algae (BGA) dan dinoflagellata (Widigdo, 2012). Menurut Sinaro (2012), udang yang terserang penyakit EMS menunjukkan gejala warna tubuh sama dengan warna air, gerakannya lesu, susah ganti kulit, dan enggan makan. Dalam hitungan hari terjadi kematian yang mendekati 100%. Setelah udang dibedah, hepatopankreasnya menyusut 90 dan bergaris keputihan serta hitam. Selain itu, kulit udang lembut, warna kulit lebih gelap dan terjadi kegagalan ganti kulit. Kasus ini dipicu racun yang dilepaskan oleh BGA dan dinoflagellata seperti mikrosistin, nodularin dan saxitoxin yang menghambat sintesis protein pada organ saat benur masih berumur 10-15 hari. Toksin mikrosistin diproduksi oleh BGA dari spesies Anabaena, Microcystis dan Anabaenopsis sedangkan nodularin diproduksi Nodularia spumigena dan saxitoxin dikeluarkan oleh semua spesies dan dinoflagellata. Toksin itu stabil dalam air dan tahan panas sampai suhu 100°C. Meningkatnya toksin dipicu tingginya konsentrasi fosfat (di atas 1 ppm), pH di atas 8, kandungan Fe lebih dari 0,1 ppm dan minimnya aerasi. Gejala terhadap udang yang terserang EMS adalah udangnya lemah (tidak mau bergerak), nafsu makan menurun, tidak mau makan, hepatopankreas mengkerut berwarna pucat keputih-putihan disertai garis-garis menghitam, berwarna lebih gelap dari normal dan mengalami moulting (hampir mirip gejala udang terinfeksi bakteri) dan ukuran tubuh tidak proporsional (kepala lebih besar dari badan). Lalu ada gejala serangan terjadi saat moulting atau pasca moulting, waktu serangan terjadi pada pagi hari, serta umur udang terserang antara 20–30 hari (Widigdo, 2012). Selain itu, ciri-ciri klinis yang mudah kita kenali adalah dari hepatopankreas udang akan berwarna hitam, kadang merah dan umumnya kuning dan mengecil. Udang Vaname yang terkena gejala Early Mortality Syndrome (EMS) dapat dilihat pada Gambar 36. 91 Gambar 36. Udang Vaname terkena gejala Early Mortality Syndrome (EMS) z. Euthanasia Dalam memelihara ikan hias, ada kalanya kita dihadapkan pada suatu pilihan yang sulit, khususnya pada saat ikan kesayangan tersebut menderita suatu penyakit atau mengalami luka-luka yang parah. Keputusan untuk menentukan apakah harus mencoba mengakhiri penderitaan ikan tersebut (Euthanasia) atau mencoba menyembuhkannya merupakan hal yang sangat sulit, apalagi bila selama ini sudah terjalin keakraban antara pemilik dan ikan kesayangannya. Jika tindakan euthannasia diperlukan berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan. Cara Euthanasia yang Dianjurkan: Perlu diingat bahwa ikan mempunyai rasa sakit dan stress, oleh karena itu, euthanasia perlu dilakukan secara manusiawi. Beberapa cara yang biasa dilakukan adalah: 92 1) Konkusi Pada cara ini tubuh ikan dibungkus dengan kain tetapi kepalanya dibiarkan terbuka. Kemudian kepala ikan tersebut dipukulkan pada benda keras, sekeras mungkin. Dapat juga dilakukan dengan cara memukul kepala ikan tersebut dengan benda keras. Pastikan bahwa otak ikan tersebut telah rusak, kalau tidak, terdapat kemungkinkan ikan akan sadar kembali. Untuk memastikannya anda dapat gunakan gunting atau pisau untuk merusakkan otaknya. 2) Dekapitasi Untuk ikan-ikan berukuran kecil, kepala ikan dapat dipisahkan dengan cepat menggunakan pisau atau gunting yang sangat tajam. Selanjutnya otak ikan tersebut segera dihancurkan. Ikan masih dapat tersadar selama beberapa saat setelah kepalanya terpisah, oleh karena itu, tindakan penghancuran otak ini diperlukan. 3) Pembiusan overdosis Cara ini termasuk sesuai untuk berbagai jenis ukuran ikan. Selain itu juga sesuai untuk melakukan Euthanasia bersama-sama pada ikan yang mengalami sakit secara masal. Caranya adalah dengan merendam ikan pada larutan obat bius ikan pada konsentrasi berlebih dan dalam waktu relatif lama. Cara Euthanasia yang tidak dianjurkan: a) Memasukan ikan kedalam septitank hidup-hidup dan menggelontornya dengan air. b) Mengeluarkan ikan dari dalam air, kemudian membiarkannya sampai mati. c) Memasukkan ikan pada air mendidih. Next >