< Previous10 BAB II. PEMBELAJARAN A. DESKRIPSI Untuk membekali siswa dapat mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan, maka ruang lingkup materi yang akan dibahas pada buku ini meliputi : pembahasan tentang struktur beton yang merupakan lanjutan dari mata pelajaran konstruksi beton bertulang kelas XI semester I, yaitu Penampang balok T dan balok bertulangan rangkap, penulangan geser , dan memahami dasar perencanaan kolom berdasarkan SK SNI T-15-1991-03. B. KEGIATAN BELAJAR 1. KEGIATAN BELAJAR 1. PENAMPANG BALOK T DAN BALOK BERTULANGAN RANGKAP a. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi pada unit ini siswa diharapkan dapat : Menjelaskan penampang balok T dan balok bertulangan rangkap sesuai dengan SK SNI Menjelaskan analisis balok T terlentur dan penulangan tarik balok T Menjelaskan dasar perencanaan balok T, balok persegi bertulangan rangkap b. Uraian Materi 1) Tugas 1. Analisis Balok T Terlentur Komponen lantai atau atap bangunan struktur beton bertulang dapat berupa plat dengan seluruh beban yang didukung langsung dilimpahkan ke kolom dan selanjutnya ke pondasi bangunan. Analisis dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan plat lantai atau atap, didasarkan pada anggapan bahwa antara plat dengan balok-balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok. Interaksi antara plat dan balok-balok yang menjadi satu kesatuan pada penampangnya membentuk huruf T tipikal, dan oleh karena itulah balok=balok dinamakan sebagai balok T. Plat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens) tekan dan balok-balok sebagai badan. Dalam hal ini, plat yang berfungsi sebagai flens dari balok T juga harus direncana dan diperhitungkan tersendiri terhadap lenturan pada arah melintang terhadap balok-balok pendukungnya. Dengan demikian plat yang berfungsi sebagai flens tersebut akan berperilaku sebagai komponen 11 struktur yang bekerja pada dua arah lenturan yang saling tegak lurus. Pada perpotongan antar balok T, struktur akan mendukung momen lentur negatif dimana tepi atas plat berada dalam keadaan tertarik sedangkan badan balok di bagian bawah dalam keadaan terdesak. Untuk perencanaan dan analisis, serta penyederhanaan perilaku plat terlentur pada dua arah yang rumit, standar SK SNI menetapkan kriteria lebar efektif tertentu untuk plat (flens) yang diperhitungkan bekerja sama dengan balok-balok dalam rangka menahan momen lentur yang bekerja pada balok. Plat lebar flens efektif = b hf d flens balok pendukung sistem plat badan balok T spasi balok bw Gambar 1. Balok T Sebagai Sistem Lantai Lebar flens efektif untuk bentuk simetrik tidak boleh diperhitungkan lebih besar dari jarak spasi antar balok pendukung perhatikan gambar di atas. Standar SK SNI memberikan pembatasan lebar flens efektif balok T sebagai berikut: (a) Lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih dari seperampat panjang bentang balok, sedangkan lebar efektif bagian plat yang menonjol di kedua sisi dari balok tidak lebih dari delapan kali tebal plat, dan juga tidak lebih besar dari separoh jarak bersih dengan balok disebelahnya. Atau dengan kata lain, lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil nilai terkecil dari nilai-nilai berikut; seperampat panjang bentang balok bw + 1/6 hf jarak dari pusat ke pusat antar balok (b) Untuk balok yang hanya mempunyai flens pada satu sisi, lebar efektif bagian plat yang menonjol yang diperhitungkan tidak lebih besar dari 12 seper duabelas (1/12) panjang bentangan balok, atau enam kali tebal plat, atau ½ jarak bersih dengan balok disebelahnya. (c) Untuk balok yang khusus dibentuk sebagai balok T dengan maksud untuk mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak boleh lebih besar dari separoh lebar balok, dan lebar flens total tidak boleh lebih besar dari empat kali lebih lebar balok. Persyaratan daktilitas balok T sama dengan yang disyaratkan bagi balok persegi dimana rasio penulangan maksimum tidak boleh lebih besar dari 0,75 b. Tetapi nilai tersebut tidaklah sama dengan nilai-nilai yang tercantum dalam tabel untuk balok persegi, karena bentuk balok T memberikan daerah tekan khusus yang cenderung lebih luas. Untuk digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan dan analisis diberikan variasi pendekatan nilai 0,75 b. Sedangkan nilai rasio penulangan minimum ditetapkan seperti yang sudah dikenal dalam pembatasan terdahulu: fy4,1min.sesuai dengan ketentuan SK SNI, rasio penulangan aktual ditentukan dengan menggunakan lebar badan balok (bw) dan bukannya lebar flens efektif (b). Ketentuan tersebut berlaku apabila badan balok dalam keadaan tertarik. Karena flens balok T menyediakan daerah tekan yang relatif luas, Pada umumnya kapasitas momen tahanan ditentukan oleh lelehnya baja tulangan tarik. Maka dari itu, cukup aman bila dilakukan anggapan bahwa baja tulangan tarik akan melelh sebelum beton mencapai regangan tekan batas dan kemudian hancur. Gaya tarik total NT pada keadaan batas dihitung dengan menggunakan persamaan berikut; NT = As fy. Untuk proses analisis harus diketahui terlebih dahulu bentuk blok tegangan tekan. Seperti halnya pada analisis balok persegi seperti telah diurakan terdahulu, gaya tekan total ND harus seimbang dan sama dengan gaya tarik total NT. Bentuk blok tegangan tekan harus sesuai dengan luasan daerah beton tekan. Dengan demikian terdapat dua kemungkinan keadaan yang aka terjadi, blok tegangan tekan seluruhnya masuk didalam daerah flens, atau meliputi seluruh daerah flens ditambah sebagian lagi di badan balok. Berdasarkan dua kemungkinan tersebut ditetapkan dua terminologi 13 analisis, ialah balok T persegi dan balok T murni. Perbedaan antara keduanya disamping perbedaan bentuk blok tegangannya adalah bahwa pada balok T persegi dengan lebar flens efektif b dilakukan analisis dengan cara sama seperti balok persegi dengan lebar b (lebar flens). Dengan mengabaikan beton tertarik, sementara untuk balok T murni dilaksanakan dengan memperhitungkan blok tegangan tekan mencakup daerah kerja berbentuk huruf T. Contoh Perhitungan Balok T yang merupakan bagian dari suatu lantai dengan jarak spasi antarbalok 800 mm, b = 800mm, bw = 250 mm, hf = 50 mm, d = 300 mm, As = 3D29. Hitunglah kuat momen tahannan MR apabila fy = 400 MPa dan fc’ = 20 MPa Penyelesaian. Y 0,85 fc’ a c ND garis neteral z As = 3D29 NT 250 Spasi balok 800 mm Gambar 2. Sketsa Contoh Karena panjang bentangan tidak diketahui, lefar flens efektif ditentukan berdasarkan tebal flens dan jarak antara balok satu dengan lainnya. Bw + 16 hf = 250 + 16 (50) = 1050 mm Jarak antara balok ke balok = 800 mm Dengan demikian b yang digunakan = 800 mm Dianggap bahwa tulangan baja tarik mencapai tegangan lelehnya, untuk kemudian menghitung NT. NT = As fy = 1982 (400) 10-3 = 792,8 kN Seandainya flens ditegangkan penuh seluruhnya hingga mencapai 0,85 fc’ akan memberikan gaya tekan total : ND = (0,85 fc’) hf b = 0,85 (20) (50) (800) 10-3 = 680 kN 14 Karena 792,8 > 680, daerah blok tegangan tekan akan meliputi flens seluruhnya ditambah sebagian masuk ke daerah balok di bawah flens, dengan sisa gaya tekan yang bekerja adalah : ND = 792,8 – 680 = 112,8 kN Tampak bahwa daerah blok tegangan tekan masuk ke daerah balok di bawah flens, oleh karenanya dilakukan analisis balok T murni. Sisa gaya tersebut di atas (NT – ND) bekerja di daerah badan balok di bawah flens. NT – ND = (0,85 fc’) bw (a – hf) Penyelesaian untuk a akan didapat: mmhfbwfcNNaDT50,76502502085,08,112'85,0 Pemeriksaan min 0035,04004,14,1minfy 0035,00264,03002501982dbwAsfaktual Untuk menghitung besarnya kopel momen dalam, perlu diketahui terlebih dahulu jarak lengan antara gaya ND dan NT, kedudukan NT adalah tepat pada titik pusat luas tulangan tarik sedangkan ND pada titik pusat luasan daerah tekan. Dengan mengacu pada garis tepi sisi atas penampang, letak titik pusat luasan terhadap tepi atas dapat ditetapkan sebagai berikut; AAyy dimana; A1 = 800 (50) = 40000 mm2 dan A2 = 250 (26,5) = 6625 mm2 mmAAyy4,3066254000025,135066252540000 b = 800 mm y = 30,4 mm hf=50 mm A1 a=76,50 mm A2 250 mm Gambar 3. Daerah Tekan Balok T 15 Dengan demikian kedudukan ND telah ditentukan, maka lengan kopel momen adalah: z = d – y = 300 – 30,4 = 269,6 mm Momen tahanan dalam nominal (ideal) dapat ditentukan: Mn =NT (z) = 793,2 (0,2696) = 213,8 kNm Dengan demikian momen tahanan Mr adalah: Mr = Ø Mn = 0,8 (213,8) = 171 kNm Selanjutnya dilakukan pemeriksaan anggapan bahwa penampang akan hancur daktail dimana tulangan baja akan meleleh terlebih dahulu. Untuk balok T penyelesaiannya akan lebih mudah dengan cara membandingkan jumlah luas tulangan tarik aktual terhadap 75 % tulangan tarik perlu untuk mencapai keadaan seimbang (0,75 Asb). Kedudukan garis neteral pada keadaan seimbang didapat sebagai berikut: mmdfyCb180600400300600600600 Dengan menggunakan hubungan yang sudah dikenal pada balok persegi a = 0,85 fc’ yang kurang lebih dapat juga diterapkan untuk balok T, Ab = 0,85 (180) = 153 mm Maka, gaya tekan total dalam keadaan seimbang NDb adalah: 31050153250508002085,0'85,0hfabbwhfbfcNDb = 1117,75 kN = NTb Juga dikarenakan NTb = Asb fy, maka: 2279440075,1117mmfyNATbsb Yang mana adalah jumlah luas tulangan baja tarik yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan seimbang. Sedangkan , As maks = 0,75 Asb = 0,75 (2794) = 2096 mm2 > 1983 mm2. 2) Tugas 2. Pembatasan Penulangan Tarik Balok T Apabila diamati langkah-langkah analisis pada pemeriksaan hancur daktail, sebenarnya didasarkan atas hubungan-hubungan sebagai berikut: a) dfyCb600600 16 b) 85,0dim85,01anaCbab c) NDb = 0,85 fc’ hfabhfbbw d) NDb = NTb = Asb fy e) As maks = 0,75 Asb Untuk mencari As (maks) dengan kombonasi persamaan-persamaan di atas, didapatkan persamaan sebagai berikut: fyNADbmakss75,0)( bwhffydhbfcfyf600600'85,075,01 1600600'638,01fydhfbwbfyhffc Daftar 3-1. Nilai As (maks) untuk balok T fc’ (MPa) fy (MPa) As (maks) (mm2) dimana: 17 240 300 350 400 0,0452K1 0,0362K2 0,0310K3 0,0271K4 20 240 300 350 400 0,0532K1 0,0425K2 0,0365K3 0,0319K4 25 240 300 350 400 0,0665K1 0,0532K2 0,0456K3 0,0399K4 30 240 300 350 400 0,0798K1 0,0638K2 0,0547K3 0,0479K4 35 240 300 350 400 0,0930K1 0,0744K2 0,0638K3 0,0558K4 Dengan memasukkan berbagai pasangan nilai kombinasi fc’ dan fy, didapat nilai As (maks) dalam bentuk daftar yang diijinkan oleh peraturan: 17 bwhfdbwbhfAmakss51,00319,0)( 515800595,12505030051,0250800500319,0fy = 2097 mm2 2096 mm2 Nilai tersebut adalah luas penampang tulangan tarik yang diijinkan dipasang sehubungan dengan persyaratan daktilitas struktur. Karena nilainya masih lebih besar dari luas penampang tulangan aktual As terpasang (2097 > 1983), dijamin akan tercapai persyaratan hancur (daktail) sesuai dengan peraturan, Tampak bahwa nilai As (maks) yang didapat sebenarnya tidak berbeda jauh dengan nilai 0,75 Asb. Contoh Perhitungan Untuk balok T dengan spasi jarak 1500 mm, b = 250 mm, d = 610 mm, hf = 100 mm. Hitunglah kuat momen tahanan Mr, Bila f’c = 20 MPa, fy = 300 MPa, As = 6D29 (dua lapis). Panjang bentangan balok 8 m. Penyelesaian. Hitung besar flens efektif: Seperempat panjang bentang = ¼ (8) = 2 m = 2000 mm bw + 16 hf = 250 + 16 (100) = 1850 mm Jarak antara balok ke balok = 1500 mm Maka digunakan b = 1500 mm. NT = As fy = 3963 (300) 10-3 = 1189,8 kN Berdasarkan luasnya, flens mampu menyediakan gaya tekan sebesar: ND = (0,85 fc’) b hf = 0,85 (20) (1500) (100) (10)-3 = 2550 kN Karena 2550 > 1189,8 flens menyediakan daerah tekan cukup luas sedemikian blok tegangan tekan seluruhnya masih berada didalamnya. Maka balok berlaku sebagai balok T persegi dengan lebar b = 1500 mm. Untuk balok demikian, meskipun untuk menentukan Mr dianggap sebagai balok T persegi, ada kemungkinan pada waktu dilakukan pemeriksaan As maksimum, balok tersebut berperilaku sebagai balok T murni pada keadaan seimbang. Pemeriksaan min 18 0047,03004,14,1minfy 0047,00260,06102503963dbwAsfaktual Rasio penulangan faktualyang akan digunakan untuk menghitung k, 0043,061015003963dbAs Harap menjadi perhatian, dalam kasus ini diperlukan sikap hati-hati untuk tidak mencampur adukkan dua pengertian yang berbeda antara rasio penulangan aktual yang digunakan untuk menghitung kuat momen dan yang digunakan untuk membandingkannya dengan min. Kedua rasio penulangan dihitung dengan cara dan penggunaan yang berbeda. Dengan hasil 0043,0digunakan Tabel A-15 untuk mendapatkan nilai k. Dari tabel didapat k perlu = 1,2409 MPa Mr = Ø b d2 k = 0,8 (1500) (610)2 (1,2409) (10)-6 = 554,1 kNm Periksalah daktilitas balok dengan membandingkan antara nilai As dengan As aktual 1567,00425,0)(fwfmaksshdbbhA 289871100610567,025015001000425,0mm As aktual = 3963 mm2, karena 8987 > 3963 balok akan berperilaku daktail (liat) dan seperti anggapan pada awal perhitungan bahwa tulangan baja tarik sudah meleleh pada waktu terjadi momen batas (ultimit). Berikut diberikan ikhtisar analisis penampang balok T terlentur, sebagai berikut: (a) Tentukan lebar flens efektif menggunakan ketentuan SK SNI T-15-1991-03 fasal 3.1.10 (b) Gunakan anggapan bahwa tulangan baja tarik telah meleleh, untuk kemudian menghitung gaya tarik total, NT = As fy (c) Hitung gaya tekan yang tersedia apabila hanya daerah flens saja yang menyediakan daerah tekan, ND = 0,85 fc’ b hf 19 (d) Apabila NT > ND, balok berperilakuk sebagai balok T murni dan selisih gaya tekan akan ditampung di sebagian daerah badan balok di bawah flens. Sedangkan bila NT < ND, balok berperilaku sebagai balok persegi dengan lebar b, atau disebut balok T persegi. (e) Apabila dihitung sebagai balok T murni, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut: (f) Tentukan letak batas tepi bawah balok tegangan tekan di daerah badan balok di bawah flens. fwDThbfcNNa'85,0 (g) Periksa min dbAdanfywsaktual4,1min aktual harus lebih besar dari min (h) Tentukan letak titik pusat daerah tekan total dengan menggunakan hubungan atau persamaan sebagai berikut: AAyy, kemudian z = d - y (i) Hitung momen tahanan, Mr = Ø ND atau Ø NT (z) (j) Pemeriksaan persyaratan daktilitas menggunakan ungkapan As (maks) dari Daftar 3-1, As (maks) harus lebih besar dari As aktual Sedangkan apabila dihitung sebagai balok T persegi, langkahnya adalah sebagai berikut: (e) Periksa min dbAdanfywsaktual4,1min aktual harus lebih besar dari min (f) Hitung rasio penulangan untuk kemudian menentukan k, dbAs (g) Mengacu pada tabel pada apendiks A, didapat nilai k yang diperlukan untuk nilai yang didapat dari langkah (g) (h) Hitung momen tahanan, Mr = Ø b d2 k Next >