< Previous 9 Penjelasan untuk setiap layer model OSI, keterkaitan satu layer dengan layer lainnya dijelaskan fungsi setiap Layer pada model OSI sebagai berikut: a. Physical Layer Memberikan ketentuan tentang cara menyalurkan bit data melalui media komunikasi. Masalah yang dihadapi adalah menjaga agar supaya bit ‘1’ diterima sebagai bit ‘1’. Layer ini menentukan spesifikasi mekanikal, listrik, prosedur handshaking, dan lain lain yang berkaitan dengan fungsi dan karakteristik mekanik maupun sinyal listrik yang diperlukan untuk membentuk, menjaga dan melepaskn sambungan fisik serta mengatur hubungan fisik antar nodes dalam jaringan. Ketentuan mekanikal dalam layer ini menyepakati bentuk konektor, arti dan fungsi pin yang digunakan. b. Data Link Layer Menyalurkan data melalui saluran ke jaringan secara bebas kesalahan. Pengirim mengirimkan data sesuai dengan pola yang telah disepakati dan dinamakan data frame. Frame ini disalurkan secara berurutan dan dikonfirmasi (acknowledged). Layer yang akan mengenali bentuk frame karena physical layer hanya sekedar mengirimkannya tanpa mengolah lebih lanjut. Frame mengandung karakter atau pola bit tertentu agar DTE dapat mengenali awal dan akhir suatu frame. Data link layer juga menjaga agar penerima tidak kewalahan dalam menerima data dengan jalan melakukan kendali pada aliran data (flow control). c. Network Layer Layer ini mengalamati dan meneruskan data melewati satu atau kelompok jaringan. Layer ini akan mengendalikan routing dan switching pesan yang tidak tergantung pada jaringan yang sedang digunakan. Layer ini bertanggung jawab untuk proses inisialisasi, pemeliharaan, dan pembersihan jaringan. Layer ini menyediakan protocol-protocl untuk komunikasi diantara jaringan-jaringan sehingga sangat penting pada aplikasi dial-up dan gateway. 10 d. Transport Layer Transport Layer berurusan dengan pemilihan jenis jaringan yang akan digunakan untuk suatu komunikasi tertentu. Layer ini merupakan layer terendah dimana protocol bekerja secara end-to-end untuk memberikan kehandalan yang diinginkan dan sifat transparansi pengiriman data diantara dua terminal. Layer inilah yang bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa sebuah pesan, sampai pada alamat yang dituju; hal ini dikerjakan dengan mendefinisakn alamat tujuan dan dengan menentukan cara untuk menginisialisasi dan membersihkan jaringan. e. Session Layer Layer ini yang mengatur bagaimana pelaksanaan pertukaran data dilakukan. Ia bertanggung jawab untuk sambungan anatara dua end user yaitu mengatur agar dua aplikasi dapat saling menukar data. Layer ini mengendalikan bagaimana sebuah pesan dimulai dan diakhiri, apaka pesan tersebut harus di-acknowledge, dan apakah sambungan akan dioperasikan secara half-duplex atau full duplex. f. Presentation Layer Presentation Layer meyakinkan bahwa pesan yang diterima oleh semua terminal dapat dimengerti oleh teminal tersebut. Hal ini berarti bahwa layer ini berurusan dengan pemilihan dan penentuan struktur kode dan berbagai perubahan format, kode, bahasa, dan kecepatan pengiriman. g. Application Layer Layer ini mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pertukaran data atau informasi antar pemakai, software aplikasi, atau peralatan sistem komputer. Ia melayani berbagai protocol yang umum diperlukan. Sebetulnya layer inilah yang langsung dirasakan manfaatnya oleh pemakai sistem komputer. Application layer menentukan data apa yang harus diterima dari terminal tetapi tidak perlu mengetahui secara rinci bagaimana hal ini dikerjakan 11 Berdasarkan penjelasan fungsi setiap layer pada model OSI, maka fungsi dapat digambarkan seperti berikut: ApplicationPresentationSessionTansportNetworkData LinkPhysicalFungsi khusus seperti transfer file, terminal virtual, electronic-mailFormat data dan konversi karakter/dataNegoisasi dan pendirian hubungan dengan node yang lainKetentuan untuk pengiriman dataPenjaluran paket-paket informasi melalui banyak networkMentransfer satuan informasi, frame, dan pengecekan terhadap errorTransmisi data mentah melalui saluran komunikasi Gambar 1.4. Fungsi layer model OSI. 1.4 KODE DALAM SISTEM KOMUNIKASI DATA Dalam sistem komunikasi data yang dikirimkan sering mengalami 3 hal, yaitu data yang dikirim tidak sampai atau hilang pada saluran, data yang dikirim dapat diterima dengan baik dan kemungkinan ke tiga data diterima tetapi data rusak atau error. Untuk mengantisipasi kejadian yang ke tiga yaitu data dalam kondisi error maka diterapkan pengkodean terhadap pengiriman data. Oleh karena data yang dikirimkan adalah dalam bentuk sinyal digital maka untuk pengkodean data yang dikirimkan dilakukan dengan membentuk pola data dengan metode tertentu. Tujuan dari pengkodean terhadap pesan atau yang dikirimkan adalah untuk menjamin bahwa pada akhirnya pesan dapat diterima sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh pengirim baik dari sisi reliabilitas maupun dari integritas data. Sinyal digital tersusun dari sederetan bit biner dan setiap bit memiliki 2(dua) kondisi yaitu logika 0, sebagai contoh untuk merepresentasikan angka 185 desimal maka secara biner akan tersusun 1011 1001 dan untuk merepresen-tasikan angka 202 desimal maka secara biner akan tersusun 1100 1010.Bentuk kode biner 1 dan 0 tersebut pada saat dikirimkan melalui media transmisi diubah menjadi format sinyal digital secara serial, kode yang digunakan untuk membentuk data tersebut dikenal dengan istilahi line-code. 12 a.Unipolar Line Coding Kode ini menggunakan hanya satu non-zero dan satu zero level tegangan, yaitu untuk logika 0 memiliki level zero dan untuk logika 1 memiliki level non-zero. Implementasi unipolar line codingmerupakan pengkodean sederhana, akan tetapi terdapat dua permasalahan utama yaitu akan muncul komponen DC dan tidak adanya sikronisasi untuk sekuensial data panjang baik untuk logika 1 atau 0. Secara diagram pulsa ditunjukan pada gambar berikut: Gambar 1.5. Diagram pulsa kode unipolar b. Polar Line Coding Kode ini menggunakan dua buah level tegangan untuk non-zero guna merepresentasikan kedua level data, yaitu satu positip dan satu negatip. Permasalahan yang muncul adalah adanya tegangan DC pada jalur komunikasi, untuk pengkodean polar terdapat 4 macam jenis kode polar seperti ditunjukan pada gambar berikut: Gambar 1.6. Struktur kode polar 13 1) Non Return to Zero (NRZ) Terdapat dua jenis kode NRZ yang meliputi: x Level-NRZ, level sinyal merupakan representasi dari bit, yaitu untuk logika 0 dinyatakan dalam tegangan positip dan untuk logika 1 dinyatakan dalam tegangan negatip. Kelemahan kode ini memiliki sinkronisasi rendah untuk serial data yang panjang baik untuk logika 1 dan 0. x Invers-NRZ, merupakan kode dengan ciri invers level tegangan merupakan nilai bit berlogika 1 dan tidak ada tegangan merupakan nilai bit berlogika 0. Untuk logika 1 dalam sederetan data memungkinkan adanya sinkronisasi, walaupun demikian untuk sekuensial yang panjang untuk data berlogika 0 tetap terdapat permasalahan. Gambar 1.7. Diagram pulsa pengkodean NRZ Berdasarkan diagram pulsa di atas ternyata untuk pengkodean dengan NRZ-I masih lebih baik dibanding pengkodean dengan NRZ-L, walupun demikian keduanya tetap tidak memberikan sinkronisasi yang lengkap. Oleh sebab itu penerapan kode ini dapat memberikan sinkronisasi yang lengkap apabila setiap untuk setiap bit terjadi perubahan sinyal. 2). Return to Zero (RZ) Kode RZ level sinyal merupakan representasi dari bit, yaitu untuk logika 0 dinyatakan dalam tegangan negatip dan untuk logika 1 dinyatakan dalam 14 tegangan positip, dan sinyal harus kembali zero untuk separuh sinyal berdasarkan interval dari setiap bit, artinya bila waktu untuk satu bit bik logika 1 atau logika 0 sama dengan 1 detik maka pernyataan logika 1 dengan level tegangan positip adalah 0,5 detik dan 0,5 detik berikutnya level tegangan kembali ke nol volt (zero). Demikian juga untuk pernyataan logika 0 level tegangan negatip adalah 0,5 detik dan 0,5 detik berikutnya level tegangan kembali ke nol volt (zero). Gambar 1.8. Diagram pulsa pengkodean RZ Penggunaan kode ini memiliki sinkronisasi sempurna, untuk kode balik bit dilakukan dengan perubahan 2 sinyal, kecepatan pulsa adalah 2x kecepatan kode NRZ dan diperlukan bandwidth sekuensial bit yang lebih lebar.Sebagai awal sebuah bit data dapat digunakan level non-zero. 3). Manchester Pada kode Manchester terjadi inversi level sinyal pada saat sinyal bit berada di tengah interval, kondisi ini digunakan untuk dua hal yaitu sinkronisasi dan bit representasi. Kondisi logika 0 merupakan representasi sinyal transisi dari positip ke negatip dan kondisi logika 1 merupakan representasi sinyal transisi dari negatip ke positip serta memiliki kesempurnaa sinkronisasi. Selalu terjadi transisi pada setiap tengah (middle) bit, dan kemungkinan satu transisi pada akhir setiap bit. Baik untuk sekuensial bit bergantian (10101), tetapi terjadi 15 pemborosan bandwidth untuk kondisi jalur berlogika 1 atau berlogika 0 untuk waktu yang panjang, kodedigunakan untuk IEEE 802.3 (Ethernet) Gambar 1.9. Diagram pulsa pengkodean Manchester 4) Diferensial Manchester Pada kode Diferensial Manchester inversi level sinyal pada saat berada di tengah interval sinyal bit digunakan untuk sinkronisasi, ada dan tidaknya tambahan transisi pada awal interval bit berikutnya merupakan identifikasi bit, dimana logika 0 jika terjadi transisi dan logika 1 jika tidak ada transisi, memiliki kesempurnaan sinkronisasi. Baik untuk jalur berlogika 1 pada waktu yang panjang, tetapi terjadi pemborosan bandwidth untuk kondisi jalur berlogika 0 untuk waktu yang panjang, kodedigunakan untuk IEEE 802.5 (Token Ring). Gambar 1.10. Diagram pulsa diferensial Manchester Gambar 1.11 menunjukan contoh format pengkodean bit biner data ke dalam metode pengkodean dalam bentuk diagram pulsa, yaitu pengkodean biner ke unpolar NRZ (Non Return Zero), biner ke format polar NRZ, dari biner ke 16 unipolar RZ (Return Zero), dari biner dikodekan ke bipolar RZ (Return Zero) dan dari biner ke kode manchester. Gambar 1.11 Pengkodean bit biner (line-code). c. Bipolar Line Coding Kode bipolar menggunakan dua level tegangan yaitu non-zero dan zero guna menunjukan level dua jenis data, yaitu untuk logika 0 ditunjukan dengan level nol, untuk logika 1 ditunjukan dengan pergantian level tegangan positip dan negatip, jika bit pertama berlogika 1 maka akan ditunjukan dengan amplitudo positip, bit kedua akan ditunjukan dengan amplitudo negatip, bit ketiga akan ditunjukan dengan amplitudo positip dan seterusnya. Dalam menggunakan jalur saat melakukan pengiriman data membutuhkan lebih sedikit bandwidth dibanding dengan kode Manchester untuk sekuensial bit logika 0 aau logika 1, kemungkinan terjadi kehilangan sinkronisasi untuk kondisi jalur berlogika 0. 17 Gambar 1.12. Diagram pulsa kode bipolar d. Pengkodean 2B1Q Pengkodean dengan cara ini adalah dengan melakukan pengkodean 2 (dua) biner untuk dijadikan 1 (satu) kuarter, pola data yang terdiri dari 2 bit dikodekan menjadi sebuah elemen sinyal yang merupakan bagian dari sinyal berlevel empat. Sedangkan data dikirim dengan kecepatan 2 (dua) kali lebih cepat dibanding dengan pengkodean NRZ-L, dan pada bagian penerima memiliki empat threshold untuk melayani penerimaan data terkirim. ¾ Jika level sebelumnya adalah positip maka untuk nilai bit berikutnya 00 levelnya adalah +1, untuk bit 01 levelnya adalah +3, bit 10 levelnya adalah -1 dan bit 11 levelnya adalah -3. ¾ Jika level sebelumnya adalah negatip maka untuk nilai bit berikutnya 00 levelnya adalah -1, untuk bit 01 levelnya adalah -3, bit 10 levelnya adalah +1 dan bit 11 levelnya adalah +3. Konversi positip dan negatip dapat digambarkan diagram pulsanya sebagai berikut: 18 Gambar 1.13. Diagram pulsa pengkodean 2B1Q e. Kode Blok (Block Coding) Tidak seperti kode jalur yang dijelaskan di atas, untuk kode blok ini beroperasi pada sebuah formasi stream bit informasi. Berikut beberapa hal terkait dengan kode blok yang beroperasi berdasarkan formasi blok bit informasi. ¾ Bit redundan ditambahkan ke setiap blok informasi, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian sinkronisasi dan pendeteksian kesalahan (error). ¾ Setiap 4 bit data dikodekan menjadi kode 5-bit. ¾ Kode 5-bit normalnya digunakan untuk penggunaan kode invers NRZ. ¾ Pemilihan kode 5-bit seperti halnya setiap kode berisi tidak lebih satu bit 0 sebagai bit awal dan tidak ada lagi lebih dari dua buah logika 0. Oleh karena itu, ketika kode 5-bit dikirim secara sekuensial maka tidak akan terlihat tiga buah bit berlogika 0 lagi.Kode 4B/5B digunakan pada sistem komunikasi dengan media transmisi fiber optik (FDDI). Tabel 1.1 berikut merupakan tabel konversi 4 bit menjadi 5 bit. Tabel 1.1. Konversi Data 4B/5B Data Kode Data Kode 0000 11110 1000 10010 0001 01001 1001 10011 Next >