< Previous 147 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengantar Ilmu Tekstil 2 b) Prinsip Kerja (1) Impregnasi (penyerapan larutan proses) Kain dari kereta melalui rol-rol pengantar,swifel tension dan cloth guider kemudian masuk ke saturator obat dan rol-rol perendaman. Lalu kain diperas pada maggle roll dengan tekanan 4,2 kg/cm2. (2) Pengeringan awal (pre drying) Dari saturator obat kemudian melewatkan kain pada rol pengantar, dance roll kemudian mengalami proses pengeringan awal pada cylinder dryer I dan II. Dengan tekaan uap pada dryer I + 2,6 kg /cm2 dan dan dryer II + 0,6 kg/cm2 . Dan hasilnya berupa kain yang masih lembab karena untuk mempermudah pada penarikan kearah lebar kain. Dan apabila kain out dryer terlalu kering pada saat penarikan pada clip terdapat resiko kain untuk sobek. (3) Pengaturan Pakan Saat keluar dari dryer kain melewati rol pengantar menuju ke deviation roll untuk mengatur pakan agar tidak miring. (4) Pengaturan Lebar Kain Kedua tepi kain ditarik dengan clip stenter (mesin stenter dan heat sett) atau dengan jarum /pick (pada mesin wakayama ) yang diatur oleh feeler dan diset lebasrnya yang telah diatur biasanya + 1-3 cm dari lebar jadinya. Untuk mengantisipasi penyusutan. (5) Pengeringan Setelah proses tersebut kain dikeringkan pada box chamber dengan suhu + 80-100oC sampai mendekati titik leleh serat dan disesuaikan dengan tebal tipisnya kain dan keadaan uap. (6) Pendinginan Setelah itu kain melewati cooling roll dengan suhu 20oC selama 6 detik dan keluar melalui playtor. Dalam keadaan kering dan ditampung pda kereta. 148 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengantar Ilmu Tekstil 1 2. Pencelupan (Dying) a. Teori Pencelupan Pencelupan adalah pemberian warna secara menyeluruh pada kain tekstil secara merata di semua bagian (uniform) dengan menggunakan zat warna. Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut, sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan ini terjadi karena reaksi eksotermik (mengeluarkan panas) dan keseimbangan. Jadi pada pencelupan terjadi tiga peristiwa penting, yaitu : 1) Melarutkan zat warna dan mengusahakan agar larutan zat warna bergerak menempel pada bahan. Peristiwa ini disebut migrasi. 2) Mendorong larutan zat warna agar dapat terserap menempel pada bahan. Peristiwa ini disebut adsorpsi. 3) Penyerapan zat warna dari permukaan bahan ke dalam bahan. Peristiwa ini disebut difusi, kemudian terjadi fiksasi. Pada tahap ini diperlukan bantuan luar, seperti : menaikkan suhu, menambah zat pembantu lain seperti garam dapur, asam dan lain-lain. b. Zat Warna 1) Klasifikasi Zat Warna Zat warna dapat digolongkan menurut cara diperolehnya, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Berdasarkan sifat pencelupannya, zat warna dapat digolongkan sebagai zat warna substantif, yaitu zat warna yang langsung dapat mewarnai serat dan zat warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan zat pembantu pokok untuk dapat mewarnai serat. Berdasarkan warna yang ditimbulkan zat warna digongkan menjadi zat warna monogenetik yaitu zat warna yang hanya memberikan arah satu warna dan zat warna poligenetik yaitu zat warna yang memberikan beberapa arah warna. 149 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengantar Ilmu Tekstil 2 Penggolongan lainnya adalah berdasarkan susunan kimia atau inti zat warna tersebut, yaitu zat warna – nitroso, mordan, belerang, bejana, naftol, dispersi dan reaktif. 2) Syarat-syarat Zat Warna Yang dimaksud dengan zat warna ialah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan pada serat tekstil dan memiliki sifat ketahanan luntur warna (permanent). Jadi sesuatu zat dapat berlaku sebagai zat warna, apabila : a) Zat warna tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (chromofor), misalnya : nitro, nitroso, dan sebagainya. b) Zat warna tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat tekstil auxsochrom misalnya amino, hidroksil dan sebagainya. 3) Pemilihan Zat Warna untuk Serat Tekstil Di dalam praktik zat warna tekstil tidak digolongkan berdasarkan struktur kimianya, melainkan berdasarkan sifat-sifat pencelupan maupun cara penggunaannya. Zat-zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : a) Zat warna asam b) Zat warna basa c) Zat warna direk d) Zat warna mordan dan kompleks logam e) Zat warna belerang f) Zat warna bejana g) Zat warna dispersi h) Zat warna reaktif i) Zat warna naftol j) Zat warna pigmen k) Zat warna oksidasi Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam-macam faktor antara lain : a) Jenis serat yang diwarnai b) Macam warna yang dipilih dan warna-warna yang tersedia di dalam jenis zat warna c) Tahan luntur warna yang diinginkan d) Peralatan produksi yang tersedia dan e) Biaya 150 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengantar Ilmu Tekstil 1 c. Percampuran Warna dan Tandingan Warna Warna merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Di alam penyempurnaan tekstil, warna merupakan masalah penting yang harus dipahami. Untuk memperoleh suatu warna tertentu, kadang-kadang harus dilakukan percampuran warna (colour mixing). Dengan demikian maka untuk memperoleh warna tersebut, perlu dilakukan tandingan warna (colour matching) yang diperoleh dengan jalan mengukur-mengetahui komponen warna yang ada dalam warna yang harus dicari tersebut, dan kemungkinannya penggunaan beberapa warna dari suatu zat warna. 1) Teori Warna Pembahasan mengenai masalah warna menyangkut beberapa hal yang meliputi : a) Cahaya matahari Matahari sebagai sumber cahaya, menghasilkan cahaya tampak, yaitu yang dapat ditangkap oleh mata dan cahaya tidak tampak, yaitu cahaya yang tidak dapat ditangkap oleh mata. Cahaya tampak, terdiri dari cahaya dengan panjang gelombang tertentu, 400 sampai 700 mm, dengan frekuensi dan suhu yang berbeda-beda, sehingga memberikan kesan warna yang berbeda-beda. b) Cahaya berwarna yang berasal dari lampu berwarna. c) Warna yang berupa pigmen seperti zat warna, cat, tinta dan sebagainya. d) Sifat fisik yang berbeda antara cahaya dengan pigmen berwarna. e) Pengaruh cahaya terhadap pigmen berwarna. Pengetahuan ini digunakan sebagai dasar untuk mempelajari pemberian warna pada bahan tekstil, agar tetap terlihat menarik pada siang maupun malam hari. f) Mata, yang merupakan salah satu perangsang untuk dapat melihat warna. g) Pengaruh warna terhadap susunan optik, misalnya warna yang gelap akan memberi kesan sempit, sedang warna terang memberi kesan luas. h) Pengaruh psikologi warna Warna biru misalnya dapat menimbulkan kesan tenang, sedang warna merah memberi kesan menggelisahkan. Warna-warna tertentu memberi kesan antik dan warna lain memberi kesan modern. 151 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengantar Ilmu Tekstil 2 2) Besaran Warna Untuk menyatakan suatu warna diperlukan tiga besaran pokok, yaitu : a) Corak warna atau hue, misalnya merah, biru, kuning. b) Kecerahan atau value, yaitu besaran yang menyatakan tua mudanya warna, misalnya : merah muda, merah tua. c) Kejenuhan atau chroma, adalah derajat kemurnian suatu warna, misalnya merah anggur, merah hati, merah darah dan sebagainya 3) Tujuan Percampuran Warna dan Tandingan Warna Di dalam bidang penyempurnaan tekstil, warna dapat diperoleh dengan jalan pencelupan atau pencapan, menggunakan warna tunggal atau warna campuran dari suatu zat warna. Penggunaan warna tunggal tentunya akan sangat menguntungkan karena dapat diperoleh dalam waktu yang relatif cepat. Akan tetapi karena keterbatasan corak warna dari warna-warna tunggal, maka seringkali dilakukan percampuran warna. Demikian halnya apabila harus meniru sesuatu corak warna tertentu, maka diperlukan kemampuan pengamat untuk menduga komposisi dari corak warna tersebut berikut jenis zat warna yang harus digunakan. Selain itu dengan percampuran warna akan dapat dihemat pemakaian zat warnanya. 4) Dasar-dasar Percampuran Warna Dasar-dasar percampuran warna dapat digambarkan sebagai berikut: 152 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengantar Ilmu Tekstil 1 Gambar 55. Lingkaran Warna Keterangan : M - Merah O - Jingga K - Kuning H - Hijau B - Biru V - Ungu MA - Merah Abu-Abu KA - Kuning Abu-Abu BA - Biru Abu-Abu A - Abu-Abu a) Warna primer Warna primer terdiri dari warna merah, biru dan kuning. Warna-warna tersebut tidak dapat dibuat dengan cara percampuran beberapa warna Percampuran dari warna-warna primer akan menghasilkan warna abu-abu pekat atau hitam. b) Warna sekunder Warna sekunder terdiri dari warna oranye (jingga), ungu dan hijau, diperoleh dengan cara mencampur dua warna primer yang sama kuat. M (merah) + K (kuning) = O (jingga) M (merah) + B (biru) = U (ungu) B (biru) + K (kuning) = H (hijau) c) Warna tersier M (merah) + O (jingga) = MO (merah jingga) 153 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengantar Ilmu Tekstil 2 K (kuning) + O (jingga) = KO (kuning jingga) H (hijau) + B (biru) = HB (hijau biru) B (biru) + U (ungu) = BU (biru ungu) U (ungu) + M (merah) = UM (ungu merah) d) Warna komplemen Warna komplemen adalah warna yang terletak berhadapan di dalam lingkaran warna. Percampurannya akan menghasilkan warna abu-abu atau hitam. B (biru) + O (jingga) = A (abu-abu) M (merah) + H (hijau) = A (abu-abu) U (ungu) + K (kuning) = A (abu-abu) U+O = (B+M)+(M+K) ` = M+(M+K+B) = MA U+H = (B+M)+(B+K) = B+(M+K+B) = BA d. Pencelupan Beberapa Zat Warna 1) Pencelupan dengan Zat Warna Direk Zat warna direk dikenal juga sebagai zat warna substantif, mempunyai afinitas yang tingi terhadap serat selulosa. Beberapa diantaranya dapat mencelup serat protein, seperti wol dan sutra. a) Sifat-sifat Zat warna direk termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat utama dari zat warna direk adalah ketahanan cucinya kurang baik, ketahanan sinarnya cukup, beberapa di antaranya cukup baik. Untuk memperbaikinya sesudah pencelupan sering dilanjutkan dengan pengerjaan iring. Selain itu zat warna direk juga tidak tahan terhadap oksidasi dan reduksi. b) Cara Pemakaian Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin dengan ditambah zat pembasah non ionik atau anionik. Kemudian ditambah air mendidih, diaduk hingga larut sempurna. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan celup dengan penambahan calgon atau natrium karbonat 1-3% untuk menghilangkan kesadahan air. Selanjutnya ditambah natrium klorida 5-20% bergantung kepada tua mudanya warna. Bahan dari selulosa yang telah dimasak, dicelup pada suhu 40-50 C sambil suhunya dinaikkan hingga mendidih, selama 30-40 menit. Pencelupan diteruskan selama ¾ - 154 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengantar Ilmu Tekstil 1 1 jam pada suhu mendidih tersebut. Apabila celupannya belum rata maka dapat diperpanjang waktunya selama beberapa menit. 2) Pencelupan dengan Zat Warna Asam Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa. a) Sifat-sifat Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya. b) Cara Pemakaian (1) Pencelupan Serat Wol : Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan dari serat wol yang telah dimasak, dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung 10-20% garam glauber 2-4% asal sulfat pada suhu 40 C selama 10-20 menit, sehingga diperoleh pH yang sama merata pada bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan sampai mendidih selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30% atau 1% asam sulfat pekat dan pencelupan diteruskan selama beberapa menit. (2) Pencelupan untuk Serat Sutera Cara pencelupan untuk serat sutera sama dengan untuk serat wol hanya suhunya lebih rendah yakni 85 C. 155 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengantar Ilmu Tekstil 2 Hal ini disebabkan karena pada suhu mendidih kemungkinan dapat menurunkan kekuatan serat sutera, kadang-kadang dalam larutan celup ditambahkan 10 ml/l air bekas degumming. 3) Pencelupan dengan Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif yang pertama diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang baik. a) Sifat –sifat Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan menjadi dua golongan, yaitu : (1) Zat warna reaktif dingin Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, dicelup pada suhu rendah. Misalnya procion M, dengan sistem reaktif dikloro triazin. (2) Zat warna reaktif panas Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, dicelup pada suhu tinggi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif mono kloro triazin, Remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon. Di dalam air, zat warna reaktif dapat terhidrolisa, sehingga sifat reaktifnya hilang dan hal ini menyebabkan penurunan tahan cucinya. Hidrolisa tersebut menurut reaksi sebagai berikut : b) Cara Pemakaian (1) Pencelupan pada Bahan dari Serat Selulosa Cara Perendaman Pada pencelupan cara ini, dapat dipakai alat seperti Haspel, Jigger dan alat lain yang mempunyai 156 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengantar Ilmu Tekstil 1 perbandingan larutan celup yang tinggi, terutama untuk benang, kain rajut dan juga kain tenun. Mula-mula zat warna reaktif dingin dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan yang telah dimasak, dikerjakan dalam larutan zat warna pada suhu 40 C selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 30 – 60 g/l natrium klorida dan pencelupan diteruskan selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan alkali, misal natrium karbonat 5–20 g/l dan pencelupan diteruskan 30–45 menit. Setelah selesai bahan dicuci dengan air dingin kemudian dengan air mendidih. Selanjutnya bahan dicuci dengan sabun mendidih dan dibilas sampai bersih, untuk menghilangkan sisa-sisa warna yang terhidrolisis di permukaan bahan. Pencucian ini sangat memegang peranan, karena apabila sisa zat warna yang terhidrolisis tersebut masih menempel pada bahan, maka akan dapat mewarnai bahan dari serat selulosa yang dicuci bersama. Jumlah pemakaian natrium karbonat untuk fiksasi zat warna tergantung kepada macam alat celup yang dipakai dan bahan yang dicelup. Untuk pencelupan zat warna reaktif panas cara pemakaiannya sama dengan zat warna reaktif dingin, hanya suhu pencelupan adalah 85 – 95 C setelah penambahan alkali. Kadang-kadang sebagai alkali dipakai campuran soda kostik dan antrium karbonat. (2) Pencelupan pada Bahan dari Serat Selulosa Cara Setengah Kontinyu Bahan yang telah dimasak, direndam peras dalam larutan celup yang mengandung zat warna zat penetrasi dan natrium karbonat, sejumlah konsentrasi zat warnanya dengan efek pemerasan 70–80%. Selanjutnya bahan digulung, ditutup rapat dengan plastik, diputar selama 24 jam (pembacaman/batching). Setelah selesai bahan Next >