< Previous110Kain dipad dalam larutan leucophor EFR 10 – 40 g/l dengan efek peras 60%, dikeringkan pada suhu 100 – 1200C dan diikuti dengan proses fiksasi secara termosol pada suhu 180 – 2000C selama 30 – 40 detik. 5. Untuk kain campuran poliester kapas atau poliester rayon Proses pemutihan optiknya dikerjakan dulu terhadap serat poliesternya, selanjutnya diikuti proses kedua terhadap serat kapas atau rayonnya menurut cara-cara yang dikehendaki 7.3.6. Pemeriksaan Larutan Zat Pengelantang 1. Pemeriksaan larutan hidrogen peroksida Kepekatan larutan H2O2 dinyatakan dalam persen atau volum oksigen dihasilkan itu berapa kali/volum H2O. H2O2 10 volum artinya oksigen yang dibebaskan pada tekanan dan suhu normal adalah 10 kali volum H2O2. Kepekatan larutan H2O2 dapat diukur berdasarkan pengukuran berupa banyaknya I2 yang dibebaskan dari KI. 2 gram KI dilarutkan dalam 200 ml air dan ditambahkan 30 ml asam sulfat dibiarkan sampai dingin. Kemudian 10 ml larutan H2O2 encer ditambahkan pada larutan di atas dan dibiarkan sebentar supaya terjadi reaksi, kemudian yodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator amilum sampai warna biru hampir hilang. 2. Pemeriksaan keputihan hasil pengelantangan Pemeriksaan hasil pengelantangan dapat dilihat secara visual dengan cara membandingkan bahan yang dikelantang dengan standar keputihan yang dikehendaki. Untuk menyatakan derajat keputuhan dari hasil pengelantangan dapat pula diukur terhadap persentase pantulan sinar (% refraktan). Makin besar % pantulan sinar maka bahan tersebut makin putih. 7.4. Kerusakan Serat 7.4.1. Kerusakan Serat Selulosa Setelah mengalami berbagai proses, ada kemungkinan selulosa mengalami kerusakan baik secara mekanik maupun secara kimia. Selulosa dapat dipengaruhi oleh asam kuat, oksidator, alkali kuat pekat maupun jamur dan hama. Asam akan menghidrolisa selulosa menjadi hidroselulosa. Oksidator akan mengoksidasi selulosa menjadi oksiselulosa. Alkali pekat akan menggelembungkan selulosa, Jamur hama dapat memutuskan rantai-rantai selulosa. Hidroselulosa111Apabila selulosa diserang oleh asam HCl dan Hhidrolisa yang mengambil tempat pada jembatan, glukosida, sehingga terjadi pemutusan rantai molekul. Reaksi hidrolisa terlihat pada gambar 6 – 2. Kedua jenis senyawa hidrolisa tersebut menyebabkan penurunan kekuatan tarik oleh karena rantai molekul menjadi lebih pendek. Pengerjaan dengan asam memungkinkan memberikan senyawa hidroselulosa jenis B. Tetapi apabila pengeringan suhu tinggi atau dikerjakan pengalkalian yang kedua-duanya berhubungan dengan udara, maka akan terbentuk senyawa hidroselulosa jenis C. Senyawa hidroselulosa jenis B mudah dibedakan dengan senyawa jenis C oleh karena senyawa tersebut mempunyai daya reduksi yang besar tetapi daya serat terhadap alkali dan zat warna basa kecil. Sedangkan senyawa hidroselulosa jenis C mempunyai daya reduksi yang kecil tetapi mudah larut dalamalkali dan daya serap terhadap zat warna basa adalah besar Gambar 7 – 2 Reaksi Hidrolisa Selulosa OksiselulosaAda beberapa tingkatan reaksi oksidasi seperti terlihat pada gambar 6 – 3. Pada oksidasi sederhana misalnya oleh NaoCl dalam suasana asam, tidak terjadi pemutusan rantai tetapi hanya terjadi pembukaan cincin glukosa seperti jenis D. Dalam hal ini pernurunan kekuatan tarik tidak besar seperti jenis D. Dalam hal ini penurunan kekuatan tarik tidak besar, oleh karena itu pengelantangan rayon biasanya dilakukan dalam keadaan asam. Pengerjaan lebih lanjut dengan alkali, sudah pasti akan mengakibatkan pemutusan rantai 112molekul dan memberikan hasil jenis F. Dengan demikian kekuatan tarik akan turun. Kedua jenis senyawa ini mempunyai daya reduksi karena mempunyai gugus aldehida. Bila pengerjaan dengan alkali tersebut berhubungan dengan udara, maka oksidasi terjadi serentak memberikan hasil jenis G yang mempunyai gugus COOH, sehinggga mempunyai daya absorbsi terhadap Metylene-blue. Pada pengerjaan dengan alkali secara normal, dengan adanya udara, pada umumnya terjadi hasil campuran sedikit jenis G disamping jenis F. Pada oksidasi yang komplex misalnya oleh NaOCl dalam suasana alkali, reaksi-reaksi di atas terjadi bersama-sama terutama terbentuk jenis G dengan campuran jenis F. Untuk Oksiselulosa jenis D dan E, kekuatan tariknya hampir tidak berubah, tetapi viskositasnya dalam kupro amonium hidroksida menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan karena alkali yang ada dalam larutan tersebut masih cukup untuk memutuskan rantai selulosa yang cincin glukosanya telah terbuka, walaupun penurunan viskositasnya ini tidak sebesar jenis F dan G. Gambar 7 – 3 Reaksi Oksidasi Selulosa Penggelembungan selulosa Seperti telah diketahui, selulosa alam terdiri dari bagian-bagian yang kristalis dan bagian-bagian yang amorf. Bagian-bagian kristalin ini demikian kompak sehingga tak dapat ditembus oleh molekul-molekul yang sangat kecil, misalnya molekul air. Bila selulosa direndam dalam air, molekul air hanya dapat masuk sampai daerah amorf dan permukaan bagian kristalin. 113Dengan menambahkan zat-zat penggelembung seperti NaOH, terjadi penggelembungan serat. Bila konsentrasi NaOH ini cukup pekat yaitu 13% pada suhu 200C bagian kristalin mulai menggelembung dan terjadi perubahan kisi-kisi kristal menjadi Selulosa II yang permanen (kisi-kristal selulosa alam I = selulosa). Dalam teori, selulosa yang menggelembung ini tidak mengalami degradasi, hanya mempunyai daya serap dan reaktifitas yang lebih besar daripada asalnya. Tetapi dalam praktek mungkin terjadi pula degradasi, terutama bila berhubungan dengan udara dan terjadi oksiselulosa. Analisa-analisa kerusakan serat selulosa Untuk menilai kerusakan selulosa tidak dapat dilakukan hanya satu macam pengujian saja, tetapi harus beberapa macam pengujian. Di bawah ini dibicarakan secara singkat mengenai analisa dari pengujian tersebut. 1. Pengujian untuk penggelembungan selulosa Seng khlorida – yodium Bilangan barium (Barium aktivity number) Perhitungan dekonvulasi (Deconvulution Count) Pencelupan dengan zat warna tertentu 2. Pengujian untuk pemutusan rantai molekul Fluiditas dalam kumproamonium 3. Uji gugus aldehida Larutan fehling Bilangan tembaga 4. Uji gugus karboksilat Uji biru turnbull Penyerapan metilena blue Metode kalsium asetat Kelarutan dalam natrium hidroksida Alkalinitas dari abu selulosa Penentuan D, E, J selulosa 5. Pengujian untuk kerusakan kutikula Uji merah Kongo (Congo red) The Extrusion-test Penodaan merah rutenin 7.4.2. Kerusakan Serat Wol Kerusakan serat wol lebih kompleks daripada selulosa. Seperti telah diketahui wol mempunyai jembatan sistina, jembatan garam dan rantai polipeptida. Wol dapat diserang oleh alkali, oksidator, khlor, reduktor, hama dan jamur. Kerusakan dapat terjadi pada sifat elastik, sistina, jembatan garam dan rantai polipeptida. 114 Kerusakan pada sifat elastik Alkali menyebabkan wol larut, gas khlor merubah wol menjadi membran yang elastik dan sangat mulur yang larut perlahan-lahan dalam air. Kehilangan sifat elastik membawa konsekuensi : Bahan menjadi lebih mudah diserang asam dan lebih mudah dicelup Sisik-sisik melekat satu sama lain dan mudah hilang karena gesekan sehinga merugikan sifat pemakaian wol. Kerusakan pada sistina (jembatan disulfida) Ada tiga macam reaksi sistina yaitu : 1. Reaksi oksidasi RCH2S – S – CH2R’ o R – CH2SO – S – SCH2R’ o RCH2SO2 – SCH2R’ o RCH2SO – SOCH2R’ o RCH2SO – SOCH2R’ o RCH2SO2 SO2CH2R’ disulfoksida disulfon Disulfoksida masih dapat bereaksi dengan timbal asetat membentuk Pbs yang berwarna coklat tua. Sedangkan tingkat terakhir dari oksidasi (RSO2 SO2R) tidak dapat bereaksi. Reaksi ini terjadi pada oksidasi dengan H2O2. 2. Reaksi hidrolisa HOH R – CH2 – S – S – CH2 – R’ RCH2SH + R’CH2SOH H2S o H2SO4 R’CH2SOH R’CHO o R’COOH Hasil akhir R’CH2SOH larut dalam alkali sehingga kerusakan karena alkali bertambah tinggi. H2S yang terjadi dapat bereaksi dengan timbal-asetat membentuk PbS. Reaksi ini terjadi karena hidrolisa oleh uap air atau air mendidih atau oleh alkali. Kerusakan oleh sinar matahari merupakan campuran oksidasi dan hidrolisa. 3. Reaksi reduksi Na2SO3 RCH2SSCH2R’ RCH2SNa + ’RCH 2SSO3Na Reaksi terjadi selama pengerjaan dengan natrium sulfit atau bisulfit. 115Oksidasi mengurangi jumlah belerang, belerang yang bereaksi menjadi belerang bebas dan dalam beberapa hal belerang yang bereaksi menjadi H2S. Oksidasi juga menaikkan kadar sulfat, kadar belerang yang larut dalam alkali dan jumlah zat yang larut dalam alkali. Kerusakan pada jembatan garam Hidrolisa jembatan garam disebabkan oleh pengaruh uap air, asam, air mendidih dan agak sedikit oleh pengerjaan dengan alkali. Cara penentuan kerusakan ini berdasarkan pada jumlah zat yang terlarut dalam alkali, dan kadar amina sebagai RNHR dan R-HN2-OOC-R. Pengerjaan dengan asam tidak menyebabkan pengrusakan struktur serat, tetapi menyebabkan pembentukan garam, dan berikatan dengan gugus amina sehingga menurunkan bilangan yodium. Oksidasi, reduksi, pengaruh sinar, pengaruh uap, semua cenderung menaikkan kelarutan wol dalam alkali. Kerusakan pada rantai peptida Pemutusan rantai peptida menjadi lebih pendek dapat disebabkan oleh uap air, asam, air mendidih dan lain-lain. Efek kimianya sama seperti yang dihasilkan oleh kerusakan pada gugus amina dan jembatan garam. Penggunaan viskositas untuk mengetahui pemutusan rantai molekul wol ternyata tidak berhasil Kerusakan pada gugus amina Diazotasi dan pemecahan senyawa diazo menyebabkan penurunan kadar amino primer dan karena itu mengurangi daya celup dengan zat warna asam. Bilangan yodium juga turun. Oksidasi juga mengurangi kadar amino. Analisa-analisa yang dilakukan Untuk memeriksa kerusakan wol dapat dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut : 1. Pengujian pada sifat elastik Reaksi Allworden Penetrasi penodaan (stain penetration) 2. Pengujian kerusakan sistina Jumlah sulfur Sulfur yang larut dalam alkali Sulfur yang larut dalam alkali Sulfur yang bereaksi sebagai S bebas Sulfur yang bereaksi sebagai H2S (dengan timbal asetat membentuk PbS) Diagram mulur dan kekuatan (persentase relative works). 1163. Pengujian kerusakan jembatan garam Jumlah nitrogen Zat terlarut dalam alkali Nilai yodium Diagram mulur dan kekuatan (persentase relative works) 4. Pengujian untuk pemutusan rantai peptida Hasil tidak normal pada pengujian zat terlarut dalam alkali, reaksi nitrogen. Hasil yang tak normal dari diagram mulur dan kekuatan. 5. Pengujian reaksi nitrogen Uji ninhidrin 6. Pengujian kerusakan karena sinar 7. Pengujian kerusakan karena asam 8. Pengujian kerusakan karena oksidat 9. Pengujian kerusakan wol secara umum Pemeriksaan dengan mikroskop Penggelembungan dalam air Jumlah zat terlarut dalam alkali 10. Pengujan secara kimia – fisika Persentase penurunan kerja pada diagram mulur dan kekuatan pada penaikkan konsentrasi asam Supercontraction Permanent set 7.4.3. Kerusakan Sutera Sutera dapat rusak karena pengaruh asam, alkali, oksidasi dan sinar. Kerusakan sutera dapat terjadi pada jembatan garam, pemecahan rantai karena alkali, pemutusan rantai karena oksidasi dan sinar. 1. Kerusakan pada jembatan garam Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh asam, menghasilkan kenaikan penggelembungan dalam alkali. 2. Pemecahan rantai molekul karena serangan alkali. 3. Pemutusan rantai karena oksidasi dan pengaruh sinar matahari Analisa-analisa yang dilakukan untuk mengetahui kerusakan sutera : Kadar nitrogen, sutera murni mengandung kira-kira 18,5% nitrogen Penodaan untuk membedakan serisin dan fibroin Pengujian fluiditas, untuk mengetahui pemutusan rental molekul 7.4.4. Kerusakan Serat Rayon Asetat 117Rayon asetat mudah dipengaruhi oleh alkali dan air panas, menyebabkan hidrolisa selulosa asetat menjadi selulosa biasa. Hidrolisa ini kadang-kadang diikuti oleh pengrusakan selulosa menjadi hidro dan oksiselulosa. Penyabunan rayon asetat terjadi apabila gugus asetil terhidrolisa menjagi gugus –CH2OH dan garam asetat seperti reaksi di bawah ini : NaOH CH2O – C – CH3 + H2O CH2OH + CH3COOH selulosa asetat selulosa Analisa-nalisa yang dilakukan untuk mengetahui kerusakan serat karena : 1. Penyabunan asetat Penodaan dengan zat warna tertentu Pelarutan dalam aseton 2. Pengujian adanya gugus aldehida 3. Pengujian adanya gugus karboksilat 4. Pengujian viskositas atau fluiditas Pengujian fluiditas dilakukan untuk mengetahui pemutusan rantai molekul. 7.4.5. Kerusakan Serat-serat Sintetik Beberapa serat sintentik tidak tahan terhadap asam, alkali, oksidasi dan suhu tinggi, sehingga terjdi hidrolisa atau pemutusan rantai molekul, menyebabkan kekuatan tarik menurun. 118 PENUTUP Buku Teknologi Pencelupan dan Pencapan telah selesai disusun. Penyusunan dilakukan oleh tim penyusun dengan tujuan unuk mencapai hasil yang baik. Buku ini masih perlu pengkajian dan pengembangan baik dari segi isi, kedalaman materi, keluasaan materi, dan cara penyajiannya. Untuk itu masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan dalam penyusunan buku ini. Harapan penyusun buku ini dapat mengatasi kelangkaan buku-buku teks dan memberikan konstribusi yang baik dalam pengembangan pendidikan di Indonesia khususnya Sekolah Menengah Kejuruan bidang Keahlian Tekstil. A1DAFTAR PUSTAKA Lubis, Arifin, S.Teks., dkk., Teknologi Pencapan Tekstil,STTT, Bandung, 1998. Salihima, Astini, S. Teks., dkk., Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1978. P. Corbman, Bernard, Textiles Fiber to Fabric, Bronx Community College City Univercity of New York, 1983. Brugman , Bleaching Poliester Pre-TreAtment,.Sadov F., Chemical Technology of Fibrous Materials, 1973. Nusantara, Guruh, A.Md. Graf, Cetak Sablon Untuk Pemula, Puspa Swara, 2003. Isminingsih, M.Sc., dkk., Kimia Zat Warna, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1978. Miles, L.W.C., Textile Printing, Dyes Company Publicational Trust, 1981. Hartanto, N. Sugiarto, Teknologi Tekstil, PT. Praduya Paramita, Jakarta, 1978. Oriyati, Bk. Teks., Teori Penyempurnaan Tekstil 3, DPMK, Jakarta, 1982.Pedoman Praktikum Pencapan dan Penyempurnaan, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1978. Sharma, R.N., BSc., Dyes, Pigments, Textile Auxiliaries,Small Industry Research Institute, India. Djufri, Rasyid, Ir., M.Sc., dkk., Teknologi Pengelantangan,Pencelupan dan Pencapan, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1976.Hendrodyantopo S., S. Teks. MMBAT., dkk., Teknologi Penyempurnaan, Institut Teknologi Tekstil. Bandung 1998. Susanto, Sewan, S.Teks., Seni Kerajinan Batik Indonesia,Balai Penelitian Batik, Departemen Perindustrian, 1973. Soeparman, S.Teks., dkk., Teknologi Penyempurnaan Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1974. Murdoko, Wibowo, S.Teks., dkk., Evaluasi Tekstil Bagian Fisika, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973. Chatib, Winarni, Bk. Teks., Teori Penyempurnaan Tekstil 2,DPMK, Jakarta, 1980. Next >