< Previous 82 Sembuliyan Bokongan miring Gambar 3.6 Wayang Bokongan dengan sembuliyan Wayang bokongan bertepi sembuliyan, keris manggaran dengan untaian bunga serta uncal. Busana jenis ini pada umumnya merupakan busana yang dikenakan oleh para raja atau satria putra raja, misalnya Pandudewanata, Prabu Sentanu, dan sebagainya. Wayang bokongan miring atau lonjong. Busana jenis ini biasanya di-kenakan oleh raja, misalnya Prabu Drupada, Puntadewa, dan se-bagainya. Gambar 3. 7 Wayang Bokong Miring 83Uncal kencana Uncal Wastra Uncal Kencana Wayang Jangkahan dengan busana bagian bawah meng-gunakan uncal kencana. Biasanya dikenakan oleh tokoh wayang go-longan putra raja atau satria, misalnya Abimanyu, Rama, dan seba-gainya. Gambar 3.8 Uncal Kencana Gambar 3.9 Uncal Wastra 84 Uncal wastra Uncal kencana Wayang jangkahan dengan busana bagian bawah meng-gunakan uncal wastra dan uncal kencana. Biasanya dikenakan oleh golongan raja, misalnya prabu Baladewa, Prabu Boma Narakasura, dan lain-lain. Wayang jangkahan dengan busana bagian bawah menggunakan jubah, bersepatu, keris tersisip (yothe) di depan. Bu-sana jenis ini biasa dikenakan untuk tokoh wayang golongan dewa dan pendeta, misalnya Resi Abiyasa, Brama, Wisnu, dan lain-lain. Uncal merupakan kelengkapan busana bagian bawah yang terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu uncal kencana dan uncal wastra (wastra = selendang). Uncal kencana biasa dikenakan oleh golongan wayang satria dan golongan wayang putran (putera raja, putera pen-deta, patih, dan sebagainya), serta wayang golongan raja. Wayang golongan raja jenis bokongan hanya mengenakan uncal kencana, sedangkan wayang golongan raja jenis jangkahan mengenakan uncal kencana dan uncal wastra. Gambar 3.10 Uncal Wastra dan Uncal Kencana 2.4 Wayang Kayon Wayang kayon juga disebut wayang gunungan, karena bentuknya yang mirip sebuah gunung. Wayang tersebut adalah cip-taan Kanjeng Sunan Kalijaga tokoh wali zaman keraton Demak. Ha-sil daya cipta tersebut tersirat suatau ungkapan bergeloranya sema-ngat yang menuju ke satu cita-cita demi keselamatan jiwa manusia untuk dapat terhindar dari bencana karena nafsu yang tak terkendali-kan, dengan mensucikan diri berdasarkan ke-Imanan. Ungkapan ter-sebut kecuali tersirat pada susunan Candrasengkala yang diperun-tukkan sebagai data tahun di buatnya wayang kayon itu, yang berbu-nyi: “Geni dadi sucining jadad” (th. 1443 C), juga sesuai dengan wak- 85tu sedang bergeloranya penyebarluasan agama Islam yang dipe-lopori oleh para Wali. Kata-kata “kayon” berasal dari bahasa Arab “Al Khayu” yang artinya hidup, atau berasal dari bahasa kawi “Kayun” yang artinya karsa/karep/kehendak, atau keinginan. Dengan demi-kian kata-kata kayon sedikit banyak telah mengungkapkan pula tuju-an atau maksud yang terkandung di dalam bentuk wayang tersebut, sehingga dengan adanya kayon maka dapat diambil kesimpulan bahwa siapapun yang masih mempunyai keinginan berarti masih mempunyai kehidupan. Berbeda dengan wayang-wayang lainnya, wayang kayon adalah sebuah wayang yang penuh dengan beraneka macam gam-bar/pahatan yang diterapkan sedemikian rupa sehingga menjadi se-buah bentuk perwujudan yang indah dan serasi dengan pewarnaan merah kehitam-hitaman atau gambar api yang berkobar, dan atau air samudra yang kibiru-biruan. Pada saat kayon belum bergerak tanda belum ada kehidu-pan dan sebaliknya pada saat kayon bergerak tanda sudah ada kehi-dupan. Isi kayon (isen-isen kayon) ada tujuh bagian. Tujuh bagian tersebut dalam kehidupan melambangkan jumlah hari yaitu minggu, senin, selasa, rabu, kamis ,jumat, sabtu dan juga dilengkapi dengan kebutuhan sehari-hari. Di samping tujuh bagian tersebut sama de-ngan jumlah hari, akan tetapi sesuai dengan wujud pada kayon, ma-ka bagian-bagian tersebut juga berarti isi yang ada pada kayon. Isen-isen tersebut adalah pohon, binatang, samudra, gapura, penja-ga, warna-warni cahaya, gapit. Pohon dengan dahan-dahan yang bercabang-cabang be-serta daun dan bunganya, penuh dengan binatang dan jenis unggas atau burung yang hinggap di pohon. Di bawah pohon digambarkan adanya berbagai binatang buas seperti macan, banteng dan lainnya. Ada pula yang diberikan seekor ular besar (ular naga) yang melilit pada pokok pohon. Adapun tafsir mengenai gambar pohon pada wa-yang kayon baik dari segi nama atau sebutan maupun arti yang ter-kandung di dalamnya, antara lain pohon hidup yaitu sumber hidup, pohon kebahagiaan yaitu sumber kebahagiaan, pauh jenggi/puh jenggi yaitu sumber keagungan, waringin sungsang yaitu sumber hi-dup berada di atas, kalpataru adalah sumber/induk keagungan/ kelu-huran, pohon purwaning dumadi adalah sumber asal mula makluk hi-dup, pohon sangkan paran yaitu sumber asal dan tujuan hidup. Ada-pun tafsir mengenai pohon dengan lilitan seekor ular adalah sebagai lambang badan jasmani dan rohkhani yang bersatu, yang diibaratkan sebagai kayu mati rinambatan hardawalika. Gambar binatang dan unggas atau burung-burung yang bermacam-macam adalah menggambarkan macam tingkatan hidup yang terdapat di dunia ini. Di bawah pohon terdapat gambar kolam/-beji sebagai lambang air, yaitu salah satu anasir terjadinya manusia. Pada bagian bawah wayang kayon terdapat pintu gerbang. Gambar 86 pintu gerbang tersebut menggambarkan pintu masuk ke alam keba-hagiaan abadi, yaitu akhir sebuah kehidupan yang menjadi tujuan setiap manusia yang hidup di alam ini. Yang dimaksud penjaga adalah dua raksasa di sebelah ka-nan dan sebelah kiri gapura yang bersenjatakan pedang dan perisai. Hal tersebut menggambarkan nafsu manusia. Untuk dapat memasu-ki gapura haruslah melalui dan mengalahkan kedua penjaga pintu yang terdiri dari dua raksasa sebagai lambang nafsu indria. Warna yang ada di sisi lain diantaranya adalah warna me-rah sebagai lambang api, warna biru melambangkan air warna hitam atau coklat melambangkan tanah, dan lain-lainya. Dengan demikian pada wayang kayon terdapat gambar-gambar yang dimaksudkan un-tuk menggambarkan atau sebagai lambang keempat anasir yang menyangkut terjadinya manusia. Keempat anasir tersebut adalah ta-nah, api, air dan angin (bumi, geni, banyu lan angin). Gapit adalah tangkai untuk pegangngan pada wayang agar wayang dapat digerakan menurut kebutuhan serta dapat berfungsi seperti apa yang diinginkan. Gapit pada wayang kayon melambang-kan daya berpikir manusia pada saat hidup di dunia bahwa manusia hidup di wajibkan untuk berusaha sesuai dengan kemampuan ma-sing-masing agar tercapai apa yang di harapkan dan dicita-citakan. 2.5.1 Bentuk Kayon Apabila di amati secara jelas maka kayon terbagi menjadi dua bentuk. Pembagian bentuk tersebut adalah setengah bagian atas berbentuk segitiga dan setengah bagian bawah berbentuk segi-emat. Bilangan dua (2) tersebut apabila dihubungkan dengan ling-kungngan maka melambangkan isi dunia (isen-isene donya), contoh waktu yaitu siang dan malam, jenis kelamin yaitu laki-laki dan per-empuan, tempat yaitu atas dan bawah, sisi yaitu kanan dan kiri, kela-kuan yaitu baik dan buruk, hukum yaitu benar dan salah, rasa yaitu pahit dan manis, suasana yaitu senang dan susah, ukuran yaitu be-rat dan ringan, dan lain-lainnya. 2.5.1.1 Bentuk Segitiga Bentuk kayon setengah bagian atas adalah bentuk segitiga yang mempunyai tiga sisi. Angka tiga melambangkan perjalanan ke-hidupan, yaitu permulaan, pertengahan, akhiran (purwa, madya, wa-sana), yang artinya adalah bahwa, kehidupan itu dari tidak ada, men-jadi ada, dan kembali menjadi tidak ada yang lebih dikenal dengan istilah sangkan paraning dumadi yaitu lahir, hidup dan mati. Ucapan dalang pada saat wayang sumbar khususnya dalang Jawatimuran, akan menyebutkan tiga hal sebagai peringatan terhadap musuh. Ti-ga hal peringatan tersebut adalah sebagai berikut “pisan tak sepura, pindho kalamerta, ping telu rad pengadilan”, yang artinya pada saat 87bertempur di meda perang, kekalahan pertama akan di maafkan, ke-kalahan kedua anjuran untuk memilih maju atau mundur, kekalahan ketiga berarti mati. 2.5.1.2 Bentuk Segiempat Bentuk kayon setengah bagian bawah adalah segiempat yang menunjukan arah kiblat, yaitu utara, selatan, timur, barat. Da-lam kehidupan melambangkan nafsu pada diri manusia, yaitu alua-mah, supiah, mutmainah dan amarah (empat nafsu manusia). Sedangkan bentuk keseluruhan kayon adalah meruncing ke atas, hal tersebut dapat diartikan bahwa semua kehidupan akhirnya akan menyatu dan kembali menuju ke Yang Satu, yaitu ke Yang Ma-ha Kuasa. Gambar 3.11 Kayon sebagai lambang api 88 Gambar 3.12 Kayon Sebagai lambang dunia 89 Gambar 3.13 Posisi kayon sebelum pertunjukan dimulai 90 Gambar 3.14 Posisi Kayon sebelum pertunjukan dimulai (Gagrag Jawatimuran) 912.5.2 Fungsi Kayon Adapun yang dimaksud fungsi kayon adalah untuk melam-bangkan dan menggambarkan berbagai hal yang tidak dapat di wu-judkan secara nyata sehingga hanya merupakan lambang dan gam-baran-gambaran saja. Fungsi kayon tersebut di antaranya adalah se-bagai lambang benda mati, contoh batu, tanah, air dan lain-lainnya, sebagai lambang benda hidup, contoh manusia, binatang, pohon, dan lain-lainnya, alih adegan atau beralih tempat, contoh dari ade-gan jejer ke adegan bedholan, dari adegan paseban njaba ke ade-gan perang, dan lain-lainnya, alih pathet yang di bagi menjadi tiga bagian, yaitu pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Serang (pedalangan Jawatimuran), pathet Nem, pathet Sanga, pathet Manyura (peda-langan Surakarta). Ketiga pathet tersebut melambang kehidupan manusia di masa kecil atau kanak-kanak, di masa remaja, dan di -masa tua. Next >