< Previous 190 Nanging Sang Hyang Wisesa, Kang kocap rumuhun, Meneng samadyaning jagad, Datan arsa masik jroning tyas maladi, Ening aneges karsa. Amurweng anggana ‘ngganya titis, Titising driya tan ana kang liyan, Pribadi dating asuwe, Miyarsakken swara sru, Tan katingal uninya kadi, Genth, sakala kagyat, Sarya non antelu, Gumantung neng awang-awang, Gya cinandhak sinanggeng asta pinusthi, Dadya tigang prakara. Saprakara dadya bumi langit, Saprakarane teja lan cahya, Manik maya katigane, Kalih para samya sujud, Ing padane sang maha muni, Sang Hyang Wisesa mojar, Dhateng Sang Hyang Guru, Eh Manik wruhanireki, Sira iku ananingsun ingsun iki, Estu kahananira, Ingsun pracaya saklir-kalir, Saisine jagad pramudita, Sira wenang ndadekake…... Terjemahan: Dibimbing oleh tembang sarkara (Dhandhang gula) yang senantiasa, Diharapkan keindahannya untuk setiap kerja, Adapun buah tuturnya ialah kisah ketika masih kosong (awang-uwung), Belum ada bumi dan langit, Tapi yang tersebut dahulu ialah Hyang Wasesa, Yang berdiam diri di tengah-tengah jagad, Tidak bergerak karena sedang memuja dalam hatinya, Tenang diam bertanyakan kehendak Tuhan, Membina seorang diri tertujukan dirinya, Tujuan hati tiada yang lain. 191Diawali di angkasa dengan tepat, Tepat dilubuk yang dalam dan tak ada yang lain sendirinya juga, Tak lama diantaranya, Terdengarlah suara nyaring suatupun tiada kelihatan, Bunyinya seperti genta seketika terkejut, Serta kepada telur, Bergantung di angkasa, Segera ditangkap disangganya di tangan diremas-remasnya berubah sifatnya, Menjadi 3 macam. Satu kali yang pertama menjadi bumi dan langit, Satunya lagi menjadi teja dan cahaya, Yang ketiganya menjadi Manik maya, Yang dua itu sama-sama sujud, Pada kaki sang Maha Muni, Sang Hyang Wisesapun bersabda, Kepada Hyang Guru, Wahai Manik ketahuilah, Bahwa sebenarnya kamu adalah Aku, Aku ada padamu, Kami percaya akan segela kehendakmu, Sekalian isi jagad raya ini, Padamulah akan membuatnya…. Dari kalimat-kalimat di atas menyatakan bahwa Sang Manik itu adalah Sang Batara Guru. Sedang Sang Maya adalah Sang Hyang Semar Badranaya. Di dalam kitab Manik Maya ini juga berisi tentang terjadinya Batara Kanekaputra yang di sebut juga Sang Hyang Narada . Cerita lain yang juga dimuat di dalamnya adalah ce-rita tentang Ajisaka. Empu Brahma kedali sampun ayogya (ayoga), wasta Sang Anggajali. Anggajali putra, jalu wus pinarahan nama Empu Sangka Adi masuk Islam, njabat jengira nabi. Punika kang Mencaraken aksara Jawa……. Terjemahan : Empu Brahma Kedali sudah berputera bernama Sang Ang-gajali. Anggajali berputera laki-laki dinamai Empu Sangka Adi masuk Islam, dan menjadi sahabat nabi junjungan-nya. Ialah yang Menyebarkan huruf Jawa……... 192 Demikianlah cerita tentang Sangka Adi yang membuat seja-rah asal-usul huruf Jawa berjumlah 20 huruf. Dalam kitab-kitab ten-tang huruf Jawa yang lebih muda, Empu Sangka Adi ini berubah menjadi Ajisaka. Isi yang lain dalam kitab Manik Maya adalah: …….. Sang Prabu Mendhang kamulan, enget dhateng riwa-yat kondur tan aris, lawan sabalanira. Celeng kutila samya beriki, kang kacandak gigire karowak saya sanget palayu-ne, prasamnya rebut dhucung, sampun tebih prapteng jro puri, sri bupati sineba, pepak punggawa gung jaka Puring aneng ngarsa ……. Terjemahan : …….. Sang Prabu Mendhang kamulan, ingat akan riwayat, pulang tergesa-gesa beserta sekalian bala tentaranya. Babi dan kera semua mengusir, yang terlanggar parah parah punggungnya makin kencanglah lari, mereka dahulu men-dahului, telah jauh tiba di istana, mereka menghadap sang raja, penuh orang-orang besar jaka Puring duduk di de-pan….. Dan masih banyak lagi isi atau muatan yang mewarnai kitab Manik Maya tulisan Kartamursadah yang termasuk kitab-kitab sastra di ja-man Islam Kartasura. 5.1.3.3 Kitab Sudamala Kitab ini menceritakan istri Batara Guru Sang Batari Uma yang berubah rupa menjadi raksasa perempuan (rasaksi). Peruba-han tersebut terjadi karena kutukan sang suami, dan ia ingin cantik lagi. Syahdan di Negara Hastina mendapat bantuan prajurit Ka-lanjaya dan Kalantaka. Kunthi minta bantuan Durga agar melenyap-kan kedua raksasa sakti itu. Durga sanggup, tetapi Kunthi harus me-nyerahkan seekor kambing merah yaitu Sadewa untuk meruwatnya. Kunthi tidak sanggup, akhirnya lari tetapi dikejar anak buah Durga yang bernama Kalika, akhirnya Sadewa diserahkan kepada Durga. Sadewa tidak sanggup meruwat karena memang tidak pu-nya kepandaian tentang meruwat. Kemudian diikat di pohon lalu di-siksa. Pada akhirnya Sadewa sanggup karena Batara Guru telah menyatu dengannya. Sadewa meruwat Durga yang dibantu Batara Guru dan Durga kembali cantik menjadi Uma. Kalanjaya dan Kalantaka kalah perang melawan Nakula dan Sadewa hingga akhirnya kembali ke wujud semula menjadi de-wa Batara Citranggada dan Batara Citrasena. 1935.2 Lakon Lakon berasal dari kata laku, artinya yang sedang berjalan atau suatu peristiwa, dan dapat dikatakan juga suatu gambaran sifat kehidupan manusia sehari-hari yang dibeberkan dan diwujudkan me-lalui sarana pertunjukan wayang. Dalam pertunjukkan wayang, lakon yang berbobot ialah yang dapat menarik dan mengikat perhatian, se-hingga dapat memberi suri tauladan, pelajaran, dan bimbingan sikap kepada para penonton. Berisi atau tidaknya lakon tergantung kepada kemampuan dalang dalam penguasaan lakon tersebut. Secara teknik penguasa-an lakon tersebut diwujudkan dengan bermacam-macam keterampi-lan diantaranya ulah karawitan, ulah sastra, ulah vokal, maupun pe-nguasaan mengenai pengetahuan umum dibidang- kemasyarakatan, contoh budi pekerti, ilmu jiwa dan ilmu lainnya. Menurut beberapa kalangan pedalangan, berhasil atau tidaknya suatu pergelaran dan pendramaan sebuah lakon yang dipertunjukan dalang, tergantung kepada sanggit dalang. Sanggit di sini artinya, daya cipta dalang yang dicetuskannya dalam pakeliran agar me-nimbulkan efek tertentu dan melibatkan penonton. Maka sanggit ini dapat menunjukan kegiatan cipta, rasa, dan karsa dalang, yang disa-jikan dalam pakeliran secara improvisasi dan dipertimbangkan serta dipikirkan terlebih dahulu. Sanggit sangat mutlak yang harus dimiliki oleh dalang untuk keberhasilan suatu sajian pakeliran. Tanpa sang-git, pergelaran wayang akan hampa. 5.2.1 Tipe Lakon Seorang dalang yang akan menyajikan lakon tentu sangat tergantung kepada sang penanggap atau yang punya hajat (gawe). Lakon apa, cerita apa itu juga tergantung kepadanya. Ia punya gawe apa? Jika si penanggap sedang punya hajatan mengawinkan anak (gawe mantu) maka si dalang akan diminta untuk menyajikan lakon perkawinan. Bila si penanggap punya hajatan khitanan (gawe suna-tan) maka sang dalang akan menyajikan lakon wahyu-wahyuan. Bagi dalang yang melakokan cerita lahir-lahiran pasti dipe-san si penanggap yang punya hajatan misalnya satu tahun kelahiran bayi (setahunan bayi) atau karena terlaksananya sebuah harapan akan kelahiran bayi yang masih ada dalam kandungan, atau orang yang sudah lama berkeluarga tetapi belum punya anak. Setelah ke-hamilannya, maka dalam upacara 7 bulan kelahiran bayi (mitoni) dan apabila menanggap wayang, maka sang dalang akan melakonkan cerita Brayut dengan harapan banyak anak. Biasanya juga lakon la-hir-lahiran. Pada bulan Ruwah di desa-desa dalam tradisi tahunan umumnya menyelenggarakan upacara memperingati hari jadi desa (Ruwat Desa/Nyadran) dimana penanggapnya adalah masyarakat. 194 Di sinilah lakon wejang-wejangan akan tersaji. Demikian juga pada tahun baru Jawa, bulan Sura lakon wejangan yang berjudul Semar mejang (Guru Maya) akan pegang peranan. Bila si penanggap sedang menyelenggarakan pelaksanaan haul (Nadzar atau ngluwari ujar) si dalang akan melakonkan Sri Bo-yong, Pandawa Boyong atau Sinta Boyong. Dalam memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ada kalanya ki dalang diminta mela-konkan cerita yang heroik (kepahlawanan), misalnya lakon Rebut Negara, Rebut Kikis, Bharatayuda, Brubuh Alengka dan lain seba-gainya. Di masa-masa lampau pertunjukkan wayang sangat erat hubungannya dengan rakyat bahkan sangat membudaya di hati me-reka. Dalam upacara pembersihan diri (Ruwat Sukerta) sampai se-karang masih lekat di hati masyarakat dengan diselenggarakan wa-yangan Ruwatan Kala. Bendasarkan keeratan hubungan budaya wayang dan kehidupan sehari-hari maka nampak jelas bahwa fungsi wayang menjadi sarana ajaran rohani, harapannya adalah keselamatan. Untuk itu sangat terasa sekali bahwa memilih lakon atau cerita dalam pertunjukan wayang ada kaitannya dengan keperluan. Lakon-lakon itu sudah di-siapkan bentuk serta gunanya dan dapat digolongkan menjadi bebe-rapa golongan, yaitu cerita pernikahan (lakon rabi-rabian atau kra-ma), kelahiran (lahir-lahiran), Bharatayuda (rebut negara atau bru-buh), turunya wahyu (wahyu-wahyuan), pembersihan diri (ruwatan). 5.2.2 Pemeran Lakon Pengertian pemeran lakon dalam arti luas, adalah semua tokoh-tokoh yang terlibat dan tampil dalam suatu cerita yang dibe-berkan dalam pergelaran wayang. Tokoh-tokoh tersebut berupa wa-yang-wayang. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh dalam lakon Wirathaparwa dan Resaseputra gaya Jawatimuran. Ada dua kubu kekuatan yang bermusuhan dalam cerita Wirathaparwa. Dua kekuatan tersebut adalah pihak Wiratha mela-wan pihak Kurawa. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita Wiratha-parwa khususnya dari pihak Wiratha, diantaranya adalah Prabu Mat-syapati, Raden Utara, Raden Wratsangka, Patih Nirbita, Dewi Utari, Kresna Raja Dwarawati, Resi Wiyasa, Gathutkaca, Dwijakangka, En-dang Salindri, Jagal Abilawa, Wrehatnala, Antrika, Bramabrangti. Sedangkan tokoh-tokoh yang terlibat di kubu Kurawa ada-lah Prabu Suyudana, Pendita Durna, Begawan Bisma, PatihSeng-kuni, Adipati Karna, Kartamarma, Dursasana, Jayadrata, Aswatama, Prabu Susarman, Prajurit Trigarta yaitu Patih Mahiradenta, Kala Pra-lemba, Kala Praceka, Punakawan dari kerajaan Trigarta yaitu Togog, Sarawita. Dalam cerita Resaseputra gaya pedalangan Jawatimuran, ada beberapa pihak yang terlibat secara langsung yaitu dari negara 195Purwacarita, dari Kahyangan atau para dewa, dari Pertapaan, dari Kesatriya serta Punakawan, dan yang terakhir dari pihak lawan yaitu dari negara Sunggelamaik. Dari semua pihak yang terlibat hanya da-ri pertapaan dan dari negara Purwacarita yang berhubungan sangat erat tanpa ada permusuhan. Tokoh dari negara Purwacarita yaitu Prabu Sumalidewa, Raden Sumalintana, Patih Mangkupraja, Dewi Sumaliwati. Dari pihak Kahyangan atau kadewatan yaitu Sang Hyang Darmajaka, Batara Guru, Batara Narada, Batara Brama, Batara Wisnu, Batara Basuki. Dari pihak Pertapan Leburgangsa adalah Begawan Kumbakinumba, Wangsatanu, Wangsajalma, dan Kalakirna. Sedangkan pihak lawan dari negara Sunggelamanik yaitu Prabu Jalawalikrama, Patih Bra-mangkara, Kala Pragalba, punakawan Mujeni dan Mundu. Dari pihak kesatriya dan pamong yaitu Raden Kuswanalendra, Raden Berjang-gapati, Semar, Bagong, Subali, dan Sugriwa. Adapun yang disebut tokoh Pandawa atau keluarga Pandawa adalah terdiri dari lima (5) orang laki-laki, nama-nama dari tokoh Pandawa yaitu Puntadewa, Bima, Janaka, Nakula, Sadewa. Sedangkan yang disebut keluarga Kurawa adalah seratus (100) orang, yang sembilan puluh sembilan adalah laki-laki dan satu perempun. 5.2.3 Peran Seorang dalang, dalam karyanya akan menampilkan la-kon/cerita dua peranan, yaitu peranan yang baik dan peranan yang jahat. Baik dan jahat ini selamanya tidak akan rukun, tidak akan ber-satu, dan selalu konflik. Dalang akan selalu menggarap konflik atau perselisihan an-tar keduanya dengan cara yang dramatis. Untuk itu ia akan memilih tokoh sebagai peran protagonis dan antagonis, untuk mempertajam konfliksitas bagi kedua peran itu. Sebelum berlanjut perlu dimengerti bahwa yang dimaksud dengan peran protagonis adalah tokoh peran yang dilanda krisis misalnya terancam, diburu, tersiksa yang kese-muanya ditimbulkan oleh si antagonis. Dengan demikian jelas bahwa antagonis adalah lawan protagonis. Antagonis yang mengancam, yang memburu, yang menyiksa si protagonis. Kedudukan si protago-nis ialah sebagai pemeran utama dalam lakon. Segala peristiwa yang terjadi mengacu, mengarah dan berpusat kepadanya. Di samping protagonis dan antagonis dapat diselipkan ke-lompok kekuatan ketiga yaitu tritagonis, yang dalam penokohan ber-peran dan berkedudukan sebagai penyebab utama atau pembangkit sengketa antara protagonis dan anatgonis. Kekuatan tritagonis juga memerangi masalah yang disengketakan kedua pihak, dan menjadi alat di tangan salah satu pihak yang bersengketa, yaitu sebagai pe-nolong melepaskan protagonis dari ancaman si antagonis atau seba-gai penengah, pendamai atau pelerai antara kedua belah pihak. 196 Dalam suatu lakon apabila ketiga peran itu sudah ada, nampaknya sudah lengkap dan sang dalang sudah bisa beraktifitas dengan baik. Namun dalam pendramaan setiap lakon atau bentuk penyajian baik padat, pethilan, atau singkat sering dibutuhkan tokoh peran deutragonis. Di pewayangan peran deutragonis diwujudkan sebagai dewa atau panakawan/cantrik yang berfungsi sebagai pen-dukung peran protagonis. Yang dimaksud pendukung adalah mala-yani, sebagai teman atau batur artinya pangembating catur yang se-lalu menuntun dan menunjukkan jalan yang benar. Juga sebagai pemberi nasihat untuk tidak melakukan kemarahan, senantiasa me-lakukan kesabaran, dan kesadaran. Dengan dimunculkannya peran deutragonis ini, maka akan sangat gampang sekali untuk melakukan kreatifitasnya dalam menyanggit dan mereka-reka sebuah lakon-/cerita, agar apa yang tercipta dapat menarik dan mencapai sukses. Sebagai penunjang keberhasilan dalam pentas tentunya Ki dalang ti-dak akan melupakan wanda wayang dan diharapkan mampu menji-wai setiap tokoh wayang dalam lakon yang disajikan. Namun perlu diketahui bahwa tidak selamanya tokoh-tokoh wayang itu protagonis atau antagonis, karena dapat berubah tergantung lakon yang disajikan. Sedangkan wanda wayang itu memperkuat karakter dalam adegan di lakon tertentu. Di bawah ini data tokoh-tokoh terpilih yang berperan prota-gonis dalam lingkup lakon sengketa antar negara pada cerita wa-yang. Contoh negara yang bertikai mislanya, negara Pancawati de-ngan negara Alengka, yang dalam peperangannya merebutkan Dewi Sinta istri Rama. Secara garis besar tokoh protagonis dalam cerita epos Ra-mayana adalah Sri Rama dari Pancawati yang juga bernama Raden Ragawa. Sedangkan yang juga termasuk tokoh utama yaitu Dewi Sinta dan Lasmana. Di kisahkan bahwa Dewi sinta dalam cerita ini telah diculik oleh Rahwana raja dari negara Sri Langka atau negara Alengka. Penculikan tersebut sebagai penyebab/penyulut Perang Brubuh Alengka. Oleh karena Dewi Sinta juga menjadi tokoh senter maka di samping sebagai incaran, juga menjadi sebab timbulnya permasa-lahan bagi mereka yang bertikai yaitu antara negara Alengka mela-wan Pancawati. Sehingga dalam kisah tersebut Dewi Sinta pun bisa digolongkan sebagai peran protagonis. Sri Rama pada saat masih muda dipanggil Raden Ragawa yang dilahirkan oleh Dewi Raghu. Sri Rama diangkat menjadi raja setelah acara pernikahannya dengan Dewi Sinta, namun penobatan tersebut diprotes oleh ibu tirinya yaitu Dewi Kekayi. Tujuan Dewi Ke-kayi memprotes yaitu agar yang menjadi raja di Ayodya Pancawati adalah anaknya yang bernama Barata. Dewi Kekayi akhirnya me-ngusir Rama dan Sinta agar pergi ke hutan Dhandhaka selama 12 tahun. 197Sebagai satriya yang wajib dan harus berbakti kepada orang tua, maka Rama mengikuti apa yang dititahnya oleh Dewi Ke-kayi, akhirnya Rama mengajak istrinya pergi ke hutan. Kepergian Rama dan Sinta diikuti oleh Raden Lasmana, yang dilahirkan oleh Dewi Sumitra sebagai istri ketiga Prabu Dhasarata. Mereka bertiga berada di hutan Dhandhaka dan tidak akan pulang sebelum masa 12 tahun dihitung dari sejak pengusiran oleh Dewi Kekayi. Raden Barata yang sudah diwisuda menjadi raja Ayodya akhirnya tidak sanggup menjalankan pemerintahan negara Ayodya. Hal tersebut dapat dilihat pada saat penobatan, karena dipaksakan, maka saat penobatannya, ketika duduk di atas singgasana kerajaan, kepalanya terasa pusing dan terjatuhlah Barata dari singgasana hingga pingsan. Setelah sadar Barata mencari kakaknya ke hutan untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada Sri Rama. Setelah sam-pai di hutan dan bertemu dengan Sri Rama, Barata mengutarakan semua isi hatinya dan menyerahkan kembali tahta kepada Sri Rama. Namun Sri Rama tidak mau, menerima karena akan melanggar sum-pahnya dan sebagai gantinya Sri Rama menyerahkan terompah ke-pada Barata. Akhirnya Barata kembali ke Ayodya dan mohon doa restu kepada Sri Rama dan dewi Sinta. Sinta seorang putri cantik anak seorang raja dari negeri Manthili (Mithila) bernama Prabu Janaka. Sinta kemudian diperistri oleh Raden Rama dari negeri Ayodya. Seperti telah diketahui oleh para penggemar wayang, bahwa sebenarnya Sinta adalah anak Pra-bu Rahwana dari negeri Alengka. Ketika istri Rahwana yang berna-ma Dewi Tari sedang hamil, Rahwana berniat hendak bertapa. Maka Prabu Rahwana berpesan kepada adiknya yang bernama Wibisana, pesan tersebut berbunyi “besuk kalau istrinya melahirkan bayi putri maka anak tersebut akan diperistri sendiri, sebab bayi itu adalah jel-maan Batari Sri Widawati”. Batari Sri Widowati adalah bidadari yang sangat dicintai Rahwana. Tidak lama kemudian Dewi Tari melahirkan dan oleh Wibisana bayi yang baru lahir itu dibuang, sebab bayi terse-but ternyata putri. Setelah membuang bayi, Wibisana memanah me-ga, dan mega yang terkena panah akhirnya menjadi kesatriya yang gagah diberi nama Raden Megananda atau Begananda, di sebut ju-ga Raden Indrajid. Sedangkan bayi perempuan yang sudah dibuang itu akhirnya ditemukan oleh Prabu Janaka raja Manthili dan diasuh serta dibesarkan hingga dewasa yang akhirnya menikah dengan Sri Rama. Pada saat menjalani pengusiran dan hidup di hutan bersa-ma Sri Rama keadaan Dewi Sinta saat itu sedang sendirian, yang akhirnya diculik oleh Raja Rahwana dan bibawa ke negaranya di Alengka. Dalam perjalanan Rahwana sempat bertemu dengan bu-rung Garuda yaitu Resi Jatayu sahabat Prabu Dasarata ayah Sri Ra-ma dan Lasmana. Jatayu merebut Sinta dari tangan Rahwana. Aki-bat pertempuran melawan Rahwana akhirnya burung Garuda Jatayu 198 mati di tangan Rahwana. Sebelum menghembuskan nafas yang ter-akhir, Burung Jatayu sempat memberi tahu kepada Sri Rama dan Lasmana tentang keberadaan Sinta, bahwa Sinta telah di culik Rah-wana. Dalam lakon Ramayana, Lasmana termasuk kelompok pro-tagonis. Tetapi secara individu dia termasuk peran tritagonis. Namun dalam Brubuh Alengka termasuk peran protagonis karena ikut me-nyelesaikan masalah membantu sang Rama si protagonis. Ketika sang Rama memburu Kidang Kencana, Lasmana-lah yang menjaga Dewi Sinta di tengah hutan Dhandhaka. Dewi Sin-ta sempat curiga terhadap Lasmana, sebab tak mau disuruh untuk mencari Sri Rama yang telah lama belum kembali. Untuk menunjuk-an bahwa dirinya tidak bermaksud apa-apa terhadap Dewi Sinta dan menunjukan rasa setianya kepada kakaknya yaitu sang Rama, maka Lasmana memotong penisnya (planangannya) dan seketika itu juga planangannya terbang ke angkasa dan berada di langit. Menurut ke-percayaan masyarakat Jawa, penis tersebut menjadi benda bersinar disebut cleret tahun sebagai tanda akan ada angin kencang berputar dan hujan deras. Setelah memotong penisnya, Raden Lasmana pergi dari hadapan Sinta untuk melaksanakan perintah mencari Sang Rama. Namun sebelum pergi Lasmana telah menggoreskan kerisnya di ta-nah untuk membuat lingkaran Rajah Kala Cakra sebagai benteng ke-selamatan Dewi Sinta. Dalam kitab Ramayana juga menceritakan mengenai Ra-den Hanuman atau Anoman. Anoman adalah manusia kera yang berbulu putih seperti kapas. Ia anak Bathara Guru dengan Dewi An-jani, seorang perempuan yang bermuka dan bertangan kera. Raden Hanuman (Hanuman=hanu-man) dalam cerita Ra-mayana, membantu Sri Rama hingga selesai, karena dia sebagai pembela yang benar. Anoman memang kera sakti, tak ada yang bi-sa mengalahkannya kecuali hanya Sang Benar. Tak ada wangsa Wi-srawa yang mampu melawan Anoman. Sejak Anoman-duta sampai brubuh Alengka hingga Sinta kembali (Boyong), sang peran protago-nis Anoman tidak pernah ketinggalan dari aktifitas peperangan mem-bela Rama hingga selesai. Di saat istirahat, Anoman berada di dekat Sri Rama. Tidak lama kemudian Sri Rama bertanya kepada Anoman, ”Anoman, besar sekali baktimu terhadapku, untuk itu aku akan memberi ganjaran ke-padamu berupa gelar yaitu Bintang Senapati Agung. Besok akan sa-ya sematkan pada bajumu. Namun aku akan merasa puas apabila pada ganjaran ke-2 ini yang meminta kamu sendiri melalui ucapan-mu. Silakan Anoman!” Dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Sri Rama itu, da-lam hati Anoman malah kebingungan dan berkata, “ini kan sudah ke-wajiban prajurit kewajiban senapati. Tetapi mengapa aku harus me- 199nerima ganjaran yang sehebat itu,” demikian kata hati Anoman. Te-tapi karena desakan Sri Rama, maka Anoman menjawab ”Aduh gusti prabu, sangat besar anugerahmu, terima kasih sekali, karena anuge-rah ke-2 atas kehendak gusti prabu, maka hamba hanya minta umur panjang.” Jawab Sri Rama ”selama namaku masih disebut di dunia ini, maka kamu pasti masih hidup.” Hal tersebut dilakukan Sri Rama karena mengingat akan jasa-jasa Anoman ketika melawan Rahwana si penculik Sinta. Rahwana adalah raja dari kerajaan Alengka yang disebut juga kerajaan Ngalengka. Rahwana memiliki kekuatan dan kesaktian yang sangat hebat. Dia mempunyai aji Pancasona, yang membuat-nya tak bisa mati. Sejak dewasa Rahwana diberi ganjaran oleh dewa yaitu se-orang istri yang bernama Dewi Tari. Namun sebelum menerima gan-jaran, Rahwana pernah bertemu bidadari yang bernama Batari Sri Widawati. Menurutnya bidadari yang satu ini kecantikannya tidak ada yang menyamai apalagi melebihinya. Maka kehendak sang Rahwa-na, kapanpun, di manapun, menjelma pada siapa pun akan tetap di-kejarnya. Dalam cerita Ramayana, Sri Widawati menjelma pada putri Manthili bernama Dewi Sinta. Itulah sebabnya Rahwana ingin mem-peristri Dewi Sinta. Rahwana atau Dasamuka ini sudah berhasil menculiknya, dan sekarang berada di taman Pamardi-suka atau ta-man Arga-soka. Sejak itulah negara Alengka dilanda kejadian yang tidak menyenangkan. Sering muncul kejadian aneh yang menyeng-sarakan masyarakat Alengka. Adik-adiknya seperti Raden Kumba-karna, Raden Wibisana sering mengingatkan, agar Sinta dikembali-kan pada Rama. Namun nasehat tersebut tak pernah diindahkannya, malahan adik-adiknya dimarahinya hingga Wibisana di usir dari Nga-lengka. Raden Kumbakarna adalah adik prabu Dasamuka, saudara seayah seibu. Dia dilahirkan dari rahim Dewi Sukesi. Ayahnya se-orang pendeta ampuh bernama Resi Wisrawa. Sejak dari dirinya sendiri kemudian adiknya yang bernama Kumbakarna dan adik ketiganya yang seorang perempuan bernama Sarpakenaka berwujud raksasa. Ketiga-tiganya termasuk golongan peran antagonis. Sedangkan adiknya yang bungsu bernaman Raden Wibisana adalah manusia seutuhnya dan bagus rupanya. Wibisana mempunyai watak pendeta, tidak mau menyusah-kan orang lain. Maka dalam penokohan di bidang peran, dia tidak termasuk peran antagonis. Dia sangat hormat terhadap orang tua termasuk kakak-kakaknya, khususnya kepada Kumbakarna yang ge-mar bertapa. Kumbakarna adalah saudara Rahwana yang nomer dua. Kumbakarna merupakan seorang raksasa yang besar dan tinggi. Ka-rena sangat besar dan tinggi sampai diibaratkan sebesar anak gu-nung (sagunung anakan) artinya setinggi dan sebesar anak gunung. Next >