< Previous 170 dari 227 pembentukan wax di minyak bila dibandingkan dengan dua parameter diatas (1). Kuna et.al (2000) menyatakan dalam studinya bahwa aliran minyak crude yang mengandung wax (waxy crude oil) umumnya properti yang diukur adalah : - wax appearance temperatur (WAT) - pour point temperatur (PP) atau cloud point temperatur (CP) - gel strength Dengan menggunakan WAT dan PP atau CP, maka problematika perilaku dari waxy crude oil dapat di mapping ke dalam 3 wilayah skala temperatur : 1. wilayah dimana temperatur minyak diatas WAT. Pada wilayah ini suatu fluida minyak akan berperilaku seperti fluida Newtonian, sehingga tidak ada resiko wax deposition. 2. wilayah dimana temperatur minyak dibawah PP (atau CP). Pada wilayah ini suatu fluida minyak menunjukkan perilaku seperti fluida yang sangat NonNewtonian (highly non-Newtonian), dan minyak mungkin akan membentuk gel. 3. wilayah dimana temperatur minyak berada diantara WAT dan PP (atau CP). Pada wilayah ini suatu fluida minyak menunjukkan perilaku seperti fluida non-Newtonian. Umumnya pengukuran WAT dan PP (atau CP) dilakukan terhadap contoh minyak yang terdapat di tangki timbun dan hasil pengukuran digunakan untuk mengestimasi metode pengangkutan/transportasi minyak di pipeline (flow assurance). Operasional di lapangan akan lebih mudah dan murah bila minyak 171 dari 227 sejak awal memiliki karakteristik temperatur ambient diatas WAT dan PP (atau CP). Komponen paraffin wax dalam crude oil umumnya merupakan masalah yang cukup pelik yang dihadapi produser, transporter dan refiner migas. Pada umumnya komponen volatile yang terkandung dalam crude oil akan teruapkan sehingga konsentrasi fraksi berat crude oil naik, hal ini menyebabkan : 1. Pressure drop, turunnya drive efficiencies 2. Aliran fraksi berat menurun, aliran crude oil melambat menyebabkan kemungkinan deposit wax cepat terbentuk. [13]. Gambar 24 Waxy crude oil Pour Point 172 dari 227 Ketika waxy crude oil didinginkan sampai dibawah WAT, endapan wax akan terus terjadi dan akhirnya ukuran dan jumlah dari kristal wax akan bertambah. Kristal-kristal ini, jika tidak diganggu, akan saling mengkait dan membentuk suatu struktur jaringan jebakan minyak (1). Sebagai hasil akhir, minyak akhirnya membentuk seperti gel dan viskositas minyak semakin meningkat. Pada temperatur tertentu, bergantung pada jumlah wax yang terendapkan dan kuatnya struktur jaringan, maka minyak tersebut akan berhenti mengalir. Temperatur terendah dimana minyak mulai berhenti mengalir disebut dengan solid point, sedangkan 3o C sebelum minyak berhenti mengalir disebut dengan pour point (ASTM D 93). Gel Strength Ketika crude oil mulai didinginkan dibawah pour point nya atau temperatur nya dijaga dibawah pour point nya, maka jaringan kristal terus berkembang dan semakin kuat membentuk suatu interlocking structure. Beberapa kondisi yang mungkin muncul ketika pipeline mengalami shutdown yang direncanakan atau yang tidak direncanakan serta temperatur sekeliling pipeline berada dibawah pour point minyak, maka kristal wax mulai muncul. Bergantung berapa lama shutdown terjadi dan temperatur ambient disekililing pipeline, yang mana kondisi ini juga turut menyebabkan wax membentuk gel dan berlanjut membentuk padatan. Keadaan dimana minyak mulai sulit bergerak dan hampir seperti gel sehingga diperlukan suatu tekanan tinggi supaya shear stress pada dinding pipa melebihi nilai minimumnya, maka keadaan seperti ini disebut dengan gel strength atau yield stress. Atau dengan kata lain, yield stress adalah minimum stress yang diperlukan untuk menghasilkan suatu shear flow. Telah dibuktikan secara experimental bahwa hanya hidrokarbon yang lebih besar dari C14, yaitu 173 dari 227 C15 yang terdapat pada endapan wax, tetapi belum ada suatu bukti riset yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara wax content di minyak (kandungan wax di dalam minyak) terhadap suatu operasi atau karakteristik yang berkaitan dengan adanya wax. Sayangnya, pemodelan perilaku fasa wax tidak bisa memprediksi berapa banyak padatan wax yang terkondensasi dan menempel di permukaan atau bagaimana pula terhadap viskositasnya. Mekanisme Wax Deposit Misra et. Al (1995) mengemukakan suatu outstanding review tentang problem parafin minyak crude di produksi dan transportasi. Misra menyatakan bahwa mekanisme dari deposisi wax (wax deposition) di tentukan oleh difusi molekuler dari molekul-molekul wax dan shear dispersion kristal-kristal wax. Pengendapan secara gravitasi (gravity settling)dari kristal wax di flow-line di abaikan karena wax deposition lebih didominasi oleh shear dispersion. Walaupun begitu, gravity settling bisa saja memberikan banyak kontribusi terjadinya deposit wax ketika minyak berada pada kondisi statis, seperti di tangki penyimpan. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Wax Deposit Mekanisme dan keberadaan wax deposisi pada sistem yang mengalir (seperti aliran minyak parafinik dalam suatu pipa) telah di teliti oleh banyak peneliti. Berbagai metode telah di adopsi untuk mempelajari fenomena dari deposisi wax tersebut. Ada tiga faktor yang ikut berkontribusi terhadap adanya deposit wax di sistem yang mengalir (Bott and Gudmundsson (1977)), yaitu laju alir (flow rate), perbedaan temperatur, dan laju pendinginan, serta properti dari permukaan. 174 dari 227 Flow Rate Pada aliran laminer, deposit wax meningkat dengan meningkatnya laju aliran. Hal ini bisa dijelaskan dengan keberadaan banyaknya partikel yang terdeposit di permukaan. Saat laju aliran meningkat hingga mencapai rejim turbulen, deposisi wax berkurang karena efek dari shear dispersion. Shear dispersion merupakan dominan utama pada aliran turbulen di semua stages nya. Sedangkan perilaku aliran pada sistem yang mengalir dinyatakan dalam bilangan Reynold. Wax yang terdeposit pada laju alir yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan lebih kompak. Dengan kata lain, hanya kristal-kristal wax dan beberapa klaster kristal yang mampu melekat pada suatu permukaan, dengan gaya kohesi yang besar deposit-deposit ini sulit untuk di bersihkan. Deposit wax juga merupakan suatu problem tersendiri pada sumur dengan laju alir yang rendah. Laju alir yang rendah mempengaruhi terjadinya deposit wax karena waktu tinggal (residence time) minyak yang lama di pipa dan di tubing. Residence time minyak di pipa yang lama ini menyebabkan adanya heat loss (panas yang hilang dari minyak ke udara sekitar) sehingga menurunkan temperatur minyak saat di transportasikan. Dengan menurunnya temperatur minyak, maka wax berkecenderungan mengendap dan menjadi deposit(1). Laju aliran minimum yang perlu diperhatikan untuk menghindari terbentuknya deposit wax yaitu 0,56 ft/sec(1). 175 dari 227 Perbedaan Temperatur dan Laju Pendinginan Selain laju pendinginan, perbedaan temperatur antara temperatur bulk minyak dan permukaan yang dingin adalah salah satu faktor terbentuknya deposit wax. Deposit wax meningkat dengan meningkatnya perbedaan temperatur. Cole and Jessen (1960) beropini bahwa perbedaan temperatur antara cloud point minyak dengan sebuah permukaan yang dingin adalah jauh lebih utama dari pada perbedaan temperatur antara bulk surface dengan sebuah permukaan yang dingin. Wax deposit akan terbentuk saat temperatur permukaan berada dibawah temperatur minyak dan temperatur cloud point minyak. Awalnya, laju deposit wax sangat besar tapi kemudian secara perlahan melambat ketika semakin banyak wax yang terdeposit di permukaan pipa. Ketebalan lapisan wax di permukaan pipa meningkat, dan lapisan ini bertindak seolah-olah sebagai isolasi pipa. Dengan adanya ”isolasi” ini akan menurunkan kemampuan wax untuk membentuk kristal wax lebih jauh lagi. Surface Properties Terbukti bahwa selama terjadinya deposit, kristal wax menempel di permukaan pipa. Jadi wax deposit juga dapat sebagai fungsi dari propertis permukaan pipa. Parks (1960) mendemonstrasikan bahwa keberadaan film-film penyerap tertentu pada sebuah permukaan metal akan mengurangi kemampuan daya lekat parafin di permukaan metal. Zisman (1963) menunjukkan bahwa sifat alamiah senyawa-senyawa yang diserap oleh suatu permukaan menentukan karakteristik kebasahan dari senyawa-senyawa tersebut. Hunt (1962) melakukan 176 dari 227 studi pengaruh kekasaran (roughness) suatu permukaan terhadap deposisi parafin dan menyimpulkan bahwa deposit tidak menempel ke permukaan suatu metal dengan sendirinya, tetapi tersangkut di suatu permukaan yang kasar (tidak rata). Jorda (1966) melakukan pengamatan bahwa deposit parafin pada suatu permukaan meningkat seiring dengan semakin kasarnya suatu permukaan. Patton and Casad (1970) melakukan observasi bahwa tidak ada hubungan langsung antara deposit wax dengan kekasaran suatu permukaan. Walaupun begitu, Patton and Casad beragumentasi bahwa ikatan adesi (adhesion bond) di suatu permukaan seharusnya sebanding terhadap total kontak area dan oleh sebab itu deposit wax berkaitan dengan kekasaran suatu permukaan. Jessen and Howell (1958) melakukan studi deposit wax di pipa dengan berbagai tipe material, menyimpulkan bahwa jumlah wax yang terdeposit pada suatu permukaan yang halus jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan permukaan metal. Wax Control Forsdyke (1997) mempresentasikan suatu overview detail tantangan saat ini dan kedepan tentang produksi dan aliran multifasa pada sumur di air dalam (deepwater). Author menulis tentang teknik mengkontrol deposit wax. Forsdyke menyatakan bahwa temperatur awal (onset temperature) terbentuknya wax biasanya sedikit lebih tinggi dari temperatur pembentukan hidrat dan problem ini tidak mudah untuk di hindari. Forsdyke memberikan tiga cara untuk membersihkan atau mengkontrol wax, yaitu : secara termal, mekanis, dan dengan menggunakan bahan kimia. Secara Termal 177 dari 227 Cara termal ini banyak digunakan dan diaplikasikan di lapangan untuk menghindari terjadinya pembentukan wax di sistem perpipaan. Seperti halnya pada hidrat, kondisi ini (terbentuknya wax deposit) di batasi oleh jarak. Meskipun pipa telah menggunakan isolasi yang super sekalipun, secara realistis isolasi ini tidak mampu menghindari terjadinya penurunan temperatur hingga mencapai temperatur pembentukan hidrat pada jarak maksimal 20 Km(1). Begitu halnya dengan problem pada deposit wax. Laju pembentukan deposit wax berbanding langsung terhadap laju kehilangan panas di pipa. Penambahan panas, seperti injeksi air panas, atau dengan menginjeksikan solar panas, xylen atau dengan injeksi gas umumnya mampu mencegah dan menghindari terjadinya wax. Tetapi teknik ini umumnya menimbulkan biaya tambahan dalam sistem produksi. Secara Mekanis Cara mekanis yang paling banyak digunakan untuk membersihkan pipa dari wax adalah dengan menggunakan wire-line scraper atau dengan cara flow-linepigging. Metode ini sangat efektif dalam membersihkan pipa asalkan lapisan wax yang menempel tidak terlalu tebal dan usia pipa tidak terlalu tua, jika wax yang menempel terlalu tebal maka bisa dimungkinkan pigging head akan macet di tengah pipa sehingga ada jadwal dan frekwensi tertentu dalam melakukan kegiatan flow-linepigging. Selama masa pembersihan dengan menggunakan cara ini maka kegiatan produksi dihentikan sementara. Dengan berhentinya produksi sementara maka secara tidak langsung akan menimbulkan biaya tersendiri dalam operasi produksi. Dengan Bahan kimia (seperti :Chemical Inhibitors) 178 dari 227 Chemical Inhibitor yang ada saat ini umumnya diinjeksikan ke waxy crude yang tujuannya adalah memodifikasi laju deposit wax dan properti rheologi dari suatu fluida (seperti : viskositas). Chemical inhibitor bisa juga disebut sebagai crystal modifiers, yaitu mengkristalkan kristal wax dalam bentuk lain atau mengadsorb kristal wax ke permukaan. Tetapi begitu kompleknya struktur wax dan perilakunya, maka type-type aditif (Chemical inhibitor) yang digunakan bergantung dari jenis crude yang akan dinjeksi. Jika aditif yang digunakan adalah aditif untuk memodifikasi viskositas dari crude oil maka aditif ini dikenal dengan istilah pour-point depressants (PPDs). Sebagian besar studi laboratorium telah digunakan untuk mengetahui kebutuhan aditif yang diperlukan sesuai dengan jenis crudenya. Bagaimanapun juga, aditif yang diperlukan bukan hanya mampu untuk memodifikasi pour point dari cude oil, tetapi juga dapat memodifikasi viskositas nya juga karena hal ini berkaitan dengan temperatur rendah dan laju alir. Jika wax inhibitor utamanya digunakan untuk mengontrol pembentukan wax di beberapa subsea system maka inhibitor ini harus mampu secara total mencegah terjadinya wax deposit pada mid range condition. Insulasi sebagai cara mencegah pembentukan wax deposit Insulasi adalah salah satu cara untuk mempertahankan suhu di atas kondisi pembentukan wax, selain itu dapat memperpendek waktu untuk mencegah terbentuknya deposit wax, mencegah kehilangan panas yang akan terjadi pada sepanjang pipa yang disinyalir akan terbentuk wax deposit. Pada perkembangan teknologi deep-offshore peralatan bawah laut (trees, jumper, manifold) biasanya diinsulasi dengan busa sintaksis 179 dari 227 (syntatic foam) untuk kedalaman 4000`, walau secara geometri yang kompleks pada trees and manifold insulasi ini kurang efektif. Namun keuntungan dari pemasangan pipa insulasi ini adalah dapat memberikan waktu cooldown sampai kondisi pembentukan wax deposit tercapai selama shutdown. Pada saat operasi normal, jumlah panas yang hilang dari peralatan ini, jika tidak terinsulasi umumnya tidak signifikan. Untuk flowline dan risers, ada sejumlah pilihan insulasi dan pilihan yang tepat berdampak penting pada CAPEX sistem bawah laut. Pilihan insulasi flowline laut dalam adalah : 1. Pipa dengam insulasi pada bagian luar (externally insulated rigid pipe) 2. Pipa fleksibel yang diinsulasi 3. Pipa ditanam 4. Pipa di dalam pipe 5. Pipa di bundel Pemilihan jenis insulasi perlu mempertimbangkan aspek flow assurance, desain mekanik, instalasi, siklus dan isu resiko yang harus dipertimbangkan, sebagai contoh untuk flowline sistem insulasi dapat berdampak pada bagian bawah bagaimana flowline dipasang, biaya instalasi, dan desain sambungan di lapangan. Pada sistem insulasi eksternal bahan insulasi harus tahan terhadap tekanan hidrostatik yang terjadi (pada instalasi deep offshore, kemungkinan yang terjadi adalah tekanan hidrostatik). Kekhawatiran selain dari kuatnya tekanan adalah masuknya air, penuaan kekuatan termal dan creep. Bahan ini karena kepadatannnya yang relatif tinggi, terbatas pada kisaran Next >