< Previous 57 3. Standar Nasional (National Standard) – merupakan pembanding dari pusat- pusat kalibrasi (JNK). Standar tersebut berada di Puslit KIM-LIPI, Serpong. 4. Standar Internasional (International Standard) – merupakan pembanding dari Institusi Metrologi Nasional (NMI) di masing-masing negara yang dikordinasikan secara regional yang berpusat di BIPM, International Intercomparation Dengan adanya sifat ketertelusuran akan menjamin standar ukuran untuk kelancaran kerja bagi semua pihak dalam menyatukan pengertian teknik antar negara yang mempunyai kepentingan bersama. Khususnya sebagai dasar yang tepat bagi pembuatan komponen dengan sifat mampu tukar Sebuah rantai ketertelusuran, seperti pada Gambar 2.13, merupakan suatu rantai tak terputus dari beberapa perbandingan, yang masing-masing dinyatakan dengan suatu ketidakpastian. Hal ini untuk memastikan bahwa suatu hasil pengukuran atau nilai dari suatu standar terpaut dengan suatu acuan yang lebih tinggi, dan seterusnya hingga standar primer. 58 c. Kepekaan (Sentivity). Kepekaan alat ukur menyangkut masalah kemampuan dari alat ukur untuk memonitor perbedaan yang kecil dari harga-harga yang diukur. Kepekaan suatu alat ukur berkaitan erat dengan sistem mekanisme dari pengubahnya. Makin teliti sistem pengubah mengolah isyarat dari sensor maka makin peka pula alat ukurnya. d. Kemudahan Baca (Readability) Kalau kepekaan berkaitan erat dengan sistem pengubah maka kemudahan baca berkaitan erat dengan sistem skala yang dibuat. Jadi, kemampuan alat ukur untuk menunjukkan harga yang jelas pada skala ukurnya dapat diartikan sebagai kemudahan baca alat ukur tersebut. Gambar 2.13 Rantai Ketelusuran Gambar 2.14 Histerisis 59 Disini, pembuatan skala nonius dengan sistem yang lebih terinci memegang peranan penting dalam masalah kemudahan baca. Akhir-akhir ini sistem penunjuk digital secara elektronis banyak digunakan dalam rangka mencari kemudahan baca yang tinggi. Perbedaan tersebut timbul karena pada waktu poros jam ukur bergerak ke atas banyak gaya-gaya yang harus dilawannya seperti gaya pegas dan gaya gesek, pada waktu poros jam ukur turun gaya pegas malah mendorongnya tetapi gaya gesekan harus dilawannya. Kita lihat garis grafik waktu naik berbeda dengan garis grafik waktu turun. Seharusnya garis grafik waktu turun dan garis grafik waktu naik dapat berimpit walaupun kesalahan pengukuran dapat terjadi. Untuk menghindari histerisis maka gesekan poros dengan bantalannya harus dibuat seminimum mungkin. Kalaupun ada pengaruh histerisis, pengaruh ini dapat dikurangi dengan jalan membuat tinggi susunan blok ukur kira-kira sama dengan tinggi benda ukur, sehingga dengan demikian perbedaan ukuran yang ditunjukkan oleh jam ukur adalah relatif kecil. e. Kepasifan Kadang-kadang sewaktu dilakukan pengukuran terjadi pula bahwa jarum penunjuk skala tidak bergerak sama sekali pada waktu terjadi perbedaan harga yang kecil. Atau dapat dikatakan isyarat yang kecil dari sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada jarum penunjuknya. Keadaan yang demikian inilah yang sering disebut dengan kepasifan atau kelambatan gerak alat ukur. Untuk alat-alat ukur mekanis kalaupun terjadi kepasifan atau kelambatan gerak jarum penunjuknya mungkin disebabkan oleh pengaruh pegas yang sifat elastisnya kurang sempurnya. Pada alat ukur pneumatis juga sering terjadi kepasifan ini misalnya lambatnya reaksi dari barometer padahal sudah terjadi perubahan tekanan udara. Hal ini disebabkan volume udaranya terlalu besar akibat dari terlalu panjangnya pipa penghubung sensor dengan ruang perantara. 60 f. Pergeseran (Shifting) Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti ini sering disebut dengan istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat-alat ukur elektris yang komponen-komponennya sudah tua. g. Pengambangan (Floating) Kadang-kadang terjadi pula jarum penunjuk dari alat ukur yang digunakan posisinya berubah-ubah. Atau kalau penunjuknya dengan sistem digital angka paling kanan atau angka terakhir berubah-ubah. Kejadian seperti ini dinamakan pengambangan. Kepekaan dari alat ukur akan membuat perubahan kecil dari sensor diperbesar oleh pengubah. Makin peka alat ukur makin besar pula kemungkinan terjadinya pengambangan. Untuk itu, bila menggunakan alat ukurdihindari adanya kotoran atau getaran, juga harus digunakan metode pengukuran yang secermat mungkin. h. Kestabilan Nol (Zero Stability) Pada waktu mengukur dengan jam ukur, kemudian secara tiba-tiba diambil benda ukurnya, maka seharusnya jarum penunjuk kembali pada posisi nol semula. Akan tetapi, sering terjadi bahwa jarum penunjuknya tidak kembali ke posisi nol. Keadaan ini disebut dengan kestabilan nol yang tidak baik. Salah satu penyebab tidak kembalinya pada posisi nol adalah adanya keausan pada sistem penggerak jarum penunjuk. Dengan demikian jelaslah bahwa banyak sekali hal-hal yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran yang salah satunya disebabkan oleh sifat-sifat dari alat ukur itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengurangi banyaknya penyimpangan perlu dilakukan pengecekan alat- alat ukur, baik yang belum digunakan lebih-lebih lagi untuk alat-alat ukur yang sering digunakan. Jadi, kalibrasi alat ukur memang sangat diperlukan, disamping untuk mengecek sifat-sifat dari alat ukur. Kalau hal yang 61 demikian ini dilakukan secara rutin maka penyimpangan pengukuran yang timbul dari alat ukur bisa dikurangi menjadi sekecil mungkin. 4. SumberKesalahan Pada Pengukuran Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan yang kurang tepat. a. Kesalahan pengukuran karena alat ukur Di muka telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat ukur. Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus di kalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari ala tukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya. b. Kesalahan pengukuan karena benda ukur Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada 62 benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya. Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang. Gambar 2.15 menunjukkan letak tumpuan yang seharusnya dipasang. Titik tumpuan ini biasanya disebut dengan Titik Airy (Airypoint). Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran. Gambar 2.15 Kesalahan Pengukuran Karena Benda Ukur 63 c. Kesalahan karena faktor operator Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan. sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu: 1) Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktek pengukuran. 2) Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahun bagaimana cara mengatasinya. 3) Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputibagaimanamenggunakannya,bagaimana, mengkalibarasi dan bagaimana memeliharanya. 64 d. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurang tepatanya metode yang digunakan ini berkaitan dengan 1) Posisi sudut pandang membaca skala ukur Perhatikan gambar 2.16 di bawah ini, manakah yang menghasilkan ukuran yang tepat? 2) Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran. Dalam Gambar 2.17 dapat dilihat beberapa contoh posisi alat ukur yang kurang tepat pada waktu melakukan pengukuran. Gambar 2.17 Kesalahan Karena Pengaturan Posisi Alat ukur Tidak Tepat Gambar 2.16 Sudut Pandang Pembacaan Alat Ukur 65 3) Cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ulur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0.01 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0.1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0.01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur. e. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur Faktor manusia sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Gambar 2.18 Posisi Membaca Skala f. Kesalahan karena faktor lingkungan Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran. Akan tetapi, suhu atau temperatur ruangan pengukur terjaga pada suhu 20°C. 66 5. Kalibrasi Kalibrasi di industri dilakukan untuk menjamin ketertelusuran peralatan ukur yang digunakan dalam pengukuran dan pengujian suatu produk industri. Atau menjamin suatu hasil pengukuran, karenanya alat ukur dan bahan ukur yang digunakan dalam proses pengukuran harus dikalibrasi. Kalibrasi alat ukur merupakan kegiatan untuk mengetahui kebenaran konvensional nilai penunjukkan suatu alat ukur. Kalibrasi alat ukur dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang diperiksa terhadap standar ukur yang relevan dan diketahui lebih tinggi nilai ukurnya. Tiga alasan penting, mengapa alat ukur perlu dikalibrasi 1) Memastikan bahwa penunjukan alat tersebut sesuai dengan hasil pengukuran lain 2) Menentukan akurasi penunjukan alat. 3) Mengetahui keandalan alat,yaitu alat ukur dapat dipercaya. Alat kalibrasi yang digunakan harus memiliki karakteristik yang menjamin hasil pengujian, diantaranya: a. Handal Alat uji harus dapat dioperasikan dalam waktu yang cukup lama secara terus menerus tanpa mengalami gangguan dan penurunan kemampuan. Apabila peralatan uji dikendalikan dengan menggunakan sistem kontrol, maka alat uji tersebut harus mempunyai karakteristik yang baik walaupun dioperasikan dalam waktu yang cukup lama. b. Presisi Penujukkan alat uji harus tepat dan mempunyai kesalahan pembacaan yang relatif kecil. Kepresisian peralatan uji mutlak diperlukan untuk pengukuran point to point (melakukan peralatan pada titik-titik ukur tertentu) maupun untuk pengukuran terkontrol dan siklus tertentu dengan slope yang dipersyaratkan (melakukan pengukuran secara kontinyu yang biasanya berupa grafik dengan karakteristik tertentu). Pembenaran penunjukkan hasil ukur alat uji dapat diketahui dengan melihat hasil kalibrasi alat uji tersebut. Next >