< Previous Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 289“Duhai saudara-saudaraku bangsa Boja, hatiku menjadi sedih dan haru mendengar ucapan kalian. Oh Sang Hyang Widhi, lindungi dan tabahkanlah hati umat-Mu dari kebengisan Sang Kangsa. Dan ai Kangsa tak jemu-jemunya kau menyusahkan dunia, maka sudah sepatutnya engkau mendapat hukuman dari Sang Hyang Widhi. Aku akan datang untuk membunuh-mu”. Demikianlah Sri Narayana berkata sambil menggertakkan giginya.Kemudian para pemimpin/ksatria bangsa Boja bermohon lagi sambil menangis. Oh, Paduka tuanku, tuluskanlah kasih paduka tuanku kepada kami. Bunuhlah si Kangsa dan seluruh pengikutnya dari muka bumi ini agar bangsa Boja dapat hidup tenang kembali. Kami merasa sangat kasihan menyaksikan nasib bangsa kami dari penganiayaan si Kangsa. Hanya sedih yang dapat kami lakukan terhadap derita bangsa kami. Sedangkan untuk membebaskannya, kami tidak punya kemampuan untuk itu. Hanya pada tuanku kami temukan kekuatan itu untuk melenyapkan si Kangsa yang biadab. Karena itu, padamu kami berlindung”.Mendengar permohonan para ksatria dan pemimpin bangsa Boja yang sangat memilukan hati, Sri Narayana dan Sang Kakarsana (BalaDeva), menjadi terketuk hatinya. Sri Narayana dan Sang Kakarsana menyanggupi untuk memberikan pertolongan. Keduanya sudah sepakat hendak melawan Sang Kangsa, kendatipun keduanya hancur menjadi abu. “Kakang Mas Kakarsana, kita tidak dapat membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Mari segera kita hancurkan si Kangsa sebelum bangsa Boja hancur oleh ulahnya yang tidak mengenal perikemanusiaan”. “Baik Dimas, rasanya tangan kakang sudah ingin mencekik lehernya sampai mati. Kakang sudah muak dengan tingkah lakunya yang menjadi semakin biadab. Ayo Dimas, mari kita berangkat. Tunggu apa lagi”.Setelah berkata demikian, kedua ksatria muda itu berangkat lengkap dengan senjatanya masing-masing. Matanya merah bagaikan darah segar mengalir sebagai tanda murka yang luar biasa. Namun sebelum berangkat, beliau mempersilakan tamunya beristirahat. Sang Sri Narayana dan Sang Kakarsana, keduanya adalah merupakan buruan Sang Kangsa, karena keduanya dianggap perintang untuk mewujudkan cita-citanya menaklukan seluruh raja yang ada di permukaan bumi ini. Karena itu, begitu ia melihat keduanya, Sang Kangsa sangat senang hatinya.Kemudian berkata:“Hai penjahat-penjahat kecil, pucuk dicinta ulam tiba. Engkau yang kucari-cari selama ini tidak ketemu, dimana saja engkau bersembunyi? Tetapi tidak dicari rupanya engkau datang untuk mengantarkan nyawa, sehingga aku tidak 290 Kelas XII SMA/SMK usah payah-payah mencarimu lagi”. Demikianlah Sang Kangsa berkata dengan sangat senangnya sambil tertawa terbahak-bahak. Namun tidak sedikitpun Sri Narayana dan Sang Kakarsana gentar mendengarkan kata-kata Sang Kangsa karena memang sudah bulat hatinya untuk melawan. Kemudian balik meraka berkata :“Hai manusia jahat. Rupanya engkau pandai memutar balikan fakta. Aku, kau katakan penjahat cilik, apakah itu tidak sebaliknya? Bukankah engkau penjahat besar yang telah mengganggu dan merusak tatanan masyarakat? Bukankah engkau adalah pengganggu ketentraman masyarakat? Engkaulah semua itu. Jadi bukan aku. Karena itu, sudah sepantasnya engkau dilenyapkan dari muka bumi ini. Kedatangan ku kemari adalah untuk itu, bukanlah untuk mengantarkan nyawa sebagai katamu itu. Nah bersiaplah untuk mati”. Demikianlah kata-kata Sri Narayana.Sang Kangsa yang sangat kegirangan melihat kehadiran Sang Sri Narayana dan Sang Kakarsana mendadak menjadi merah padam mukanya bagaikan ditampar mendengar kata-kata pedas Sri Narayana. Timbulah kemarahannya yang luar biasa. Dan berkata : “Hai anak-anak kemarin sore, berani engkau berkata sombong dihadapanku. Mustahil engkau dapat mengalahkan kesaktianku. Lihatlah berapa banyak para raja telah dapat aku taklukkan, apalagi engkau yang baru kemarin sore, belum apa-apa bagiku, tanganku sebelah saja dapat memecahkan kepalamu”.“Hai perusak ketentraman masyarakat, mungkin dihadapan raja-raja yang telah kau taklukan, kau dapat berkata sombong. Akan tetapi dihadapanku engkau tidak boleh berkata begitu. Nah bersiaplah untuk mati”.Setelah berkata demikian, Sang Baladeva dan Sri Narayana bersiap dengan senjatanya masing-masing. Sedangkan Sang Kangsa yang hatinya sedang terbakar oleh kemarahannya karena merasa dihina oleh orang yang masih terlalu muda, dengan sangat bernafsu ingin membunuh Sang BalaDeva dengan Sri Narayana. Hal ini juga didorong karena andal dengan kesaktiannya sehingga meremehkan musuh yang sedang dihadapinya. Sang Kangsa segera maju hendak meraih tangan Sri Narayana, namun dengan tangkasnya Sang Kakarsana mengayunkan senjata pegangannya ke dada Sang Kangsa. Bersamaan dengan itu Sri Narayana yang telah bersiap-siap kemudian melepaskan senjatanya. Masing-masing senjatanya tepat mengenai dada Sang Kangsa, sehingga dadanya berlubang dua dan mati dengan tidak sempat berkata apa-apa. Demikianlah Sang Kangsa terbunuh, karena terlalu menyombongkan diri akan kesaktiannya, tidak beradab dan selalu menyakiti sesamanya. Karena keangkuhannya maka kesaktiannya lenyap begitu saja. Hal ini pertanda bahwa Sang Hyang Widhi tidak berkenan bila diantara Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 291ciptaan-Nya, saling tidak memperhatikan, saling merusak dan selalu bertindak adharma. Setiap saat ciptaan-Nya dirusak maka setiap saat itu pula beliau berkehendak menyelamatkannya. Sri Narayana sesungguhnya adalah utusan Sang Hyang Widhi untuk menyelamatkan dunia beserta isinya dari kehancuran. Dunia dan isinya akan selalu damai serta harmonis bila diantaranya mampu hidup rukun, saling menyayangi dan mengasihi. Begitulah nasib Sang Kangsa (durjana) yang tidak mengindahkan dharma dalam hidupnya, terbunuh oleh Sri Narayana dan Baladeva sebagai penjelmaan “Dharma”. Sikap dan perilaku Sang Kangsa yang demikian tidaklah patut unutk ditiru, apalagi dilaksanakan!Demikianlah uraian singkat mengenai ajaran Dasa Yamabrata sebagaimana tersurat dalam beberapa susastra Hindu yang dapat dipedomani untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang; tenang, tentram, damai, abadi, dan usia yang panjang dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.# Selamat Belajar #Uji Kompetensi:1. Simaklah dengan baik ceritra tersebut di atas! Makna apakah yang terkandung didalamnya terkait dengan penerapan ajaran Dasa Nyama bratha, bila kita hubungkan dengan kehidupan bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!2. Menurutmu siapakah diantara tokoh yang tertulis identitasnya dalam cerita tersebut dapat dinyatakan telah menerapkan ajaran Dasa Nyama bratha, mengapa demikian? Deskripsikanlah!3. Diantara tokoh yang tertulis identitasnya dalam ceritera tersebut di atas, siapakah yang anda jadikan figur yang patut dicontoh untuk menerapkan ajaran Dasa Nyama bratha, mengapa demikian? Jelaskanlah!4. Carilah sumber informasi di media sosial dan pendidikan yang memuat materi tentang ajaran Dasa Nyama bratha, buatlah catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara, dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya paparkanlah di depan kelas atau ikuti petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas!292 Kelas XII SMA/SMK Daftar PustakaAdiputra, I Gede, Rudia, dkk. 1990. Tattwa Darsana. Jakarta: Yayasan Dharma Sharati.Agus S. Mantik. 2007. Bhagavad Gītā. Surabaya: Pāramita. Agung Oka, I Gusti. 1978. Sad Darsana. PGAHN Denpasar. Ali, Matius. 2010. Filsafat India. Tangerang: Sanggar Luxor.Ananda Kusuma, Sri Rsi. 1984. Dharma sastra. Klungkung-Bali: Pusat Satya Dharma Indonesia.Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali. 2003. Filsafat Untuk Umum. Jakarta: Fajar Interpratama; Bhāsya of Sāyanācārya. 2005. Atharvaveda Samhitā I. Surabaya: Pāramita.Bhāsya of Sāyanācārya. 2005. Atharvaveda Samhitā II. Surabaya: Pāramita. Bhāsya of Sāyanācārya. 2005. Rgveda Samhitā VIII IX X. Surabaya: Pāramita.Dirjen Bimas Hindu dan Budha. 1979. Sang Hyang Kamayanikan. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Buddha Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI.Dinas Pendidikan Prop. Bali. 1989. Bharata Yuddha Kakawin Miwah Tegesipun.Dinas Pendidikan Prop. Bali. 1988. Arjuna Wiwaha Kakawin Miwah Tegesipun.Departemen Agama Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu. 2010. Dasar-Dasar Agama Hindu Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.Departemen Agama Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha. 2003. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.Gelebet, Ir. I Nyoman. ---- Arsitektur Tradisional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan.Hadiwijono, Harun. 1971. Filsafat India. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.Kadjeng, dkk. I Nyoman. 2001. Sarasamuscaya dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia. --- : Dharma Nusantara.Kajeng, I Nyoman Dkk. 2009. Sarasamuccaya, Surabaya: Pāramita.Kandepag. Kota Denpasar. 2000. Caru Pancasatha.Kalam; Drs. A.A.Rai. 1980. Bangunan Rumah Tinggal Tradisional Bali. Denpasar. Kamala Subramaniam: Ramayana (diterjemahkan oleh Sanjaya I Gde Oka). 2001. Surabaya: Paramita.Kosasih R.A. 2006. Mahabharata. Surabaya: Paramita.Maswinarta I Wayan. 2008. Reg Veda Samhitā Mandala I II III. Surabaya: Paramita.Maswinarta I Wayan. 2004. Reg Veda Samhitā Mandala IV V VI VII. Surabaya: Paramita.Maswinara, I Wayan. 1998. Sarva Darsana Samgraha, Sistem Filsafat India. Surabaya: ParamitaMaswinara, I Wayan. 2000. Panggilan Veda. Surabaya: Pāramita.Mas Putra, Nyonya I G A. 1982. Upakara Manusa Yajna. Denpasar: IHD Denpasar.Milik Pemerintah Daerah Tingkat 1 Bali. 1995. Panca Yajna, Dewa Yajna, Bhuta Yajna, Rsi Yajna, Pitra Yajna dan Manusa Yajna. Bali. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 293N. Supardjana, BA dan I Gusti Ngurah Supartha, SSt. 1982. Pengetahuan-Pengetahuan Tari I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Punyatmaja, Drs. IB. Oka. 1984. Panca Sraddha. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.Pudja, MA. Gde dan Sudharta, MA.Tjok Rai. 2004. Manawa Dharmasastra. Surabaya: Paramita.Pudja, MA., SH. Gde. 1971. Weda Parikrama. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Agama Hindu Departemen Agama R.I.Pudja, MA., SH. Gde. 1977. Theologi Hindu. Jakarta: Mayasari.Pudja, MA., SH. Gde. 1977. Hukum Waris Hindu. Jakarta: CV. Junasco.Poedjawitna, Prof. Ir. 1982. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT. Bina Aksara.Pendit, S. Nyoman. 1978. Bhagawad Gita. Denpasar: Dharma Bakti.Parisada Hindu Dharma. 1968. : Upadesa. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.PGAHN. 6 Tahun Singaraja. 1997. Nitisastra. Denpasar: Pemerintah Daerah Provinsi Bali.Puja, Gde. 2004. Bhagawad Gìtā (Pañcamo Veda). Surabaya: Pāramita.Parisada Hindu Dharma Pusat,. 1968. Upadesa tentang ajaran agama Hindu. Denpasar : Proyek Pengadaan Prasarana dan Sarana Kehidupan Beragama tersebar di 8 Kabupaten Dati II.Pandit, Bansi. 2005. Pemikiran Hindu Pokok- pokok Pikiran Agama Hindu dan Filsafatnya. Surabaya: Paramita.Sugiarto, R dan G. Puja. 1982. Sweta Swatara Upanisad, Cetakan I. Jakarta: Mayasari.Radhakrisnan S. 1989. Indian Philosophy 2. New Delhi: Oxford University Press.Ranganathananda, Swami. 1993. Suara Vivekananda. Jakarta: Hanuman Sakti.Rai Sudarta,MA., Prof.Dr.Tjok: Siwaratri; Upada Sastra; Denpasar; 1994.---------- 2004. Kidung Panca Yajna. Surabaya: Paramita.Swami Satya Prakas Saraswati. 2005. Patanjali Raja Yoga. (dilengkapi dengan naskah asli - alih bahasa oleh Drs. J.B.A.F. Mayor Polak, Surabaya. Paramita.Suamba I.B.P. 2003. Dasar- dasar Filsafat India. Denpasar: Program Megister Unhi dan Widya Dharma.Sumawa I Wayan dan Raka Krisnu T Raka. 1992. Materi Pokok Darsana. Jakarta: Dirjen Bimas Hindu Buddha dan UT.S Pendit, Nyoman. 2007. Filsafat Hindu Dharma, Sad Darsana, Enam Aliran Astika (Ortodoks). Denpasar: Pustaka Bali Post.Sura, Drs. I Gede. 1985. Pengendalian diri dan ethika; Departemen Agama RI.Sura, Drs. I Gede: Sekitar Tata Susila Seri I; Yayasan Guna Werddhi, Denpasar.Suryani, Prof. Luh Ketut. 2003. Perempuan Bali Kini. Denpasar: Percet. PT. Offset BP.Soekmono, R. Drs. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Jakarta: Yayasan Kanisius.Sugiarto, Drs. R. Dkk. 1982. Sweta Swatara Upanisad. Departemen Agama Republik Indonesia.Sri Arwati, Dra. Ni Made. 1992. Caru. Denpasar: Upada Sastra.294 Kelas XII SMA/SMK Sandhi, BA. Gde. Dkk. 1979. Brahmanda Purana. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.Slametmulyana, Prof. Dr. 1967. Perundang-undangan Majapahit. Jakarta: Bhratara.Sudarsana. Drs. IB.Pt. MBA.MM. 2004. Himpunan dan ethika penataan banten. Denpasar: Yayasan Dharma Acarya.Sunetra. I Made, SE. BE. MM. 2004. Laya Yoga. Surabaya: ParamitaSurpha, SH. I Wayan. 1986. Pengantar Hukum Hindu.------- 2003. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita------- 2006. Yoga Asanas. Denpasar: Widya Werddhi Sabha.Swabodhi, Pandita, D.D. Harsa. 1980. Upamana – Pramana Buddha Dharma dan Hindu Dharma. Medan: Yayasan Perguruan Budaya.Team Penyusun. 2002. Panca Yajna. Denpasar: Pemerintah Tingkat I Bali.Team Penyusun. 1982/1983. Kamus Kecil Sanskerta-Indonesia. Denpasar: Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Pemda Tk. I Bali.Team Penyusun. 1978. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Team Penerjemah. 1994. Bhuwanakosa. Denpasar: Penerbit Upada Sastra.Titib, DR. I Made. 2003. Teologi dan Simbul-simbul agama Hindu.Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.Titib, I Made. 2008. Itihasa Ramayana dan Mahabharata (Viracarita) Kajian Kritis Sumber Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.Wiratmaja, Drs. I Gst. Agama Hindu Sejarah dan Sraddha.Widyatranta, Siman. Adiparwa Jilid I dan II. Yogyakarta: U.P. Spring.Wursanto, Drs. I G. 1986. Dasar-dasar Manajement Umum. Jakarta: Pustaka Dian.Wiana, Drs I Ketut. 2002. Memelihara Tradisi Weda. Denpasar: PT. Bali Post.Wiana, Drs. Ketut dan Raka Santreri. 1993. Kasta Dalam Hindu Kesalah Pahaman Berabad-abad. Denpasar: Penerbit. Yayasan Dharma Naradha.Zoetmulder, P.J. 2005. Ădiparva. Surabaya : Penbt. Pāramita.-----------Himpunan Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu; Parisada Hindu Dharma Indonesia.----------- 1992. Sundarigama. Denpasar: Departemen Agama Kota.DENGAN PAJAKMEMBANGUNKITA Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 295Ashtangga Yoga adalah delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga. Bagian-bagiannya yaitu Yama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, dan Samadhi.Ashtāngga yoga adalah “delapan bagian yoga” sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.Asana ialah sikap duduk yang sempurna.Bakti Marga berarti berbakti atau sembahyang yang merupakan cara mendekatkan diri pada Tuhan. Agama mengajarkan umatnya untuk melakukan ritual ini lengkap dengan tata caranya.Bagi Vibhuti mārga, kegelapan merupakan simbol ketidakbenaran yaitu kejahatan, kekacauan, kehonaran, kebodohan, kematian, setan dan sebagainya. Dewa Agni secara simbolis untuk menyatakan keutamaan sinar, oleh karena itu dewa Agni dipuja sebagai dewa yang berkilau-berkilauan yang memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru.Catur marga adalah empat jalan yang wajib dilalui untuk mewujudkan kebahagiaan hidup ini. Ke empat jalan itu adalah: Bakti marga/yoga, KarmaMarga/Yoga, Jnana Marga/Yoga, dan Raja Marga/Yoga.Catur warna berarti empat macam pengklasifikasian umat atau masyarakat Hindu berdasarkan guna dan karmanya masing-masing.Catur Asrama adalah empat jenjang lapangan hidup yang diklasipikasikan menurut tingkatan-tingkatan tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku umat manusia.Catur Purusa Artha adalah empat tujuan hidup manusia yang utama, yang terdiri dari: dharma, artha, kama, dan moksa.Dharmaṡāstra (Smrti) dipandang sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak dimuat tentang sariat Hindu yang disebut dharma.Dharana adalah pemusatan pikiran.Dhyana adalah meditasi.Grhastha adalah masa hidup mendirikan rumah tangga baru (melaksanakan perkawinan) yang dilaksanakan setelah fase brahmacari.Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara (tata Negara).Hukum adalah peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik yang ditetapkan oleh pemerintah, penguasa, maupun pemberlakuannya secara alamiah yang bila mana perlu pelaksanaan dapat dipaksakan untuk dipatuhi guna mewujudkan keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat.Harmonis adalah hidup dan kehidupan yang selalu damai, tiada bermasalah, penuh dengan tenggang-rasa, saling mengasihi dan mematuhi hukum yang berlaku.Jnana Marga berarti dengan belajar dan mencari pengetahuan seseorang akan bisa mendekatkan diri pada PenciptaNya.Kirti adalah suatu usaha, kerja ( karma) dan pengabdian yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk menghubungkan diri ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta Glosarium296 Kelas XII SMA/SMK dengan manifestasinya. Kirti adalah wujud kerja umat Hindu dalam rangka melaksanakan swadharmanya, baik dharma negara maupun dharma agama.Kitab Dharmaṡāstra yang memuat bidang hukum Hindu tertua dan sebagai sumber hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmaṡāstra.Karma Marga berarti perbuatan, tingkah laku, pekerjaan ataupun aksi. Pekerjaan atau perbuatan yang dimaksud tentu perbuatan yang baik.Lima bentuk Yajña yang patut dilakukan oleh umat sedharma dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan keharmonisan hidup ini yang dikenal dengan Panca Yajña. Bagian- bagian dari Panca Yajña adalah : Dewa Yajña, Pitra Yajña, Rsi Yajña, Manusa Yajña, dan Bhuta Yajña.Moksa adalah bersatunya atman dengan paramatman, atau tercapainya kebahagiaan yang tertinggi yaitu suka tan pawali dukha.Manawa Dharmaṡāstra adalah sebuah kitab Dharmaṡāstra yang dihimpun dengan bentuk yang sistematis oleh Bhagawan Bhrigu.Melaksanakan perkawinan adalah wajib hukumnya bagi seseorang yang sudah pantas untuk melaksanakannya dan sekaligus adalah sebagai pengamalan dharmanya.Niwrtti marga dilaksanakan dengan menekuni ajaran yoga marga. Pelaksanaan yoga merupakan sadhana dalam mewujudkan semadhi yaitu penyatuan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa.Nyama ialah pengendalian diri dalam diri yaitu tahapan rohani.Perkawinan atau wiwaha, baru dapat dilakukan oleh seseorang ”umat” apabila yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku dan berdasarkan norma-norma agama yang dianutnya.Prawrtti Marga adalah cara atau jalan yang utama untuk mewujudkan rasa bakti ke hadapan Sang Hyang Widhi, dengan tekun melaksanakan; tapa, yajna, dan kirti.Pranayama adalah pengendalian prana / pernafasan.Pratyahara adalah penarikan pikiran dari objeknya.Raja Marga berarti mengamalkan ajaran agama dengan melakukan Yoga, bersemadi, tapa atau melakukan Brata (Pengendalian Diri) dalam segala hal termasuk upawasa (puasa) dan pengendalian seluruh indra.Rta adalah hukum alam ”Tuhan atau Brahman” yang bersifat murni, absolut, berlaku sangat adil dan transendental serta keberadaannya tidak ada satupun mahkluk “manusia” dapat menolaknya.Samadhi adalah luluhnya pikiran dengan Atman.Setiap individu umat Hindu memiliki kesempatan untuk meningkatkan guna dan karmanya masing-masing, sehingga dapat mencapai kesempurnaan hidup.Setiap umat memiliki kewajiban untuk meningkatkan jenjang kerohaniannya sesuai dengan kondisi dan kenyataan hidupnya masing-masing.Syahnya suatu perkawinan yang dilaksanakan oleh seseorang apabila telah mendapatkan legalitas hukum ”tri upasaksi” sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.Tapa adalah pengendaliaan diri, untuk memuja Sang Hyang Widhi. Setiap umat Hindu memiliki kewajiban untuk melakukan pengendalian diri, dengan tujuan untuk menghubungan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 297diri ke hadapan Sang Hyang Widhi. Pengendalian diri (tapa) itu sangat perlu dilaksanakan secara tekun dan teratur.Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) baru yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Untuk memenuhi tuntutan tujuan hidup manusia, kondisi moksa dapat ditingkat-tingkatkan seperti: Samipya, Sarupya (Sadharmaya), Salokya (Karma mukti), dan Purna mukti.Vibhuti mārga berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang dihayati oleh para maharesi melalui spiritual yang kemudian penghayatan tersebut dilukiskan secara lahiriah dalam bentuk puisi sebagai rasa kekagumannya.Vibhuti mārga sikap spiritual yang puitis yang dimiliki oleh para maharesi sebagai jalan kemegahan memiliki keistimewaan yaitu tidak pernah lepas dari kenyataan yang dapat dihayati melalui persepsi indra.Vibhuti mārga mencari pengelaman yang bersifat trancendental di luar alam indra. Sinar yang menjadi obyek utama kekaguman pendeta penyangga Vibhuti marga, yang mana sinar itu digunakan sebagai simbol keindahan dan kemuliaan jiwa, simbol kebenaran, simbol rta, simbol kebaikan, kebahagiaan, kekekalan, simbol Tuhan dan lain-lain.Wiwaha atau perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri yang syah.Yama ialah pengendalian diri dari tahap perbuatan jasmani.Yajña adalah perbuatan atau persembahan yang dilakukan dengan penuh keiklasan dan kesadaran kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta prabhawa-Nya.Yang termasuk ruang lingkup catur warna adalah terdiri dari: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra warna.Yajña bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia beserta mahluk hidup yang lainnya.Yajna adalah suatu pemujaan dan persembahan yang dilaksanakan oleh umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi/Tuhan beserta manifestasinya yang dilandasi dengan rasa bakti dan ketulusan hati. Melaksanakan yajna adalah merupakan kewajiban bagi setiap umat yang beragama Hindu.Yoga merupakan penghentian goncangan-goncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran yang ditentukan oleh intensitas; sattwam, rajas dan tamas. diantaranya : Ksipta, Mudha, Waksipta, Ekgra, Nirudha. Dengan Panca Yama Brata dan Panca Nyama Brata menuju keharmonisan.Yoga merupakan pengendalian gelombang – gelombang pikiran dalam alam pikiran untuk dapat berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Disebutkan ada 22 jenis yoga yang sangat bermanfaat untuk kesehatan jasmani dan rohani manusia.Yoga Marga adalah suatu usaha untuk menghungkan dari dengan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya melalui astāngga yoga. A298 Kelas XII SMA/SMK Asana 146, 213, 227, 237Astangga Yoga 146BBakti Marga 296, 300CCatur Asrama 76, 296, 300Catur Marga 296, 300Catur Purusa Artha 296, 300Catur Warna 296, 300DDharana 146, 174, 217, 229, 238Dharmaṡāstra 296, 297, 300Dhyana 146, 174, 194, 208, 209, 217, 218, 229, 239, 249, 256, 281GGrhastha 296, 300HHarmonis 77, 115, 137, 194, 233, 234, 252, 291Hukum Hindu v, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 31, 41, 43, 45, 295, 296, 300JJnana Marga 296, 297, 300KKarma Marga 297, 300Kirti 138, 298MManawa Dharmaṡāstra 297, 300Moksha 82, 96, 209, 210, 218, 297, 300NIndeksNiwrtti Marga 297, 300Nyama vi, 202, 203, 212, 225, 228, 236, 246, 249, 250, 251, 252, 255, 256, 257, 258, 269, 283, 284, 286, 291, 298, 299, 300PPranayama 146, 151, 208, 216, 218, 238, 241Pratyahara 202, 206, 207, 210, 216, 217, 228, 238, 296, 298, 300Prawrtti Marga 298, 300RRaja Marga 296, 298, 300SSamadhi viii, 151, 174, 195, 196, 198, 202, 207, 209, 210, 217, 218, 230, 239, 283, 296, 298, 300TTapa 204, 210, 226, 237, 257, 272, 298, 300UUpakara 301VVibhuti mārga 296, 298, 299, 301WWiwaha 114, 231, 250, 292, 299, 301YYajña 146, 297, 299, 301Yama vi, 139, 195, 202, 203, 210, 212, 223, 228, 235, 246, 247, 248, 252, 253, 254, 255, 258, 259, 262, 268, 284, 296, 299, 301Yoga 301Next >