< Previous Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 279Caritraniyatà ràjan ye krsàh krsavrttayaá,Arthinascopacchanti tesudattam mahà phalam.Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhàcara, wwang daridra, tan panemu ahara, wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana ring wwang mangkana agong phalanika. Terjemahan: Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, yang tidak memperoleh makanan, orang-orang yang benar mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada orang yang demikian besar pahalanya (Sarasamuscaya,187).Manfaat dari ajaran Upawasa (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan pengekangan diri.i. Mona berarti tidak bersuara.Mona artinya tidak berkata, membatasi bersuara. Dalam kehidupan sehari–hari mona tidak diartikan tidak berkata–kata sama sekali, melainkan adalah kata–kata itu harus dibatasi dalam batasan–batasan kewajaran. Misalnya dianggap wajar bila berkata baik dan benar, berkata menyenangkan orang lain bila didengar. Dalam perilaku hidup suci upaya membatasi kata–kata itu memang penting, sebab dari kata atau suara itulah seseorang akan disenangi atau tidak, dari kata atau suara itulah akan terletak celaka tidaknya seseorang. Terutama dari kata atau suara itulah akan terdapat kebahagiaan, kedamaian rohani. Orang yang ternoda rohaninya, dia sendiri akan merasakan ketidak-tentraman dalam batinnya. Lebih–lebih kata–kata itu sengaja diucapkan agar orang lain sakit hati. Sikap demikian itu sama saja membuat batin sendiri ternoda. Selama ucapan itu ternoda maka selama itu pula batin menjadi tidak damai. Minimal ia akan selalu menimbang–nimbang kata yang telah diucapkan. Hal ini tak dapat dihindari, karena semua manusia punya perasaan, pikiran yang selalu membututi dan ikut menimbang–nimbang ucapan yang telah dikeluarkan. Perasaan dan pikiran inilah akan selalu membayangi kehidupan suasana batin tidak tenang.280 Kelas XII SMA/SMK Berkata-kata baik, menyenangkan, bermanfaat, penuh makna dan suci disebut wacika. Wacika adalah perkataan yang baik (suci). Kata-kata ibarat pisau bermata dua, disatu pihak akan bisa mendatangkan kebaikan dan di lain pihak akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra sargah V.3 sebagai berikut :“Wasita nimittanta manemu laksmi, Wasita nimittanta pati kapangguh, Wasita nimittanta manemu dukha, Wasita nimittanta manemu mitra”.Terjemahan:Oleh perkataan engkau akan mendapat bahagia, oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu, oleh perkataan engkau akan mendapatkan kesusahan, oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat.Demikianlah akibat dari perkataan yang diucapkan ada yang baik dan ada yang buruk. Kata-kata kotor atau buruk disebut Mada (dalam Tri Mala). Kata-kata yang kotor seperti raja pisuna (fitnah), wak purusa (berkata kasar), berbohong dan sebagainya tidak usah dipelihara, sebab hal tersebut akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan lebih fatal lagi bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu marilah kita sucikan wak/kata-kata sehingga menjadi “wacika” yaitu kata-kata yang suci, karena kata-kata yang suci ini akan dapat mengantarkan kita kepada sahabat atau mitra dan kepada kebahagiaan atau laksmi. Ada empat cara (karma patha) untuk menyucikan perkataan yaitu : 1). Tidak berkata jahat (ujar ahala). Kata-kata jahat yang terucap akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian, baik kesucian yang mengucapkan maupun yang mendengarkan. Karena dalam kata-kata yang jahat itu ada gelombang yang mengganggu keseimbangan vibrasi kesucian.2). Tidak berkata kasar (ujar akrodha), seperti menghardik, mencaci, mencela. Kata-kata kasar itu sangat menyakitkan bagi yang mendengarkan dan sesungguhnya dapat mengurangi vibrasi kesucian bagi yang mengucapkan. Perlu diperhatikan, meskipun niat baik, kalau diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat baik itu turun nilainya (menjadi tidak baik). Bagi yang mempunyai kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya. 3). Tidak memfitnah (raja pisuna). Ada pepatah mengatakan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup orang sering mengalahkan persaingan dengan cara memfitnah agar lawan dengan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 281mudah dikalahkan. Salah satu sifat manusia yang dapat menimbulkan akibat negatif adalah yang disebut “distinksi” yaitu suatu dorongan untuk lebih dari orang lain. Kalau ia tidak mampu berbuat lebih dari kenyataan maka fitnahpun akan dipakai senjata agar ia kelihatan lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-kata fitnah.4). Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengandung kebohongan. Kebiasaan berbohong ini juga sering di dorong oleh nafsu distinksi tadi. Agar ia kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering dilakukan. Berbohongpun sering dilakukan untuk menutupi kekurangan diri. Menghilangkan kebiasaan berbohong memang susah, namun ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa adanya sesuai karma kita.Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan agar tidak keluar dari lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan. Untuk melatih itu biasakanlah menyanyikan nama-nama Tuhan atau Dharmagita atau Mantram-mantram tertentu secara terus menerus, sampai kebiasaan ‘kurang baik’ itu dapat dihapuskan. Hal ini memang memerlukan kesungguhan, karena mengubah kebiasaan jelek memang tidak mudah. Kebaikan itu hanya dapat diwujudkan dengan cara membiasakannya sampai melembaga dalam tingkah laku. Pada mulanya memang dirasakan beban, tetapi lama-kelamaan akan menjadi kebutuhan. Orang suci sudah menjadi kewajibannya untuk selalu bertutur-kata suci, oleh karenanya kebahagiaan batin itu dapat terwujudkan.Manfaat dari ajaran “mona” (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat selalu mengusahakan untuk berbicara yang baik dan suci.j. Snana berarti melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.Snana artinya tekun melaksanakan pembersihan dan penyucian batin dengan sembahyang tiga kali sehari atau tri sandhya. Melaksanakan tri sandhya bila dicermati suasana pelaksanaannya, sesungguhnya adalah dasar dari dhyana. Biasanya seseorang sebelum secara tekun dapat melakukan dhyana maka tingkatan dasar (tri sandhya) dilakukan terlebih dahulu. Praktik ini diawali dengan membersihkan badan, seperti mandi. Aktivitas antara mandi dengan tri sandhya sangat erat 282 Kelas XII SMA/SMK hubungannya, dimana dengan memebersihkan badan terlebih dahulu pelaksanaan tri sandhya itu akan menjadi lebih mantap. Dengan kata lain terbiasa membersihkan diri, badan, mandi sebelum akan melakukan pemujaan kehadapan-Nya dapat mendukung suksesnya sembahyang dengan baik. Seperti yang telah terbiasa dipraktikkan atau dilaksanakan oleh umat sedharma dalam memuja isthaDewata, panca sembah atau kramaning sembah dilaksanakan setelah melakukan pemujaan dengan mantram tri sadhya bersama. Kitab suci weda menjelaskan sebagai berikut; Sarvà pavitrà vitatà-adhyasmat.Terjemahan:‘Semua hal (benda) yang suci mengelilingi kita’(Atharvaveda VI.124. 3).Dengan kesucian diri dan hati dapat menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, menghancurkan pikiran atau perbuatan yang tercela. Orang yang memiliki kesucian hati mencapai surga dan bila kita berpikiran yang jernih serta suci, maka kesucian akan selalu melindungi kita. Kesucian atau hidup suci telah diamanatkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu ada baiknya sebagai umat sedharma selalu terjaga untuk hidup suci.Manfaat dari ajaran Snana (dalam ajaran Dasa Nyamabratha) ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat kesucian yang secara tekun melakukan pemujaan dengan ‘Tri Sandhya, dan do’a sehari-hari’ yang lainnya.Ajaran dasa nyama brata yang terdapat dalam sloka kitab saracamucchaya, adalah merupakan pegangan hidup bagi umat sedharma yang hendak mencapai kesempurnaan batin. Upaya itu dapat dicapai ‘moksa‘kehidupan yang abadi melalui pengamalan hidup di dunia dengan berlaksana yang benar. Dunia ini tempat berbuat, oleh sebab itu perilaku sehari-hari yang ditampilkan oleh umat sedharma dapat dijadikan ukuran sampai dimana tingkat kesempurnaan jiwa-nya. Seseorang dalam hidupnya. Dalam pengamalannya keluar, maka Sumber: Dok. Pribadi (26/01/2013).Gambar 5.8 Puja Tri Sandhya. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 283sebelumnya orang hendaknya mengadakan pembenahan kedalam diri sendiri terlebih dahulu, baru mengadakan pembenahan keluar diri. Hal ini wajar karena bagaimana orang dapat membenahi orang lain jika dirinya belum dibenahi.Atma merupakan percikan terkecil dari Brahman yang sudah memasuki tubuh sehingga menimbulkan adanya penghidupan, dan gerak yang disemangati oleh atma itu sendiri. Ia menjadi pelaku lima klesa atau sumber kesedihan yakni avidya (ketidaktahuan), asmita (kesombongan / keakuan), Raga (keterikatan dan kesukaan), Dvesa (kemarahan, keserakahan) dan Abhinivesa (ketakutan yang berlebihan terhadap kematian). Selama adanya perubahan dan kegoncangan pada pikiran, selama itu pula atma terpantulkan pada perubahan – perubahan itu. Dan untuk melepaskan atma dari cengkraman lima klesa tersebut di dalam yoga dapat dilakukan dengan disiplin kriya – yoga dimana kriya – yoga sekaligus membawa pikiran pada keadaan Samadhi. Di dalam Kriya – yoga itu sendiri diantaranya berisikan beberapa aktivitas yaitu : tapas (kesederhanaan), svadhyaya (mempelajari dan memahami kitab suci).Akal atau budhi merupakan azas kejiwaan namun bukan meupakan roh yang memiliki kesadaran. Ia yang halus dari segala proses kecakapan mental untuk lebih mempertimbangkan dan memutuskan segala sesuatu yang diajukan oleh indrya yang lebih rendah, namun ia (budhi). Sebagai azas kejiwaan atau psikologis, ia memiliki sifat jnana (pengetahuan), dharma (kebajikan, tidak bernafsu / wairagya) dan aiswarya (ketuhanan). Namun terkadang suara–suara kebajikan yang keluar dari budhi itu sendiri masih belum mampu mengalahkan kuatnya pengaruh daripada indra–indra yang ada pada diri kita sehingga timbul perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh budhi itu sendiri. Melalui kebijaksanaan yang dapat kita peroleh dengan jnana atau pengetahuan dapat membersihkan akal itu sendiri sehingga sinar sattva mampu merefleksikan kesadaran jiwa (purusha) itu sendiri.Uji Kompetensi:1. Apakah makna dari masing-masing bagian ajaran Dasa Nyama bratha tersebut bila kita hubungkan dengan kehidupan bermasyarakat keseharian seperti sekarang ini? Jelaskanlah!2. Kita semua patut bersyukur dapat menerima warisan leluhur berupa ajaran Dasa Nyama bratha, dengan cara bagaimana anda mewujudkan rasa bersyukur itu? Deskripsikanlah!284 Kelas XII SMA/SMK D. Contoh Penerapan Dasa Yama Bratha dan Dasa Nyama Bratha dalam Kehidupan.Dasa Yama bratha dan Dasa Nyama bratha adalah konsep ajaran yang dapat mempermulia sifat dan sikap seseorang dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu wajib hukumnya untuk dapat diterapkan dengan sungguh-sungguh dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah contoh penerapannya dalam bentuk cerita singkat.1. Contoh penerapan Dasa Yama Bratha dalam kehidupan.Perenungan.Uccā divi dakûióāvanto asthurye asvadāh saha te sùryeóa.Terjemahan:“Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di alam surga. Orang-orang yang tidak picik, yang mendermakan kuda, bertempat tinggal bersama Sang Hyang Surya (Rgveda X. 107. 2).3. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam hidup bermasyarakat? Tuliskanlah pengalaman anda! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!4. Amatilah masyarakat lingkungan sekitar anda terkait dengan pengamalan ajaran Dasa Nyama bratha dalam keseharian, buatlah catatan tersendiri dan diskusikanlah dengan orang tua, saudara, dan anggota keluarga anda. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Selanjutnya ikutilah petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas! Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 285Pemburu dan Burung SindhukaDi sebuah puncak gunung, ada sebuah pohon besar. Di pohon itu, tinggal seekor burung istimewa bernama Sindhuka. Keistimewaan burung itu adalah, tahinya selalu berubah menjadi emas.Pada suatu hari, seorang pemburu datang ke tempat itu. Ketika dia mengamati burung itu berak dan tahinya segera menjadi selempengan emas, ia sangat takjub. “Sudah sejak kecil aku menangkap ribuan burung, namun tidak pernah melihat tahi burung berubah menjadi emas,”kata pemburu itu dalam hati.Kemudian sang pemburu memasang perangkap di pohon itu. Burung yang bodoh itu tidak menghiraukannya perangkap itu. Dia terperangkap dan pemburu itu segera mengambil dan memasukkan ke dalam sangkar.Kemudian dia berpikir dalam hati, “sekarang sebelum seseorang menemukan burung yang aneh ini dan melaporkannya kepada raja, lebih baik aku sendiri yang pergi dan memperlihatkan burung ini kepada raja.”Si pemburu segera menghadap raja dan menuturkan semuanya tentang hal ihwal burung itu. Sang raja menjadi senang dan berkata kepada pelayan-pelayannya, “Peliharalah burung ini dengan saksama. Berikanlah dia makanan dan minuman dengan baik.”Namun para menteri raja berkata kepadanya, “Yang Mulia, bagaimana Tuan dapat mempercayai kata-kata seorang pemburu? Apakah mungkin mendapatkan emas dari tahi seekor burung? Kami menganjurkan Tuan untuk mengeluarkannya dari sangkar itu dan melepaskannya.”Setelah berpikir cukup lama, sang raja memperhatikan nasihat para menteri itu. Burung itupun di lepas ke alam bebas. Burung itu terbang dan bertengger di atas pintu gerbang dekat sana dan mengeluarkan tahinya yang segera menjadi emas.Burung itu berkata;“Pada mulanya aku bodoh, kemudian pemburu, kemudian para menteri, kemudian raja. Kita semua adalah kelompok orang bodoh, (Dikutip dari Buku Panca Tantra ketiga, hal. 77 s/d 79).286 Kelas XII SMA/SMK 2. Contoh penerapan Dasa Nyama Bratha dalam kehidupan.Perenungan.Utpàtàh pàrtáivàntarikûàhsaý no divicarà grahàá.Terjemahan:‘Semoga semua gangguan terhadap bumi dan langit berakhir. Semoga planet-planet yang amat menyenangkan memberikan kedamaian kepada kami (Atharvaveda XIX. 9. 7).Ketenangan, kedamaian atau ketentraman batin adalah sesuatu yang menjadi dambaan setiap mahkluk yang dilahirkan ke dunia ini. Lingkungan yang nyaman tidak hanya diharapkan oleh umat manusia, tumbuh-tumbuhan dan binatang pun juga memerlukan kedamaian itu. Demikianlah weda sumber ajaran agama kita mengajarkan kedamaian didambakan untuk semuanya, Uji Kompetensi:1. Baca dan hayatilah dengan baik ceritera yang berjudul “Seorang Pemburu dan Burung Sindhuka” sebagaimana tersurat seperti tersebut di atas! Nilai-nilai ajaran Dasa Yamabrata yang manakah yang manakah tersurat dan tersirat di dalam cerita itu? Mengapa demikian, buatlah narasinya dan deskripsikanlah sesuai dengan petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!2. Carilah artikel yang berhubungan dengan penerapan ajaran Dasa Yama brata di media cetak sosial dan pendidikan. Buatlah ringkasannya dan paparkanlah isinya di depan kelas sebagai laporan hasil kegiatan yang dimaksud sesuai dengan petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu!3. Amatilah sekitar lingkungan anda, adakah penerapan ajaran Dasa Yamabrata sehubungan dengan pembentukan kepribadian yang luhur dari anggota lingkungan sekitar-mu? Lakukanlah pencatatan seperlunya, diskusikan dengan orang tua-mu. Buatlah narasinya 1–3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! dan deskripsikanlah sesuai dengan petunjuk dari bapak/ibu guru yang mengajar di kelas-mu! Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 287utamanya lingkungan sekitar kita. Kedamaian yang sejati adalah bersatunya àtman sebagai sumber hidup setiap mahluk dengan Brahman/Tuhan Yang Maha Esa. Kedamaian bukan hanya untuk saat ini, diri sendiri, tetapi juga untuk masa yang akan datang, orang lain atau masyarakat. Bagaimana kedamaian itu dapat terwujud dalam kehidupan ini? ada baiknya simaklah ceritra berikut ini!Bala Dewa dan NarayanaSang Penyelamat DuniaDahulu kala hidup seorang raksasa Sang Kangsa namanya. Sang Kangsa adalah raksasa yang berwatak tidak baik. Ia suka membuat huru-hara dan melakukan penganiayaan terhadap bangsa Yadawa. Sang Kangsa memiliki istri bernama Devi Asti dan Devi Prapti. Kedua putri ini adalah putra dari Prabhu Jarasanda, seorang raja dari Negeri Widarbha. Prabhu Jarasanda terkenal sangat kebal terhadap segala macam jenis senjata, karenanya seluruh raja yang ada dimuka bumi ini takut padanya. Perkawinan Sang Kangsa dengan putri Prabhu Jarasanda menyebabkan tabiat tidak baik dari Sang Kangsa menjadi semakin bertambah, karena merasa memiliki pelindung seorang raja yang sakti dan ditakuti oleh seluruh raja yang ada dimuka bumi ini. Begitulah dikisahkan, bahwa nafsu angkara murka Sang Kangsa semakin berkobar-kobar, kebengisannya semakin bertambah. Kegemarannya menganiaya bangsa Yadawa dengan tidak mengenal pradaban/perikemanusiaan semakin menjadi-jadi.Sang Kangsa belum puas dengan tindakannya sebatas membabat bangsa Yadawa saja, maka segera ia memerintahkan kepada prajuritnya untuk menaklukkan Negeri Boja. Perintah Sang Kangsa kepada prajuritnya, “Hai tentaraku sekalian, dengarkanlah ini titah rajamu! Aku Kangsa belum merasa puas dengan keadaan seperti sekaranmg ini. Aku ingin menaklukkan raja-raja di seluruh permukaan bumi ini. Untuk itu, pertama-tama aku ingin menghancurkan Negeri Boja. Tunjukkanlah keberanian, keperkasaanmu sebagai prajurit raksasa dalam peperangan nanti. Laksanakanlah segera titahku ini!”. Setelah mendapatkan titah demikian, para prajurit raksasa mempersiapkan perlengkapan perangnya selanjutnya segera berangkat hendak menyerbu Negeri Boja. Para raja bangsa Negeri Boja yang tidak mau tunduk segera dibunuh, karena memang demikianlah tabiat asli Sang Kangsa. Tiada 288 Kelas XII SMA/SMK henti-hentinya mereka mengejar para raja bangsa Boja. Kemanapun mereka melarikan diri, yang berhasil mereka tangkap dianiaya dengan keji.Karena tingkah laku Sang Kangsa seperti itu, sudah tentu menimbulkan ketakutan sekalian para raja, para kesatriya dan bangsa Boja. Lebih-lebih lagi para kawula kecil, ketakutan itu senantiasa mencekam hatinya. Tempat tinggal mereka bukan lagi merupakan tempat yang aman, tetapi sudah merupakan neraka sebagai tempat penyiksaan manusia yang dilakukan oleh tentara raksasa yang bengis. Oleh karena daerah tempat tinggal mereka bukan lagi merupakan tempat tinggal yang nyaman, lalu selanjutnya mereka melarikan diri entah kemana, tidak tentu arah dan tujuannya. Kemana kaki melangkah, kesanalah menuju, yang penting dapat meloloskan diri dari neraka siksaan prajurit raksasa. Itulah yang terlintas dalam benak dan pikirannya.Diantara orang-orang yang melarikan diri ada yang menceburkan diri ke laut karena ia lebih suka mati seperti itu dari pada mati dalam penganiayaan Sang Kangsa berikut pengikut-pengikutnya yang bengis itu. Selain itu ada pula yang menceburkan diri ke dalam jurang yang kemudian mereka jatuh dan mati dengan keadaan badan hancur berkeping-keping. Lain lagi ada yang melarikan diri ke dalam hutan kemudian bersembunyi di dalam gua-gua untuk menyelamatkan dirinya, akan tetapi akhirnya ia mati juga diterkam dan dimangsa oleh binatang buas. Alangkah sengsaranya seluruh bangsa Boja pada waktu itu oleh perbuatan bengis Sang Kangsa dan pengikut-pengikutnya. Sementara huru-hara itu terus berlangsung karena Sang Kangsa dan pengikut-pengikutnya terus mengadakan pengejaran terhadap raja-raja bangsa Yadawa yang terus melarikan diri. Akhirnya banyak raja bangsa Boja berikut keluarganya datang ke Negeri Dwaraka (Dwarati) meminta perlindungan kepa Sri Narayana.Sri Narayana terkejut karena kedatangan pengungsi raja bangsa Boja berikut keluarganya, kemudian menyapanya. “Wahai tuan-tuan raja dan kesatria bangsa Boja, kenapa gerangan datang berduyun-duyun kemari dengan disertai keluarga? Apakah yang telah terjadi atas negeri tuan ?” Demikianlah Sri Narayana menyapanya.“Ampun tuanku, Sri Narayana. Tuanku adalah perwujudan Wisnu di jagatraya ini. Tuanku adalah pelindung jagatraya ini dari segala kehancurannya. Tuanku juga pengayom kawula kecil yang lemah. Oh, tuanku yang maha kasih, tuanku adalah penyayang segala yang ada ini. Hamba sekalian datang untuk memohon belas kasihan tuanku yang mulia. Sudilah kiranya paduka tuanku melindungi kami dan bangsa kami dari kehancuran. Saat ini bangsa kami diserang oleh Sang Kangsa yang biadab itu”.Next >