< PreviousAnalisis Mutu Air Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 415hankan pH sehingga mempe-ngaruhi kemampuan proses dekomposisi. Selain parameter di atas, para-meter air limbah lainnya antara lain : 1) Nilai BOD diukur ber-dasarkan jumlah oksigen uptake dalam sampel karena aktivitas biologis. Ultimat BOD adalah ok-sigen yang dikonsumsi selama proses perombakan limbah; 2) Nilai Chemical oxygen demand (COD) adalah nilai oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bagian yang dapat dirumbak dan tidak dapat dirombak di dalam limbah; 3) Kandungan nutrien, terutama nitrogen dan fosfor perlu diukur karena dapat : a) menentukan tingkat kesuburan perairan; b) menentukan be-sarnya pemupukan lahan; dan c) menentukan kandungan protein dari limbah yang dapat digunakan sebagai sumber pangan. Alasan yang ketiga sangat erat dengan bidang pangan; dan 4) Proses dekomposisi secara biologis akan berlangsung dengan baik apabila karbon dan nitrogen berada da-lam komposisi yang baik. Bila perbandingan karbon dan nitro-gen antara 20 : 1 atau 30 : 1, maka proses perombakan bahan organic akan berlangsung lebih cepat dan tidak menghasilkan bau yang berbahaya. Latihan I Seandainya Saudara diminta un-tuk menganalisis kualitas air. In-dikator alami apa yang dapat Saudara gunakan untuk menilai bahwa air yang selama ini digu-nakan sudah sesuai untuk : 1) kegiatan proses produksi pa-ngan; 2)kebutuhan boiler; dan 3) apakah air limbah yang akan dilepaskan ke badan air sudah tidak membahayakan. Jawaban Saudara ditulis dalam bentuk tabel yang memuat jenis air yang tersedia, indikator alami yang digunakan, alasan mengapa indikator tersebut dipilih. Latihan II Kunjungilah eksportir ikan kon-sumsi. Perhatikan bagaimana mereka melakukan pengolahan limbahnya. Lalu jawablah per-tanyaan berikut ini : 1. Jelaskan prinsip peng-olahan limbah cair yang diterapkan pada industri tersebut. 2. Menurut Saudara, apa-kah proses pengolahan limbah tersebut sudah baik? Jelaskan argu-menttasinya. 3. Saran perbaikan apa-kah yang dapat Saudara berikan. Analisis Mutu Air Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 416 Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 417BAB XVIII MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Akhir-akhir ini di Indonesia ba-nyak terjadi kasus keracunan atau penyakit yang diakibatkan mengkonsumsi pangan yang ter-cemar oleh mikroba patogen (60-80 %) atau pangan kedaluwarsa. Cemaran mikroba dapat terjadi pada semua produk pertanian, baik produk peternakan, tanaman pangan, hortikultura maupun per-ikanan. Peristiwa keracunan yang sering diberitakan media massa mem-punyai pengaruh cukup besar terhadap kesadaran dan perha-tian masyarakat Indonesia ter-hadap keamanan pangan. Berita mengenai kasus antraks, kera-cunan susu, avian influenza (flu burung), cemaran mikroba pato-gen pada produk ternak, dan cemaran aflatoksin pada jagung dan kacang tanah telah meresah-kan masyarakat. Badan kesehat-an dunia (WHO) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian ke-racunan pangan yang terjadi dengan kejadian sesungguhnya adalah 1 : 10 untuk negara manju dan 1 : 25 untuk negara berkem-bang. Pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi manusia. Oleh karenanya, ketersediaan pangan yang memadai secara kualitas maupun kuantitasnya, terus di-upayakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat memperoleh bahan pangan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) untuk di-konsumsi. Bahan pangan yang berasal dari kegiatan pertanian, perikanan, dan peternakan harus selalu terjamin keamanannya agar masyarakat terhindar dari bahaya mengkonsumsi pangan yang tidak aman. Oleh karena itu, proses produksi pertanian harus menerapkan sistem ke-amanan pangan mulai dari tahap budi daya hingga pangan siap santap (from farm to table). Mendapatkan pangan yang aman adalah hak asasi manusia. Pa-ngan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Namun hingga kini belum semua orang Indonesia dapat memperoleh pa-ngan yang aman. Masih tinggi-nya angka kematian dan penderi-taan masyarakat akibat meng-konsumsi pangan merupakan in-dikator masih belum meratanya kesempatan memperoleh pangan yang aman. Berkembangnya industri pangan dan membaiknya tingkat kehidup-an masyarakat telah meningkat-kan tuntutan konsumen akan pa-ngan yang ASUH dan bermutu. Masyarakat yang tinggal di nega-ra-negara maju telah menuntut Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 418adanya jaminan mutu sejak awal proses produksi hingga produk di tangan konsumen (from farm to table). Seiring dengan meningkatnya pe-ngetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pa-ngan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen. Berda-sarkan UU Pangan No. 7 tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diper-lukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran bio-logis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Adapun yang dimaksud dengan jaminan keamanan pangan ada-lah jaminan bahwa pangan tidak akan menimbulkan masalah bila dikonsumsi dengan semestinya. Keamanan pangan berkaitan erat dengan bahan berbahaya yang terkandung dalam pangan. Bahan berbahaya tersebut dapat masuk melalui setiap titik di se-panjang rantai pangan, sehing-ga diperlukan pengawasan yang me-madai di sepanjang rantai pa-ngan tersebut. Penyediaan pa-ngan dimulai dari lokasi dimana pangan tersebut dibudidaya atau diperoleh, selama transportasi ke lokasi industri pengolahan, pena-nganan dan pengolahan pangan, distribusi, pemasaran dan berak-hir di konsumen, perlu dilaksana-kan secara benar agar dapat mencegah terjadinya penurunan kualitas bahan pangan sehingga menjadi tidak aman untuk dikon-sumsi. Kesalahan yang ter-jadi sepanjang rantai penyediaan pa-ngan selain dapat menurunkan kualitas dan nilai nutrisi pangan serta keuntungan, juga dapat me-nimbulkan berbagai penyakit pa-da manusia bahkan kematian. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran konsumen akan pen-tingnya kesehatan, maka dengan sendirinya jaminan keamanan pangan telah menjadi tuntutan utama dalam perdagangan, na-sional dan internasional. Tanpa jaminan keamanan, pangan atau bahan pangan akan sukar diper-dagangkan, bahkan besar ke-mungkinan akan ditolak oleh kon-sumen. Diperlukan standar internasional yang dapat menjamin perda-gangan pangan yang adil, seperti standar pangan dari Codex. Kea-manan pangan merupakan tang-gungjawab semua pihak yang ter-libat dalam rantai pangan. Peme-rintah memiliki otoritas dalam pe-nyusunan serta penerapan un-dang-undang dan peraturan. Da-lam upaya penerapan jaminan keamanan pangan dan untuk me-menuhi persyaratan dalam perda-gangan nasional maupun inter-nasional, pemerintah Indonesia telah menetapkan. Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 41918.1. Pangan yang Aman Untuk menghadapi tantangan pa-sar global, Indonesia harus mam-pu menghasilkan produk pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Keamanan pa-ngan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen. Per-mintaan pangan cenderung me-ningkat dari waktu ke waktu, se-jalan dengan pertambahan pen-duduk, perkembangan eko-nomi, perubahan pola hidup, pening-katan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyara-kat. Pangan yang aman adalah pa-ngan yang tidak mengandung ba-haya bahaya kimiawi, dan ba-haya fisik dan biologis atau mi-krobiologis. Salah satu persyaratan kualitas pangan adalah bebas dari mikro-ba patogen seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Campylo-bacter sp. (Tabel 18.1). Tabel 18.1 Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan Jenis Mikroba Batas Maksimum (CFU/g) Escherichia coli 0 - 103 Staphylococcus aerius 0 – 5 x103 Clostridium perfringens 0 – 102 Vibrio cholerae Negatif V. parahaemolyticus Negatif Salmonella negatif Enterococci 102 - 103 Kapang 50 – 104 Khamir 50 Coliform faecal 0 – 102 Sumber : Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) 18.1.1 Bahaya Biologis Bahan pangan mengandung gizi tinggi sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai mi-kroba. Selain ada yang meng-ganggu menguntungkan, kebera-daan mikroba merugikan kerap terjadi sehingga sering menimbul-kan gangguan pada manusia. ikroba patogen dapat ditemu-kan di mana saja, di tanah, air, udara, Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 420tanaman, bina-tang, bahan pa-ngan, peralatan untuk pengolah-an bahkan pada tubuh manusia. Mikroba patogen dapat terbawa sejak bahan pangan masih hidup di ladang, kolam, atau kandang ternak. Keberadaannya makin meningkat setelah bahan pangan menga-lami kematian. Pangan membawa berbagai jenis mikro-ba, yang dapat berasal dari mi-kroflora alami, baik yang berasal dari lingkungan maupun yang masuk selama pemanenan atau pe-nyembelihan, distribusi, pena-nganan dan pengolahan pasca-panen, serta penyimpanan pro-duk. Selain mikroba, sumber cemaran lain juga mungkin ditemukan da-lam bahan pangan baik cemaran hayati (biologis), kimia, atau fisik yang dapat menyebabkan gang-guan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Bahaya biologis atau mikrobio-logis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menye-babkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan in-toksikasi. Intoksikasi adalah kon-disi dimana toksin sudah terben-tuk di dalam pangan atau bahan pangan, sehingga merupakan ke-adaan yang lebih berbahaya. Se-kalipun pangan atau bahan pa-ngan sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah ter-bentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam pangan. Adanya virus dan protozoa dalam pangan atau bahan pangan ma-sih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan, mi-salnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing ter-sebut akan mengakibatkan infek-si pada manusia jika mengkon-sumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik. Penyebab bahaya biologis adalah bakteri, virus, parasit, ragi dan jamur. Bahaya biologis dapat di-sebabkan pencemaran terhadap air yang digunakan dalam pena-nganan bahan pangan, penggu-naan peralatan dan wadah yang tidak higienis, cara penanganan yang tidak aseptis, pekerja yang terinfeksi karena kurangnya fasili-tas toilet dan pencuci tangan, kurangnya praktek kebersihan, dan penyakit yang diderita, peng-gunaan kemasan yang tidak steril atau tercemar oleh kotoran dari binatang pengerat, burung, dan serangga. Dapat juga disebab-Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 421kan oleh kondisi lingkungan yang tidak higienis karena terkontami-nasi oleh sistem sirkulasi pendi-ngin. 18.1.1.1 Cemaran Mikroba Pada Produk Ternak Pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba pem-busuk atau patogen yang berba-haya bagi kesehatan manusia. Dengan karakteristik yang khas, produk ternak merupakan media yang disukai mikroba sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Setelah dipotong, mikroba mulai merusak jaringan sehingga ba-han pangan hewani cepat meng-alami kerusakan bila tidak men-dapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak ter-utama berasal dari saluran pen-cernaan. Beberapa jenis penyakit yang ditimbulkan oleh pangan asal ter-nak adalah penyakit antraks, sal-monelosis, brucellosis, tuber-kulosis, klostridiosis, dan penyakit akibat cemaran Staphylococcus aureus. Bakteri patogen dari daging yang tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran dan buah-buahan, dan pangan siap santap bila bahan pangan terse-but diletakkan berdekatan de-ngan daging yang tercemar. 18.1.1.2 Cemaran Mikroba pada Unggas Seperti daging hewani lainnya, daging unggas cocok sebagai media perkembangan mikroba, karena unggas cenderung berada di lingkungan yang kotor. Selain hidup dalam kondisi kotor, cemar-an daging unggas di Indonesia juga dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan peternak, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Sanitasi kandang yang kurang baik dapat menyebabkan timbul-nya cemaran mikroba patogen yang tidak diinginkan. Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang mencemari ayam maupun kar-kasnya. Cemaran bakteri ini pada ayam tidak menyebabkan penya-kit, tetapi mengakibatkan penya-kit yang dikenal dengan nama campylobacteriosis pada manu-sia. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Beberapa kasus penyakit yang diakibatkan oleh cemaran mikro-ba patogen (foodborne diseases) pada daging unggas maupun pro-duk olahannya antara lain kasus penularan penyakit yang disebab-kan oleh Salmonella enteritidis melalui daging ayam, telur, dan Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 422produk olahannya. Di Indonesia, cemaran Salmonella pada ayam di daerah Sleman Yogyakarta mencapai 11,40% pada daging dan 1,40% pada telur. Kasus lain disebabkan oleh mi-kroba Campylobacter. Cemaran Campylobacter jejuni, salah satu spesies Campylobacter, di Indo-nesia cukup tinggi. Sekitar 20−100% daging ayam yang di-pasarkan tercemar bakteri C. jejuni. Sekitar 70% kasus cam-pylobacteriosis pada manusia di-sebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas ayam. Bakteri patogen yang juga sering mencemari daging ayam dan pro-duk olahannya adalah Salmo-nella. Hal ini perlu mendapat perhatian karena S. aureus mam-pu memproduksi enterotoksin yang tahan terhadap panas. Bergdoll (1990) menyatakan, S. aureus 105 CFU/g merupakan pedoman terhadap kerawanan adanya toksin tersebut. Namun berdasarkan hasil penelitian, en-terotoksin belum dapat terdeteksi pada total S. aureus >106 CFU/g. Karkas ayam yang digunakan un-tuk membuat bakso ayam sudah tercemar S. aureus 1,40 x 105 CFU/g dengan total bakteri 1,90 x 107 CFU/g. Berdasarkan SNI 01-3818-1995, cemaran S. aureus dalam produk bakso maksimal 1 x 102 CFU/g, total bakteri mak-simal 1 x 105 CFU/g, dan negatif terhadap Salmonella. Karkas ayam mentah yang digunakan sebagai bahan sate telah tercemar S. aures sebanyak 1,60 x 106 CFU/g. Pada kasus keracunan pangan, biasanya jumlah S. aureus sudah menca-pai 108 CFU/g atau lebih. Karkas ayam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan ayam panggang bumbu sate memiliki total bakteri 6,50 x 107 CFU/g dan total S. aureus 7,30 x 105 CFU/g. Populasi awal dari mikroba pato-gen sangat menentukan keaman-an pangan yang dihasilkan. Po-pulasi awal yang tinggi berpotensi besar menimbulkan masalah kea-manan pangan, tergantung lama-nya waktu antara penyiapan dengan konsumsi. Batas maksi-mum cemaran mikroba dalam karkas ayam mentah berdasar-kan SK Dirjen POM No. 03726/8/ SK/VII/85 adalah 106 CFU/g dan harus negatif dari Salmonella sp. Perkembangan industri jasa boga di Indonesia perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam kaitan-nya dengan penyediaan pangan yang berasal dari unggas. Produk olahan unggas seperti sate ayam, ayam panggang maupun ayam opor yang diproduksi oleh industri jasa boga berisiko tercemar mi-kroba. Pembuatan sate ayam memerlu-kan waktu penyiapan cukup pan-jang sehingga menyebabkan pro-duk ini rentan terhadap cemaran mikroba. Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 423Produk pangan lainnya dari in-dustri jasa boga yang biasa disa-jikan dalam acara perkawinan atau pertemuan adalah ayam panggang bumbu sate. Pemanasan dapat menurunkan total S. aureus menjadi 4,30 x 103 CFU/g dan total bakteri menjadi 6,40 x 105 CFU/g. Walaupun total mikroba selama pengolahan me-nurun, angka tersebut masih tinggi. Proses pemasakan atau pemanasan dapat menurunkan cemaran mikroba menjadi 103 CFU/g dan negatif terhadap Salmonella sp. Dalam pembuatan sate ayam ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai titik kendali kritis, yaitu tahap penyiapan (pe-motongan dan penusukan), pem-bekuan, pemanggangan, serta pengangkutan dan penyajian. Pada akhir tahap perebusan, total bakteri pada karkas ayam me-nurun menjadi 1,70 x 106 CFU/g dan total S. aureus < 103 CFU/g (Harmayani et al. 1996). Setelah pembakaran, total S. aureus berkurang lagi menjadi 5 x 102 CFU/g. Namun populasi S.aureus meningkat menjadi 1,50 x 104 CFU/g selama proses pengang-kutan dan menunggu waktu disa-jikan (pada suhu kamar selama 7,50 jam). Penyajian merupakan tahap pen-ting yang perlu mendapat per-hatian. Sebaiknya bahan pangan asal hewani disajikan dalam keadaan panas sehingga dapat menekan populasi mikroba. 18.1.1.3 Cemaran Mikroba pada Telur Telur merupakan produk unggas yang selalu dihubungkan dengan cemaran Salmonella yang ber-asal dari kotoran ayam dalam kloaka atau dalam kandang. Se-cara alami, cangkang telur meru-pakan pencegah yang baik terha-dap cemaran mikroba. Cemaran bakteri dapat terjadi pada kondisi suhu dan kelembapan yang ting-gi. Cemaran pada telur bebek lebih banyak dibanding pada telur ayam. Apabila penanganan telur tidak dilakukan dengan baik, misalnya kotoran unggas masih menempel pada cangkang telur, maka kemungkinan Salmonella dapat mencemari telur, terutama saat telur dipecah. Cemaran mikroba tersebut dapat dikurangi dengan cara mencuci dan me-ngemas telur sebelum dipasar-kan. 18.1.1.4 Cemaran Mikroba pada Daging Sapi Daging sapi mudah rusak karena merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan mikroba. Hal ini cukup beralasan karena tinggi-nya kandungan air dan gizi se-perti lemak dan protein. Kerusakan daging dapat disebab-kan oleh perubahan dalam da-Manajemen Keamanan Pangan Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 424ging itu sendiri (faktor internal) maupun karena faktor lingkungan (eksternal). Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau bu-suk dan rasa tidak enak serta menyebabkan gangguan kese-hatan bila dikonsumsi. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Mikroba yang terkandung pada daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis. Oleh karena itu, sanitasi atau keber-sihan lingkungan kandang ternak maupun rumah potong hewan perlu mendapat perhatian. Pro-ses pengolahan daging yang cu-kup lama juga memungkinkan terjadinya cemaran mikroba pada produk olahannya. Produk olahan daging seperti kor-net dan sosis harus memenuhi syarat mutu yang sudah ditetap-kan. Berdasarkan SNI 01-3820-1995, cemaran Salmonella pada sosis daging harus negatif, Clos-tridium perfringens negatif, dan S. aureus maksimal 102 koloni/g. 18.1.1.5 Cemaran Mikroba pada Susu Susu merupakan bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing pada hewan mamalia seperti sapi, kambing, kerbau, dan kuda. Susu mengandung protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan sejumlah enzim. Susu yang berasal dari sapi sehat dapat tercemar mikroba non patogen yang khas segera setelah diperah. Pencemaran da-pat berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manu-sia. Untuk dapat dikonsumsi, susu harus memenuhi persyaratan ke-amanan pangan karena susu mudah terkontaminasi mikroba (bakteri, kapang, dan khamir), baik patogen maupun non pa-togen dari lingkungan (peralatan pemerahan, operator, dan ter-nak), residu pestisida, logam be-rat dan aflatoksin dari pakan ser-ta residu antibiotik saat pengobat-an penyakit pada ternak. Kan-dungan mikroba yang tinggi menyebabkan susu cepat rusak sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) kadang-kadang tidak dapat menerima atau membeli susu dari peternak. Akibatnya, sebagian besar IPS mengguna-kan bahan dasar susu impor. Pertumbuhan mikroba dalam su-su dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan susu, yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna, konsistensi, dan penampakan. Oleh karena itu, susu segar perlu mendapat pena-nganan dengan benar, antara lain Next >