< Previous 1706 Macam Sistem Besaran Sudut bersama skala besar. Dewasa ini penggunaan lempeng gelas sejajar untuk mekanisme pembacaan instrumen pengukuran sudah sangat populer. IV. Gambar 145. Sistem optis mikrometer tipe berhimpit. Gambar 146. Contoh pembacaan mikrometer tipe berhimpit. Gambar 147. Sistem optis theodolite dengan pembacaan tipe berhimpit. d. Instrumen pengukuran sudut vertikal. Akibat dari terjadinya ayunan berkas cahaya yang melintasi udara terbuka, maka pengukuran-pengukuran sudut vertikal menghasilkan ketelitian yang rendah, sehingga dimensi lingkaran graduasi vertikal umumnya dibuat lebih kecil dibandingkan dengan lingkaran graduasi horizontalnya. Karena pengukuran sudut vertikal dilaksanakan sesuai dengan arah vertikal, teodolit dilengkapi dengan alat penyipat-datar yang mempunyai ketelitian relatif tinggi dari kelas 10" sampai 20" atau tabung libel silang khusus. 1716 Macam Sistem Besaran Sudut e. Alat penyipat datar: alat penyipat-datar (leveling device) pada teodolit digunakan untuk membuat agar sumbu vertikal teodolit berhimpit dengan garis vertikal. Tipe alat penyipat-datar terdiri dari alat penyipat-datar speris (spherical leveling device) dan alat penyipat-datar tipe sekrup (screw type leveling device). Alat penyipat-datar speris digunakan pada instrumen-instrumen berketelitian rendah (Gbr. 147). Gbr. 148 menunjukkan alat penyipat-datar tipe tiga sekrup, (three screw type leveling device). Untuk penyetelannya mula-mula kemiringan dikoreksi dengan dua sekrup penyetel sambil mengamati suatu niveau yang ditempatkan pada posisi sejajar dengan garis hubung antara dua sekrup tadi. Kemudian kemiringan disetel dengan sebuah sekrup penyetel yang tegak lurus dengan arah tadi sambil mengamati niveau yang dipasang pada arah ini. Ada juga alat penyipat-datar tipe empat sekrup, (fourscrew type leveling device) tetapi saat ini sudah tidak banyak digunakan lagi. f. Alat penegak: alat penegak (flumbing device) umumnya terdiri dari tipe unting-unting (plumb bob) dan tipe penegak optik (optical plumbing device). Gbr. 150 menunjukkan potongah melintang sebuah unting-unting. Gbr. 150 menunjukkan alat penegak optik yang banyak digunakan pada teodolit. Alat ini adalah suatu teleskop kecil untuk melihat permukaan tanah dari sumbu vertikal teodolit dan memungkinkan penempatan sentris teodolit pada sebuah stasion. Gambar 148. Alat penyipat datar speris. Gambar 149. Alat penyipat datar dengan sentral bulat. 1726 Macam Sistem Besaran Sudut Gambar 150. Unting-unting Gambar 151. Alat penegak optis. Gambar 152. Kesalahan sumbu kolimasi. Alat ini adalah suatu teleskop kecil untuk melihat permukaan tanah dari sumbu vertikal teodolit dan memungkinkan penempatan sentris teodolit pada sebuah stasion. 6.4.2 Kesalahan-kesalahan instrumen dan cara-cara meniadakannya 1. Kesalahan sudut kolimasi: titik di mana sumbu kolimasi, sumbu horizontal dan vertikal suatu teodolit bertemu pada sudut siku-siku dianggap sebagai titik 0 dan dianggap adanya satuan speris di sekitar titik tersebut. Pada Gbr. 151, AOB adalah sumbu horizontal, ADBE adalah lingkaran graduasi dan CD adalah tempat kedudukan sumbu kolimasi yang berputar mengelilingi sumbu horizontal. Apabila sasaran S dibidik dengan teodolit pada kemiringan garis kolimasi sebesar sudut D (pada Gbr. 152 tempat kedudukan garis kolimasi adalah seperti yang digambarkan dengan garis terputus-putus). Dengan maksud untuk membidik sasaran S dengan teodolit di mana sumbu horizontal sungguh-sungguh tegak lurus terhadap sumbu kolimasi, teleskop diputar sebesar sudut EE. disebut kesalahan sumbu kolimasi. Apabila SH adalah busur yang tegak lurus terhadap CD, maka SH =D. Apabila sudut elevasi sasaran = h, 1736 Macam Sistem Besaran Sudut maka dari rumus segitiga bola sin D = sin C sin (90° - h) hCsecsinsinD ? Karena C dan D sangat kecil, kesalahan sumbu kolimasi dihitung dengan pcrsamaan: hCsecDE Apabila teleskop ditempatkan dalam posisi kebalikan, kesalahan sumbu kolimasi menjadi – ȕ dan karenanya dengan merata-ratakan nilai-nilai yang diperoleh dari posisi teleskop normal dan posisi kebalikan, maka kesalahan sumbu kolimasi dapat ditiadakan. 2. Kesalahan sumbu horizontal: kesalahan yang terjadi akibat sumbu horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal disebut kesalahan sumbu horizontal. Pada Gbr. 6.27, apabila tidak terdapat kesalahan sumbu, tempat kedudukan garis kolimasi dengan teleskop yang mengarah pada S berputar mengelilingi sumbu horizontal adalah CSD. Apabila sumbu horizontal miring sebesar i menjadi A'B', tempat kedudukannya adalah C'SD'. Dalam segitiga bola SDD', DD’ = D adalah kesalahan sumbu horizontal, apabila sumbu horizontal miring sebesar i. Dari rumus segitiga bola, )90tan(/tansin0ih D ihtantan Karena D dan i biasanya sangat kecil, persamaan dapat menjadi hitan D Apabila teleskop dipasang dalam posisi kebalikan, tanda kesalahan menjadi negatif dan apabila sudut yang dicari dengan teleskop dalam posisi-posisi normal dan kebalikan di rata-rata maka kesalahan sumbu horizontal dapat dihilangkan. 3. Kesalahan sumbu vertikal: kesalahan yang timbul akibat tidak berhimpitnya sumbu vertikal teodolit dengan arah garis vertikal disebut kesalahan sumbu vertikal. Pada Gbr. 153, diperlihatkan sumbu vertikal teodolit X' miring membentuk sudut v terhadap arah garis vertikal X. AB adalah arah kemiringan maximum lingkaran graduasi horizontal. Apabila teleskop berputar mengelilingi sumbu horizontal dengan sasaran S pada sudut elevasi h dalam keadaan di mana sumbu vertikal teodolit berhimpit dengan arah garis vertikal akan diperoleh posisi lintasan teleskop CSD dalam arah sebesar u dari arah kemiringan maximum, sedang dalam keadaan di mana 1746 Macam Sistem Besaran Sudut sumbu vertikal teodolit miring sebesar v terhadap arah garis vertikal akan diperoleh posisi lintasan teleskop C'SD' dalam arah sebesar u' dari kemiringan maximumnya. Dari kedua macam lintasan teleskop tersebut, maka akan diperoleh gambar segitiga bola SCC' dan dari segitiga ini kesalahan sumbu vertikal E dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: )90cot('sin'0huvuu E huvtan'sin Gambar 153. Kesalahan sumbu horizontal Gambar 154. Kesalahan sumbu vertikal. Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dihilangkan dengan merata-ratakan dari observasi dengan teleskop dalam posisi normal dan dalam posisi kebalikan, maka pengukuran haruslah dilaksanakan dengan hati-hati, terutama pada saat pengukuran untuk sasaran dengan sudut elevasi yang besar. 4. Kesalahan eksentris: kesalahan yang timbul apabila sumbu vertikal teodolit tidak berhimpit dengan pusat lingkaran graduasi horizontal disebut kesalahan eksentris (eccentric error). Pada Gbr. 154, 0' adalah pusat sumbu vertikal dan 0 adalah pusat lingkaran graduasi. Meskipun sudut sasaran A dan B pada 0' adalah T, 1T dan 2T terbaca pada lingkaran graduasi, 2D=2T,TEDTE ,2sehingga )(21222121TTTTEDT Apabila graduasi yang berhadapan dibaca untuk masing-masing sasaran dan di rata-rata, kesalahan eksentris lingkaran graduasi dapat ditiadakan. 5. Kesalahan luar: kesalahan yang timbul akibat sumbu kolimasi teleskop tidak melewati sumbu vertikal disebut kesalahan luar. Pada Gbr. 155 teleskop ditempatkan terpisah dari sumbu vertikal sejauh R. Apabila sasaran A dibidik dengan teleskop pada posisi normal, pembacaannya adalah r dan pada posisi kebalikan, pembacaannya adalah l. Apabila 1756 Macam Sistem Besaran Sudut sasaran B dibidik, pembacaannya masing-masing adalah r' dan l, Sudut yang diperoleh dengan teleskop pada posisi normal adalah a dan pada posisi kebalikan adalah b. Sudut yang dibentuk oleh A dan B adalah T. ab EDTDET, Jadi )(21ba T Apabila sudut-sudut yang diukur dengan teleskop dalam posisi normal dan posisi kebalikan, kemudian dirata-ratakan, maka besarnya sudut T dapat diketahui. Gambar 155. Kesalahan eksentris. Gambar 156. Kesalahan luar. 6. Kesalahan graduasi: kesalahan graduasi umumnya dinyatakan dengan deret Fourier. Apabila kesalahan graduasi sudut adalah dș: maka ..)2sin()sin(2211 cacadTTT)sin(1ciianii ¦ T………………(6.9) Apabila graduasi dibaca pada sisi yang berlawanan dengan 180° dan kedua harga tersebut dirata-ratakan, maka 2)180(0TTdd ..)4sin()2sin(4422 cacaTT Bagian-bagian bilangan ganjil pada persamaan (6.9) dihilangkan. Apabila hasil-hasil pengukuran di rata-rata pada T dengan sudut 0°, 45°, 90° dan 135°, maka hanya tinggal bagian ke delapan ke atas yang memungkinkan penghapusan hampir semua kesalahan graduasi biasa. Dalam praktek di lapangan biasanya dilakukan dengan merubah posisi lingkaran graduasi seperti misalnya 0° dan 90° atau 0°, 60° dan 120°. Penyetelan theodolite Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa kesalahan-kesalahan instrumen umumnya dapat dihilangkan dengan 1766 Macam Sistem Besaran Sudut observasi-observasi melalui theodolit dengan teleskopnya dalam posisi normal dan dalam posisi kebalikan. Untuk angka kesalahan sumbu yang kecil, bagian berpangkat dua dari persamaan-persamaan yang telah diterangkan terdahulu dapat diabaikan, akan tetapi pada kesalahan sumbu dengan angka yang besar, maka bagian yang berpangkat dua tersebut harus diperhitungkan. 1. Penyetelan niveau pelat: penyetelan ini adalah untuk menempatkan agar sumbu tabung gelembung dari pada niveau pelat berada pada sudut-sudut siku-siku terhadap sumbu vertikal. Apabila syarat ini terpenuhi sumbu vertikal dapat ditempatkan pada posisi yang betul-betul vertikal. Apabila teodolit telah dipasang, gelembung niveau pelat ditempatkan pada posisi di tengah-tengah dengan mengatur sekrup-sekrup penyipat datar A dan B (Gbr. 157). Selanjutnya gelembung niveau yang tegak lurus terhadapnya ditempatkan pula pada posisi di tengah-tengah dengan sekrup C. Pelat atas teodolit diputar 180° dan posisi gelembung pada niveau dibaca. Apabila gelembung niveau tetap berada di tengah-tengah berarti sumbu niveau sudah tegak lurus terhadap sumbu vertikal. Apabila gelembung menyimpang, maka untuk menempatkan teodolit pada posisi yang dikehendaki, dengan sekrup pengatur niveau diatur sedemikian sehingga setengah simpangan dan setengahnya lagi diatur dengan sekrup-sekrup penyipat-datar. Gambar 157. Penyetelan sekrup-sekrup penyipat datar 2. Penyetelan benang silang : a. Penyetelan agar garis bujur benang silang tegak lurus sumbu vertikal : Titik sasaran sejauh kira-kira 50 meter dibidik dengan teleskop yang digerakkan secara vertikal sedikit demi sedikit dengan hanya memutar sekrup tangens vertikal dan semua sekrup-sekrup masing-masing bagian dikencangkan. Apabila garis bujur benang silang tidak tegak lurus sumbu horizontal, tempat kedudukan sasaran tidak akan berhimpit dengan garis bujur benang silang (Gbr. 158). Pada keadaan ini, bingkai benang silang harus diputar untuk penyesuaian. 1776 Macam Sistem Besaran Sudut Gambar 158. Penyetelan benang silang (Inklinasi). b. Penyetelan agar garis kolimasi tegak lurus sumbu horizontal: theodolite ditempatkan pada sebuah lapangan yang datar, sehingga dapat diletakkan sasaran-sasaran masing-masing 50 m dari kedua sisinya. Sebuah sasaran ditempatkan pada sebuah sisi di titik A dan pada sisi yang lain ditempatkan sebuah pelat di titik B, tetapi titik A dan titik B mempunyai jarak yang sama terhadap teodolit tersebut. Mula-mula A dibidik dengan teleskop dalam posisi normal dan dengan teleskop dalam posisi kebalikan diputar mengelilingi sumbu horizontal, sedang posisi pusat benang silang ditandai pada permukaan pelat sebagai B1. Kemudian dengan teleskop dalam posisi kebalikan, A dibidik dan teleskop dibalik lagi memutari sumbu horizontal mencapai posisi normal. Apabila pusat benang silang berhimpit dangan B1, maka penyetelan tidak diperlukan. Apabila tidak berhimpit, posisi pusat benang silang ditandai dengan B2. B1 dan B2 dihubungkan menjadi satu garis lurus dan titik pada 1/4 B2B1 dari B2 ke B1 ditandai dengan C. Penyetelan dilakukan dengan sekrup pengatur horizontal benang silang untuk menempatkan pusat benang silang pada C. Penempatan 1/4 B2B1 dilakukan seperti yang tertera pada Gbr. 158. Gambar 159. Penyetelan benang silang (Penyetelan garis longitudinal). c. Penyetelan sumbu horizontal: setelah menyetel sumbu vertikal, suatu titik yang jelas pada tempat yang tinggi dibidik dan teleskop diputar mengelilingi sumbu horizontal untuk membidik tanah. Posisi pusat benang silang ditandai dengan titik A. Dengan membalik teleskop, P dibidik lagi. Kemudian teleskop diputar untuk membidik titik tanah B dan apabila titik B berhimpit dengan A maka tidak diperlukan penyetelan. Apabila tidak berhimpit, titik C sebagai titik tengah AB dibidik 1786 Macam Sistem Besaran Sudut dan kemudian dengan teleskop diarahkan ke P, sedang penyetelan dilakukan dengan menggunakan sekrup horizontal untuk menempatkan pusat benang silang berhimpit dengan P (Gbr.160). Gambar 160. Penyetelan sumbu horizontal. d. Penyetelan sipat datar teleskop: penyetelan ini diadakan agar sumbu kolimasi sejajar dengan sumbu niveau dan harus sesuai dengan "metode pengaturan patok" (peg adjusment method). e. Penyetelan posisi vernir duri pada lingkaran graduasi vertikal: suatu sasaran tertentu diobservasi dengan teleskop dalam posisi normal dan posisi kebalikan untuk memperoleh kesalahan duga (fiducial error) atau konstanta garis ketinggian (periksa metode observasi sudut vertikal). Pada teodolit dengan niveau ketinggian, maka pengaturan harus diadakan dengan sekrup tangens tabung tersebut untuk mengoreksi pembacaan konstanta ketinggian. Apabila ternyata gelembung menyimpang, maka penempatan gelembung agar berada di tengah-tengah dengan sekrup pengatur niveau. Apabila niveau ketinggian tidak terdapat pada teodolit, posisi vernir harus diatur dengan mengoreksi pembacaan-pembacaan untuk konstanta ketinggian. f. Penyetelan agar garis kolimasi teleskop pada alat penegak optik berhimpit dengan sumbu vertikal: Setelah teodolit disipat-datarkan, alat ini diputar mangelilingi sumbu vertikal setiap 90° untuk menggeser alat penegak optik dan posisi-posisi sentris dari pada benang silang ditandai pada selembar kertas yang diletakkan di atas tanah di tengah-tengah statif. Setiap dua titik yang berhadapan 180° dihubungkan dengan garis dan penyetelan dilakukan agar pusat benang silang teleskop terletak pada titik potong. Apabila alat penegak optik tidak dapat digerakkan mengitari sumbu vertikal digantungkan unting-unting dan diatur agar pusat benang silang alat penegak optik berhimpit dengannya. 1796 Macam Sistem Besaran Sudut Metode-metode observasi sudut horizontal 1. Pengukuran sudut tunggal dan jumlah observasi: Gbr. 160 menunjukkan suatu contoh pengukuran sebuah sudut 0 dengan membidik A dan B dari titik observasi 0 Prosedurnya adalah sebagai berikut: a.Memasang dan menyipat-datarkan teodolit pada titik O. b.Membidik sasaran A dengan tepat dan mengencangkan sekrup klem. Menyetel lingkaran graduasi pada kira-kira angka 0°. c. Menempatkan sasaran pada pusat benang silang teleskop dengan memutar sekrup tangens horizontal. d.Membaca lingkaran graduasi horizontal ... observasi A dengan teleskop dalam posisi normal (rA) ... Pembacaan permulaan. e.Kendorkan sekrup klem dan bidik sasaran B dengan tepat, Kencangkan kembali sekrup klem. f. Teleskop dibalik dan bidikan kea rah B, graduasi dibaca … observasi B dengan teleskop dalam posisi kebalikan (lB) g.Teleskop diputar ke arah A, bidik dan baca graduasinya ... observasi A dengan teleskop dalam posisi kebalikan (lA). Contoh pencatatan ke dalam buku lapangan dapat dilihat pada Tabel 11 Pengukuran rA, rB, lB dan lA disebut satu seri pengukuran. Untuk menambah jumlah seri pengukuran guna meningkatkan ketelitiannya, penempatan posisi lingkaran graduasi harus sesuai dengan tabel 15. Gambar 161. Pengukuran sudut tunggal. 2. Pengukuran sudut dengan repetisi : Pengukuran sudut dengan repetisi hanya dapat dilakukan dengan teodolit tipe sumbu ganda dan dapat mengurangi pengaruh kesalahan pembacaan meskipun dengan teodolit bergraduasi horizontal yang kasar. Untuk mengukur sudut dalam berbagai arah, cara ini akan membutuhkan waktu yang lama, jadi hanya efektif untuk pengukuran sudut tunggal seperti misalnya pengukuran jaring-jaring. Prosedur repetisi sudut n kali adalah sebagai berikut: a. Menempatkan lingkaran graduasi tepat pada posisi 0° sedang teleskop dalam posisi normal. Next >