< PreviousLimbah 270 Gambar 7.1 Limbah Domestik Mendominasi Sampah Kota Sumber: Isro’i, tanpa tahun Pengolahan limbah berarti lebih mengutamakan cara untuk meng-hilangkan dan atau mengurangi dampak yang terjadi pada limbah yang apabila tidak dilakukan maka akan berdampak negatif pada lingkungan (hanya bagian akhir dari suatu proses kegiatan sebagai upaya kuratif). Sedangkan pengelolaan limbah merupakan seluruh rangkaian proses yang dilakukan untuk mengkaji aspek kemanfaatan benda/barang dari sisa suatu kegiatan sampai betul-betul pada akhirnya harus menjadi limbah, karena tidak mungkin dimanfaat-kan kembali (upaya dari awal sampai akhir dengan menggu-nakan pendekatan preventif). Skema prosedur umum pengelola-an limbah dapat dilihat pada Gambar 7.2 berikut. Gambar 7.2. Skema Umum Pengelolaan Limbah (Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian, 2007) Dapat dicegah? Tergolong B3? Dapat direduksi? Dapat dimanfaatkan? Manajemen limbah secara khususUsaha pencegahan Usaha pemanfaatan (reuse, recycling) Usaha mereduksi limbah Pengolahan/pembuangan limbah secara konvensional YaTidak YaYaTidak Tidak Tidak YaLimbah Limbah 271 77..22.. PPeennggeelloollaaaann LLiimmbbaahh HHaassiill PPeerrttaanniiaann PPaannggaann Kegiatan pertanian dapat mengha-silkan produk dan limbah baik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk cair. Pengertian limbah pertanian adalah hasil sampingan dari aktivitas pertanian yang biasanya kurang bernilai ekonomis bahkan tidak laku dijual, contohnya jerami sebagai limbah dari tanaman padi. Limbah ini berupa limbah organik. Meskipun terma-suk limbah yang dapat diuraikan /dibusukkan secara alami namun bila tidak dikelola terlebih dulu tapi langsung dibuang ke lingkungan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran. Gambar 7.3 Diagram Alir Penanganan Limbah (Anonim, 2005) BAHAN MENTAH LIMBAHPRODUK BAHAN ANORGANIK BAHAN ORGANIK- Masa sel dan padatan tersuspensi - Air: air cucian, pendingin, air limbahDIBUANG DITAMPUNG POLUSI LINGKUNGANDIPERLUKAN MEDIA UTK PROSES LAIN PAKAN TERNAK EFFLUEN BERSIH Limbah 272 Limbah tanaman pangan dan perkebunan memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia seperti sapi, kambing, domba dan kerbau terutama pada musim kemarau. Pada musim kemarau hijauan rumput terganggu pertumbuhannya, sehingga pakan hijauan yang tersedia kurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Bahkan di daerah-daerah tertentu rumput pakan ternak akan kering dan mati sehingga menimbulkan krisis pakan hijauan. Gambar 7.4. Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit (Isro’i, tanpa tahun) Pemanfaatan Limbah Hasil Pertanian Sebagai Pakan Ternak Proses pengolahan limbah menjadi pakan ternak dapat dilakukan secara kering (tanpa fermentasi) yaitu dengan mengeringkannya, baik menggunakan alat pengering maupun dengan sinar matahari. Limbah dari hasil panen dicincang, selanjutnya dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering limbah ditumbuk dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan. Gambar 7.5. Proses Pengolahan Limbah dari Kulit Buah Kakao Secara Kering (Tanpa Fermentasi) Sumber : Wawo (tanpa tahun) Cara lain proses pengolahan limbah menjadi pakan ternak dilakukan secara fermentasi yang melibatkan peran mikroba sebagai perombaknya. Dengan fermentasi, nilai gizi limbah (seperti jerami, sabut kelapa, kulit buah kakao dan lain-lain) dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, Limbah 273 bahkan untuk ransum babi dan ayam. Beberapa mikroba yang biasa digunakan adalah jenis kapang seperti Trichoderma viride, Trichoderma harzianum dan Aspergillus niger. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain yaitu: 1. Meningkatkan kandungan protein 2. Menurunkan kandungan serat kasar 3. Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan) Gambar 7.6. Proses Pengolahan Limbah Secara Fermentasi Sumber : Wawo (tanpa tahun) Penggunaan pakan ternak olahan dari limbah harus memperhatikan beberapa hal antara lain: 1. Pakan ternak olahan dapat langsung diberikan kepada ternak atau menyimpannya dalam wadah yang bersih dan kering. 2. Pada awal pemberian, ternak tidak mau memakannya sehingga memberikan pakan ternak olahan pada saat ternak kelaparan dengan menambah-kan garam atau gula untuk merangsang nafsu makannya. 3. Pakan ternak olahan juga bisa digunakan sebagai penguat pada ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau atau babi) untuk mempercepat pertumbuh an dan juga produksi susu. 4. Pakan ternak olahan dapat digunakan sebagai pengganti dedak, contohnya pakan ternak dari limbah kulit kakao dapat diberikan sebagai pengganti dedak untuk ternak ruminansia sebanyak 0,7–1,0% berat badan, untuk ternak unggas (ayam petelur) sebanyak 36% dari total ransum. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sebagai Kompos Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Ada beberapa manfaat pengggunaan kompos sebagai pupuk tanaman antara lain adalah: 1. Hemat biaya dan tenaga 2. Pupuk organik yang dihasilkan berkualitas tinggi 3. C/N ratio kurang 20 Bebas dari biji-biji gulma (tanaman liar) dan mikroba 4. Bebas dari patogenik atau yang merugikan jamur-jamur akar serta parasit lainnya 5. Bebas phytotoxin Limbah 274 6. Tidak Berbau dan mudah meng gunakannya 7. Tidak membakar tanaman 8. Dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik 9. Aman untuk semua jenis tanaman dan lingkungan 10. pH normal berkisar 6,5 sampai 7,5 mampu memperbaiki pH tanah. 11. Mampu meningkatkan biodiver-sitas dan kesehatan tanah 12. Memperbaiki tekstur tanah, sehingga tanah mudah diolah 13. Meningkatkan daya tahan tanah terhadap erosi 14. Mampu meningkatkan produk-tivitas lahan antara 10-30%, karena biji tanaman lebih ber-nas dan tidak cepat busuk. 15. Tanaman akan dijauhi hama penyakit dan jamur 16. Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK). 17. Meningkatkan kapasitas cengkeram air (water holding capacity). Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos menurut Roja (tanpa tahun) antara lain: kotoran ternak satu ton (+ 30 karung), urea 2 kg, SP36 3 kg, kapur 5 kg, starter Trichoderma 3 kg, dan plastik hitam 5 m. Tahap-tahap pembuatannya sebagai berikut: 1. Menyiapkan kotoran ternak (sapi atau kerbau) yang akan dijadikan kompos dengan syarat kering (tidak basah oleh urine sapi atau air hujan). Kotoran ternak yang terlalu basah akan mempengaruhi perkembangan kapang T. harzianum sehingga proses perombakan lebih lambat. 2. Menambahkan bahan aktifator (Urea, SP36, kapur, pupuk kandang, starter T. harzianum) dan mengaduknya hingga merata. Selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian. 3. Kotoran ternak ditumpuk setinggi 1x1x1 m lalu dibagi atas 4 bagian, masing-masing setinggi + 25 cm. 4. Di atas tumpukan kotoran ternak, ditabur bahan aktifator (Trichoderma) secara merata 5. Menggabungkan tumpukan kotoran ternak menjadi 1 tumpukan sehingga volume tumpukan sekitar 1x1x1 m. 7. Menutup tumpukan dengan plastik hitam anti air agar terlindung dari hujan dan panas matahari. 8. Melakukan pembalikan tumpukan kotoran ternak setiap 1 minggu dengan menggunakan cangkul. Perlu dijaga, kelem-baban tumpukan harus stabil (kelembaban 60-80%) selama proses pengomposan. Pemanenan kompos pupuk kan-dang dilakukan setelah 21 hari dengan cara membongkar lalu mengayaknya sehingga dihasilkan kompos yang sempurna. Limbah 275 Gambar 7.7 Proses Pengomposan Sederhana oleh BPTP Sumantra Barat Sumber: Roja, tanpa tahun Pembuatan Kompos dari Kotoran Sapi Pengolahan kotoran sapi menjadi kompos bisa dilakukan oleh peternak secara individu karena caranya sederhana, mudah diikuti dan bahannya tersedia di sekitar peternak sendiri. Langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan kotoran sapi menjadi kompos adalah, menyiapkan dan mengumpulkan bahan yang diperlukan yaitu : 1. Kotoran sapi minimal 40%, dan akan lebih baik jika bercampur dengan urin. 2. Kotoran ayam maksimum 25% (jika ada). 3. Serbuk dari kayu sabut kelapa 5% atau limbah organik lainnya seperti jerami dan sampah rumah tangga 4. Abu dapur 10% 5. Kapur pertanian 6. Stardec 0,25%. Mengingat Stardec merupakan stimulan untuk pertumbuhan mikroba (Stardec dapat pula merupakan agregat bakteri atau cendawan dorman) maka bila Stardec tidak tersedia dapat diganti dengan kompos yang sudah jadi, karena di dalam kompos juga tersedia agregat bakteri atau cendawan pengurai bahan organik yang sedang dorman. Setelah semua bahan terkumpul, selanjutnya dilakukan proses pengomposan sebagai berikut: 1. Sehari sebelum pengomposan dimulai (H-1), campurkan bahan utama (kotoran sapi, kotoran ayam jika ada, sabut kelapa/ serbuk gergaji, abu dapur dan kapur pertanian) secara merata, atau ditumpuk mengikuti lapisan: a. Kotoran ayam ditempatkan paling bawah (jika ada) dan dibagian atasnya ditempatkan kotoran sapi. Tinggi kotoran ayam dan sapi maksimum 30 cm (Gambar 8). b. Lapisan berikutnya dari ka-pur pertanian (Gambar 9), yaitu untuk menaik kan PH karena mikroba akan tumbuh baik pada PH yang tinggi (tidak asam). c. Dapat ditambahkan serbuk dari sabut kelapa, karena C/N-nya lebih rendah (sekitar 60) dan mengandung KCl, sedangkan kalau menggunakan serbuk gergaji (Gambar 10) kadar C/N-nya sangat tinggi (sekitar 400) d. Selanjutnya menaburkan abu pada bagian paling atas. (Gambar 11) Limbah 276 2. Tumpukan seperti pada point 1, harus diulangi sampai ketinggian sekitar 1,5 meter. 3. Pada hari pertama (H0), tumpukan bahan disisir, lalu ditaburi dengan Stardec (Gambar 12) sebanyak 0,25% atau 2,5 kg untuk campuran sebanyak 1 ton. 4. Tumpukan bahan minimal dengan ketinggian 80 cm. 5. Selanjutnya tumpukan dibiarkan selama satu minggu (H+7) tanpa ditutup, namun harus terjaga agar terhindar dari panas dan hujan. Pada hari ketujuh campuran bahan harus dibalik, agar memperoleh suplai oksigen selama proses pengomposan. Pembalikan ini dilakukan kembali pada hari ke 14, 21 dan 28. 6. Pada hari ke-7 suhu bahan mulai meningkat sampai dengan hari ke-21. Peningkatan bisa mencapai 60-700C, dan akan turun kembali pada hari ke 28 atau tergantung bahan yang digunakan. Jika lebih banyak menggunakan bahan dari kotoran ayam, suhu bahan men-jadi lebih tinggi dalam waktu lebih lama (bisa mencapai lebih dari 700C dalam waktu lebih dari 28 hari). Jika hanya memakai bahan dari kotoran ternak sapi, proses meningkatnya suhu akan terjadi selama 21 hari dan akan menurun pada hari ke 28, dengan tingkat suhu 35-400C. Terjadinya peningkatan dan penurunan suhu menandakan proses pengomposan berjalan sempurna, yang ditandai dengan adanya perubahan warna bahan menjadi hitam kecoklatan. Suhu yang tinggi selama proses komposing juga berfungsi untuk membunuh biji-biji gulma dan bakteri patogenik. Selain itu, apabila dilakukan uji laboratorium, pupuk organik yang dihasilkan akan memiliki komposisi sebagai berikut : a. Kelembaban 65% b. C/N ratio maksimum 20 c. Total Nitrogen (N)> 1,81% d. P205 > 1,89% e. K2O> 1,96% f. CaO >2,96% g. MgO > 0,70% h. Kapasitas Tukar Kation > 75 me/100 g j. pH 6,5 – 7,5 Dengan komposisi tersebut, pupuk yang dihasilkan adalah pupuk organik berkualitas tinggi, sehingga sangat baik untuk digunakan bagi semua tanaman, tambak dan kolam ikan. Agar dalam proses pengolahan kotoran sapi menjadi kompos lebih efektif dan efisien, sebaiknya pengolahannya dilakukan pada tempat pengolahan kompos yang merupakan sebuah bangunan yang berukuran 2 m x 6 m seperti yang telah dilakukan oleh Milik Kelompok Tani Amanah NTB (Gambar 7.13). Limbah 277 Gambar 7.8 Pencampuran Kotoran Ayam dengan Kotoran Sapi Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan Gambar 7.9. Penambahan Kapur Pertanian untuk Menaikkan Ph Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan Limbah 278 Gambar 7.10.Pencampuran Serbuk Gergaji dan atau Serbuk Kelapa Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo Collections-Deptan Gambar 7.11 Pemberian Abu pada Lapisan Paling Atas Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan Limbah 279 Gambar 7.12 Penyisiran Tumpukan pada Hari Ke-0 dengan Stardec dan Memfermentasi dengan Membiarkannya Selama 7 Hari Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan Gambar 7.13 Tempat Pengolahan Kompas Berukuran 2 m x 6 m Milik Kelompok Tani Amanah Sumber: SPFS PMU Indonesia Photo collections-Deptan Next >