< PreviousLimbah 289 Gambar 7.17 Skema Sistem Lumpur Aktif Skala Kecil: (A) Aerasi dan Dasar Klarifier Untuk Resirkulasi Sludge, Dan (B) Areasi Mekanis dengan Pompa Air-Lift Untuk Resirkulasi Sludge (Nathanson, 1997) Sistem lumpur aktif dapat diterapkan untuk hampir semua jenis limbah cair industri pangan, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair industri pangan dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun biaya operasi, karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis seperti pompa dan blower. Biaya operasi umumnya berkaitan dengan pemakaian energi listrik. Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah dengan sistem lumpur aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan organik dan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut. 77..66.. TTeekknnoollooggii PPeennggoommppoossaann Kompos menurut definisi J.H. Crawford (2003) adalah hasil dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam konsisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik. Kompos memiliki banyak manfaat yang dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain: Aspek Ekonomi : Limbah 290 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: 1. Meningkatkan kesuburan tanah 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah Gambar 7.18 Kompos Sumber: Isro’i, tanpa tahun Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain: rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kandungan air, suhu, pH, kandungan hara, dan kandungan bahan-bahan berbahaya. Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba dapat memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Ukuran Partikel berhubungan dengan permukaan area dan udara yang merupakan tempat aktivitas mikroba. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak Limbah 291 sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban (moisture content) memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolis-me mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Temperatur yang terukur merupakan panas yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Terdapat hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30–600C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 600C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. Selama proses pengomposan terjadi perubahan nilai pH pad kisaran yang sangat lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan peru-bahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produk-si amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH ada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Limbah 292 Kandungan hara yang terpenting adalah kandungan fosofr (P) dan kalium (K). Kedua unsur hara ini sangat penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari penanganan limbah hasil peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. Tabel 3 Kondisi yang Optimal untuk Mempercepat Proses Pengomposan (Rynk, 1992) Kondisi Ideal Rasio C/N Kelembaban berat Konsentrasi oksigen tersedia > 5%> 10% Ukuran partikel 1 inchibervariasi Bulk Density yd 1000 lbs/cu yd1000 lbs/cu pH 5.5 – 9.06.5 – 8.0 Suhu 43 – 66oC54 -60oC Gambar 7.19 Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik (Rynk, 1992 dalam Isroi, tanpa tahun) Limbah 293 Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan. 2. Menambahkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pende-gradasi bahan organik dan vermikompos (cacing). Strategi menamipulasi kondisi pengomposan banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/Ntinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengom-posan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya. Gambar 7.20. Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroba Selama Proses Pengomposan (Isro’i, tanpa tahun) Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak diperguna-kan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/ cendawan. Saat ini di pasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : OrgaDec, SuperDec, EM4, Stardec, Starbio, dll. Limbah Tabel 7.4 Organisme yang Terlibat dalam Proses Pengomposan Kelompok Organisme kompos Organisme Jumlah/g Mikroflora Bakteri Actinomicetes Kapang 108 - 109 Mikrofauna Protozoa 105 - 108 Makroflora Jamur tingkat tinggi 104 - 106 Makrofauna Cacing tanah, rayap semut, kutu, dll 104 - 105 Metode atau teknik pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology)3. Pengomposandengan teknologi tinggi (High – Technology) Pengomposan dengan teknologi rendah contohnya adalah Windrow Composting (Gambar 7.22). Kompos ditumpuk dalam barisan tumpukan yang disusun sejajar. Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban kompos. Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar dengan lama pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan. Limbah 295 Gambar 7.22 Pengomposan dengan Teknik Windrow Composting (Isro’i, tanpa tahun) Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain yaitu: Aerated static pile (Gambar7.23). Tumpukan/gundukan kompos (se-perti windrow system) diberi aerasi dengan menggunakan blower me-kanik. Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik. Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan hingga 3-5 minggu. Gambar 7.23 Pengomposan dengan Teknik Aerated Static Pile (Isro’i, tanpa tahun) Aerated Compost Bins (Gambar 7.23) Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya diberi aerasi. Aerasi juga dilakakukan dengan menggunakan blower/pompa udara. Seringkali ditambahkan pula cacing (vermi kompos). Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan. Gambar 7.24 Pengomposan dengan Teknik Aerated Compost Bins (Isro’i, tanpa tahun)Limbah 296 Pengomposan dengan teknologi tinggi menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi pengom-posan dan lebih banyak dilaku-kan secara mekanis. Contoh-contoh pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain: Rotary Drum Composters (Gambar 7.25) Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang diran-cang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicam-pur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos. Gambar 7.25 Pengomposan dengan Teknik Rotary Drum Composters (Isro’i, tanpa tahun) Box/Tunnel Composting System (Gambar 26) Pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan diha-luskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang. Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer. Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan. Limbah 297 Gambar 7.26 Pengomposan dengan Teknik Box/Tunnel Composting System (Isro’i, tanpa tahun) Gambar 7.27 Skema Pengomposan di dalam Box/Tunnel Composting System (Isro’i, tanpa tahun) Gambar 7.28 Mechanical Compost Bins dan Pengoperasiannya (Isro’i, tanpa tahun) Mechanical Compost Bins (Gambar 7.28) Limbah 298 Sebuah drum khusus yang dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga. Mikroba-mikroba yang terdapat di dalam kompos diakui memiliki manfaat yang sangat baik bagi tanah maupun tanaman. Namun, mikroba ini tersedia dalam jumlah yang relatif sedikit dan tidak seragam. Mikroba-mikroba yang bermanfaat bagi tanaman dapat ditambahkan dari luar untuk memperkaya dan meningkatkan kualitas kompos. Mikroba yang sering dimanfaatkan adalah: mikroba penambat nitrogen : Azotobacter sp, Azosprilium sp, Rhizobium sp, dll mikroba pelarut P dan K : Aspergillus sp, Aeromonas sp. mikroba agensia hayati : Metharhizium sp, Trichoderma sp, mikroba perangsang pertumbuhan tanaman : Trichoderma sp, Pseudomonas sp, Azosprilium sp. Pengaruh kompos terhadap kualitas pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 7.29 dan 7.30 berikut. Gambar 7.29 Pengaruh Pemberian Kompos Diperkaya Mikroba pada Tanaman Tebu (K = kontrol tanpa pemupukan; S = pemupukan standard; P = kompos tanpa mikroba; P, DT 38, MPF = kompos diperkaya dengan mikroba) Gambar 7.30 Pengaruh pemberian Kompos Diperkaya Mikroba pada Tanaman Jagung (Isro’i, tanpa tahun) (K = kontrol; S = Standar; P = kompos; PM = kompos diperkaya mikroba) Adapun kualitas kompos yang dihasilkan harus memenuhi standar nasional yaitu SNI 19-7030-2004 (Tabel 7.5). Tabel 7.5 Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004) Next >