< PreviousLimbah No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1. Kadar Air % - 50 2 Temperatur o3 Warna kehitaman 4 Bau berbau tanah 5 Ukuran partikel mm 0,55 25 6 Kemampuan ikat air % 58 - 7 pH 6,80 7,49 8 Bahan asing % * 1,5 Unsur makro 9 Bahan organik % 27 58 10 Nitrogen % 0,40 - 11 Karbon % 9,80 32 12 Phosfor (P2O5) % 0.1 - 13 C/N-rasio 10 20 14 Kalium (K2O) % 0,20 * Unsur mikro 15 Arsen mg/kg * 13 16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3 17 Kobal (Co) mg/kg * 34 18 Kromium (Cr) mg/kg * 210 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100 20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 24 Seng (Zn) mg/kg * 500 Unsur lain 25 Kalsium % * 25.5 26 Magnesium (Mg % * 0.6 27 Besi (Fe) % * 2 28 Aluminium (Al) % * 2.2 29 Mangan (Mn) % * 0.1 Bakteri 30 Fecal Coli MPN/gr 1000 31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3 Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum Limbah 300 77..77.. LLiimmbbaahh BBaahhaann BBeerrbbaahhaayyaa ddaann BBeerraaccuunn ((BB33)) Definisi limbah B3 dijelaskan dalam PP No. 18/1999 jo. PP No. 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Karakteristik limbah B3 yaitu mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, beracun, bersifat korosif, dan dapat menyebabkan infeksi pada manusia atau mahluk lainnya. Untuk menentukan pengaruh suatu limbah bersifat akut dan/atau kronik bagi manusia/mahluk hidup dapat dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan hewan percobaan seperti tikus. Ada 11 peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelola an limbah B3 antara lain: 1. UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup” 2. PP RI No. 18/1999 jo. PP No. 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 sebagai revisi dari PP RI No.19/1994 jo. PP N0. 12/1995 tentang Pengelolaan Limbah B3. 3. Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang ”Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3” 4. Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang ” Dokumen Limbah B3” 5. Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang ” Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3” 6. Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang ”Tata Cara Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Penimbunan Lim-bah B3” 7. Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang ” Simbol dan Label” 8. Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang ”Tata Cara Memperoleh Izin Pengelolaan Limbah B3” 9. Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 tentang ”Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah B3” 10. Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang ” Program Kendali B3” 11. Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996 tentang ”Tata Cara Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak pelumas Bekas” Jenis limbah B3 meliputi: 1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; adalah limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pelarutan kerak, pengemasan,dll. 2. Limbah B3 dari sumber spesifik; adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu. Limbah 301 3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Suatu industri yang menghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai : 1. jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu dihasilkannya limbah B3. 2. Jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3 3. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pengolah limbah B3. Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan tersebut sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada Kepala Bapedal dengan tembusan kepada Pimpinan Instansi Pembina dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Pengha-sil, pemanfaat, pengangkut dan pengolah limbah B3 bertanggung jawab atas penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkungan akibat lepas atau tumpahnya limbah B3 yang menjadi tanggung jawabnya. Di samping itu juga wajib segera menanggulangi pencemaran atau keruskan lingkungan akibat kegiatannya. Apabila penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, dan pengolah limbah B3 tidak melakukan penanggulangan sebagaimana mestinya maka Bapedal atau pihak ketiga atas permintaan Bapedal dapat melakukan penanggulangan dengan biaya yang dibebankan kepada penghasil, pengumpul, dan/atau pengolah limbah B3 yang bersangkutan. Tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 diatur berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995 yang meliputi. 1. Persyaratan pra pengemasan a. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui karkteristik limbah B3 yang dikumpulkannya. Bila ada keraguan dengan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan/ dikumpulkan, maka limbah B3 tersebut harus diuji karakterristik di laboratorium yang telah mendapat persetujuan Bapedal dengan prosedur dan metode yang ditetapkan Bapedal. b. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasrkan kecocokannya terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya. 2. Persyaratan umum kemasan a. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak dan bebas dari pengkaratan dan kebocoran b. Bentuk, ukuran, dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karak-teristik limbah B3 yang akan dikemas dengan mempertimbangkan keamanan dan kemudahan dalam penanganan. Limbah 302 c. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik/PVC atau bahan logam (teflon, baja karbon) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. 3. Prinsip pengemasan limbah B3 a. Limbah B3 yang tidak saling cocok tidak boleh disimpan dalam satu kemasan yang disebut Incompatible Chemical, contoh : Asam asetat tidak boleh dicampur dengan asam Nitrat, asam Kromat, Peroksida sebab bisa terjadi asap beracun. b. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas atau terjadinya kenaikan tekanan c. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak atau jika mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan kedalam kemasan lain yang memenuhi syarat. d. Kemasan yang telah berisi limbah B3 harus diberi penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan ketentuan dan tata cara bagi penyimpanan limbah B3 e. Kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung jawab pengelolaan limbah B3 untuk memastikan tidak terjdi kerusakan atau kebocoran pada kemsan akibat korosi atau faktor lainnya. 4. Tata cara pengemasan limbah B3 Persyaratan pengemasan limbah B3 a. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer yang digunakan harus : dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan mampu mengamankan limbah B3 yang disimpan didalamnya memiliki penutup yang kuat untuk mencegah tumpahansaat dilakukan pemindahan atau pengangkutan b. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum /tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2m3, 4m3 atau 8m3 c. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama, atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki karakyeristik yang sama. Limbah 303 d. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian limbah, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama penyimpanan. untuk limbah B3 cair harus mempertimbangkan ruangan untuk pengembangan volume dan pembentukan gas. untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang kosong dalam kemasan untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang tahan akan kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan. e. Kemasan yang telah terisi penuh dengan limbah B3 harus: ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan kemasan limbah B3 selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya disimpan ditempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya f. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah terisi limbah B3 dan disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali. g. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 dengan karak-teristik : sama dengan limbah B3 sebelumnya saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya. Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dulu sebelum digunakan. h. Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasan yang tidak digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus diperlakukan sebagai limbah B3. 5. Tata cara penyimpanan limbah B3 a. Penyimpanan dengan kemasan harus dibuat dengan sisitem blok.Setiap blok terdiri dari 2 x 2 kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terjadi kerusakan dapat segera ditangani b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan yaitu untuk lewat manusia minimal 60 cm dan untuk lalu lintas kendaraan (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. Limbah 304 c. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimal adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum).Jika tumpukan lebih dari 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik maka harus dipergunakan rak. d. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/ tumpah akan tercampur masuk kedalam bak penampungan bagian yang lain. e. Mengingat kemungkinan resiko/bahaya yang dapat terjadi akibat kesalahan dalam penanganan limbah B3, maka diharapkan setiap karyawan yang berhubungan langsung/ tidak dengan masalah limbah B3 ini dapat melaksanakan sistem manajemen tentang penanganan limbah B3 dengan sebaik-baiknya. f. Hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : PP Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah B3 PP Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan PP No.19 Tahun 1994 KEPKA BAPEDAL No. 68/BAPEDAL/05/1994 RRaannggkkuummaann Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah pertanian adalah hasil sampingan dari aktivitas pertanian yang biasanya kurang bernilai ekonomis bahkan tidak laku dijual. Limbah tanaman pangan dan perkebunan memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan hijauan bagi ternak. Proses pengolahan limbah menjadi pakan ternak dapat dilakukan secara kering (tanpa fermentasi) maupun dengan fermentasi. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Pengolahan kotoran sapi menjadi kompos bisa dilakukan oleh peternak secara individu karena caranya sederhana, mudah diikuti dan bahannya tersedia di sekitar peternak sendiri. Limbah 305 Pengetahuan tentang sifat-sifat limbah sangat penting dalam pengembangan suatu sistem pengelolaan limbah yang layak. Pengelolaan limbah industri pangan (cair, padat dan gas) diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah (pemenuhan peraturan pemerintah), serta untuk meningkatkan efisiensi pemakain sumber daya. Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia yang mengganggu kebersihan dan atau keamanan lingkungan. Limbah cair biasanya dihasilkan oleh industri. Secara umum penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan metode perlakuan secara fisik, perlakuan secara kimia dan perlakuan secara biologi. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan sistem kolam atau sering disebut juga sebagai kolam oksidasi dan sistem Lumpur aktif. Bahan limbah yang lain adalah limbah B3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. SSooaall LLaattiihhaann 1. Apakah limbah itu? 2. Apakah pencemaran air itu? 3. Pada dasarnya pengolahan limbah dapat dibedakan menjadi apa saja? 4. Sebutkan indikasi terjadinya pencemaran air? 5. Apakah aspek ekonomi dari pembuatan kompos? 6. Strategi apa yang dapat dilakukan untuk mempercepat proses pengomposan? 7. Mikroba apa saja yang sering dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kompos? 8. Apakah definisi limbah bahan beracu dan berbahaya? Kimia Pangan 306 VVIIIIII.. KKIIMMIIAA PPAANNGGAANN 88..11.. KKaarrbboohhiiddrraatt Karbohidrat merupakan kelompok nutrien penting di dalam menu/diet dan berfungsi sebagai sumber energi. Karbohidrat mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Karbohidrat diproduksi di dalam tanaman melalui proses fotosintesis. Proses tersebut dapat digambarkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut : Klorofil 6 CO2 + 6 H2O Sinar matahari C6H12O6 + 6 O2 Karbon dioksida Air glukosa oksigen (berasal dari udara) (berasal dari tanah) Karbón dioksida dari udara bereaksi dengan air yang ada di dalam tanah. Oleh klorofil yang terkandung dalam daun dan dengan bantuan sinar matahari sebagai energi surya, maka akan terbentuk glukosa sebagai salah satu anggota kelompok karbohidrat dan air. Klorofil merupakan pigmen atau zat hijau daun yang berperan sangat penting dalam menyerap energi dari sinar matahari sehingga tanaman mampu membentuk karbohidrat dari karbón dioksida dan air. Karbohidrat dibagi menjadi 3 kelompok utama didasarkan atas ukuran dari molekulnya, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida dan disakarida sering dikenal juga dengan sebutan gula (sugar). Sedangkan polisakarida dikenal sebagai non gula (non-sugars), misalnya pati. Pengelompokan atau pembagian karbohidrat berdasarkan ukuran molekulnya diklasifikasikan sebagai berikut : monosakarida, oligosakarida, polisakarida. Monosakarida terdiri atas 1 unit glukosa. Oligosakarida merupakan kelompok karbohidrat yang terdiri atas 2-10 unit monosakarida, sedangkan polisakarida terdiri atas banyak (lebih dari 10) unit monosakarida. 8.1.1. Monosakarida Gula monosakarida biasanya ditemukan di dalam bahan pangan, mengandung 6 atom karbon, dan secara umum memiliki formula C6H12O6. Tiga anggota monosakarida terpenting adalah : Glukosa (juga dikenal sebagai dekstrosa) Struktur dari molekul glukosa dapat dilihat pada gambar 8.1. Kimia Pangan 307 Gambar 8.1 Struktur glukosa Gambar tersebut merupakan representasi dari atom karbon. Kandungan glukosa di dalam buah-buahan dan sayuran bervariasi. Jumlah glukosa yang cukup besar terdapat pada buah-buahan seperti anggur, sedangkan pada sayuran ditemukan kandungan glukosa yang lebih rendah , seperti pada buncis muda dan wortel. Glukosa juga ditemukan di dalam darah binatang. Sirup glukosa atau dikenal sebagai glukosa komersial tidak hanya mengandung glukosa murni, tetapi merupakan campuran glukosa, karbohidrat lain dan air. Fruktosa (juga dikenal sebagai levulosa) Secara kimia hampir sama dengan glukosa, hanya saja letak (susunan) dari atom-atom di dalam molekulnya sedikit berbeda. Fruktosa ditemukan bersama-sama glukosa di beberapa buah-buahan dan madu. Galaktosa Monosakarida jenis ini secara kimia juga hampir sama dengan glukosa, Senyawa ini tidak eksis di dalam makanan, tetapi diproduksi laktosa suatu disakarida dipecah selama pencernaan. 8.1.2. Disakarida Gula jenis ini secara umum mempunyai formula C12H22O11. Senyawa ini dibentuk ketika dua molekul monosakarida bergabung dengan melepaskan satu molekul air. C6H12O6 + C6H12O6 → C12H22O11 + H2O Monosakarida Monosakarida Disakarida air Reaksi di atas merupakan salah satu contoh reaksi kondensasi, suatu reaksi yang merupakan gabungan dua molekul kecil untuk membentuk satu molekul yang lebih besar dengan melepaskan satu molekul kecil biasanya air dari kedua senyawa tersebut. Jenis-jenis disakarida yang penting antara lain sukrosa, laktosa, dan maltosa Sukrosa Sukrosa dikenal secara umum sebagai gula rumah tangga dan diproduksi di dalam tanaman melalui kondensasi glukosa dan fruktosa. Struktur molekul sukrosa tersaji pada gambar 8.2. Kimia Pangan 308 Gambar 8.2. Struktur sukrosa Sukrosa ditemukan di beberapa jenis buah-buahan dan sayuran, Gula tebu dan gula bit mengandung senyawa ini dalam jumlah yang relatif cukup banyak. Gula tebu dan bit, diperoleh melalui proses ekstraksi gula secara komersial. Laktosa Gula jenis ini dibentuk dari kondensasi glukosa dan galaktosa. Disakarida jenis ini hanya ditemukan pada susu (milk), sebagai sumber karbohidrat. Maltosa Maltosa dibentuk dari kondensasi dua molekul glukosa. Selama germinasi atau perkecambahan barley, pati yang terkandung dipecah menjadi maltosa. Malt merupakan suatu kandungan penting di dalam proses pembuatan bir. Jika digambarkan secara ringkas maka pembentukan disakarida adalah sebagai berikut : Glukosa + fruktosa → Sukrosa + Air Glukosa + Galaktosa → Laktosa + Air Glukosa + Glukosa → Maltosa + Air 8.1.2.1. Karakteristik Gula Kenampakan dan Kelarutan Semua gula berwarna putih, mengandung kristal yang larut dalam air. Kemanisan Semua gula berasa manis, hanya saja mempunyai tingkat kemanisan yang berbeda-beda. Tingkat kemanisan yang berbeda dari gula apabila dibandingkan menggunakan kemanisan sukrosa dengan skala poin 100. Tabel 8.1., menunjukkan tingkat kemanisan relatif dari beberapa jenis gula. Tabel 8.1 Tingkat kemanisan relatif dari beberapa gula Gula Tingkat kemanisan relatif Fruktosa 170 Gula invert (campuran glukosa&fruktosa) 130 Sukrosa 100 Glukosa 75 Maltosa 30 Galaktosa 30 Laktosa 15 Sumber : Gaman et al, 1990 Next >