< PreviousSWARACINTA 82 | DES-JAN 201850 50 ETOSSaudara kembar Bagas Adi Setyoko (14) dan Bagus Adi Setyoko (14) tak pernah terpikir akan bisa mendengar. Warga Desa Talamun, Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah itu, sudah tuli dari semenjak lahir.Orang tua mereka, Sarjono (41) dan Esti Prihatin (34) merupakan seorang buruh serabutan yang penghasilannya tak menentu. Sekali waktu terlintas dalam benak Sarjono untuk membelikan alat bantu dengar seharga Rp 250 ribu, namun niat itu tak pernah terlaksana karena himpitan ekonomi.Jelang masuk tahun ajaran baru, Sarjono dan Esti terpaksa hijrah dari kampungnya ke Kembaran Kulon, Kota Purbalingga. Di sana mereka membuka usaha laundry dengan modal hasil hutangan dan mengontrak rumah dengan biaya sewa Rp 2,5 juta per tahun. Kepindahan mereka supaya Bagas dan Bagus bisa melanjutkan pendidikan di SMP LB Purbalingga.Bagas dan Bagus dibantu Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Purwokerto (LKC) Dompet Dhuafa Jawa Tengah (DD Jateng) untuk sekolah. Tidak itu saja, LKC juga memberikan bantuan alat dengar kepada Bagus dan Bagas melalui program peduli tuna rungu.Akhirnya Bagas dan Bagus bisa mendengar layaknya manusia normal setelah memperoleh alat bantu dengar dari LKC seharga Rp 8 juta per unit, 15 November lalu.“Itu suara apa bu tak tuk tak tuk. Berisik sekali,” tanya Bagas kepada Esti sambil menutup telinganya setelah mendengar suara ketukan palu dari ruang produksi knalpot di dekat rumahnya.Dengan wajah penuh keheranan dan haru, Bagas terus menutup kupingnya karena terkejut oleh kebisingan yang ia dengar. Hal serupa pun juga dilakukan Bagus.“Itu suara apa bu, suara adzan ya bu, ayo ibu solat dulu,” sahut Bagus menyuruh ibunya menunaikan solat Ashar ketika baru mendengar suara azan untuk pertama kalinya. Awalnya Sarjono dan Esti menduga buah hatinya tersebut mengalami telat bicara sehingga tumbuh kembangnya terhambat. Mereka tidak menyadari kalau Bagas dan Bagus terindikasi menderita tuna rungu. Beruntung anak bungsunya, adik dari Bagus dan Bagas, Linda Nur Safitri terlahir normal.Manager LKC Purwokerto Titi Ngudiati kepada Swara Cinta menuturkan, setelah diberi alat bantu, Bagas dan Bagus akan mengikuti sesi terapi wicara per satu pekan sekali. Ini untuk penyesuaian penggunaan alat bantu. Titi juga bertekad, setelah lulus SMP, Bagas dan Bagus tetap dibantu Dompet Dhuafa dengan mengikutkan pelatihan Lyfe Skill hasil kerjasama Dompet Dhuafa dan Institut Telkom Purwokerto. [Aditya Kurniawan]Di Usia 14 Tahun, Bagas dan Bagus Akhirnya Dengar Azan untuk Pertama KaliSWARACINTA 82 | DES-JAN 2018Dompet Dhuafa Volunteer (DDV) berhasil sabet penghargaan dalam kategori Organisasi Terpilih di ajang Indo Relawan Award 2017. Fajar Firmansyah Ketua DDV Jabodetabek menuturkan, penghargaan yang berhasil diraih DDV kali ini merupkan hadiah terindah di bulan kerelawanan.Lanjut Fajar, tak mudah bagi DDV bisa mendapatkan penghargaan tersebut. Dalam ajang yang dihelat tiap satu tahun sekali itu DDV mesti bersaing dengan ratusan organisasi kerelawanan lainnya dari sejumlah daerah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lalu disaring kembali hingga lima dan dilakukan voting.“Masa voting dari tanggal 3 sampai 7 Desember dan yang vote itu adalah 500 teman-teman relawan yang tergabung dalam Indo Relawan. Alhamdulilah DDV mendapatkan 345 suara,” papar Fajar kepada Swara Cinta.Fajar menambahkan penghargaan yang baru pertama kali di dapat ini merupakan buah manis dari semangat dan perjuangan teman-teman DDV saat membantu dan melayani masyarakat. Arti kata ‘organisasi terpilih’ sendiri adalah organisasi yang mampu memberikan inspiratif dan memiliki kegiatan yang fokus dan berkesinambungan.Dompet Dhuafa Volunteer telah menginspirasi dan menggerakan publik untuk menciptakan gotong-royong di Indonesia“DDV itu memiliki 6 fokus kegiatan yakni lingkungan, pendidikan, sosial, kebencanaan, kesehatan dan inisiasi pemberdayaan. Mungkin atas dasar itu kami bisa menang,” terang Fajar.Fajar berharap dengan diraihnya penghargaan tersebut DDV dapat semakin giat mengajak sesama umat untuk berbuat kebaikan dan mengedukasi masyarakat betapa pentingnnya kesadaran untuk saling tolong menolong.“Kami ingin mengajak orang untuk satu hari berbuat minimal satu kebaikan. Kami ingin sadarkan bahwa diri kita adalah volunteer. Sesuai kampanye kami volunteer its me,” tukas Fajar. [Aditya Kurniawan]BERANDA51 DDV Raih Penghargaan di Ajang Indorelawan 2017SWARACINTA 82 | DES-JAN 201852 52 52 BERANDAROte - Tidak hanya kurban yang bisa dikirim ke pelosok negeri. Aqiqah melalui Dompet Dhuafa juga bisa dilaksanakan di seluruh penjuru tanah air.Seperti yang ditunaikan Keluarga Irawan Agus Suwandi, misalnya, mereka memasang nazar, jika putranya lulus memasuki perguruan tinggi negeri yang diinginkan ia akan aqiqahkan anaknya itu di pelosok negeri.Alhamdulillah, hajatnya disampaikan Allah Swt, keluarga Irawan pun mengamanahkan nazarnya kepada Program Tebar Aqiqah Dompet Dhuafa. “Untuk menyukseskan pelaksanaan Aqiqah nazar ini, Tim Tebar Aqiqah Dompet Dhuafa menghubungi mitra Tebar Aqiqah di Papela, yakni Koperasi ISM Papela Malole, Nusa Tenggara Timur,” ungkap Muhammad Aris Darmansah, Tim Tebar Aqiqah, Karya Masyarakat Mandiri (KMM) kepada Swara Cinta. Mitra Tebar Aqiqah ini pun merekomendasikan pemotongan dua kambing di Dusun Tasisu Desa Papela Kecamatan Rote Timur Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur, pulau terluar Indonesia. Setelah Keluarga Irawan sepakat, pemotongan pun dilaksanakan, (6/11/2017). “Hewan disembelih sesuai syariat Aqiqah dalam Islam dan dimasak oleh tim dapur yang sudah dibentuk panitia setempat,” ungkap Muhammad.Dilanjutkannya, setelah do’a tasyakuran bersama masyarakat dhuafa dan anak-anak yatim piatu di lingkungan Desa Papela Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur masyarakat makan sate dan gulai bersama.“Anak-anak yatim dan dhuafa berjumlah 134 orang itu makan dengan lahapnya,” tutur Muhammad. Melalui ISM, Warga Desa Papela mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Bapak Irawan Agus Suwandi yang telah berbagi kebahagiaan bersama mereka.“Semoga Allah membalas kebaikannya dan diberikan keberkahan rezeki. Terima kasih pula kami ucapkan kepada Tebar Aqiqah KMM Dompet Dhuafa yang telah mempercayakan kepada kami sebagai mitra pelaksana, semoga orderannya semakin banyak dan kerja sama kita terus berlanjut,” ungkap Mitra ISM Papela Malole. [Maifil Eka Putra]Nazar Aqiqah ke Pelosok NegeriSWARACINTA 82 | DES-JAN 201853 53 BERANDAJaKaRta – Direktur Disaster Management Centre Dompet Dhuafa (DMC DD) Syamsul Ardiansah mengatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa menjadi inspirasi dan memberikan kebaikan serta manfaat bagi manusia lain.Hal itu disampaikannya pada acara “Malam Apresiasi Relawan” di Tebet, Jakarta Selatan, awal Desember 2017 lalu. Kebaikan ini, lanjut Syamsul, bisa dibagikan kepada seluruh umat dengan berbagai cara, salah satunya dengan aksi kerelawanan atau volunteerism.Mengutip temuan Prof. Emil Salim, terang Syamsul, daya dukung bumi sebenarnya hanya layak untuk dihuni kurang lebih 4,7 miliar manusia. Faktanya, saat ini penduduk bumi sudah 8 miliar. Bahkan tahun 2030 yang akan datang, diperkirakan penduduk bumi mencapai 9 miliar jiwa. Supaya bumi tetap terus bisa dihuni dengan penduduk yang semakin banyak, kata Syamsul, tak ada pilihan lain selain mengoptimalkan anugerah Allah SWT dengan dua cara. Pertama, manusia tetap mengambil manfaat dari alam tanpa harus mengurangi hak generasi yang akan datang.. Pilihan kedua, penduduk bumi harus lebih giat mengasah rasa kemanusiaan. Menimpali ucapan Syamsul, Angger relawan dari Dompet Dhuafa Volunteer mengatakan kini Indonesia menempati urutan pertama di dunia soal jumlah manusia yang bergerak di bidang kerelawanan. Masifnya gerakan relawan di Indonesia tak semata-mata diiming-imingi oleh materi, namun murni bergerak karena Relawan, Solusi Selamatkan Bumidi dorong oleh cinta kemanusiaan.“Jangan pernah risau bila kita bergerak sendiri menjadi relawan, risaulah bila kita berhenti bergerak,” pungkas Angger. [Aditya Kurniawan]SWARACINTA 82 | DES-JAN 201854 BERANDAYOgYa – Di depan ratusan civitas akademika Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka), Yogyakarta, akhir November 2017 lalu, Dewan Pembina Dompet Dhuafa Parni Hadi selaku key note speech menyampaikan pentingnya kemampuan menulis.“Dengan menulis, orang lain akan tahu siapa anda,” jelas wartawan Senior Parni Hadi, dalam workshop ‘Menulis Efektif bersama Parni Hadi’ di kampus tersebut.Parni mengatakan, menulis juga bisa menjadi sarana berfikir, berkreasi, media penyampaian pesan dan alat komunikasi. Menulis akan menjadi sarana komunikasi dari sang penulis yang dicerna oleh pembaca.Di samping harus efektif, menulis juga ditekankan untuk efisien dalam pengemasannya.“Menulis efisien yaitu singkat, padat, cermat, tepat, hemat, bermanfaat, dan bermartabat,” ujar Parni.Di saat yang sama, Parni mewajibkan para peserta untuk praktek menulis berita yang singkat dan padat (berkat). Selain itu Parni juga mengharuskan peserta membuat karya berupa berita foto, berita video dan berita khas.“Coba kalian bikin berkat maksimal 140 karakter, jangan lebih,” ucap Parni.Mahasiswa Fakultas Syariah UIN Suka, Dwi Sri Handayani mengatakan, adanya kegiatan menulis efektif yang dimotori Dompet Dhuafa dapat mengasah kemampuan menulisnya, terlebih peserta diwajibkan untuk membuat berita dengan maksimal 140 karakter itu.“Rasanya ya syok aja gitu, aku udah nulis dua paragraf, eh ternyata sudah lebih dari 140 karakter,” ujarnya.Hal yang sama dirasakan Siti Nurlaili, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang mengaku sempat kesulitan untuk mulai menulis. Namun dengan bimbingan Parni Hadi, Siti berhasil membuat sebuah berita.“Sempat agak susah sih di awal mulainya. Tapi ahamdulilah saya beranikan diri dan akhirnya bisa,” ungkap Siti. [Aditya Kurniawan]Parni Hadi Bimbing Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Menulis Efektif..menulis juga bisa menjadi sarana berfikir, berkreasi, media penyampaian pesan dan alat komunikasi. Menulis akan menjadi sarana komunikasi dari sang penulis yang dicerna oleh pembaca.SWARACINTA 82 | DES-JAN 2018UNGGAHBERANDA55 Wakaf, tidak selalu soal menghibahkan sebidang tanah untuk pemakaman umum, masjid dan jalan. Tetapi wakaf juga bisa diaplikasikan secara luas dalam bentuk lain. Hal tersebut dicontohkan oleh pasangan suami istri Sarman Muhammad Sidiq dan Siti Supami yang mewakafkan sebuah Klinik Rawat Inap di bilangan Depok, Jawa Barat kepada Dompet Dhuafa (DD).Sebagai wakif, Sarman sengaja memilih DD sebagai nazhir mengingat lembaga laznas tersebut telah berkiprah lama dan berpengalaman mengelola wakaf. Selain itu DD juga memiliki program wakaf produktif yang dapat mensejahterakan umat khususnya di bidang kesehatan.Setelah ia membahasa bersama istri dan ke empat anaknya akhirnya Sarman memutuskan untuk mewakafkan klinik dua lantai tersebut. Sarman mengaku, ia sengaja mewakafkan kliniknya lantaran ingin hidup nyaman dan berkah di hari tuanya.“Tujuan saya mewakafkan klinik ini untuk melepas beban hidup, sehingga saat harta saya di hisab di akhirat kelak saya tak memiliki tanggungan yang banyak,” ujar Sarman kepada Swara Cinta.Dengan bagi hasil 49 – 51 untuk DD, Sarman percaya bahwa DD dapat mengelola kliniknya dengan amanah. Ada pun selain layanan Poli Umum 24 jam, Klinik yang dirintis oleh Sarman sejak tahun 1989 itu memiliki 6 tempat tidur untuk Rawat Inap Persalinan, Layanan Poli THT, Laboratorium, Kebidanan, Poli Gigi, Poli Asma dan Alergi, Kecantikan, Fisioterapi dan Apotek.Di luar itu, Klinik bernama Naura Medika tersebut juga dilengkapi layanan ambulance yang siap mengantarkan pasien ke rumah sakit rujukan. Sarman berharap apa yang telah ia wakafkan kepada Dompet Dhuafa dapat membuat kehidupan keluarganya penuh berkah disamping kliniknya yang tetap bisa beroperasi melayani umat. [Aditya Kurniawan]Ingin Hidup Nyaman, Sarman Wakafkan KliniknyaSWARACINTA 82 | DES-JAN 2018SWARACINTA 82 | DES-JAN 2018UNGGAH57 Ketika mulai membaca artikel pak Parni Hadi “Waras” (Swaracinta, 81/Nov-Des 2017), saya senyum-senyum sendiri tetapi saya tidak mau disebut tidak waras. Semula saya tidak merasa perlu untuk meneruskan membaca sampai habis, tetapi ada dorongan dari dalam yang membuat saya ingin meneruskan membaca dan menulis. Kenapa? Ada kata waras yang menarik bagi saya. Waras menurut bahasa Indonesia adalah segar atau sehat. Menurut bahasa Banjar waras artinya hampir sama dengan bahasa Indonesia artinya sembuh atau sehat. Kata lain dari bahasa Banjar, waras sama dengan wagas.Jaman sekarang banyak orang yang tidak waras, baik perilaku maupun pikiran tentang merespons keadaan negeri tercinta ini. Siapapun telah dihinggapi penyakit tidak waras. Seperti pemimpin-pemimpin yang tidak amanah dan juga para tokoh masyarakat sampai kepada tokoh-tokoh agama, ulama yang tidak benar (ulama suu’). Maaf tulisan ini sedikit menyerempet demi kebenaran. Jadi penyakit masyarakat sekarang bukan lagi penyakit fisik tetapi penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan, disebabkan oleh salah mindset. Orang baik kadang-kadang dituduh menjadi orang jahat dan sebaliknya. Orang yang mengajak kepada kebaikan dianggap memberontak kebijakan penguasa, padahal kritik itu diperlukan untuk suatu kemajuan.Alhamdulillah di samping orang berprilaku buruk masih banyak orang-orang yang menyeru kepada kebaikan dan melakukan kebaikan tersebut (amar makruf nahi munkar). Inilah kekuatan terakhir bangsa Indonesia yang dipelopori oleh para ulama yang bertanggungjawab terhadap keselamatan umat dalam berbangsa dan bernegara. Lebih jauh keselamatan hidup dunia akhirat. Saya kagum atas usaha Dompet Dhuafa tanpa kenal lelah menggelorakan dan mengajak umat Islam dan bangsa ini berbuat kebajikan bagi sesama. Hasilnya sudah jelas nyata dan dirasakan oleh masyarakat umum sampai ke pulau-pulau terpencil. Menurut saya masih kurang didukung penuh oleh muslim yang kaya raya. Kalau muslim yang kaya raya itu terlibat penuh mengumpulkan dana seperti zakat maal, wakaf produktif, infaq, dan sedekah maka kemiskinan dan kemurtadan umat dapat lebih cepat diatasi dan dihindari.Umat Islam kalau mau maju seperti umat-umat yang lain tidak ada jalan kecuali harus meningkatkan kualitas SDM dan melakukan gerakan ekonomi mikro berkesinambungan. Tanpa SDM yang memiliki keunggulan saintek dan kemampuan ekonomi mandiri mustahil menjadi umat yang bermanfaat bagi lingkungannya. Itulah yang disebut “Agama Islam rahmatan lil alamin”. Gerakan kemandirian umat seperti yang disebutkan di atas sampai saat ini belum merata dilakukan oleh semua organisasi Islam yang ada di tanah air. Gerakan yang disebut di atas harus dilakukan dengan tim penggerak, terstruktur, dan terukur sampai ke pelosok-pelosok jauh dari ibu kota. Gerakan tersebut sebaiknya lebih efektif dan bermakna apabila melibatkan para ulama yang memahami ekonomi umat. Insyaa Allah.WARAS BERMANFAATSWARACINTA 82 | DES-JAN 201858 SKETSABelaKangan ini kue bakpao naik daun. Bukan karena dijadikan program pemerintah dalam rangka ketahanan pangan, tapi gara-gara perilaku korupsi oknum Ketua DPR Setya Novanto. Dia ngumpet ketika hendak dijemput KPK, lalu mobilnya nabrak tiang listrik. “Kepala benjol segede bakpao,” kata sang pengacara. Nah, sejak itulah istilah bakpao menjadi trending topik, dari rakyat hingga pejabat.Tak terkecuali di komplek Pondok Flamboyan, warga juga sibuk memperbincangkan soal bakpao itu tadi. Mereka meragukan keterangan pengacaranya. Masak segede bakpao, sebab foto yang tersebar di media massa dan TV, hanya sebesar bakpia Pathok (Yogya). Pura-pura ngkali ya? Tapi lagi-lagi pengacaranya menangkis. Namanya juga diobati, tentu saja lama-lama kempes. Kalau tidak, bisa dipecat itu dokternya. Warga Pondok Flamboyan mengamini saja. Sebab tetap menuduh itu akal-akalan, takut dituntut macam mantan Ketua MK Mahfud MD.“Nonton foto Setya Novanto di dalam mobil tahanan, saya sungguh kasihan Pak. Ketua DPR-Ketum Golkar, kok bisa terduduk lesu dalam pakaian oranye KPK.” Kata Bu Atikah sambil mainkan remot, cari tayang TV yang sesuai seleranya.“Itu namanya ngundhuh wohing pakarti (baca: celaka karena ulahnya). Pepatah lama kan sudah bilang, sepandai-pandai tupai melompat sekali waktu nabrak tiang listrik juga.” Jawab Pakde Gendro mancoba main plesetan ala Srimulat.Bu Atikah tersenyum. Kebetulan dia melihat tayangan TV soal anggota DPRD Jambi yang digelandang ke KPK. Yang bikin istri Pakde Gendro ini geregetan, sudah dalam kondisi mengenakan baju rompi oranye KPK, masih bisa senyum-senyum. Rupanya sangkaan korupsi dianggap 2017, TAHUN KORUPSISWARACINTA 82 | DES-JAN 2018SKETSA59 sekedar fitnah yang tak perlu disikapi secara reaktif. Atau para politisi tawanan KPK itu menganggap senyum sebagai ibadah?Bu Atikah rupanya belum tahu, atau tak sempat nonton debat di TV, ketika Wakil Ketua DPR Fadli Zon “dikeroyok” pengamat politik J. Kristadi, Hermawan Sulistyo dan Salim Said. Jika menonton, pastilah merinding sebagai kaum hawa. J. Kristadi –mengutip opini pengamat Australia – bilang, politisi itu sesungguhnya bajingan yang dipaksa jujur.“Sadis amat, Pak. Kenapa politisi sampai dianggap bajingan, Pak?” kata Bu Atikah setelah mendengar paparan sang suami.“Soalnya, jika bajing sebagai kata benda, itu hanya doyan buah kelapa. Tapi jika diberi akhiran “an” menjadi kata sifat, dia jadi doyan apa saja. Jembatan, aspal jalan, e-KTP, maunya dimakan juga,” penjelasan Pakde Gendro.Sebagai Pak RT, Pak Gendro sering menerima keluhan warga. Mana KTP nan canggih itu, yang katanya memuat data pemiliknya?. Gara-gara dananya dikorupsi, yang ada sekedar KTP kertas dilapisi plastik yang mudah terkelupas. Tapi salah satu tersangka korupsi e-KTP itu sudah terkelupas juga kulitnya gara-gara terbentur tiang listrik. Pakde Gendro pun membuka koran-koran lama. Sampai September 2017 saja sudah tercatat 17 kali KPK menggelar OTT. Dari politisi DPRD, Kepala Daerah dari Walikota, Bupati sampai Gubernur; semua jadi tawanan KPK. Hingga Desember 2017 ini tentu saja nambah lagi. Bisa lebih dari 20 ‘tikus negara’ yang dikandangi KPK.“Hampir setiap minggu ada pejabat ditangkap, sepertinya tahun 2017 ini menjadi Tahun Korupsi, ya Pak. Pejabat dan politisi jika tidak korupsi rasanya tidak afdol,” kata Bu Atikah yang suka nonton berita di TV.“Kita harus mencontoh RRT. Sekarang negara itu menjadi macan Asia, karena berhasil membasmi korupsi lewat hukum mati.”“Kenapa kita tidak meniru RRT saja Pak?”“Mana berani Bu. Nanti Komnas teriak-teriak, begitu juga Amnesti Internasional. Padahal yang terkena dampak korupsi itu kita orang kecil, bukan Komnas HAM maupun Amnesti Internasional.”Bu Atikah jadi ingat tayangan di TV, tentang omongan Fahri Hamzah, politisi antagonis dari DPR. KPK yang kerja keras menangkapi praktisi korupsi, eh ....dibilang KPK bikin gaduh saja. Apa dia mengharapkan KPK bertindak senyap, lantaran tersangka korupsi hanya diajak “lapan anem” alias damai dengan sejumlah uang? Belum sempat Pakde Gendro menyambung omongan bini, di luar terjadi heboh. Katanya Bu Salmiah yang Ketua PKK tingkat RW ini baru saja berhasil melakukan OTT Pelaku korupsi itu tidak tahan, tapi dihajar habis. Tentu saja Pakde Gendro kaget juga. Bagaimana mungkin seorang pengurus PKK bisa berbuat seperti KPK. Perlu dapat penghargaan Pak Jokowi, dong. Paling tidak dapat sepeda.“Wih, dihajar Bu Salmiah, koruptor itu sampai benjol kepalanya segede bakpia, Pak,” kata Panjul anak lelaki Pakde Gendro melaporkan.“Ngawur kamu, kayak pengacara saja.”Pakde Gendro segera ke rumah Bu Salmiah. Di sana terlihat Ketua PKK itu sedang mengomeli anak lelakinya, Kamil, yang berusia 10 tahunan. Kepalanya memang benjol segede bakpia, karena dijedotin ibunya ke tembok. Bu Salmiah marah besar. Disuruh beli gula pasir sekilo untuk bikin kue, eh kembaliannya yang Rp 35.000,- malah buat jajan bersama teman-teman.“Kamu masih kecil sudah berani korupsi, bagaimana jadi pejabat nanti,” omel Bu Salmiah.“Kasian Kamil, sudah kena pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata Pakde Gendro sambil senyum, saat melihat bagaimana Bu Salmiah menghajar anaknya.Kamil hanya terduduk lesu, sambil menangis tersedu-sedu. Sebentar-sebentar dia mengelus kepalanya yang benjol. Tapi sebagai ibu, akhirnya Bu Salmiah iba juga, sehingga dia ke dapur bikin beras kencur penyembuh bengkak di kepala Kamil.“Kasusnya sudah di SP3....” kata Pakde Gendro, saat Bu Atikah menanyakan kisah OTT di rumah Bu Salmiah itu. [Gunarso TS] Next >