< Previous418menunjukkan perubahan warna sesuai dengan nilai 4 pada Gray Scale.4.3.1.2. Dengan metode standar 4.3.1.2.1. Contoh standar dan contoh uji diletakkan pada karton dengan tutup yang buram dan bahan karton yang sama, yang menurupi setengah bagian dari contoh standar dan contoh uji. Dimana sejumlah contoh uji akan disinari, pemasangan dpat dilakukan dalam kondisi yang sama. Sebagai bahan pembanding, setiap standar dan contoh uji harus mempunyai daerah penyinaran yang sama 4.3.1.2.1.1. Tahan luntur warna terhadap cahaya matahari Sinari contoh standar dan contoh uji secara terus menerus terhadap cahaya matahari pada kondisi tersebut di atas. Penyinaran contoh uji dan contoh standar di dalam kotak penyinaran hanya dilakukan pada hari cerah antara jam 9.00 sampai jam 15.00 (waktu setempat). Contoh uji dan contoh standar tidak boleh ditinggal di dalam kotak penyinaran sebelum jam 9.00 dan sesudah 15.00 atau kalau hari mendung tapi dipindahkan ke dalam ruangan penyimpanan yang gelap dan kering pada suhu kamar. 4.3.1.2.1.2. Tahan luntur warna terhadap cahaya terang hari Cara pengujiannya sama dengan cara pengujian untuk cahaya matahari, kecuali contoh uji dan contoh standar tetap di dalam kota penyinaran selama 24 jam tiap hari dan hanya diangkat untuk tiap pemeriksaan. 4.3.1.2.2. Amati pengaruh penyinaran terhadap contoh standar dengan sering kali membuka tutupnya, teruskan penyinaran sampai contoh stndar mengalami perubahan sesuai dengan nilai 4 pada Gray Scale. Pindahkan contoh uji dan contoh standar dari kotak penyinaran. 4.3.2. Cara II Cara ini dimaksudkan untuk penelitian lebih lanjut tahan luntur terhadap sinar matahari dan cahaya terang hari. 4.3.2.1. Dengan standar celupan 4.3.2.1.1. Standar celupan dan contoh uji diletakkan pada karton dengan tutup buram dri bahan karton yang sama, yang menutupi sepertiga bagian-bagian dari standar celupan dan contoh uji, sebagai bahan pembanding setiap standar celupan dan contoh uji harus mempunyai daerah penyinaran yang sama. 4.3.2.1.1.1. Tahan luntur warna terhadap cahaya matahari Sinari standar celupan dan contoh uji secara terus menerus, terhadap cahaya matahari pada kondisi tersebut di atas. Penyinaran standar celupan dan contoh uji di dalam kotak penyinaran hanya dilakukan pada hari cerah antara jam 9.00 419sampai 15.00 (waktu setempat). Contoh uji dan standar celupan tidak bolehditinggal di dalam kotak penyinaran sebelum jam 9.00 dan sesudah jam 15.00 atau kalau hari mendung, tapi dipindahkan ke dalam ruangan penyimpanan yang gelap dan kering pada suhu kamar.4.3.2.1.1.2. Tahan luntur warna terhadap cahaya terang hari. Cara pengujian sama dengan cara pengujian untuk cahaya matahari kecuali contoh uji dan standar tatap dalam kota penyinaran selama 24 jam tiap hari dan hanya diangkat untuk pemeriksaan.4.3.2.1.2. Efek penyinaran pada contoh uji dan standar celupan diikuti denan tiap-tiap kali membuka tutupnya. Apabila contoh uji tepat berubahn perubahan ini dibandingkan dengan perubahan standar celupan yang sesuai dan dinilai. 4.3.2.1.3. Penutup dikembalikan pada kedudukan semula dan penutup ditutupkan pada standar celupan dan contoh uji. Penyinaran dilanjutkan lagi sampai perbedaan warna antara bagian yang disinari dan yang tidak, sesuai dengan nilai 3 Gray Scale. Apabila standar celupan nilai 7 berubah sesuai dengan nilai 4 sebelum contoh uji berubah penyinaran dihentikan sampai tingkat ini, karena apabila contoh uji mempunyai nilai tahan sinar 7 atau lebih akan diperlukan waktu penynaran yang sangat lama untuk menghasilkan perubahan warna sesuai dengan nlai 3 pada Gray Scale, dan juga tidak mungkin terjadi perubahan warna apabila nilai tahan sinarnya 8. 4.3.2.1.4. Contoh uji setelah penyinaran yang kedua menunjukkan 3 daerah yang terpisah yaitu daerah yang sama sekali tidak kena sinar dan dua daerah yang masing-masing menunjukkan derajat perubahan warna yang berbeda. 4.3.2.1.5. Nilai tahan sinar dari contoh uji dibuatkan laporannya. Catatan : (1) Di samping pengujian tahan warna terhadap cahaya terang hari dan sinar matahari dapat dipergunakan pula lampu-lampu penyinaran (Carbon, Xenon dan sebagainya), dan cara ini dimaksudkan untuk pengujian yang cepat. Hasil yang diperoleh dengan cara ini berbeda dengan yang didapatkan dengan cara-cara yang menggunakan sinar matahari. (2) Contoh yang bersifat fototropik, contoh uji setelah disinari harus disimpan terlebih dahulu dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 2 jam sebelum dinilai perubahan warnanya. 5. Cara evaluasi hasil uji 4205.1. Bandingkan perubahan-perubahan yang terjadi pada contoh uji dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada standar celupan. Nilai tahan sinar contoh uji adalah tingkat standar celupan yang menunjukkan derajat perubahan yang sesuai dengan contoh yang diuji. 5.2. Apabila contoh uji menunjukkan perubahan di antara 2 standar celupan, maka nilai tahan sinarnya terletak diantara kedua standar tersebut; nilai tahan sinar 4 – 5 berarti bahwa nilai tahan sinar dari contoh uji tersebut lebih besar dari 4 tetapi kurang dari 5. 5.3. Apabila nilai tahan sinar dri suatu contoh uji kurang dari 1, maka diberi nilai 1. 5.4. Apabila suatu contoh standar telah disetujui dan contoh uji telah disinari bersama-sama sampai contoh standar menunjukkan perubahan warna sesuai dengan nilai 4 Gray Scale, tahan warnanya dinyatakan “memuaskan”, apabila contoh uji menunjukkan perubahan warna yang tidak lebih besar dari contoh standar. Dinyatakan “tidak memuaskan” apabila contoh uji menunjukkan perubahan yang lebih besar dari contoh standar.5.5. Dalam proses lanjutan, apabila nilai pertama dan nilai lanjutan dari suatu contoh uji tidak sama, maka nilai tahan sinar pertama ditulis dalam tanda kurung; nilai (3) 6 berati bawah contoh uji telah kelihatan berubah pada saat stndar celupan nilai 3 kelihatan berubah, akan tetapi dalam penyinaran lanjutan nilai tahan sinarnya sama dengan standar celupan nilai 6. 11.4.8. Cara uji tahan luntur warna terhadap pemutihan dengan khlor (SII.0116-75) 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi cara uji tahan luntur warna pada segala bentuk bahan tekstil yang berwarna terhadp larutanpemutih yang mengandung natrium atau kalsium hipokhlorit dengan konsentrasi seperti yang biasa dipakai dalam proses pemutihan. Cara ini terutama digunakan untuk serat-serat selulosa.2. Cara persiapan contoh uji 2.1. Jika bahan berupa kain, diambil ukuran 10 x 4 cm. 2.2. Jika bahan berupa benang, hendaknya dirajut lebih dulu dan dikerjakan seperti 2.1. Atau boleh juga dibentuk suatu sumbu dengan menjajarkan benang yang panjangnya 10 cm dan diameter 0,5 cm lalu diikatkan pada kedua ujungnya.2.3. Jika bahan berupa serat, maka serat disisir dan ditekan sehingga membentuk lapisan yang berukuran 10 x 4 cm; lapisan ini dijahit bersama-sama dengan kain yang tidak dikanji dan tidak diputihkan pada keempat sisinya untuk menahan serat tersebut. 3. Cara uji 4213.1. Prinsip pengujian Contoh uji direndam dalam larutan natrium hipokhlorit, dicuci dengan air dingin, lalu direndam dalamlarutan natrium bisulfit, kemudian dicuci dengan air, akhirnya dikeringkan. Perubahan warna dri contoh uji dinilai dengan mempergunakan Gray Scale. 3.2. Pereaksi dan peralatan 3.2.1. Pereaksi Larutan natrium hipokhlorit yang mengandung khlor aktif 2 g/liter dan diberi larutan buffer natriumkarbonat non hidrat 10 g/liter pada suhu 250 + 20C, sehingga pH menjadi 11,0 + 0,2. Catatan : (1) Natrium hipokhlorit yang dipakai sebaiknya mempunyai susunan sebagai berikut : Natrium khlorida NaCl : 12% sampai 17% Soda kostik NaOH : maksimum 2,0% Natrium karbonat Na2CO3 : maksimum 2,0% Besi Fe : maksimum 0,001% (2) Larutan Natrium bisulfit (NaHSO3) 5 g/liter sebagai larutan antikhlor. (3) Larutan sabun netral 0,5% pada suhu 250 sampai 300C untuk membasahi contoh uji yang tahan bawa (waterrepellent) 3.2.2. Peralatan 3.2.2.1. Bejana dari gelas atau porselin yang diglasir yang bertutup (misalnya tabung Erlenmeyer dengan tutupnya) untuk contoh uji dan larutan pemutih.3.2.2.2. Gray Scale. 3.3. Cara uji 3.3.1. Jika bahan yang diuji bersifat menolak air, maka contoh uji dibasahi dengan larutan sabun netral 0,5% pada suhu 250 – 300C, contoh uji diperas sehingga hampir mencapai berat keringnya, kemudian dimasukkan dalam larutan natrium hipokhlorit dengan perbandingan 1 : 50. 3.3.2. Jika bahan yang diuji tidak bersifat menolak air, maka contoh uji dibasahi dengan air suling. Contoh uji diperas, kemudian dimasukkan dalam larutan natrium hipokhlorit dengan perbandingan 1 : 50. 3.3.3. Bejana tempat pengujian ditutup dan contoh uji dibiarkan dalam larutan tersebut selama 60 menit pada suhu kamar. Hindarkan dari sinar matahari langsung. 3.3.4. Contoh uji dibilas dengan air ledeng dingin yang mengalir. Kemudian direndam dalam larutan natrium bisulfit dengan perbandingan larutan 1 : 50 pada suhu kamar selama 10 menit sambil diaduk-aduk. 3.3.5. Contoh uji dicuci dengan air dingin yang mengalir, diperas untuk menghilangkan kelebihan air, kemudian dikeringkan di udara pada suhu tak lebih dari 600C.3.3.6. Perubahan warna contoh uji dinilai dengan mempergunakan Gray Scale.4223.3.7. Derajat perubahan warna contoh uji dibuatkan laporannya. 4. Cara evaluasi hasil uji Evaluasi dilakukan dengan membandingkan contoh uji terhadap Gray Scale.Nilai 5 -- tak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam Gray Scale. Nilai 4 -- perubahan warna sesuai dengan tingkat ke-4 dalam Gray Scale.Nilai 3 -- perubahan warna sesuai dengan tingkat ke-3 dalam Gray Scale.Nilai 2 -- perubahan warna sesuai dengan tingkat ke-2 dalam Gray Scale.Nilai 1 -- perubahan warna sesuai dengan tingkat ke-1 dalam Gray Scale.5. Lampiran Catatan : (1) Dapat pula dipakai Launder-O-meter dari Atlas Electrik Divices Company USA di mana bejana contoh uji diputar selama 1 jam pada suhu 250 + 200C.(2) Kadar khlor harus diperiksa lebih dahulu dengan cara sebagai berikut : 25 ml larutan hipokhlorit diambil dengan pipet lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dari 250 ml, kemudian diencerkan dengan 150 ml air lalu ditambah 50 ml 0,5 N larutan natrium arsenit (Na2HASO3). Kelebihan natrium arsenit dititar kembali dengan 0,1 N larutan jodium. Kadar khlor dapat dihitung. 1 ml 0,1 N Na2HASO3= 0,003546 gram Cl. (3) Untuk mendapat pH 11, kalau pH larutan hipokhlorit lebih tinggi dari 11 dapat diturunkan dengan menambahkan campuran larutan natrium bikarbonat 1% dan natrium karbonat 5%. Apabila pH larutan hipokhlorit lebih rendah dari 11 dapat dinaikkan dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 10%. 11. 5. Pengujian Grading Kain Kegunaan dari grading kain, baik kain-kain grey maupun kain-kain yang sudah disempurnakan, terutama ada dua tujuan : Pertama dan kedua, berdasarkan keinginan pasar dan konsumen. Misalnya mutu pertama dan kedua, berdasarkan keinginan pasar atau konsumen. Dan yang kedua memberikan informasi tentang kain yang sedang dihasilkan. Penggolongan atau grading kain bisa menjadi sukar, apabila hanya berdasarkan penglihatan dan perasaan. Selembar kain mungkin akan nampak bagi seseorang sebagai kain yang bermutu pertama, tetapi bagi orang lain mungkin bermutu kedua.423Keadaan ini akan menyulitkan lagi bagi perusahaan-perusahaan, karena harus melayani pembeli yang lebih dari seorang, yang masing-masing mempunyai pandangan, terutama mutu kain yang dihasilkan. Keadaan tersebut dapat teratasi, apabila ada standard untuk menilai grade kain secara kwantitatif. Cara yang telah banyak digunakan adalah dengan “point system”. Dengan cara ini tiap cacat (defect) kain dinilai dengan angka tertentu. Apabila jumlah nilai rata-rata per meter atau per meter persegi melebihi angka tertentu, maka kainnya dimasukkan pada golongan mutu kedua. Sebagai alat untuk memberikan informasi dalam proses produksi, penilaian grade tersebut amat perlu, misalnya saja dalam pengendalian mutu perlu mengetahui beberapa persen kain yang masuk golongan kedua perusahaan makin rugi. Adanya informasi itu dapat digunakan untuk mengambil tindakan-tindakan, apabila persentase golongan kedua melampaui batas yang diperkenankan. Cacat kainCacat kain biasanya digolongkan dalam cacat “Mayor” atay “Minor”. Definisi yang tepat dari cacat mayor dan cacat minor tergantung kepada macam kain, penggunaannya dan juga apakah kain grey yang sudah disempurnakan. Sebagai misal, cacat mayor untuk kain poplin hasil combing yang tinggal mutunya, bisa merupakan cacat minor untuk kain cap yang rendah mutunya. Bisa juga terjadi cacat mayor pada kain grey menjadi minor atau bahkan hilang sama sekali setelah kain disempurnakan. Ada juga yang membedakan golongan cacat kain ini apakah kain grey akan diwarnai gelap atau terang. Jadi ada kain grey mutu pertama untuk diwarnai gelap, mutu kedua untuk diwarnai terang dan seterusnya.Dari uraian tersebut jelas bahwa satu macam cara grading tidak bisa dipakai untuk semua macam kain. Artinya, penetapan cacat itu mayor atau minor bisa berbeda tergantung dari macam kainnya.Untuk kain grey, ketentuan umum yang dapat digunakan dalam menentukan macam cacat, yaitu sebagai berikut : Cacat mayor : yaitu cacat yang tidak dapat diperbaiki. Cacat minor : yaitu cacat yang masih bisa diperbaiki dan akan hilang pada proses penyempurnaan.Untuk kain yang telah disempurnakan dapat dipakai ketentuan sebagai berikut : Sub minor : Cacat yang tidak mempengaruhi penilaian angka grading. Hanya kalau sering terjadi harus dimintakan perhatian kepada siapa yang bertanggungjawab terhadap timbulnya cacat-cacat tersebut.Minor : Cacat yang agak nampak pada kilasan pandang pertama dan mungkin mudah menyebabkan cacat pakaian. Cacat seperti ini diberi nilai 1 – 3 tergantung dari panjangnya cacat. Mayor : Cacat kelihatan atau sangat terlihat dan kebanyakan menyebabkan kerusakan pakaian. Cacat begini diberi nilai 2 – 4 tergantung dari panjang cacat. 424Critical defect : Cacat yang menyebabkan pakaian sudah tidak bisa dipakai lagi, meskipun untuk mutu kedua. Cacat begini dinilai 6 – 12, tergantung dari pada panjangnya. Cacat mayor karena lusi lebih dari 12 inch panjang otomatis masuk Critical Defect.Cacat-cacat kain diantaranya tampak seperti dalam tabel 39. Sebab benang lusi dan benang pakan barangkali penyebab umum diantara semua cacat, terutama pada kain-kain yang ringan. Sesudah itu benang pakan yang putus, pakan yang kasar, tempat-tempat yang tebal dan tipis, dan pinggir yang rusak. Pada kain-kain yang telah disempurnakan, cacat-cacat yang sering nampak adalah, belang-putih, noda-noda, coret moret, bintik-bintik cat, hangus, mengkeret, kusut, warna tidak rata dan lain-lain. Sistem poin untuk grading Agar supaya variasi diantara pemeriksa berkurang, maka besarnya cacat dinilai dengan angka (point). Jika jumlah angka dibawah angka yang diperkenankan untuk mutu kesatu, maka kain termasuk mutu kesatu, dan kalau lebih besar, maka kain masuk mutu kedua. Jumlah cacat per piece yang diperkenankan (standardnya) berbeda menurut mutu yang diinginkan. Kalau mutu bertambah baik yang diinginkan. Kalau mutu bertambah baik yang diinginkan, jumlah point yang diperkenankan dikurangi. Demikian juga jumlah point bervariasi menurut lebar kain.Tabel 11 - 9 Sistem Grading untuk Kain Panjang Cacat Point 0 – 3 inch 3 – 6 inch 6 – 9 inch9 inch ke atas 1234Dalam penggunaan sistem tersebut, satu yard kain lebar 40 inch tidak dinilai lebih dari 4 point. Alasannya jelas bahwa cacat 4 poin itu sendiri dalam satu yard kain praktis sudah memberikan nilai yang rendah pada yard tersebut. Disamping itu kalau penetapan mutu berdasarkan nilai point rata-rata dari seluruh yard, maka akan terbagi rata pada yard-yard lainnya yang mungkin cacatnya sedikit. Kejelekan sistem point pada garding ialah karena semata-mata hanya menempatkan cacat pada limit atas saja, dan tidak memperinci tiap pembagian cacat yang tepat. Sebagai misal, mutu kesatu dari suatu pabrik yang menghasilkan 10% kain mutu kedua, akan lebih banyak cacatnya dari pada kain yang sama dari suatu pabrik yang menghasilkan hanya 5% kain mutu kedua.425BAB XII PEMBATIKAN12.1 Persiapan Membuat Batik Persiapan kain mori untuk pembuatan batik terdiri atas berbagai macam pekerjaan, sehingga menjadi kain yang siap untuk dibatik. Pekerjaan tersebut meliputi :- Memotong kain - Nggirah (mencuci) atau ngetel - Nganji (menganji) - Ngemplong (seterika, kalander) 12.1.1 Memotong Kain Kain batik atau mori yang masih berbentuk gulungan dipotong–potong dengan ukuran sesuai panjang kain batik yang akan dibuat. Untuk membuat kain panjang untuk wanita (tapih) kain dipotong dengan ukuran 2,75 yard. Demikian pula untuk mori prima, tiap gulungan mempunyai ukuran panjang 48 yard (43 m) dan lebar ± 105 cm, biasanya dipotong menjadi 19 (ukuran batik normal) atau menjadi 20 (ukuran batik sedang). Ukuran yang lain digunakan sebagai batik selendang, ikat kepala, sarung, hiasan dinding dan sebagainya. Selesai dipotong-potong, setiap ujung kain diberi lipatan kecil dan dijahit (diplipit), dengan maksud, agar benang–benang yang paling tepi tidak lepas (berjerabai). 12.1.2 Mencuci/Nggirah/ Ngetel Biasanya mori batik diperdagangkan dengan diberi kanji secara berlebihan, agar kain tampak tebal dan berat. Karena kanji dalam proses pemberian warna bersifat menghalangi penyerapan, maka perlu dihilangkan kemudian diganti dengan kanji ringan. Cara menghilangkan kanji tersebut, kain direndam dalam larutan enzim atau direndan satu malam, kemudian dikeprok/dicuci kemudian dibilas dengan air bersih. Bila kain tersebut akan dibuat batik halus (kualitas prima atau primisima), maka mori itu tidak cukup hanya dicuci saja, tetapi di “kloyor” atau di “ketel”. Pekerjaan ngetel mori tidak hanya menghilangkan kanji saja, melainkan kain mempunyai daya penyerapan lebih tinggi dan supel, tetapi terjadi penurunan kekuatan kain walaupun sedikit. Proses ini menyerupai proses merserisasi. Pada pembatikan sekarang, kain sudah siap untuk dibatik karena kain dipasaran kanji yang diberikan pada kain merupakan kanji ringan dan kain telah mengalami proses merser. 426Yang dipakai untuk ngetel pada dasarnya adalah campuran minyak nabati (minyak kacang, minyak klenteng, minyak kelapa) dan bahan–bahan pelarut lain seperti soda abu, soda kostik, soda kue. Kain dikerjakan berulang–ulang dengan larutan tersebut dimana setiap pengerjaan ulang kain dikeringkan/dijemur.Pekerjaan ngetel mori batik ada beberapa cara meliputi : 1. Ngetel dengan campuran minyak kacang dan soda kostik. Larutan ini dipakai untuk ngetel mori kasar atau blacu. Untuk kain mori dengan panjang 15 yard (untuk 5 potong kain batik) disediakan larutan ngetel dengan resep sebagai berikut : 70 g soda kostik (NaOH) dilarutkan dalam 10 L air 300 cc minyak kacang Cara mengerjakannya, hari pertama kain dibasahi dengan 2 liter air, kemudian diberi 2 liter larutan soda kostik dan 300 minyak kacang, kemudian dikerjakan dalam larutan tersebut selama beberapa waktu kemudian kain digulung atau dilipat dan disimpan dalam bak selama 12 jam. Setelah selesai kain dijemur sampai kering kemudian dimasukan kembali dalam bak pengetel, diberi 1½ liter larutan soda kostik, dilipat, disimpan dalam bak pengetel selama 12 jam, dikeringkan. Pekerjaan tersebut diulang sampai 5 kali. Pekerjaan terakhir dilakukan pencucian sampai bersih kemudian dikeringkan. 2. Mengetel dengan minyak kacang Pengetelan ini untuk mengerjakan kain yang halus, untuk 1 gulung kain mori (17 yard) disediakan bahan – bahan berikut : 300 g minyak kacang 20 l larutan merang Cara mengerjakannya, kain dibuka, dimasukkan dalam bak pengetel (bak bundar atau wajan), dibasahi dengan air, diberi 300 cc minyak kacang dan 2 liter air abu merang, direndam, kemudian disimpan basah selama 12 jam dalam keadaan dilipat, kemudian dikeringkan. Pekerjaan seperti ini diulangi sampai 9 kali. Pada hari terakhir kain dicuci bersih dan dikeringkan. 3. Mengetel dengan minyak kacang dan soda abu Pekerjaan ini dilakukan untuk mengetel mori kualitas sedang dan halus. Untuk satu potong kain ukuran 3 yard diperlukan : 70 g Minyak kacang 45 g Soda abu Kain dikerjakan dalam larutan bak ketelan dalam larutan yang mengandung 75 cc minyak kacang dicampur dengan ½ liter larutan soda abu, campuran ini dituangkan dalam bak ketelan, kain direndam beberapa saat kemudian dikeringkan.427Setelah kering kain diberi 0,5 liter larutan soda abu direndam, dikeringkan lagi, diulangi sampai 6 kali atau lebih. Cara ini tidak memakai penyimpanan basah. Pada pengerjaan terakhir kain kemudian dicuci dan dikeringkan. Pekerjaan ketelan tersebut masih banyak cara–cara dan variasinya, tiap daerah pembatikan mempunyai cara dan pengalaman sendiri – sendiri. Beberapa cara diatas merupakan contoh. Pada era sekarang ini pengerjaan mengetel sudah tidak dikerjakan lagi mengingat lama dan kurang efesien. Sebagai gantinya kain direndam dalam larutan penghilang kanji seperti enzim dan sebagainya. 12.1.3 Menganji Kain Kain yang akan dibuat batik perlu dikanji agar lilin batik tidak meresap kedalam kain. Tetapi kanji tersebut tidak boleh menghalangi penyerapan zat warna pada kain, maka kanji yang diberikan adalah kanji tipis atau kanji ringan. Pemakaian kanji tersebut sekitar 20 g tapioka untuk 1 liter air, cara melarutkannya atau cara membuat bubur kanji, mula–mula kanji dilarutkan dengan air dingin kemudian dipanaskan sambil diaduk–aduk. Kain mori dikanji dengan larutan kanji dingin kemudian dijemur. Biasanya penganjian diakukan setelah kain dicuci atau diketel. Setelah kain dikanji kemudian dikemplong. 12.1.4 Ngemplong Kain mori yang telah dikanji perlu dihaluskan atau diratakan permukaannya dengan cara dikemplong. Ngemplong adalah meratakan kain dengan cara kain dipukul berulang–ulang dengan menggunakan palu dari kayu. Cara ngemplong adalah kain yang telah dikanji dan kering, beberapa lembar kain dilipat kemudian di letakKan dia atas landasan kayu yang permuakannya rata, gulungan kain diikat dengan landasan kayu agar tidak lepas, kemudian kain dipukul dengan pemukul kayu. Setelah kain rata gulungan kain dibuka dan kain satu persatu dibuka, dilipat untuk dibatik.Karena meratakan kain dalam keadaan dingin, tidak seperti jika menggunakan seterika panas, maka kanji pada mori mudah dihilangkan dengan pencucian. Pewarnaan tidak terganggu oleh adanya kanji pada kain batik dalam proses persiapan ini. 12.2 Peralatan Batik Untuk membuat batik diperlukan peralatan peralatan berikut : 1. Canting tulis Semula pembuatan batik dilakukan dengan menutupkan malam panas dengan alat canting pada desain yang telah dibuat diatas kain mori putih dengan pensil. Next >