< Previous158 Gambar 26. Oven http://irfhalaborat.orium.indonetwork.co.id/ 6. Timbangan/neraca analitik Alat ini berfungsi untuk menimbang bahan dengan ketelitian tinggi (0.0001 gram). Serta digunakan untuk menimbang bahan kimia dalam proses pembuatan larutan untuk uji kuantitatif dan proses standarisasi. Selain itu berfungsi untuk menimbang sampel / bahan dalam analisis kuantitatif. Neraca analitik jenis ini yang sering digunakan di laboratorium kimia. 159 Gambar 27. Timbangan http://irfhalaboratorium.indonetwork.co.id/ 7. Lampu spirtus/bunsen dan kaki tiga Gambar 28. Kaki Tiga http://irfhalaboratorium.indonetwork.co.id/ 160 Gambar 29. Lampu Spirtus http://irfhalaboratorium.indonetwork.co.id/ 8. Kawat Kasa Kawat Kasa digunakan sebagai perata panas sekaligus alas wadah yang dipanaskan. Segi tiga porselen digunakan sebagai alat penopang wadah bahan-bahan seperti cawan porselen yang dipanaskan diatas kaki tiga. 161 Gambar 30. Kuarsa Dan Segi Tiga Porselen http://irfhalaboratorium.indonetwork.co.id/ c. Bahan Kimia untuk Analisis Abu dan Mineral 1. HNO3 (Asam Nitrat) Asam Nitrat atau nitric acid atau aqua fortis, dengan rumus kimia HNO3 adalah asam kuat yang sangat korosif. Berdasarkan sifatnya, asam nitrat dikelompokkan sebagai salah satu bahan kimia berbahaya atau B3. Senyawa kimia asam nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar. Larutan asam nitrat dengan kandungan asam nitrat lebih dari 86% disebut sebagai asam nitrat berasap, dan dapat dibagi menjadi dua jenis asam, yaitu asam nitrat berasap putih dan asam nitrat berasap merah. Penambahan asam nitrat dalam penetapan kadar abu dan mineral dapat digunakan untuk sampel dalam bahan yang sangat sulit mengalami oksidasi. Penambahan larutan pengoksidasi tersebut dilakukan untuk mempercepat proses pengabuan.. Dalam proses pengabuan, bahan organik dibakar habis dalam muffle furnace dengan menaikkan suhu perlahan-162 lahan, yaitu 500–600oC, tergantung bahan. Pengabuan awal dilakukan perlahan-lahan agar bahan tak terbawa pergi oleh nyala api. 2. H2SO4 (Asam Sulfat) Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Oksidasi besi sulfida pirit oleh oksigen molekuler menhasilkan besi(II), atau Fe2+. Asam sulfat, sering ditambahkan ke dalam sample untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat. 3. Hidrogen Klorida (HCl) Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium, H3O+. Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCL adalah asam kuat dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan hati-hati dengan keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif. Senyawa hidrogen klorida mempunyai rumus HCl. Pada suhu kamar, HCl adalah gas tidak berwarna yang membentuk kabut putih Asam klorida ketika melakukan kontak dengan kelembaban udara. Gas hidrogen klorida dan asam klorida adalah senyawa yang penting dalam bidang teknologi dan industri. Ion lain yang 163 terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam klorida oleh karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida (NaCl). Asam klorida adalah asam kuat karena dapat berdisosiasi penuh dalam air. Asam monoprotik memiliki satu tetapan disosiasi asam,Ka, yang mengindikasikan tingkat disosiasi zat tersebut dalam air. Untuk asam kuat seperti HCl, nilai Ka cukup besar. Beberapa usaha perhitungan teoritis telah dilakukan untuk menghitung nilai Ka HCl. Ketika garam klorida seperti NaCl ditambahkan ke larutan HCl, ia tidak akan mengubah pH larutan secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Cl− adalah konjugat basa yang sangat lemah dan HCl secara penuh berdisosiasi dalam larutan tersebut. Untuk larutan asam klorida yang kuat, asumsi bahwa molaritas H+ sama dengan molaritas HCl cukup baik, dengan ketepatan mencapai empat digit angka bermakna. 4. Bahan-bahan kimia lain yaitu : Alkohol/gliserol, Asam Perklorat, dan Potasium Sulfat. Menambahkan campuran gliserol-alkohol ke dalam sampel sebelum diabukan ketika proses pemanasan dilakukan maka akan terbentuk kerak yang poreus. Oleh sebab itu oksidasi bahan menjadi lebih cepat dan kadar abu dalam bahan tidak terpengaruh oleh gliserol-alkohol tersebut. Menambahkan hydrogen peroksida pada sampel sebelum pengabuan dapat membantu proses oksidasi buatan. Asam perklorat (HClO4) pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi, karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat. Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive) sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati. 164 d. Prinsip Analisis Kadar Abu Dan Mineral Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar. Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Prinsip penentuan kadar abu ialah dengan menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550°C. Penetuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan pada suhu tinggi (500-600°C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu (AOAC 2005). Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit, sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran dari garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik, sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008). Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650oC akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. 165 e. Metode Analisis Kadar Abu dan Mineral Pemilihan metode pengabuan untuk analisis kadar abu dan mineral tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisis serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989) Tugas : 2 Berkaitan dengan materi penentuan kadar abu dan mineral, pilihlah suatu bahan sebagai obyek pengamatan, misal : kertas, kayu, gula, dan ikan dan lain-lain. Kemudian amati benda tersebut dengan indra Anda. Lakukan pengabuan dengan cara membakar terhadap benda tersebut sampai menjadi abu, amati apa yang terjadi dan catat hasil pengamtannya. Buatlah laporan tertulis tentang deskripsi obyek tersebut. Lakukan analisis, adakah hasil pengabuan pada bahan itu yang belum dapat diamati. Presentasikan ide anda, bagaimana cara mengamati dan menyimpulkannya. 166 Metode yang sering dilakukan dalam proses pengabuan suatu bahan ada dua macam, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). a. Pengabuan cara kering (langsung) Pengabuan cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC, kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, abu tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah yang banyak. Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu : a) Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis. b) Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan yang digunakan dapat ditentukan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, 167 Cl, dan P. Selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3. Menurut Whichman (1940, 1941), K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700oC, CaCO3 terdekomposisi pada 600 – 650oC sedangkan CO3 terdekomposisi pada suhu 300 – 400 oC. Tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang lebih stabil. Kehilangan komponen abu selama pengabuan dapat diketahui seperti pada tabel berikut: Tabel 7. Persen kehilangan garam selama pengabuan Garam 250oC 16 jam 450oC 1-3 jam 650oC 8 jam 700oC 8 jam 780oC 8 jam Kalium klorida - 0,99 0,37 1,36 8,92 Kalium sulfat - 1,11 0,33 0,00 0,00 Kalium karbonat - 1,53 0,07 1,01 2,45 Kalsium klorida - 1,92 0,93 14,31 Mencair Kalsium sulfat - 1,37 0,40 0,00 0,00 Kalsium karbonat - 0,22 42,82*) - - Kalsium oksida - 3,03 0,55 0,00 0,00 Magnesium sulfat 31,87 32,61 0,33 - - Magnesium klorida 74,72 78,28 0,30 - 0,00 *) sebagai kalsium oksida Sumber : Joslyn, 1970 dalam Slamet Sudarmadji dkk Pengabuan dengan cara langsung memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain: 1. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk mendeteksi sampel yang relatif banyak. Next >