< Previous178 Menambahkan hidrogen peroksida pada sampel sebelum pengabuan dapat pula mepercepat proses pengabuan karena dapat membantu proses oksidasi bahan. c. Penentuan Kadar Abu Secara Tidak Langsung (Cara Basah) Pengabuan basah yaitu menggunakan bahan kimia HNO3 pekat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah agar kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Pada tahap selanjutnya proses berlangsung sangat cepat akibat pengaruh H2SO4 atau H2O2. Pada umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis As, Cu, Pb, Sn dan Zn. Keuntungan pengabuan basah adalah: suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur. Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dari dalam muffle atau tanur lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit, selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap air. Di dalam eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan. Pengabuan diulangi lagi sampai diperoleh berat abu yang konstan. Penentuan kadar abu dengan pengabuan cara yang tidak langsung (cara basah) masih banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain yang lebih tepat yaitu: a) Cara konduktometri. Meskipun cara konduktometri lebih teliti dan cepat dibandingkan cara pengabuan tetapi berhubung memerlukan persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit maka belum banyak dilakukan. Penentuan mineral total cara konduktometri banyak digunakan dalam penentuan kadar abu dalam gula. Konduktometri berdasarkan atas prinsip bahwa larutan gula atau bahan/konstituen mineral mengalami dissosiasi 179 sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non elektrolit tidak mengalami dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari konsentrasi ion atau mineral atau kandungan abu dalam bahan. Makin besar konduktivitas larutan maka akan makin besar kadar abu bahan tersebut. b) Penentuan abu yang tidak larut dalam asam Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10 %. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman no. 42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri dari pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung abu jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut. c) Penentuan abu yang larut dalam air Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam aquadest kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah dalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan di atas. Abu yang larut dalam air adalah selisih berat abu mula-mula dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut. d) Alkalinitas abu Alkalinitas abu sering pula dilakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang dianalisa. Abu yang berasal dari buah-buahan dan sayur- 180 sayuran adalah bereaksi alkalis, sedangkan yang berasal dari daging dan hasil olahannya berekasi asam. Penentuan individu mineral yang ada dalam abu dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain secara kimia dan secara spektrofotometri. Untuk cara yang pertama (cara kimia) merupakan metode gravimetri dengan cara evolusi tidak langsung yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan cara kedua cukup cepat dan mempunyai ketelitian yang besar. Penentuan dengan spektrofotometer yang dikenal dengan spektrofotometer serapan atom (AAS). Hasil pengabuan kering atau basah dapat digunakan sebagai contoh untuk analisis kadar mineral. Beberapa mineral tersebut antara lain sebagai berikut. (1) Analisis NaCl (metode Titrimetri) Penetapan kandungan NaCl dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan metode modifikasi Mohr. Cara Mohr digunakan untuk penetapan kadar klorida dan bromida ( mineral Cl- dan Br-). Sebagai indikator digunakan larutan kalium kromat, dimana pada titik akhir titrasi terjadi reaksi : 2 Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 (merah bata) Suasana larutan harus netral, yaitu sekitar 6,5 – 10. Bila pH >10 akan terbentuk endapan AgOH yang akan terurai menjadi Ag2O, sedangkan apabila pH<6,5 (asam), ion kromat akan bereaksi dengan H+ menjadi Cr2O72- dengan persamaan reaksi : 2 CrO42- + 2H+ 2 HCrO4- Cr2O72- + H2O 181 Kegiatan : 5 Setelah mempelajari materi tentang analisis kadar abu dan mineral, Anda ditugasi untuk melakukan penetapan kadar abu dan mineral dengan berbagai metode sesuai dengan alat dan bahan yang tersedia di laboratorium sekolah Anda. Gunakan APD yang diperlukan selama praktikum Buatlah kelompok untuk melakukan praktikum sesuai dengan lembar kerja. Catat data hasil pengamatannya, kemudian setelah diolah datanya diskusikan dengan teman kelompok, Presentasikan di depan kelas untuk setiap kolompok hasil pengamatannya. Buatlah pertanyaan yang belum dipahami! dan buatlah kesimpulan dari hasil diskus. Buatlah laporan dan dikumpulkan kepada guru anda. Penurunan konsentrasi CrO42- menyebabkan diperlukannya penambahan AgNO3 yang lebih banyak untuk membentuk endapan Ag2CrO4, sehingga kesalahan titrasi makin besar. Ion perak tidak dapat dititrasi langsung dengan klorida dengan memakai indikator CrO42- karena Ag2CrO4 pada dekat titik ekuivalen sangat sukar berdisosiasi (sangat lambat), maka sebaiknya dilakukan dengan cara penambahan klorida berlebih dan kelebihan klorida dititrasi dengan AgNO3 dengan menggunakan indikator kromat. 182 Lembar Kerja 1 : Titrasi Pengendapan Metode Mohr untuk menentukan Kadar Klolida (Cl) 1. Prinsip : Klorida dititrasi dengan larutan baku Perak nitrat (AgNO3) dengan indicator kalium kromat (K2CrO4) membentuk endapan merah bata 2. Alat dan Bahan : Alat: a. Neraca analitik b. Labu ukur 100 ml c. Corong gelas d. Pipet volum 25 ml e. Ball filler pipet f. Gelas piala g. Buret h. Oven i. Erlenmeyer Bahan: a. Aquades b. Larutan NaCl 0,03 N c. Larutan AgNO3 0,03 N d. Indikator Kalium Kromat 3. Langkah kerja: a. Pembuatan Larutan Natrium Klorida (NaCl) 0,01 N (Larutan Standar primer) Lebih kurang 3 gram NaCl dikeringkan dahulu di dalam oven pada temperatur 500 – 600 oC, kemudian disimpan di dalam desikator. Setelah dingin baru ditimbang dengan teliti 0,585 gram dan dilarutkan dalam air suling sampai tepat tanda batas pada labu ukur 1 liter. b. Pembuatan Larutan Perak Nitrat (AgNO3) 0,01 N 183 Lebih kurang 10,2 gram AgNO3 dilarutkan dalam aquades sampai volume 2 liter. c. Pembuatan Indikator Kalium Kromat Larutan 5% (b/v) kalium kromat dalam aquades d. Standarisasi AgNO3 menurut cara Mohr Pipet 25 ml larutan standar NaCl 0,01 N,masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan 1 ml indikator K2CrO4 kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 (dikocok kuat-kuat, terutama menjelang titik akhir titrasi), sampai terbentuk endapan merah bata. e. Penentuan kadar sampel Pipet 25 ml sampel masukkan ke dalam Erlenmeyer 25 ml, tambahkan 1 ml indikator K2CrO4 kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 (dikocok kuat-kuat, terutama menjelang titik akhir titrasi), sampai terbentuk endapan merah bata. Lembar Kerja 2 : Penentuan Kadar Besi dari Feroamonium sulfat Metode : Pengendapan Prinsip : Mengendapkan besi dalam sampel dengan bahan pengendap HNO3 Alat : Neraca analitis Kaca arloji Beaker glass 500 mL Gelas ukur 50 mL Spatula Hot plate Batang pengaduk Botol semprot Cawan porselen Lampu spirtus Oven Tanur desikator Krustang 184 Bahan : Feroamonium sulfat heksahidrat HNO3 HCl Larutan ammonia AgNO3 Langkah Kerja : 1) Timbang dengan teliti ± 1,5 gram feroamonium sulfat heksahidrat, masukan ke dalam beaker glass 500 mL 2) Tambahkan 40 – 50 mL aquadest dan 10 mL HCL (1 : 1) dan larutan dididihkan 3) Tambahkan tetes demi tetes HNO3 (1 : 9 ) sambil diaduk 4) Didihkan perlahan selama 3 – 5 menit sampai terbentuk larutan berwarna kuning 5) Periksa apakah semua ion Fe2+ berubah menjadi ion Fe3+ 6) Setelah semua ion Fe2+ berubah menjadi ion Fe3+ encerkan larutan dengan aquadest hingga volume ± 200 mL lalu panaskan hingga hampir mendidih 7) Tambahkan larutan ammonia (1:1) sediki demi sedikit sambil terus diaduk sampai sedikit bau ammonia berlebih 8) Pindahkan beaker glass tersebut dari pemanas dan biarkan endapannya turun 9) Dekantasi cairan atas larutan melalui kertas saring bebas abu 10) Cuci endapan dengan cara dekantasi sebanyak 3 – 4 kali dengan masing-masing 75 – 100 mL air panas 11) Pindakan endapan ke kertas saring secara kuantitatif dan bilas endapan dengan aquadest 12) Endapan di kertas saring cuci dengan air panas samapai air cucian tidak memberikan reaksi lagi terhadap perak nitart 185 13) Keringkan endapan pada temperature 100 - 105C lalu lipat dengan hati-hati dan pindahkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya 14) Panaskan cawan porselen dengan nyala kecil sampai kertas menjadi arang 15) Pijarkan endapan dalam tanur 550C sampai menjadi abu 16) Dinginkan dalam desikator lalu timbang 17) Ulangi hingga berat konstan 18) Hitung persentase besi dari berat Fe2O3 yang diperoleh dan hitung pula persentase feroamonium sulfat heksahidrat g. Pengunaan rumus dan perhitungan pada analisis abu dan mineral Perhitungan pada analisis kadar abu pengabuan kering adalah sebagai berikut. a. Kadar abu dalam basis basah (bb) (W1-W2) Kadar abu (g/100 g bahan basah) = x 100 W dimana: W = berat contoh sebelum diabukan (g) W1 = berat contoh + cawan sesudah diabukan (g) W2 = berat cawan kosong (g) b. Kadar air dalam basis kering (bk) Kadar abu (g/100 g bahan kering) = (kadar abu (bb) x 100 (100-kadar air (bb) 186 Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai rata-rata ulangan dan standar deviasi data analisis. Lembar Kerja 3 : Analisis Kadar Abu Total Metode : SNI 01 – 2891 – 1992 butir 6.1, Cara uji makanan dan minuman Prinsip : Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak Alat dan Bahan : Alat : Neraca analitik Cawan porselen Spatula Kawat kasa Kaki tiga Lampu spirtus Krus tang Muffle/tanur Eksikator Bahan : Sample Prosedur : 1. Timbang dengan seksama 2 – 3 g sampel ke dalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya. Untuk sampel cairan, uapkan terlebih dahulu di atas penangas air sampai kering. 2. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk). 3. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap. 4. Data hasil analisis ditulis dalam tabel pengamatan 187 Perhitungan : w1 – w2 % Abu = x 100 % w w = bobot sampel sebelum diabukan (gram) w1 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram) w2 = bobot cawan kosong (gram) Tabel Pengamatan Kode W W1 W2 % Abu Rata-rata Next >