< Previous 53 Dalam kegiatan penangkapan ikan, kebutuhan benih ikan bandeng banyak dibutuhkan sebagai umpan. Beberapa jenis ikan lainnya mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsi bahan organik hasil buangan limbah rumah tangga seperti jenis ikan tilapia (nila, mujair, gurami). Dari data statistik ekspor perikanan menurut negara tujuan tahun 2000 ke 91 negara, dimana secara keseluruhan dari tahun 1998 sebesar 650.291 ton dengan nilai US$ 1.698.675 meningkat menjadi 703.155 ton dengan nilai US$ 1.739.312 pada tahun 2000. Jumlah ekspor terbesar ditujukan ke Jepang (50%), Amerika (17%), Uni Eropa (UE) (13%), Asia (20%) dan ASEAN (10%). Sedangkan keragaman ekspor komoditi perikanan sebagian masih dalam bentuk utuh beku dan segar dimana sebagian pasar utamanya adalah Jepang. Peran industri perikanan Indonesia sangat besar, dan sepatutnya Indonesia menjadi negara industri perikanan terbesar di Asia. Dimana saat ini Indonesia merupakan produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi enam juta ton (FAO, 2008). Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama yang berasal dari usaha budidaya perairan, menjadi 50 juta ton per tahun (75 persen dari total potensi), maka Indonesia bakal menjadi produsen perikanan terbesar di Asia bahkan dunia. Dominasi perikanan Indonesia dapat terlihat dari peran ekspor rumput laut. Dimana Indonesia merupakan produsen utama dunia dalam ekspor rumput laut kering, dengan potensi lahan budidaya sebesar 1,1 juta hektar diperkirakan mampu memproduksi 17,7 juta ton rumput laut pertahun. Dengan keunggulan pada lahan dan jumlah produksi tersebut menjadi kekuatan besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar Internasioal. Selain itu terdapat sedikitnya 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia. Dimana, ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, 54 diantaranya Eucheuma sp, Gracillaria dan Gelidium. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp dan Gracillaria. Disamping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput laut juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi dan insektisida. Tabel 2. Potensi pasar komoditas rumput laut dalam negeri dan luar negeri Uraian Nilai Produksi Rumput Laut Indonesia 148.750 ton Peluang Pasar Domestik 14.000 ton Peluang Pasar Luar Negeri 25.000 ton Market Share 15% Ekspor Rumput Laut Indonesia 250.000 ton Total Permintaan Dunia 1.666.667 ton Manfaat rumput laut dapat diketahui dari kandungannya yang kaya akan nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements, dan vitamin A,B,C,D,E dan K. Karena kandungan gizinya yang tinggi, rumput laut mampu meningkatkan sistem kerja hormonal, limfatik, dan juga saraf. Selain itu, rumput laut juga bisa meningkatkan fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung dan peredaran darah, serta sistem pencernaan. Rumput laut dikenal juga sebagai obat tradisional untuk batuk, asma, bronkhitis, TBC, cacingan, sakit perut, demam, rematik. Kandungan yodiumnya diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit gondok. Di Cina, rumput laut juga biasa digunakan untuk pengobatan kanker. Tingginya tingkat konsumsi rumput laut mungkin berhubungan dengan rendahnya insiden kanker payudara pada wanita di negara tersebut. Mungkin hal itu disebabkan oleh kandungan klorofil rumput laut yang bersifat 55 antikarsinogenik. Selain itu, karena kandungan vitamin C dan antioksidannya yang dapat melawan radikal bebas, rumput laut bermanfaat untuk memperpanjang usia dan mencegah terjadinya penuaan dini. Pemanfaatan rumput laut secara umum adalah : 1) Makanan dan susu (Ice cream, yoghurt, waper krim, cokelat susu, puding instan). 2) Minuman (Minuman ringan, jus buah, bir). 3) Roti. 4) Permen. 5) Daging ikan dalam kaleng. 6) Saus, salad dressing, kecap. 7) Makanan diet (Jelly, jam, sirup, puding). 8) Makanan bayi. 9) Non pangan (Makanan hewan, makanan ikan, cat, keramik, tekstil, kertas). 10) Farmasi dan kosmetik (Pasta gigi, shampoo, obat tablet, bahan cetak gigi, obat salep). Kegunaan rumput laut yang beragam itu, ternyata karena di tiap kelasnya terdapat senyawa yang berbeda dan memiliki sifat kimia dan fisika yang spesifik pula. Bila dari alga coklat dihasilkan alginat, maka dari kelas alga merah bisa didapat karaginan dan agar-agar. Alga coklat terdiri dari paduan struktur kimia manuronat dan guluronat. Untuk pewarna tekstil, alga coklat yang digunakan adalah yang memiliki struktur manuronat lebih banyak dalam hal ini ada pada Sargassum dan Turbinaria. Struktur kimianya mengikat zat pewarna, namun lebih mudah melepaskannya pada bahan kain. Sebagai pewarna makanan dipilih alga yang memiliki struktur guluronat lebih banyak karena sifatnya yang mudah dicerna. Bahan 56 pewarna alami ini kini mulai banyak digunakan menggeser pewarna sintetis. Hal ini tentunya akan memberi banyak keuntungan bagi Indonesia yang memiliki rumput laut jenis alga coklat yang melimpah. Selain ramah lingkungan karena bukan bahan kimia berbahaya dan beracun, harga pewarna alami dari rumput laut juga relatif murah dibandingkan pewarna kimia sintetis. Pembuatan batik cap dengan pewarna rumput laut dapat menekan biaya hingga 25 persen. Pemanfaatan potensi alam Indonesia ini juga akan berdampak pada penghematan devisa karena akan mengganti pewarna batik yang selama ini masih impor. Selain itu, pengolahan rumput laut menjadi zat pewarna merupakan peluang usaha baru bagi industri lokal dan selanjutnya juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Lalu bagaimana prospek pemanfaatan alga merah yang memiliki kandungan senyawa lebih banyak? Karaginan pada alga merah digunakan sebagai pasta gigi karena fiskositasnya tinggi dan strukturnya lebih lentur dan lembut. Hidrokoloid rumput laut jenis ini memiliki kemampuan yang unik dalam membentuk gel yang bertekstur pendek sesuai untuk pasta gigi. Penggunaan karaginan ini sekarang mulai menggeser bahan baku xanthan gum untuk pasta gigi. Agar-agar selain sebagai bahan makanan yang sudah banyak dikenal, juga digunakan untuk kosmetik karena mengandung zat pengemulsi yang baik. Bila melihat sifat-sifat fisika-kimia hidrokoloid rumput laut yang tersusun dari senyawa polisakarida itu masih banyak lagi kemungkinan aplikasi baru yang lebih luas seperti cairan pembersih, pelapisan keramik, dan produk bertekanan, serta kertas. 57 c. Permasalahan pengembangan budidaya perairan Dalam pengembangan produksi budidaya perairan, terdapat masalah-masalah sangat mendasar yang sampai saat ini masih menjadi kendala, baik bagi petani sendiri maupun bagi para pelaku usaha budidaya perairan yang menyebabkan usaha ini belum menjadi sektor lapangan pekerjaan yang menarik untuk dikembangkan. sehingga perlu dibuatkan suatu skema pengembangan agribisnis yang jelas seperti berikut ini . Gambar 7. Skema pengembangan usaha budidaya perairan Permasalahan dalam pengembangan industri budidaya perairan dapat dikelompokkan ke dalam permasalahan dalam industri primer, permasalahan dalam industri sekunder, permasalahan sumber daya manusia dan permasalahan kelembagaan dan pemasaran. 1) Permasalahan Industri Primer Budidaya Perairan a) Lokasi Budidaya Masalah yang muncul dalam budidaya adalah belum tepatnya lokasi kegiatan budidaya dilakukan. Penentuan lokasi menjadi kunci utama dalam budidaya perairan karena akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan pertumbuhan komoditas budidaya perairan. Diantaranya adalah lingkungan ekobiologi (persyaratan tumbuh), oceanography dan tata ruang 58 penggunaan kawasan lokasi yang bersangkutan. Pembangunan sektor lain seperti pemukiman, navigasi, pariwisata, pertambangan sering menjadi masalah besar sehingga perlu adanya tata ruang yang sesuai. Oleh karena itu, faktor ekobiologi, oseanografi dan tata ruang menjadi pertimbangan penting dalam penentuan lokasi dan kawasan pengembangan agar kegiatan budidaya dapat dijalankan dengan produktif, efisien dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. b) Bibit/benih Masalah lain yang dihadapi adalah ketersediaan bibit/benih. Tingginya permintaan pasar bibit/benih komoditas perikanan tidak diimbangi dengan keberhasilan dan kestabilan menyediaakan bibit/benih tersebut. Beberapa permasalahan dalam penyediaan bibit tersebut yakni kemampuan SDM yang masih rendah dalam menguasai teknologi budidaya perairan secara menyeluruh, kualitas induk yang semakin menurun akibat pemijahan inbreeding atau perkembangbiakan vegetatif (pada alga) maupun manajemen induk yang kurang baik, pemeliharaan larva dan benih yang kurang baik, penurunan kualitas air, serangan hama penyakit dan penurunan kualitas pakan serta pengaruh iklim yang ekstrem. Oleh karena itu perlu penyediaan induk-induk dari strain yang unggul yang dapat menghasilkan benih-benih yang tahan penyakit dan perubahan lingkungan, pertumbuhan yang cepat dan respon pada pakan yang diberikan dalam kegiatan budidaya perairan. 59 c) Teknis Budidaya Masalah teknis budidaya juga sering menjadi kendala. Pemilihan metode budidaya yang digunakan akan dipengaruhi lingkungan tempat budidaya. Seringkali di suatu lokasi budidaya menggunakan metode yang berbeda-beda sehingga menimbulkan masalah dalam penataannya. Kombinasi dari beberapa metode mungkin dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan, namun dapat berdampak pada kelestarian lingkungan itu sendiri. Di sisi lain, langkah-langkah modifikasi yang dilakukan pembudidaya sering menimbulkan masalah lain yang tidak disadari. Selain masalah tersebut diatas, teknis budidaya masih belum tampak adanya pembaruan. Penelitian untuk mengembangkan teknik budidaya yang lebih baik dan sesuai dengan lingkungan belum banyak dilakukan. Pengembangan teknik budidaya yang dapat mencegah serangan hama predator, misalnya, sangat diperlukan terutama dikawasan yang berdekatan dengan habitat predator. d) Hama dan Penyakit Masalah hama dan penyakit dalam budidaya perairan sering menjadi penyebab gagalnya usaha. Adanya berbagai kasus hama dan penyakit sangat terkait dengan pemilihan lokasi dan daya dukung lingkungan yang diantaranya dipengaruhi oleh musim, tata ruang, habitat, predator dan lainnya. Gangguan hama dan serangan penyakit dapat menyebabkan kematian dan pertumbuhan biota air yang dibudidayakan menjadi lambat (kekerdilan), padat tebar sangat rendah, konversi pakan sangat tinggi, periode pemeliharaan lebih lama, yang berarti meningkatnya biaya produksi. Dan pada tahap 60 tertentu, serangan penyakit dan gangguan hama tidak hanya menyebabkan menurunnya hasil panen (produksi), tetapi pada tahap yang lebih jauh dapat menyebabkan kegagalan panen. Agar para pembudidaya mampu mencegah serta mengatasi serangan penyakit dan gangguan hama yang terjadi pada ikan pemeliharaannya, maka perlu dibekali pengetahuan menyenai sumber penyakit, penyebab, dan jenisnya serta teknik-teknik penanggulangannya. Dalam penanggulangannya perlu juga dibekali pengaruh teknik/obat yang digunakan terhadap gangguan lingkungan sehingga dapat dihindari terjadinya kerusakan lingkungan dan kegiatan budidaya yang berkelanjutan. e) Tata Ruang dan Aspek Hukum Budidaya perairan menghendaki kesesuaian lingkungan yang tinggi, sehingga faktor alam cenderung sangat mempengaruhi produksi dan produktifitasnya. Tata ruang suatu perairan untuk kegiatan budidaya perairan sampai saat ini belum banyak mendapat perhatian. Tata ruang untuk usaha budidaya perairan yang tidak tertata dengan baik mengakibatkan kegagalan dalam produksi akibat penurunan mutu perairan budidaya perairan. Tidak tersedianya tata ruang semacam itu akan menyulitkan investor mengembangkan usahanya karena tidak mendapatkan informasi akurat akan daya dukung dan jaminan kepastian bahwa usahanya akan berjalan lancar. Di sisi lain, aspek hukum yang mampu melindungi kegiatan usaha budidaya perairan juga belum diterbitkan baik oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah yang mengatur secara 61 spesifik peruntukan kawasan budidaya perairan masih belum ada. Aspek legal hukum tersebut sangat dibutuhkan agar kegiatan budidaya dapat terjamin tanpa adanya gangguan atau hambatan dari pihak luar. Jaminan bahwa kawasan budidaya tidak akan diubah untuk keperluan lain harus mulai dilakukan. Salah satu alternatifnya adalah dengan membentuk kawasan pengembangan khusus yang kedudukannya diperkuat dengan Perda setempat. Keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sangat penting. Isu aspek hukum lainnya adalah masih belum kuatnya jaminan hukum. Untuk budidaya perairan diperlukan ijin berupa Ijin Usaha Perikanan (IUP) yang dikeluarkan Dirjen Budidaya perairan jika usaha dilakukan di laut lepas dengan batas di atas 12 mil laut, atau oleh Bupati/ Walikota jika usaha dilakukan kurang dari 4 mil laut. Meskipun seseorang telah mendapatkan IUP untuk budidaya rumput laut namun tidak mendapat jaminan bahwa usaha budidayanya nanti tidak mendapat gangguan akibat diubahnya lokasi budidaya untuk keperluan lain, misalnya wisata. f) Permodalan Belum berpihaknya perbankan terhadap usaha budidaya rumput laut budidaya perairan, menyebabkan petani tidak memilki akses atau memiliki akses yang sangat terbatas terhadap sumber pendanaan. Petani budidaya perairan umumnya mendapatkan permodalan dari pengumpul dan atau rentenir yang bisa menyebabkan posisi tawar mereka dalam system agribisnis sangat lemah dan rentan. 62 g) Pasca Panen komoditas budidaya perairan Permasalahan utama yang sering dijumpai pada usaha budidaya perairan adalah penurunan mutu hasil panen budidaya akibat teknik pemanenan dan lamanya pemanenan (umur panen) dilakukan. Selain itu permasalahan lain antara lain teknik penanganan pengangkutan, jarak lokasi budidaya ke tempat pemasaran maupun permasalahan yang saling berhubungan dengan setiap tahapan budidaya perairan tersebut. Oleh karena itu keberhasilan budidaya perairan ditentukan oleh kemampuan SDM, kualitas biota, kualitas air, pencegahan hama penyakit dan iklim yang mendukung kegiatan budidaya perairan. h) Jalur Informasi Selama ini industri primer (budidaya) tidak mendapatkan kejelasan tentang kriteria dan kondisi permintaan pasar. Akses untuk mendapatkan informasi tersebut sangat kecil atau bahkan tertutup. Seringkali, satu-satunya informasi yang diperoleh adalah dari pedagang mengumpul yang kurang memadai. Sebagi komponen industri, informasi akan permintaan, jumlah, mutu, harga dan sebagainya mutlak diperlukan. Informasi semacam itu tidak dapat diharapkan dari institusi pemerintah, terutama di daerah. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu lembaga independen yang dapat menjadi sumber berbagai informasi baik teknis, non-teknis, legalitas, dan sebaginya yang dapat diakses dengan mudah oleh industri primer yang memilki banyak keterbatasan tersebut. Model house of chamber atau semacam itu dapat dikembangkan di setiap daerah dalam rangka menjadi agen penyebaran informasi sekaligus penengah. Next >