< PreviousKelas XI SMA/SMK Kurikulum“13214mahàkarya Ràmàyana, 4) Daúaratha, dan kesedihannya, 5) Upacara Àúvamedha, 6) Para Dewa dalam Kesedihan, 7) Kelahiran R¢ma, 8) Viúvàmitra mendatangi Daúaratha, 9) Viúvàmitra dan dua pangeran muda, 10) Tàtakà Vàna (Hutan Tàtakà), 11) Terbunuhnya raksasa Tàtakà, 12) Sidhàúrama, 13) Yàga Visvamitra, 14) Menuju Mithila, 15) Sungai Ganggà, 16) Tapa sang Bhagìratha, 17) Menuju àúrama Åûi Gautama, 18) Di kerajaan mithila, 19) Viúvàmitra, 20) Åûi Vasiûþha menjamu raja Kausika, 21) Raja yang putus asa, 22) Kekuatan sang Bràhmana, 23) Triúanku dari Generasi Sór, 24) Sebuah Surga Baru, 25) Sunashiepha, 26) Kejatuhan Kaushika, 27) Viúvàmitra, Sang Brahmarsi, 28) Busur Mahàdeva, 29) Daúaratha berangkat ke Negeri Mithila, 30) Di Mithila, 31) Sità Kalyànam, 32) Paraúuràma, Sang Bhàrgava.2. Kàóða II (Ayodhya Kàóða) terdiri dari kisah; 1) R¢ma, 2) Keinginan dalam hati Daúaratha, 3) “Besok….” kata sang raja, 4) Persiapan-persiapan, 5) Si pelayan, Mantharà, 6) Keputusan Kaikeyi, 7) Daúartha datang pada Kaikeyi, 8) Fajar dari hari yang mengenaskan, 9) Kaìkeyi berbicara pada Ràma, 10) Kemarahan Lakûmaóa, 11) Keteguhan hati R¢ma, 12) Berkat (ijin) seorang ibu, 13) R¢ma dan Sità, 14) Permintaan Lakûmaóa, 15) Di hadapan ayahanda Daúaratha, 16) Kaikeyì membawa semua valkala, 17) Perpisahan yang mengharukan, 18) Keputusan Daúaratha, 19) Di pinggir sungai tamasa, 20) Perjalanan, 21) Guha, seorang pemimpin para pemburu, 22) Malam ketiga pembuangan mereka, 23) Aúrama Bharadvaja, 24) Akhirnya, sampai di Citrakuta, 25) Sumantra kembali ke Ayodhya, 26) Kutukan seorang åûi, 27)Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti2153. Kàóða III (Aranyaka Kàóða) mengisahkan; 1) Ràma meninggalkan citrakóta, 2) Atri dan anasóyà, 3) Hutan Dandaka, 4) Membunuh raksasa Viràdha, 5) Åûi Sarabhanga, 6) Åûi Sutìksna, 7) Teguran peringatan Sità, 8) Keagungan åûi Agastya, 9) Àúram Åûi Agastya, 10) Pañcavati, 11) Ràksasa Shurphanaka, 12) Khara, Dhusana dan Triúira, 13) Ràvana memberitahu tentang kejadian di Jahasthana, 14) Úūrpanakha dan cerita sedihnya, 15) Menuju, àúram Marica lagi, 16) Sang kijang emas, 17) Tewasnya Marica, 18) Ràvana dalam jubah samaran, 19) Kematian, Jatayu, 20) Úità di Kota rahwana, Alaòkà, 21) Kesedihan R¢ma, 22) Pencarian yang sia-sia, 23) Bertemu Jaþayu, 24) Ayomukhi dan Kabandha, 25) Secercah harapan, 26) Àúrama Shabarì, 27) Danau Pampà, 28) Kesedihan R¢ma.4. Kàóða IV (Kishindha Kàóða) memuat cerita tentang; 1) Sugrìva mengirim Hanómàn pada Ràma, 2) Terjalinnya sebuah persahabatan, 3) Vàli dan Sugrìva, 4) Kehebatan Vàli, 5) Sugrìva meragukan kesaktian R¢ma, 6) Terbunuhnya Vàli, 7) Kecaman Vàli pada Ràma, 8) R¢ma membenarkan tindakannya, 9) Kesedihan tara, 10) Penobatan Sugrìva dan Anggada, 11) R¢ma dan Lakûmaóa di Hutan Prasravana, 12) Ketidaksabaran R¢ma, 13) Kemarahan Lakûmaóa, 14) Lakûmaóa ditenangkan hatinya, 15) Awal pencarian Úità, 16) Kelompok pasukan yang bertugas ke selatan, 17) Keputusan para Vanara, 18) Sàmpati sang rajawali tua, 19) Bagaimana menyeberangi lautan, 20) Keagungan Hanūmàn.Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“132165. Kàóða V (Sundara Kàóða) mengisahkan tentang; 1) Lompatan yang luar biasa, 2) Hanómàn memasuki kota Laòkà, 3) Kota Laòkà, 4) Hanómàn melihat Mandodari, 5) Hanómàn melihat Úità, 6) Kedatangan Ràvana, 7) Setitik harapan, 8) Hanómàn bertemu Úità, 9) Úità mendengarkan tentang R¢ma, 10) Pesan Úità pada R¢ma, 11) Perusakan taman Asokavana, 12) Brahmàstra, 13) Hanómàn di sidang Ràvana, 14) Kebakaran dahsyat di Laòkà, 15) Kembalinya Hanómàn, 17) Kebun Madhuvana Sugrìva, 17) Cerita Hanómàn.6. Kàóða VI (Yuddha Kàóða) mengisahkan tentang 1) Persiapan sebelum perang, 2) Longmarch menuju selatan, 3) Ràvana yang mulai khawatir, 4) Ràvana kehilangan Vibhisànà, 5) Vibhisànà dan R¢ma, 6) Persiapan untuk perang, 7) Kemarahan R¢ma, 8) Pembangunan jembatan, 9) Spekulasi-spekulasi, 10) Ràvana berusaha membuat Úità sedih, 11) Di ruang sidang kembali, 12) R¢ma dengan orang-orangnya, 13) Kecerobohan Sugrìva, 14) Misi Angada, 15) Panah Nàgapasa, 16) Úità melihat R¢ma di medan perang, 17) Kedua pangeran Kosala sembuh kembali, 18) Ràvana mengutus Prahastha ke medan perang, 19) Ràvana di medan perang, 20) Kumbhakarna dibangunkan, 21) Kumbhakarna di medan perang, 22) Kematian Kumbhakarna, 23) Pangeran-pangeran muda Laòkà ke medan perang, 24) Kehebatan pangeran-pangeran Laòkà, 25) Indrajìt, 26) Tanaman obat, Sañjivini, 27) Kumbha dan Nikumbha, 28) Indrajìt datng lagi ke medan perang, 29) Maya Úità (Úità palsu) terbunuh, 30) Yàga di Nikumbhilà, 31) Lakûmaóa menyerang Indrajit, 32) Terbunuhnya Indrajit, 33) Ràma Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti217terhibur kembali, 34) Kesedihan Ràvana, 35) Mólabala Ràvana, 36) Ràvana melakukan persiapan ke medan perang, 37) Mencari Sanjivini lagi, 38) Pertandingan final (penentuan), 39) Terbunuhnya Ràvana, 40) Ketika Ràvana mati, 41) Ratapan Mandodari, 42) Upacara pemakaman, 43) Ràma mengutus Hanómàn pada Úità, 44) Ràma dan Úità, 45) Pembuktian kesucian Úità dengan ritual api, 46) Para dewa turun ke bumi, 47) Perjalanan pulang ke Ayodhya, 48) Hanómàn di Nandigràma, 49) Kembalinya Ràma ke tanah kelahirannya, 50) Penobatan Ràma menjadi Raja Phalaúruti.7. Kàóða VII (Uttara Kàóða) mengisahkan tentang 1) Uttara Kàóða. R¢m¢yana sebagai kitab Itihasa mengisahkan tentang avatara Viûnu (Úri Ràma) dalam menumpas keangkaramurkaan bangsa raksasa (R¢hvana) yang bertindak adharma. R¢m¢yana menceritrakan tentang perjalanan Sang Ràma dalam, pengabdian, kesetiaan, kepahlawanan, pelaksanaan ajaran dharma, perjalanan spiritual berlandaskan catur purus¢rtha hendaknya dipergunakan sebagai sumber inspirasi dalam pengabdian hidup bermasyarakat. R¢m¢yana sebagai Itihasa dalam bentuk kitab diyakini ditulis oleh Bhãgawan Walmiki terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000 buah/ stanza. Sedangkan R¢m¢yana dalam bentuk kekawin yang ditulis oleh Mpu Yogiswara terdiri dari 26 Sargah dengan jumlah sloka sebanyak 2.788 bait/sloka.Adapun sloka-sloka kitab R¢m¢yana yang memuat ajaran Ajaran Bhakti Sejati, Antara lain;Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13218Tatk¢l¢n kadi k¢lamrètyu sakal¢tyanteng galak yar pamuk,yek¢ngsÛnira sang raghóttama tum¢t sang laksman¢ngimbangi,lawan sang gunaw¢n wibh¢sana pad¢mèntang laras nirbhaya, rangkèp ring guna agraning kekawihan agreng kawìran sire,Terjemahannya:Tatkala sang R¢w¢na berwujud Makhluk maut, ia mengamuk dengan galaknya. Pada waktu itu sang R¢m¢ maju beserta Laksamana mendampinginya, disertai sang Wibis¢na yang bijaksana. Mereka bersama menarik busur dan sama sekali tiada gentar, karena kesempurnaan ilmu, kemampuan dan keperwiraannya (Kw. R¢m¢yana, III.XXIV.1).Kesatrya: R¢m¢ selalu tampil sebagai pemberani dalam membela kebenaran yang sejati.Ajaran Bhakti Sejati kesatrya yang utama dilaksanakan oleh R¢m¢ dalam bait sloka R¢m¢yanaIII.XXIV.1 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap gagah berani, pantang menyerah di hadapan musuhnya. Sebagai seorang kesatryasejati Rama tidak pernah mundur dalam menegakan Dharma negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah negaranya. Gambar 4.3 Rama – Laksamana - HanomanSumber ; http://unikahidha.ub.ac.id (11-7-2012)Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti219Demikian juga sifat dan sikap kesatrya sejati tersebut ditunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati yang cerdas dan mempuni di bidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan terampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil di medan pertempuran dengan sikap kesatrya sejati abdi kerajaan.S¢ngsö sang tiga déwata Tripurusa pratyaksa m¢wak katon, Sang Hyang Tryagni murub pad¢ nira dilah tulya manah tan padém, mangkin dhìra aho ahangkréti nik¢, sang krura Léngk¢dhipa, tar kéwran lumagéng tigangwang amanah m¢na ng manah nimna ya. Terjemahannya:Tat kala beliau bertiga maju tampak sebagai Hyang Tripurusa, bagaikan Hyang Tri Agni berkobar pikiran beliau yang pantang mundur merupakan nyalanya, semakin gagah perkasa dan angkuh Sang Ràwana prabhu Lengka, tidak merasa gentar menghadapi ke tiganya dan membulatkan tekad dengan perkasa melepaskan panah (Kw. R¢m¢yana, XXIV.2). Pengabdian; Pengabdian kepada sifat dan sikap kebenaran harus tetap mengandalkan sikap kasih sayang terhadap sesama sekaligus terhadap mahkluk lainnya. Kasih sayang “ahimsa” mengandung makna tidak menyakiti, baik melalui pikiran, perkataan, dan tindakan terhadap mahkluk manapun termasuk Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13220manusia. Prinsip kasih sayang ini harus dilaksanakan dalam aktivitas keseharian umat manusia di tingkat keluarga, tetangga, sekolah dan di masyarakat. Kasih sayang adalah merupakan bentuk dasar dari usaha pencegahan konflik dalam diri sendiri maupun di masyarakat. Karena konplik biasanya muncul akibat berbagai perilaku yang “menyakitkan” dapat dialami oleh manusia dan mahkluk yang lainnya. Apabila setiap pribadi dari anggota masyarakat dapat mematuhi perinsip ini, sudah tentu setiap konplik yang mau muncul dapat diminimalisir. Setiap manusia hendaknya secara sadar dapat mengamalkan perinsip ini sebagai kebutuhan dasar kemanusiaan untuk tidak saling menyakiti dan memusuhi antar sesamanya.Seseorang tidaklah dapat hidup sendiri tanpa dibantu oleh sesamanya. Adanya saudara, teman dan sebagainya sesungguhnya merupakan orang yang patut dibantu dan akhirnya mau membantu kita dalam kehidupan ini. Sikap dan perilaku saling mengasihi hendaklah dikembangkan mulai dari diri sendiri, tingkat keluarga, sekolah dan terakhir di masyarakat. Keluarga, sekolah dan masyarakat adalah sebagai tempat berlatih dan membudyakan sikap dan perilaku saling mengasihi di antara kita. Sangat tidaklah mungkin seseorang tidak saling memerlukan orang. Sesungghunya semuanya adalah saling berhubungan dan saling membantu. Berikut ini adalah beberapa sloka dalam R¢m¢yana yang bernafaskan pengabdian sebagai wujud bhakti sujati Úri R¢ma dengan sesamanya; Sang Lakûmaóa sira dibya,Sira sama suka duhka mwang Sang Rãma,Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti221Rumakét citta nira lanã,dadi ta sira tumót maréng patapan.Terjemahannya:Sang Laksamana beliau mulia, beliau bersama-sama dalam duka dan suka dengan Úri R¢ma, lekat hatinya selalu, maka beliau ikut pergi ke pertapaan (Kw. R¢m¢yana Sargah I.59).Selanjutnya dalam sloka kekawin Ràmàyana dijelaskan, sebagai berikut:Nghulun ãnak Bhaþãra Sri,Ndan duracãra ta nghulun,Sédhéng kwa cangkraméng swargga,Anglangkahi mahãmuni.Terjemahannya:“Saya adalah putra bhatara Sri, tetapi saya pernah berbuat kesalahan, waktu saya berjalan-jalan di sorgga, dengan tidak sengaja melangkahi seorang maharsi (Kw. R¢m¢yana Sargah VI.83).Sangké géléng niré nghulun,Manãpa dadya rãksasa,Kitãtah anta úãpãngku,Apan putrãku dénta wén. Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13222Terjemahannya:Karena marahanya beliau kepada saya, lalu mengutuk agar menjadi raksasa, tuanlah yang patut menghakhiri kutukan yang menimpa diriku, sebab sesungguhnya saya adalah putra Tuan (Kw. R¢m¢yana Sargah VI.84).Kesetiaan; Mengembangkan kesetiaan terhadap bangsa dan negara adalah sangat perlu dilakukan. Setia kepada bangsa serta negara sendiri bukan berarti mengagung-agungkannya. Juga bukan berarti merasa lebih unggul dari bangsa-bangsa lain. Menghargai dan menghormati bangsa-bangsa yang ada serta bekerja sama dengannya juga perlu dilakukan. Kita mengakui bahwa semua bangsa di dunia ini mempunyai derajat dan bermartabat. Sebagai Bangsa Indonesia hendaknya merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. Oleh karena itu, kita harus mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengannya. Dengan semangat persatuan dan kesatuan, kita meneruskan perjuangan serta mengisi kemerdekaan melalui mewujudkan pembangunan di segala bidang. Jiwa serta semangat persatuan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya cita-cita yang ingin kita wujudkan,Sikap menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan hendaknya kita sadari dan kita laksanakan dengan sepenuh hati. Selayaknya kita rela berkorban dan ikhlas serta setia kepada bangsa dan negara kita sebagai ciri khas kepribadian bangsa Indonesia. Seseorang dapat dikatan sebagai sosok yang setia apabila dalam hidupnya dapat mengamalkan nilai-nilai bhakti sujati dengan perwujudannya seperti; rela berkorban, pengabdian, tanggung jawab, kemitraan, patrotik, berkepribadian, cinta tanah Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti223air, disiplin, hormat, tertib dan setia. Berikut ini adalah beberapa sloka dalam R¢m¢yana yang bernafaskan persahabatan yang setia sebagai wujud bhakti sujati dengan sesamanya;Masih ta sang réûi mawéh ta sirãstra diwya, Sang Rãma Lakûamana paréng winarah mangajya,Widyãtidurjaya jayã wijayã jayãnti,Yékin pawéh ri sira dibya amoghaúakti.Terjemahannya:Dengan rasa kasih sayang sang resi menganugrahkan panah yang hebat, Sang R¢ma dan Sang Laksamana sama-sama diberikan pelajaran, pengetahuan yang tak terkalahkan Berjaya selalu unggul pasti menang, inilah yang dianugrahkan kepada beliau yang amat mulia dan sakti dan tidak pernah gagal (Kw. R¢m¢yana Sargah II.22).Selanjutnya dalam sloka kekawin Ràmàyana dijelaskan, sebagai berikut:Hé Rãma hé Raghusuta,Haywa sãhasa ri nghulun,Jãtayu tãku tan kãlén,Weruh tãkun Jãnakin pinét.Next >