< Previous 67 Jenis-jenis kapur yang digunakan dalam budidaya ikan ada beberapa macam yakni kapur pertanian (CaCO3), kapur tohor atau kapur mati (Ca(OH)2), kapur bakar (CaO) dan Kalsium sianida (CaCN2). Jumlah kapur yang diberikan pada setiap kolam akan berbeda-beda tergantung dari tingkat pH dan jenis tanah dasar perairan. Kolam atau perairan yang mempunyai pH sangat rendah, untuk meningkatkan pH menjadi netral atau alkalis, akan diperlukan kapur yang lebih banyak. Disamping itu, jenis tanah dasar kolam juga termasuk faktor yang mempengaruhi dalam penentuan jumlah kapur yang akan diberikan. Kapasitas penetralan berbagai jenis kapur tersebut juga berbeda beda. Sebagai contoh, perbandingan kapasitas penetralan dari satu kilogram kapur pertanian (CaCO3) dengan berbagaimacam kapur adalah sebagai berikut : (1) 0,7 kg kapur celup (Ca (OH)2) (2) 0,55 kg kaput tohor (CaO) (3) 2,25 kg kapur basa (CaCO3 + P2O5) Semakin besar partikel (butir-butir) kapur, semakin berkurang efisiensinya. Oleh karena itu, sebelum digunakan kapur terlebih dahulu dihancurkan sebelum digunakan. Seperti telah dijelaskan bahwa pengapuran akan menimbulkan pengaruh yang menguntungkan bagi budidaya ikan. Keuntungan akan dapat tercapai bila keadaan kolam pada waktu itu membutuhkan kapur. Hickling (1962) melaporkan penggunaan 2200 kg/kg batu kapur meningkatkan produksi kolam dari 243 sampai 385 kg/ha Sedang apabila keadaan kolam sudah cukup mengandung kapur, maka tindakan pengapuran tersebut tidak akan berdaya guna. Waktu pengapuran kolam dilakukan apabila keadaan kolam adalah sebagai berikut : 68 (1) Tanah dan air kolam memiliki pH sangat rendah (asam ) (2) Alkaliinitas sangat rendah (3) Dasar kolam terlalu banyak lumpur (4) Kandungan bahan bahan organik sangat tinggi dan adanya bahaya kekurangan oksigen (5) Adanya benih benih penyakit, parasit, dan hama ikan. Pengaruh pengapuran akan sangat kecil bila keadaan kolam sudah cukup mengandung kapur, bahkan akan berbahaya bagi air yang sangat kaya akan unsur kalsium. Hal ini karena bentuk fosfor akan diendapkan sebagai kalsium fosfat pada dasar kolam. Pengapuran kolam dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (1) Pengapuran dasar kolam yang sedang dikeringkan (2) Pengapuran pada air kolam, yang dilakukan pada saat kolam masih berisi air atau pada waktu pemeliharaan. Jadi, didalam kolam masih terdapat ikan. (3) Pengapuran pada aliran air yang akan masuk kedalam kompleks perkolaman. Pada umumnya cara cara pengapuran tesebut diterapkan semuanya. Tetapi apabila berhubungan dengan pengolahan dasar kolam , pengapuran dilakukan pada saat kolam sedang dikeringkan. Berhasil atau tidaknya pengapuran pada saat tersebut tergantung pada bagaimana kapur tersebut menyatu dengan tanah. Pengapuran pada tanah dasar kolam, baik cara maupun jumlah kapur yang dibutuhkan akan berbeda-beda antara satu kolam dan kolam yang lainnya. Kolam yang baru digali harus diberikan perlakuan atau cara pengapuran yang berbeda dengan kolam yang sudah pernah dikapur sebelumnya. 69 Pada kolam-kolam yang baru dibangun, pengapuran dengan menggunakan kapur pertanian, memerlukan kapur sebanyak 20 – 150 kg per are (100 m2) atau 0,2 – 1,5 kg permeter persegi. Adapun caranya adalah kapur diaduk dengan tanah dasar kolam sedalam kurang lebih 5 cm. Kemudian air dimasukkan ke dalam kolam sampai mencapai kedalaman 30 cm. Biasanya setelah satu minggu, pH air kolam akan mencapai tingkat yang diinginkan yaitu 6,5 – 8,0 Pada kolam-kolan yang sudah pernah digunakan, perlu diperlukan kapur tohor (quick lime) sebanyak kira kira 100-150 kg/ha. Adapun caranya adalah dengan menaburkan kapur tohor pada dasar kolam yang masih lembab, dan biarkan selama 7-14 hari. Hal ini bertujuan untuk memberantas bibit penyakit, organisme parasit, dan binatang invertebrata yang buas. Kemudian kolam diisi air kembali sampai mencapai kedalaman kira kira 30 cm. Setelah itu pH air dapat disesuaikan menurut kepeluan dengan menambahkan kapur pertanian bila perlu. c) Biosecurity pada Pembenihan Ikan Biosecurity merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko masuknya penyakit dan penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lainnya (Lotz, 1997). Biosecurity juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengeluarkan pathogen tertentu dari kultivan yang dibudidayakan di kolam induk, pembenihan, maupun kolam pembesaran dari suatu wilayah atau negara dengan tujuan untuk pencegahan penyakit (Lighner, 2003). Pembudidaya perairan di Indonesia melakukan biosecurity dengan berbagai macam tujuan, antara lain yang umum dilakukan yaitu untuk: 70 (1) Memperkecil resiko hewan yang dibudidayakan terserang penyakit. (2) Mendeteksi secara dini adanya wabah penyakit. (3) Menekan kerugian yang lebih besar apabila terjadi kasus wabah penyakit. (4) Efisiensi pada waktu, pakan, dan tenaga. (5) Agar kualitas hewan yang dibudidayakan lebih terjamin. Penerapan biosecurity pada kegiatan pembenihan ikan berbeda-beda tergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan, serta tempat pembenihan ikan tersebut. Penerapan biosecurity pada pembenihan ikan lele sangkuriang khususnya ditujukan pada dua hal, yaitu upaya pencegahan dan upaya pengobatan seperti dijelaskan pada uraian di bawah ini: (1) Upaya Pencegahan Untuk mencegah masuknya wabah penyakit ke dalam kolam pembenihan ikan atau mencegah meluasnya wilayah yang terkena serangan penyakit dalam upaya mengurangi kerugian produksi akibat timbulnya wabah penyakit. Beberapa tindakan upaya pencegahan antara lain melalui sanitasi kolam, alat-alat, ikan yang dipelihara, serta lingkungan tempat pembesaran. (2) Sanitasi Kolam Sanitasi kolam dilaksanakan melalui pengeringan, penjemuran, dan pengapuran dengan kapur tohor atau kapur pertanian sebanyak 50-100 gram/m2 yang ditebar secara merata di permukaan tanah dasar kolam dan sekeliling pematang kolam. Bahan lain yang bisa digunakan untuk sanitasi kolam di antaranya methyline blue dengan dosis 20 ppm dan dibiarkan 71 selama 2 jam. Kemudian kolam dimasuki air baru dan ditebari ikan setelah kondisi air kembali normal. (3) Sanitasi Perlengkapan dan Peralatan Perlengkapan dan peralatan kerja sebaiknya selalu dalam keadaan suci hama. Caranya dengan merendam peralatan dalam larutan PK atau larutan kaporit selama 30-60 menit. Pengunjung dari luarpun sebaiknya tidak sembarangan memegang atau mencelupkan bagian tubuh ke dalam media air pemeliharaan sebelum disucihamakan. (4) Sanitasi Ikan Tebaran Benih lele sangkuriang yang akan ditebarkan sebaiknya selalu diperiksa dahulu. Bila menunjukkan gejala kelainan atau sakit maka lele tersebut harus dikarantina terlebih dahulu untuk diobati. Benih lele sangkuriang yang akan ditebar dan dianggap sehatpun sebaiknya disucihamakan terlebih dahulu sebelum ditebar. Caranya dengan merendam benih dalam larutan methyline blue 20 ppm. Lama perendaman masing-masing selama 10-15 menit. Bila sanitasi ikan tebaran akan menggukan obat-obatan alam, dapat dilakukan dengan cara merendam benih lele sangkuriang dalam ekstrak cairan sambiloto dengan dosis 25 ppm, ekstrak cairan rimpang kunyit dengan dosis 15 ppm, atau ekstrak cairan daun dewa dengan dosis 25 ppm. Lama perendaman masing-masing selama 30-60 menit. b) Media Pembenihan Ikan Media pembenihan ikan merupakan tempat hidup bagi ikan untuk tumbuh dan berkembang yaitu air. Air juga sebagai media tumbuh biota air lainnya merupakan pendukung sangat penting bagi 72 pembenihan ikan misalnya pakan alami, dekomposer dan bakteri lainnya. Pakan alami sebagai makanan bagi benih ikan dapat tumbuh dengan baik jika perairan subur dan memiliki parameter kualitas air dapat mendukung kehidupan biota air. Air yang dapat digunakan sebagai media pembenihan ikan harus mempunyai standar kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan persyaratan hidup ikan. Setiap perairan memiliki kualitasa air yang berbeda, bahkan beberapa kolam yang berada di satu lokasi memiliki kualitas air yang berbeda. Pada waktu tertentu kualitas air dapat berbeda antara pagi, siang dan malam hari pada wadah/kolam/bak yang sama. Media pembenihan ikan adalah air dan struktur komunitas yang ada didalamnya. Air yang dapat digunakan sebagai media hidup ikan harus diukur dan dianalisa agar ikan dan organisme air lainnya dapat tumbuh dengan baik. Keberadaan plankton pada wadah/ kolam / bak merupakan indikator kualitas air yang paling mudah di amati pada kolam. Perairan yang subur dan baik akan banyak tumbuh plankton, sebaliknya perairan yang tercemar maka plankton tidak akan tumbuh. Hal ini dikarenakan organisme ini merupakan produsen primer sebagai pendukung kesuburan perairan. Oleh karena itu, kondisi perairan/air harus mampu menyiapkan kondisi yang baik, terutama untuk tumbuhan tingkat rendah (Fitoplankton) dalam proses asimilasi sebagai sumber makanan hewan terutama ikan. Kualitas air media pembenihan ikan memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas produksi benih. Kualitas air pada perairan alami memiliki peranan yang berbeda dibanding perairan budidaya. Pada perairan alami, kualitas air 73 mempengaruhi seluruh komunitas perairan seperti bakteri, tanaman air, ikan, zooplankton lainnya. Demikian juga setiap bagian siklus hidup masing masing individu dalam komunitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan struktur komunitas dalam perairan tersebut. Pada budidaya secara intensif, air bertindak sebagai sarana bagi transport oksigen dan hasil buangan ( kotoran) yang berasal dari ikan dan dampak kualitas air tersebut dapat diterima dan tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ikan, penetasan telur dan sebagainya. Oleh karena itu hasil analisa kualitas air pada media pembenihan ikan ditujukan untuk proses pengembangbiakan dan pertumbuhan benih ikan. Media pembenihan ikan khususnya kualitas air sangat pengaruh terhadap keberhasilan pemijahan induk, penetasan telur, perawatan larva dan pendederan benih. Persiapan media pembenihan khususnya kualitas air harus di sediakan sesuai kebutuhan ikan. Air yang akan digunakan untuk pembenihan ikan ikan baik pemijahan induk, penetasan telur, perawatan larva dan pendederan benih ikan disiapkan 1-2 dua hari sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. Selama persiapan air tersebut dipasang aerasi agar oksigen terlarut, pH dan amoniak dapat sesuai dengan kebutuhan ikan. Secara umum air sebagai lingkungan hidup mempunyai sifat fisika, sifat kimia dan sifat biologi. Agar dapat melakukan pengelolaan kualitas air dalam budidaya ikan maka harus dipahami ke tiga parameter kualitas air yang sangat menentukan keberhasilan suatu budidaya ikan. 74 (1) Sifat Fisika Air Sifat fisika air merupakan salah satu parameter kualitas air yang penting dan dapat mempengaruhi parameter kualitas air lainnya. Parameter sifat fisika air terdiri dari suhu, kecerahan/kekeruhan, warna air. Suhu Suhu air merupakan salah satu sifat fisik yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan. Secara garis besar, suhu perairan dapat mempengaruhi kegiatan metabolisme, perkembangbiakkan, pernapasan, denyut jantung dan sirkulasi darah, kegiatan enzim dan proses fisiologi lainnyan pada ikan dan organisme perairan lainnya. Keadaan ini jelas terlihat dari jumlah plankton di daerah yang beriklim sedang relatif lebih banyak dibandingkan pada perairan di daerah tropis. Ini karena pada daerah yang beriklim panas, proses perombakan berlangsung sangat cepat sehingga tidak mencapai jumlah yang besar. Selain mempengaruhi pertukaran zat seperti yang telah disinggung di atas, suhu juga akan mempengaruhi kadar oksigen yang terlarut dalam air dan daya racun suatu bahan pencemar. Semakin tinggi suhu suatu perairan semakin sedikit oksigen terlarut di dalamnya sedangkan kebutuhan oksigen setiap 10ºC oleh organisme perairan naik hampir dua kali lipat. Contoh lain yakni daya racun potasium sianida terhadap ikan akan naik dua kali lipat setiap kenaikkan suhu 10ºC. Sesuai hukum Van Hoff bahwa untuk setiap perubahan kimia, kecepatan reaksinya naik dua sampai tiga kali lipat setiap kenaikkan suhu sebesar 10ºC. 75 Setiap organisme mempunyai persyaratan suhu maksimum, optimum dan minimum untuk hidupnya serta mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sampai suhu tertentu. Secara alamiah ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Suhu yang baik untuk pendederan ikan air tawar berkisar antara 25 - 30ºC. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kegiatan budidaya perikanan. Suatu aktivitas metabolisme ikan berbanding lurus terhadap suhu air. Semakin tinggi suhu air semakin aktif pula metabolisme ikan, demikian pula sebaliknya. Kondisi suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Pada suhu rendah, ikan akan kehilangan nafsu makan dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka ikan akan mengalami stress pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen. Suhu air yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28°C sampai 32°C. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan ikan nila yang dibudidayakan mampu beradaptasi dengan suhu air di antara keduanya, mulai dari 14°C sampai 38°C.Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2 ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang bertambah akan menekan aktifitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress. Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari 15mg/liter. Pada proses fotosintesis dihasilkan oksigen tetapi hal yang berlawanan dari itu diperlukan karbondioksida, yaitu gas yang dibutuhkan oleh 76 tumbuh-tumbuhan air renik maupun tumbuhan tingkat tinggi untuk melakukan fotosintesis. Bagi tumbuhan hijau jumlah karbondioksida harus tersedia dalam jumlah yang cukup banyak tetapi jika jumlah tersebut melampaui batas akibatnya kehidupan hewan-hewan air akan mengalami saat kritis, karena selain mempengaruhi pH, kadar karbondioksida yang terlampau tinggi dapat menjadi racun bagi hewan air secara langsung. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun jika dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu organisme yang dibudidayakan. Kandungan karbondioksida lebih dari 15 ppm sangat membahayakan bagi organisme yang dibudidayakan, karena keberadeaanya dalam darah dapat menghambat pengikatan hemoglobin. Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. Pada lingkungan dengan pH rendah pertumbuhannya mengalami penurunan namun demikian ikan nila masih dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5. Kecerahan/Kekeruhan (turbidity) Besarnya cahaya matahari langsung yang jatuh pada suatu tempat tergantung pada musim, letak geografis, waktu, sudut jatuh, tinggi tempat dari permukaan laut dan keadaan atmosfer. Cahaya yang jatuh pada permukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi diserap ke dalam air. Cahaya yang diserap inilah yang akan menentukan kecerahan suatu perairan. Kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah kecerahan dengan jumlah cahaya matahari yang masuk tidak terlalu besar sehingga proses fotosintesis dapat berjalan seimbang dan jumlah fitoplankton memadai untuk kehidupan ikan. Next >