< Previous 43 1) Fiksasi Fiksasi merupakan proses pengawetan sampel dengan menggunakan bahan pengawet agar material yang diambil dapat diproses dengan teknik PCR. Prinsip pemilihan jenis pengawet : a) Mudah dalam penanganan, penyimpanan, dan transportasi, b) Tidak mengurangi sensitifitas diagnosis, c) Mudah didapat dan relatif murah. Ada 2 cara pengawetan yang umum digunakan yaitu a) Fiksasi dalam larutan alkohol, b) Pembekuan dalam suhu di bawah -20oC. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun disarankan agar dalam proses pengawetan ini menggunakan larutan alkohol 70% dengan perbandingan volume sampel dibanding pengawet 1 : 10. 2) Peralatan Sampling Peralatan sampling yang dimaksud adalah peralatan yang langsung digunakan dalam pengambilan sampel yaitu botol sampel dan alat bedah. Setiap peralatan yang akan digunakan harus didesinfeksi terlebih dahulu. Proses desinfeksi alat bedah dimulai dari : a) Membersihkan peralatan dengan kertas tissue b) Dibilas dengan akuades c) Desinfeksi dengan alkohol 70% d) Pemanasan dengan api bunsen 44 3) Cara Sampling Sampling yang benar harus memperhatikan jenis dan jumlah sampel. Sampel dapat diambil dari benih, ikan dewasa, dan induk. Sampel dari benih berupa tubuh secara utuh, sedangkan dari ikan dewasa dan induk dapat berupa insang. Jumlah minimal sampel yang diambil tergantung tingkat pravelensi ikan yang terinfeksi penyakit virus, namun demikian untuk diagnosa kasus penyakit virus denga teknik PCR didasarkan pada pengalaman empiris. Jumlah sampel dari populasi dengan jumlah lebih dari 100.000 ekor, adalah ; a) Untuk benih 150 ekor b) Untuk ikan dewasa sebanyak 5 ekor, c) Untuk induk dilakukan sampling individu (diambil irisan insang tanpa mematikan induk). k. Teknik Pengiriman Sampel Sampel ikan yang telah dikumpulkan dan diawet dengan alkohol 70% - 90%, perlu segera dikirim ke laboratorium terdekat yang mampu melakukan diagnosis penyakit virus dengan teknik PCR. Sampel harus dikemas sebaik mungkin sehingga tidak bocor selama pengiriman. Munculnya penyakit pada ikan merupakan hasil interaksi kompleks antara 3 komponen dalam ekosistem perairan yaitu ikan yang lemah, patogen ganas, dan kualitas lingkungan yang buruk. Oleh karena itu strategi manajemen kesehatan ikan harus difokuskan pada upaya pembenahan yang dilakukan secara terintegrasi. 45 l. Teknik pengendalian Penyediaan benih untuk daerah yang bebas penyakit virus harus diambilkan dari daerah yang bebas penyakit virus. Sedangkan penyediaan benih untuk daerah yang telah terinfeksi penyakit virus diambilkan benih yang dihasilkan dari induk yang selamat pada saat terjadi wabah sebab benih yang dihasilkan dari induk itu dianggap telah memiliki kekebalan terhadap penyakit virus. m. Eradikasi Patogen Merupakan kegiatan pemusnahan virus dari media pembawa (air dan karier). Daerah yang telah terinfeksi penyakit KHV harus dilakukan eradikasi terutama pada sistem budidaya tertutup. n. Pengelolaan Lingkungan Budidaya Keberhasilan pengelolaan kesehatan ikan sangat tergantung pada faktor lokasi, kawasan bebas, sistem budidaya dan monitoring kesehatan ikan. Penyakit yang disebabkan oleh virus, penggunaan bahan kimia atau antibiotik tidak disarankan. Beberapa tindakan yang harus segera dilakukan adalah : 1) Mencegah penyebaran virus melalui media pembawa terutama ikan sakit dan sarana transportasinya. 2) Membatasi lalu lintas orang dari dan ke lokasi wabah dalam rangka mengisolasi daerah wabah. 3) Mengurangi stress pada ikan dan meningkatkan daya tahan ikan dengan imunostimulan atau vitamin C dengan dosis antara 250 - 750 mg/kg pakan. Idealnya pakan yang mengandung vitamin C diberikan selama pemeliharaan. 46 4) Jika tak dapat dikendalikan , ikan segera diangkat dan dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar. 5) Melakukan desinfeksi terhadap seluruh komponen yang digunakan dalam proses produksi ikan (air dan wadah budidaya segera didesinfeksi). 6) Tidak menggunakan air , peralatan, dan sarana lain yang berasal dari lokasi wabah. 7) Menjalankan Manajemen Kesehatan Ikan yang terintegrasi melalui antara lain : Pengendalian lingkungan yang sehat, Penggunaan ikan yang unggul dan sehat, dan Penerapan biosecurity terhadap virus pada seluruh komponen budidaya. 8) Mengganti dengan komoditas yang lebih tahan terhadap virus. 9) Tindakan karantina harus diterapkan secara tegas. o. Epizootiologi infeksi Epizootiologi adalah faktor transmisi dan reservoir infeksi. Penyebab penyakit udang dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal. 1) Secara horizontal terjadi melalui rantai makanan atau virion yang ada pada lingkungan dan masuk ke tubuh udang yang sehat. 2) Secara vertikal terjadi dengan cara induk yang menjadi karier virus akan menularkan melalui kotoran yang setelah bebas di air akan menginfeksi larva. Infeksi pada umumnya terjadi melalui 3 rute utama yaitu kulit, insang, dan saluran pencernaan. p. Penyakit Yang Disebabkan Bakteri Bakteri terdapat disekitar sistem perairan. Apabila ikan mengalami stress maka bakteri dapat menimbulkan penyakit. Tanda-tanda umum penyakit yang disebabkan oleh bakteri 47 1) Tubuh ikan kemerahan-merahan, lendir berlebihan, dan jika penyakit tidak diobati, tanda kemerahan-merahan akan menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan ulser (luka), kerusakan pada sirip, insang dan kulit. 2) Warna insang pucat dan warna tubuh berubah gelap 3) Ikan lemah bergerak lambat, bernafas megap-megap di permukaan air 4) Nafsu makan menurun. 5) Kadangkala mata dan perut ikan menjadi bengkak. 6) Kematian ikan yang disebabkan oleh bakteri adalah tinggi dan serentak; Pathogen dari jenis Bakteri pada ikan budidaya di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Patogen pada ikan budidaya air tawar di Indonesia Spesies Ikan Bakteri Ikan Mas (Cyprinus carpio) Aeromonas flavobacterium Ikan Nila (Oreochromis sp) Streptococcus flavobacterium Ikan Patin (Pangasius sp) Edwardsiella flavobacterium Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) Streptococcus Ikan Botia (Botia macrac anthus) Flavobacterium Beberapa jenis bakteri tersebut dilaporkan telah terdapat di Indonesia namun belum tersebar luas, yaitu : 1. Aeromonas salmonicida di Jawa, 2. Mycobacterium sp. di Jawa dan Sumatera, 3. Edwardsiella tarda di Jawa 4. Streptococcus sp. di Sulawesi. Upaya pencegahan melalui tindakan karantina terhadap ikan-ikan yang diimpor dari luar negeri maupun yang dilalulintaskan di dalam wilayah Indonesia harus dilakukan untuk mencegah masuknya jenis-jenis bakteri 48 yang belum terdapat atau sudah terdapat di Indonesia tetapi belum tersebar luas. Pada umumnya sumber dan cara penularan penyakit akibat serangan bakteri-bakteri antara lain melalui ikan yang sakit, ikan karir, air yang terkontaminasi, makanan yang terkontaminasi, telur yang terkontaminasi, alat atau pakaian yang terkontaminasi atau melalui bulu burung air. q. Biologis Dan Cara Penularan Bakteri 1) Aeromonas hydrophila Aeromonas hydrophila menyebabkan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS). Nama lain dari penyakit ini adalah bacterial hemorrhagi septicemia atau disebut juga hemorrhagic septicemia (McDaniel, 1979), infectious dropsy, penyakit merah, pest merah (Kabata, 1985) atau penyakit bercak merah (Eidman dkk., 1981). Tanda penyakit yang ditimbulkan adalah a) ikan menjadi lemah, b) Nafsu makan berkurang, c) Kulit menjadi kasar, d) Keseimbangan terganggu, e) Sirip rusak, f) Perdarahan pada subkutis, insang, lubang kumlah dan organ-organ dalam, g) Pembengkakan pada bagian perut yang berisi cairan, h) Abses atau borok (McDaniel, 1979; Kabata, 1985;Eidman dkk., 19S1). Motil Aeromonas Septicemia ini menyerang semua jenis ikan air tawar, misalnya ikan mas (Cyprinus carpio), gurame (Osphronemus gouramy 49 Lac), lele (Clarias batrachus L), dari segala umur maupun ukuran dan penyebarannya ada di seluruh dunia. Angka kematian cukup tinggi, bahkan dapat mencapai lebih dari 90% (Eidman dkk., 1981). Bentuk penyakit ini ada empat yaitu perakut, akut, subakut dan kronis (McDaniel, 1979). Ikan Mas dan Ikan Koki yang terserang Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Ikan Mas dan Ikan Koki yang terserang Aeromonas hydrophila 2) Aeromonas salmonicida Aeromonas salmonicida adalah bakteri yang berbentuk batang pendek dengan ukuran 1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm, bersifat gram negatif, tidak bergerak, tidak membentuk spora maupun kapsul, bersifat aerob. Bakteri ini tidak dapat hidup lama tanpa inangnya Suhu optimal bagi pertumbuhannya antara 22-28oc, Sedangkan pada suhu 35oc 50 pertumbuhannya terhambat. Dapat dijumpai di lingkungan air tawar maupun air laut dan dikenal sebagai penyebab penyakit "furunculosis". Aeromonas salmonicida selain menyerang ikan-ikan famili Salmonilidae juga menyerang ikan-ikan lainnya seperti sidat (Anguilla spp.), chubs (Coregonus zenithicus), dace, tenc, carp, catfish, pike, sculpins, perch, gold fish (Carassius auratus) dan spesies ikan lainnya. Ada indikasi bahwa semua spesies ikan baik tawar ataupun laut dapat bersifat rentan terhadap Aeromonas salmonicida. Gejala klinis akibat serangan pada ikan adalah pembengkakan di bawah kulit yang biasanya menjadi luka terbuka berisi nanah, darah, dan jaringan yang rusak di puncak luka tersebut seperti cekungan, a) Sirip putus atau patah, b) Pendarahan pada insang, c) Petikiae pada otot, d) Usus bagian belakang lengket dan bersatu, serta e) Pembengkakan limpa dan ginjal yang berkembang menjadi nekrosis atau kernatian jaringan. 3) Renibacterium salmoninarum Renibacterium salmoninarum yang dikenal sebagai penyebab kidney disease adalah bakteri yang berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,3-1,5 x 0, 1-1,0 µm, bersifat gram positif, tidak bergerak, tanpa kapsul, sering terdapat berpasangan dan bersifat aerob. Bakteri ini dapat dijumpai di lingkungan air tawar maupun air laut dengan suhu optimal pertumbuhannya antara 15-18oC, sedangkan pada suhu 25oC perturnbuhannya akan terhambat. Renibacterium salmoninarum dilaporkan menyerang ikan famili Salmonidae 51 lkan yang terserang Renibacterium salmoninarum menunjukkan tanda-tanda luar dan dalam seperti a) Mata menonjol, b) Perut kembung, c) Sisik berdiri, d) Pendarahan, e) Abses di beberapa bagian tubuh dan wama kehitam-hitaman, f) Ginjal luka dan berwama abu-abu, kernudian g) Ginjal bengkak dan terjadi nekrosis. Ikan Salmon yang terserang Renibacterium salmoninarum, dapat dilihat pada Gambar 9. 4) Mycobacterium sp Mycobacterium sp. yang dikenal sebagai penyebab penyakit " tuberkulosis ikan" (Fish TB), adalah bakteri yang berbentuk batang, dengan ukuran 0,2-0,6 x 1,0-10 µm, bersifat gram positif lemah, tidak bergerak, tidak membentuk spora atau kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini banyak dijumpai di perairan tawar dan laut maupun tanah dengan suhu optimal pertumbuhannya 25-30oc. tidak dapat tumbuh pada suhu 37oc kecuali m. Marinum, m. Fortuitum dan m. Chelonei. Gambar 9. Ikan Salmon yang terserang Renibacterium salmoninarum, pada bagian perut membengkak. 52 Mycobacterium sp. cara penularannya belum diketahui dengan pasti diduga beberapa yang mungkin adalah melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Selain menyerang berbagai ikan air tawar ataupun air laut, Mycobacterium sp. dilaporkan juga menyerang katak, jenis-jenis kadal, ular, buaya dan kura-kura maupun penyu. Pada ikan menunjukkan tanda-tanda seperti a) Pembengkakan vena, b) Mata menonjol, c) Adanya luka pada tubuh, d) Mata pucat, lordosis, e) Skeliosis, f) Ulser atau luka dan rusaknya sirip (patah-patah). g) Adanya bintil berwama putih keabu-abuan pada hati, ginjal dan empedu. h) Benjolan terdapat di berbagai organ seperti insang, pericardium, mata, empedu, ginjal dan hati. Ikan gurame yang diinfeksi Mycobacterium sp dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Ikan gurame yang diinfeksi Mycobacterium sp menunjukkan luka borok pada permukaan tubuh (kiri), perdarahan organ (kanan). Next >