< Previous128 batang). Sisi (f) dengan persen-sudut dan pengukuran jarak biasanya setelah melakukan pembidikan terhadap pohon. Gambar 59. Batang segienam berskala Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Kesamaan % sudut terhadap sudut-derajat diasajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Kesamaan % sudut terhadap sudut-derajat Skala batang % ft 15 20 25 30 Penunjukkan jarum 100 66 15 20 25 30 ±10 ±6,6 ±1,5 ±2,0 ±2,5 ±3,0 Sumber : Asy’ari dkk. (2012) 129 (a) Skala ukuran jarak yang ditunjukkan oleh jarum identik dengan 100%. (b) Skala sepersepuluh ukuran jarak yang ditunjukkan oleh jarum identik dengan ±10% (nilai batas kondisi lapangan dianggap datar). Tanda ± menunjukkan rentangan -10% 0 +10%. b) Dasar Kerja Dasar kerja alat berdasarkan Rumus Dasar Tinggi, sehingga rumus tinggi pohon (T), yaitu : T = Jd x (tg α – tg β) T = Jd x ( ) Cara penggunaan. (1) Putar batang segienam berskala hingga tampak sisi skala yang diinginkan (%, ft, 15, 20, 25, 30. (2) Menentukan sudut lereng (a) Tekan tombol (buka kunci) K1 agar jarum bergerak bebas, kemudian arahkan Haga ke batang pohon setinggi mata (Tm) pengukur/pembidik hingga berimpit dengan pisir. Untuk memudahkan pembidikan setinggi mata dapat dibantu dengan tongkat yang sebelumnya telah diukur setinggi mata pembidik. (b) Tongkat tersebut diimpitkan pada batang pohon dan menghadap ke pengukur. (c) setelah batas setinggi mata atau ujung tongkat berimpit dengan pisir, tekan tombol (tutup kunci) K2 agar jarum tidak bergerak lagi dan baca sudut lereng. Sudut lereng yang 130 diperoleh akan menunjukkan apakah kondisi lapangan relatif datar atau tidak. (d) ukur jarak antara pembidik dan pohon (Jm). (3) Bidik bagian atas batang dan pangkal batang atau sebaliknya. (a) buka kunci K1, arahkan pisir ke bagian atas batang; setelah berimpit tekan tombol K2. Baca skala C (derajat atau persen). (b) buka kunci K1, arahkan pisir ke pangkal batang; setelah berimpit tekan tombol K2. Baca skala A (derajat atau persen). (4) Tinggi pohon (T = AC) dihitung dengan rumus di atas. Contoh perhitungan : (a) Pembidikan sejauh 12 meter dengan sudut bidik α = 47o dan β = -1o30’. T = Jd x (tg α - tg β) T = 12 x {tg 47o - tg (-1o30’)} T = 13,2 m (b) Pembidikan sejauh 15 meter dengan sudut bidik %atas = 85% dan %bawah = -11%. T = Jd x ( ) T = 15 x ( ) T = 14,4 m 6) Spiegel relaskop a) Bentuk fisik spiegel relaskop Bentuk fisik seperti Gambar 60. 131 Gambar 60. Bentuk fisik spiegel relaskop Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Dari celah pandang spiegel relaskop dapat dilihat rentangan besaran skala sudut bidik : Skala derajat dari –60o s.d. +70o. Skala persen dari –175% s.d. +275%. Kesamaan besaran sudut 45o = 100%. 132 Lebih jelas pembacaan skala pada celah pandang spiegel relaskop dapat dilihat dalam Gambar 61. Gambar 61. Celah pandang spiegel relaskop Sumber : Asy’ari dkk. (2012) b) Dasar Kerja Dasar kerja alat berdasarkan Rumus Dasar Tinggi, sehingga rumus tinggi pohon (T), yaitu : T = Jd x (tg α – tg β) T = Jd x ( ) Cara penggunaan. (1) Arahkan alat ke ujung (C) dan pangkal batang (A) sambil penekan tombol penghenti goyangan. (2) Setelah titik sasaran tepat dan kondisi skala tidak bergoyang lagi, hentikan penekanan tombol dan baca skala. 133 (3) Ukur jarak antara si pengukur terhadap pohon yang dibidik (Jd). (4) Tinggi pohon (T = AC) dihitung dengan rumus di atas. Contoh perhitungan : (1) Pembidikan sejauh 12 meter dengan sudut bidik α = 47o dan β = -1o30’. T = Jd x (tg α - tg β) T = 12 x {tg 47o - tg (-1o30’)} T = 13,2 m (2) Pembidikan sejauh 15 meter dengan sudut bidik %atas = 85% dan %bawah = -11%. T = Jd x ( ) T = 15 x ( ) T = 14,4 m i. Kesalahan pengukuran tinggi Kesalahan pengukuran tinggi dapat terjadi disebabkan oleh : (1) Posisi pohon berdiri miring. (2) Pohon bertajuk lebar. (3) Antara pengukur dan pohon terlindung daerah bersemak atau berbatu. 134 Untuk pemantapan pemahaman materi kesalahan pengukuran tinggi, mari simak penjelasan berikut ini! 1) Pohon berdiri miring Pengilustrasian pohon berdiri miring dalam Gambar 62 (warna gelap) akan memungkinkan dua kesalahan pengukuran tinggi dengan dua arah pembidikan yang berbeda tinggi. Pohon yang diarsir adalah pohon yang tampak saat pembidikan. Gambar 62. Ilustrasi pohon berdiri miring Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Kesalahan pengukuran tinggi yang akan terjadi bisa bersifat negatif (Gambar 62-a) atau bersifat positif (Gambar 62-b). Maksud kesalahan pengukuran tinggi bersifat negatif bila hasil ukuran tinggi diperoleh lebih rendah dari tinggi yang sebenarnya, sedangkan bersifat positif bila hasil ukuran lebih tinggi dari tinggi yang sebenarnya. 135 a) Kesalahan negatif (Gambar 63) Gambar 63. Ilustrasi kesalahan negatif Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Tinggi pohon yang sebenarnya adalah TP1. Karena kondisi pohon berdiri miring sebesar δ, maka tampak oleh mata adalah T1P. Ini berarti terjadi pengurangan ukuran tinggi dari tinggi sebenarnya, yaitu sebesar T1P – TP1. Karena terjadi pengurangan ukuran tinggi dari tinggi sebenarnya, maka dinyatakan kesalahan pengukuran tinggi bersifat negatif. Perhitungannya adalah : Et = T1P – TP1 karena, TP1 = SP maka, Et = T1P - SP Et = - ST1 Et = SP x tg α x tg δ 136 b) Kesalahan positif (Gambar 64) Gambar 64. Ilustrasi kesalahan positif Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Tinggi pohon yang sebenarnya adalah TP1. Karena kondisi pohon berdiri miring sebesar δ, maka tampak oleh mata adalah T1P. Ini berarti terjadi penambahan ukuran tinggi dari tinggi sebenarnya, yaitu sebesar T1P – TP1. Karena terjadi penambahan ukuran tinggi dari tinggi sebenarnya, maka kesalahan pengukuran tinggi yang terjadi dinyatakan bersifat positif. Perhitungannya adalah : Et = T1P – TP1 karena, TP1 = SP maka, Et = T1P - SP Et = + ST1 Et = SP x tg α x tg δ 137 Memperhatikan kedua kemungkinan terjadi kesalahan ukur tinggi (negatif atau positif), maka arah bidik hendaknya tegak lurus dengan kemiringan pohon. Upaya untuk mengatasi kedua kesalahan tersebut diilustrasikan seperti Gambar 65 (arah pandang dari samping dan atas). Gambar 65. Ilustrasi arah bidik ke pohon berdiri miring Sumber : Asy’ari dkk. (2012) Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa si pengukur hendaknya berdiri membentuk sudut siku (90o) dari kemiringan pohon, baik miring ke arah kiri atau kanan. Pembidikan awal dilakukan terhadap bagian atas batang (ujung batang/tajuk, bebas cabang atau tinggi tertentu), kemudian ke arah titik proyeksi bagian atas batang tersebut pada bidang datar (permukaan tanah). 2) Pohon bertajuk lebar Umumnya pohon yang bertajuk lebar tidak tampak dengan jelas ujung batang/tajuk, sehingga letak pembidikannya diperkirakan (T1) dan Next >