< Previous102 Tabel 19. Kompilasi Data Stasiun A dan B No Jenis Burung Ditemui Jumlah/ Stasiun Jumlah Keseluruhan Jumlah Stasiun/Jenis Keterangan a b Jumlah Seluruh Stasiun Jumlah Stasiun Ditemukan Jenis 1 Gelatik 2 0 2 2 1 2 Kacamata Gunung 1 0 1 2 1 3 Alcedo 1 0 1 2 1 4 Perkutut 1 0 1 2 1 5 Burung Tikus 0 2 2 2 1 6 Kipas 0 1 1 2 1 7 Sriti 5 81 86 2 2 8 Elang 0 1 1 2 1 9 Prenjak 0 2 2 2 1 Jumlah 10 87 97 2 1 Setelah data di atas diolah berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh hasil pengolahan data sebagai berikut : Tabel 20. Hasil Pengolahan Data dengan Metode IPA No Jenis Burung Ditemui Frekwensi Jenis FR Kelimpahan Jenis KR NP 1 Gelatik 0.5 10.0 20.38 2.06 12 2 Kacamata Gunung 0.5 10.0 10.19 1.03 11 4 Alcedo 0.5 10.0 10.19 1.03 11 5 Perkutut 0.5 10.0 10.19 1.03 11 6 Burung Tikus 0.5 10.0 20.38 2.06 12 7 Kipas 0.5 10.0 10.19 1.03 11 8 Sriti 1.0 20.0 876.43 88.66 109 9 Elang 0.5 10.0 10.19 1.03 11 10 Prenjak 0.5 10.0 20.38 2.06 12 Jumlah 5.0 100 988.54 100 200 103 Berdasarkan data Tabel 18. pengamatan burung periode pagi hari, disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut : Gambar 14. Grafik Aktifitas Burung Pagi Hari Berdasarkan data Tabel 18. pengamatan burung periode sore hari, bisa disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut : Gambar 15. Grafik Aktifitas Burung Sore Hari 104 Berikut contoh pengolahan data inventarisasi fauna dengan metode Transek Jalur di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), Resort Cibodas. Dugaan populasi satwa dapat dihitung dengan menggunakan rumus Metode Haynes : Keterangan : P = Populasi A = Luas area pengamatan X = Panjang transek D1-Dn = Interval jarak satwa N1-Nn = Jumlah satwa terliha pada setiap interval Tabel 21. Hasil pengolahan data Inventarisasi Fauna dengan Metode Haynes di TNGP Diketahui: A = 10000 m2, X = 3664 m, A/2X = 1,36 dan Interval (d1 = 5 m, d2 =15 m , d3 = 25 m ) No Jenis Satwa n1 n2 n3 n4 n1/ d1 n2/ d2 n3/d3 n4/ d4 Ke ra Pa tan Kera-patan Rela tif 1 Babi Hutan 12 2,40 0,00 0,00 0,00 3,26 21,17 2 Berecet 7 1 5 1,40 0,07 0,20 0,00 2,27 14,70 3 Burung cerecet 3 0,60 0,00 0,00 0,00 0,82 5,29 4 Burung Ciung batu 1 1 0,20 0,00 0,04 0,00 0,33 2,12 5 Burung Kacamata 1 1 1 0,20 0,07 0,04 0,00 0,42 2,71 6 Burung Madu 2 0,40 0,00 0,00 0,00 0,54 3,53 7 Burung Tikus 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 105 8 Cakopi 1 1 0,00 0,07 0,04 0,00 0,15 0,94 9 Ciblek 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 10 Cinenen 1 3 0,20 0,20 0,00 0,00 0,54 3,53 11 Cipeuw 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 12 Elang 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 13 Gelatik Batu 1 0,00 0,00 0,04 0,00 0,05 0,35 14 Jalak Batu 1 0,00 0,00 0,00 0,03 0,04 0,25 15 Jalak Hitam 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 16 Jeralang 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 17 Katak 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 18 Katak dahan 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 19 Katak serasah 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 20 Kupu-kupu 2 0,40 0,00 0,00 0,00 0,54 3,53 21 Kupu-kupu Coklat 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 22 Kupu-kupu Coklat Putih 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 23 Kupu-kupu Kuning 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 24 Kupu-kupu Kuning Hitam 3 0,00 0,20 0,00 0,00 0,27 1,76 25 Lutung 6 13 6 1,20 0,87 0,24 0,00 3,14 20,35 26 Musang Bulan 1 0,00 0,00 0,04 0,00 0,05 0,35 27 Sepah madu 1 0,20 0,00 0,00 0,00 0,27 1,76 28 Tesia jawa 1 2 0,20 0,13 0,00 0,00 0,45 2,94 29 Tohtor 2 0,00 0,13 0,00 0,00 0,18 1,18 30 Tupai 1 0,00 0,07 0,00 0,00 0,09 0,59 Total 42 34 16 1 8,40 2,27 0,64 0,03 15,4159 100,00 106 s. Interpretasi Data Inventarisasi Fauna Interpretasi adalah suatu proses untuk menyederhanakan ide-ide yang rumit menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami oleh orang lain. Manfaat interpretasi data inventarisasi fauna ini adalah masyarakat umum menjadi lebih mengenal, memahami, dan merasa bangga dengan jenis-jenis fauna yang ada di alam terutama di Indonesia yang keberadaannya semakin langka, dan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Setelah data inventarisasi diolah menjadi sebuah laporan yang baik, maka laporan tersebut bisa memberikan informasi yang sangat berguna bagi yang membutuhkan maupun masyarakat umum yang membacanya dan memerlukan data referensi terkait inventarisasi fauna. Berdasarkan hasil contoh pengolahan data inventarisasi fauna berdasarkan metode IPA dan Metode Haynes, maka data dapat di interpretasikan sebagai berikut : 1) Pengolahan Metode IPA (Index Point of Aboudance) Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode IPA, maka dapat di interpretasikan data inventarisasi fauna sebagai berikut : a) Frekuensi jenis burung yang sering dijumpai/terlihat pada pengamatan periode pagi dan periode sore hari adalah dari jenis burung Sriti dengan frekuensi relatif sebesar 20,0. Kemudian di ikuti oleh burung Prenjak, burung Tikus dan burung Gelatik. b) Kelimpahan jenis burung pun juga terlihat bahwa pada pengamatan pagi dan sore hari di TNGGP pun terlihat dari jenis burung Sriti dengan kelimpahan relatif sebesar 876,43 dan diikuti jenis burung Gelatik, burung Tikus dan Burung Prenjak. c) Nilai Penting yang diperoleh juga terlihat yang paling banyak adalah dari jenis Sriti sebesar 109. d) Dari Grafik pengamatan burung periode pagi hari terlihat bahwa burung Sriti mulai terlihat dan bisa di amati pada pukul 05.00 WIB - 107 05.55 WIB setelah waktu tersebut jenis burung Sriti sudah tidak terlihat beterbangan. Sedangkan pada periode sore hari jenis burung Sriti mulai terlihat beterbangan pada pukul 14.00 WIB - 15.00 WIB. Sedangkan jenis burung lain yang terlihat beterbangan pada pagi hari ada dari jenis burung tikus dan burung kipas, sedangkan pada sore hari jenis burung lain yang terlihat adalah jenis burung Elang dan burung Perkutut. 2) Pengolahan data dengan Hayness pada metode transek jalur Berdasarkan data Tabel 7. di atas, Jenis satwa yang diidentifikasi pada saat inventarisasi dengan metode jalur adalah 30 jenis dengan jumlah populasi seluruh jenis per hektar adalah 15,4159. Jenis satwa yang memiliki populasi terbesar adalah babi hutan yaitu 3,26 per hektar dengan kerapatan relatif 21,17 %, sedangkan jenis satwa yang memiliki populasi terkecil adalah Jalak Batu yaitu 0,04 per hektar dengan kerapatan Relatif 0,25 %. t. Pendokumentasian Informasi Fauna Dokumentasi informasi fauna di sini bisa dalam bentuk gambar fauna yang ditemukan, video visual, foto-foto dan dalam bentuk laporan. Berikut contoh dokumentasi dilapangan dalam bentuk foto Gambar 16. Pengamatan Burung Pagi Hari 108 Gambar 17. Lokasi Jalur Pengamatan Burung Gambar 18. Dokumentasi Pencatatan Data ke Tally Sheet Gambar 19. Owa Jawa (Hylobates moloch) yang Terlihat Saat Pengamatan 109 u. Pendokumentasian Informasi Habitat Dokumentasi informasi habitat disini bisa dalam bentuk foto-foto jenis tanah, topografinya, vegetasinya dan juga dalam bentuk laporan terkait penjelasan habitat. Anda beberapa informasi habitat yang bisa diperoleh dalam inventarisasi fauna yang dilakukan dengan metode IPA yang mengambil lokasi di TNGGP Jawa Barat antara lain : 1) Kondisi geografis 2) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango secara geografis terletak antara 106º 51’ - 107º 02’ BT dan 6º 51’ LS. 3) Iklim 4) Berdasarkan klasifikasi Schmidt and Ferguson TNGP masuk ke dalam tipe iklim B1 dimana curah hujan rata-rata di TNGP berkisar antara 3.000-4.200 mm/th dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm dengan Nilai Q berkisar antara 11,3-33,3 %. Suhu berkisar antara 10-180 C dan kelembaban relatif berkisar antara 80-90 % sepanjang tahun. 5) Geologi dan tanah 6) Jenis tanah pada lahan kritis Blok Bobojong sesuai peta tanah Propinsi Jawa Barat dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor yaitu latosol coklat yang mendominasi lereng Gunung Gede bagian bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan sub soil gembur, mudah ditembus air dan lapisan bawahnya melapuk. Tanah sangat gembur dan agak peka terhadap erosi. 7) Topografi 8) Kawasan TNGP memiliki ketinggian yang beragam, mulai dari 1.000 m dpl yaitu di sekitar Kebun Raya Cibodas, 2.985 m dpl (Puncak Gunung Gede) sampai 3.019 m dpl (Puncak Gunung Pangrango). 9) Vegetasi 110 a) Zona Sub Montana Zona ini mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi baik pada tingkat pohon besar, pohon kecil, semak belukar maupun tumbuhan bawah. Jenis pohon besar yang paling dominan yaitu Puspa (Schima walichii). Jenis tumbuhan lainnya yang ada adalah Walen (Ficus ribes), Syzygium spp, Saninten (Castanopsis argentea), Pasang (Quercus sp.), Rasamala (Altingia excelsa) dan sebagainya. b) Zona Montana Keadaan vegetasi di zona Montana dalam hal keanekaragaman jenis dan kerapatannya tidak jauh berbeda dengan keadaan zona Sub Montana. Jenis-jenis pohon yang dominan adalah Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp.), Kiputri (Podocarpus neriifolius), Castanopsis spp. dan Rasamala (Altingia excelsa). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada zona Montana adalah Strobilanthes cermuis, Begonia spp. dan Melastoma spp. c) Zona Sub Alpin Keadaan pohon di zona ini pada umumnya keadaan pohon di zona ini pada umumnya pendek-pendek dan kerdil, semak belukar jarang-jarang, tumbuhan bawah jarang ditemukan dan miskin akan jenis, hanya merupakan satu lapisan tajuk saja. Gambar 20. Topografi di TNGGP 111 Gambar 21. Vegetasi di TNGGP v. Laporan Inventarisasi Fauna Setelah melakukan kegiatan dilapangan, sebagai bukti telah melakukan kegiatan maka harus dibuat laporan. Laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) yang ada antara mereka (www.google.com). Laporan kegiatan bisa dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Kegiatan inventarisasi fauna ini sebagai bukti dan penyampaian berita kepada masyarakat umum, maka sebaiknya dibuat laporan secara tertulis, supaya pada waktu yang relatif lama, masih tersimpan data dalam laporannya. Jika ada penelitian atau suatu proyek kegiatan terkait inventarisasi fauna, laporan yang dibuat bisa sebagai bahan referensi dan tambahan informasi yang berguna. Pelaporan mengandung empat fungsi, yaitu : 1) Fungsi Informatif Laporan bisa digunakan sebagai sumber informasi bagi pembacanya Next >