< Previous 98 Fermentasi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau transformasi yang nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda (berubah) dari keadaan awalnya. Misalnya saja dalam pengolahan terasi dan kecap ikan. b. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata memiliki kemampuan atau daya awet pada produk yang diolah, misalnya dalam pembuatan ikan peda. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa komplek terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk. Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut: a. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda, kecap ikan, terasi dan bekasem. b. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format. c. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat. d. Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan bekasem dan chao teri. 99 Produk fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi mengakibatkan rasa asin, sehingga sumber protein yang diambil hanya sedikit. Sedangkan fermentasi dengan menggunakan asam-asam organik belum populer di kalangan nelayan. Cara pengolahan dengan menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Pada proses fermentasi bakteri asam laktat juga ditambahkan garam sebagai perangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi asam laktat pada ikan merupakan gabungan dari fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat, contoh produk fermentasi asam laktat diantaranya adalah wadi, bekasam, ronto, dan chao teri. Fermentasi Garam Fermentasi garam dapat dibedakan dengan dua cara, yaitu: a. Fermentasi dengan cara penggaraman kering, biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan yang mempunyai kandungan lemak rendah. b. Fermentasi dengan cara penggaraman basah, yaitu merendam ikan di dalam larutan garam. Cara tersebut biasanya dilakukan terhadap ikan-ikan berlemak tinggi. Fermentasi dengan cara penggaraman basah biasanya juga terjadi fermentasi laktat. Pada cara itu, sering ditambahkan cuka, bumbu-bumbu dan bahan pengawet lainnya. Penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi antara lain: a. Meningkatkan rasa ikan. b. Membentuk tekstur yang diinginkan. c. Mengotrol mikroorganisme, yaitu merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen. 100 Fermentasi Laktat Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Bakteri asam laktat homofermentatif. Bakteri ini dapat mengubah 95% dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tetapi jumlahnya sangat kecil. b. Bakteri asam laktat heterofermentatif, mengubah glukosa dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi Fermentasi bahan pangan merupakan hasil kegiatan beberapa mikroorganisme. Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan dari mikroorganisme perlu diperhatikan. Sehingga apabila kita berbicara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, tentunya tidak lepas dari kegiatan mikroorganisme itu sendiri. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi meliputi suhu, oksigen, air dan substrat. a. Suhu Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan menentukan macam organisme yang dominan selama fermentasi. Beberapa hal yang berkaitan dengan suhu untuk setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Suhu minimum, di bawah suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi. 2) Suhu optimum, sebagai suhu yang memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme paling cepat. 3) Suhu maksimum, di atas suhu itu pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi lagi. 101 b. Oksigen Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi. c. Substrat Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan yang akan menjadi sumber energi, dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Substrat (makanan) yang dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan hidupnya berhubungan erat dengan komposisi kimianya. Kebutuhan mikroorganisme akan substrat juga berbeda-beda. Ada yang memerlukan substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan substrat yang sangat sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang memiliki sistem enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme lain. Komposisi kimia hasil pertanian yang terpenting adalah protein, karbohidrat dan lemak. Pada pH 7,0 protein mudah sekali digunakan oleh bakteri sebagai substrat. Karbohidrat seperti pektin, pati dan lainnya merupakan substrat yang baik bagi kapang dan beberapa khamir. d. Air Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah water activity atau aktivitas air = aw, yaitu perbandingan antara tekanan uap dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang sama. 102 Kerusakan pada Produk Fermentasi Hasil Perikanan Produk fermentasi hasil perikanan dapat mengalami kerusakan jika tahapan yang dilakukan tidak tepat. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif dan pertumbuhan bakteri yang diinginkan menjadi terhambat. Apabila suhu terlalu rendah akan mengakibatkan bakteri yang tidak kita inginkan tumbuh. Kadar garam yang tidak sesuai dengan pertumbuhan bakteri halofilik mengakibatkan bakteri proteolitik tidak dapat tumbuh, justru bakteri pembusuk yang akan tumbuh. Disamping itu, alat-alat yang digunakan harus steril demikian juga pada saat proses pengolahan. Jadi yang tumbuh hanya mikroorganisme yang diinginkan bukan bakteri pembusuk dan patogen yang justru tumbuh sehingga mengakibatkan kerusakan pada produk fermentasi. Beberapa Produk Hasil Fermentasi Peda Peda merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang dilakukan secara tradisional karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Peda digolongkan sebagai ikan asin basah. Pada proses pembuatannya, ikan peda sengaja dibiarkan setengah kering sehingga proses fermentasi dan autolisis tetap berlangsung. 103 Gambar 38. Ikan peda Pada proses fermentasi peda terjadi penguraian senyawa protein kompleks yang terdapat pada tubuh ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan sendiri atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam kondisi terkontrol. Penambahan garam dilakukan pada proses fermentasi. Garam berfungsi untuk menciptakan kondisi terkontrol sehingga bakteri pembusuk pertumbuhannya terhambat sedangkan ragi atau jamur dibiarkan tumbuh pesat. Pada proses selanjutnya peran garam adalah sebagai pengawet, terutama saat penyimpanan. Bahan baku peda umumnya dibuat dari jenis ikan yang berkadar lemak tinggi. Ketika proses fermentasi berlangsung akan terjadi perubahan kimia antara lain reaksi pada lemak yang memberikan cita rasa khas. Jenis ikan yang bisa digunakan menjadi peda antara lain ikan kembung (Rastreligger sp), layang (Decapterus sp), tawes (Puntius javanicus), mujaer (Tilapia mossambica), mas 104 (Cyprinus carpio), dan selar (Caranz sp). Akan tetapi pada umumnya jenis ikan yang sering digunakan adalah ikan kembung (Rastreligger sp). Fermentasi jenis ikan ini menghasilkan cita rasa yang lebih enak dibandingkan dengan jenis ikan lain. Ikan peda terdiri dari dua jenis yaitu ikan peda putih dan merah (warnanya kecoklat-coklatan). Peda yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna kecoklat-coklatan, tekstur dagingnya maser, pHnya 6,0-6,4, rasanya khas disebabkan adanya proses fermentasi. Konsumen biasanya lebih menyukai peda merah. Peda merah kandungan lemaknya tinggi sehingga akan memenuhi cita rasa peda. Warna kecoklat-coklatan disebabkan oksidasi lemak yang terdapat pada tubuh ikan. Kandungan lemak peda merah berkisar antar 7-14% yang akan memberikan rasa gurih. Tekstur peda merahpun lebih maser dibandingkan peda putih. Tabel 4. Komposisi Kimia Peda dan Peda Putih Komposisi Peda merah (%) Peda putih (%) Air 44 - 47 44 - 47 Lemak 7 - 14 1,5 - 7 Protein 21 - 22 26 - 37 NaCl 15 - 17 12 - 18 Tahap-tahap pembuatan peda antara lain adalah sortasi bahan baku, pengaraman, fermentasi dan pematangan. a. Sortasi bahan baku Ikan yang akan diolah menjadi peda disortasi berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegaran. Ikan disiangi dengan cara membuang sisik, insang, dan isi perutnya. Agar perut ikan tidak sobek, yang akan merusak bentuk ikan, pembuangan isi perut dilakukan dengan menarik insang secara 105 perlahan-lahan sampai seluruh isi perut tertarik keluar. Ikan yang sudah disiangi dicuci dan ditiriskan. b. Penggaraman Ikan disusun secara berlapis di dalam wadah. Setiap lapisan ditaburi garam sebanyak 20% - 30%. c. Fermentasi Wadah ditutup kemudian didiamkan selama kurang lebih satu minggu. Proses penggaraman dianggap selesai apabila telah terbentuk larutan garam yang berasal dari tubuh ikan. d. Pematangan Wadah tempat proses fermentasi dibongkar. Ikan dikeluarkan dan dibersihkan dari sisa garam yang masih menempel. Ikan dijemur sambil dibolak-balik selama 2 – 3 jam. Setelah kering, ikan dimasukkan kembali ke dalam wadah bersih dan ditutup. Proses ini berlangsung minimal selama satu minggu. Selama proses fermentasi berlangsung akan terbentuk asam propionat yang dapat memberikan rasa khas juga berfungsi sebagai bahan pengawet. Proses ini dianggap selesai apabila telah tercium aroma ikan peda yang khas, tekstur dagingnya lembut dan berwarna merah kecoklat-coklatan. Untuk meningkatkan daya awetnya, ikan peda dijemur kembali selama kurang lebih 6 jam. Penjemuran ini bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Selanjutnya ikan peda disimpan di tempat yang bersih dan kering. 106 Prosedur pembuatan peda Ikan dibuang isi perut, sisik, dan insangnya Cuci dalam air bersih yang mengalir Ikan dimasukkan ke dalam wadah/belanga Taburkan garam. Tutup wadah/belanga. Biarkan selam 1 minggu Jemur sampai kering Masukkan ke dalam wadah. Fermentasi minimal satu minggu Jemur selama 6 jam Ikan peda 107 Bakteri yang terdapat pada ikan peda terutama jenis bakteri gram positif berbentuk koki, bersifat nonmotil, hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta bersifat proteolitik. Kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen negatif, beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon untuk hidupnya. Bakteri yang diisolasi dari ikan peda mempunyai sifat mesofilik dengan pH 6-8 dan termasuk ke dalam kelompok bakteri haloteran sampai bakteri halofilik. Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah mikroba yang berasal dari ikan itu sendiri atau dari garam yang ditambahkan. Dari beberapa uji yang dilakukan, ditemukan mikroba-mikroba yang diduga merupakan bakteri jenis Acinetobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Halobacterium atau Halococcus dan termasuk dalam bakteri gram negatif. Sedangkan untuk bakteri gram positif diduga dari jenis Micrococcus, Staphylococcus dan Corynebacterium. Mutu peda ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan, cara pengolahan, dan cara penyimpanannya. Selama proses fermentasi, terjadi penurunan kadar air akibat penambahan garam yang sifatnya menarik air dalam bahan. Pada fermentasi tahap I, penambahan garam mengakibatkan penurunan kadar air sampai waktu tertentu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil. Garam yang masuk ke dalam daging ikan akan menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan fisik, terutama protein. Garam akan mendenaturasi protein dan mengakibatkan terjadinya koagulasi. Akibat dari proses itu, air akan keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut. Pada fermentasi tahap II, akan terjadi pemecahan protein, lemak dan komponen lainnya. Pada tahap itu, enzim yang berperan adalah enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas enzim selanjutnya akan merangsang aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba. Selama fermentasi, asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Next >