< PreviousPerundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 98 2. Merger (penggabungan) beberapa industri farmasi kecil dan menengah 3. Focusing, artinya industri farmasi melakukan pilihan secara terbatas produk-produk apa saja yang bisa diproduksi, sehingga sumber daya dan dana yang tersedia dikonsentrasikan pada sediaan tertentu saja (tidak semua item produk diproduksi) Tentu saja semua langkah dan strategi tersebut di atas perlu dipersiapkan dengan matang, baik oleh industri farmasi sendiri maupun oleh pemerintah, dalam hal ini Badan POM selaku regulator industri farmasi di Indonesia, agar penerapan c-GMP bagi industri farmasi di Indonesia ini tidak membawa dampak yang buruk bagi perkembangan industri farmasi di Indonesia, khususnya bagi industri farmasi skala kecil dan menengah. Karena bagaimanapun, keberadaan industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu bagian penting dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Cara Produksi Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman dasar dalam pembuatan obat yang menyangkut seluruh aspek dalam produksi dan pengendalian mutu meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin agar produk obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Yang dimaksud dengan pengawasan dan pengendalian yang menyeluruh yaitu pengawasan yang dilakukan sejak pengadaan bahan awal, proses pembuatan obat hingga menjadi obat jadi termasuk juga pengawasan terhadap bangunan, peralatan yang digunakan, personalia yang membuat obat, higiene dan sanitasi. Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam CPOB antara lain : (1) Produk antara adalah tiap bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan obat jadi. (2) Produk ruahan adalah tiap bahan olahan yang mesih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi. (3) Pengawasan Mutu (Quality Control) adalah semua upaya yang dilakukan selama pembuatan dan dirancang untuk menjamin keseragaman produk obat yang memenuhi spesifikasi, identitas,kekuatan,kemurnian dan karakteristik lain yang ditetapkan. (4) Karantina adalah status dari bahan/produk yang dipisahkan sementara menunggu keputusan apakah bahan/produk tersebut dapat digunakan untuk pengolahan, pengemasan, distribusi. (5) Diluluskan atau release adalah status suatu bahan atau produk yang diperbolehkan untuk digunakan dalam pengolahan, pengemasan dan distribusi. (6) Ditolak atau reject adalah status bahan atau produk yang tidak diizinkan digunakan pada pengolahan, pengemasan dan distribusi. (7) Batch adalah sejumlah produk obat yang dihasilkan alam satu siklus pembuatan berdasarkan suatu formulasi tertentu yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam. Esensi suatu batch adalah homogenitasnya. (8) Lot adalah Sebagian tertentu dari suatu batch yang memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang ditatapkan. (9) Spesifikasi adalah adalah suatu uraian pemerian dari bahan awal, produk antara, produk ruahan atau produk jadi dalam segi sifat kimia, fisika dan apabila perlu juga mikrobiologinya. Umumnya spesifikasimeliputi ketentuan deskriptif dan numerik yang menyatakan standar toleransi yang masih diperbolehkan. (10) Tanggal pembuatan adalah tanggal yang menunjukkan selesainya proses pembuatan suatu batch tertentu. Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 99 (11) Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. b) Aspek-aspek CPOB Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 : (1) manajemen mutu; Industri farmasi harus mampu membuat obat agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaanya. Diperlukan adanya manajemen mutu untuk dapat mencapai tujuan mutu secara konsisten yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Dalam aspek manajemen mutu terdapat hal-hal penting, yaitu : a) Pemastian mutu ( QA ), merupakan totalitas semua pengukuran yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya b) Pengawasan mutu ( QC ), bagian yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dapat dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat c) Pengkajian mutu produk Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi (2) Personalia Jumlah karyawan di semua bagian hendaknya memiliki cukup pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya, memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional Persyaratan Minimal personalia/karyawan dalam CPOB Karyawan dalan suatu industri farmasi yang menerapkan CPOB harus memiliki persyaratan minimal sebagai berikut : (1) Profesional (memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan) (2) Sehat fisik dan mental (3) Memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi terhadap CPOB. (3) bangunan dan fasilitas Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Sarana kerja yang memadai sangat diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan dan dikendalikan. Syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah : a) Lokasi bangunan dirancang untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air b) Gedung dirancang dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya hewan Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 100 (4) Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan peralatannya Syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah : a) Desain dan konstruksi Peralatan yang digunakan tidak boleh bereaksi atau menimbulkan akibat bagi bahan yang diolah Peralatan dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar serta peralatan tersebut tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar ditempatkan di daerah di mana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan sempurna Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat b) Pemasangan dan penempatan Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung Tiap peralatan utama hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas Semua pipa, tangki, selubung pipa atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum, kemurnian air, penyulingan air dan fasilitas yang lainnya hendaklah di validasi untuk memastikan bahwa sistem – sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan tujuan c) Pemeliharaan Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk Prosedur – prosedur tertulis untuk perawatan peralatan dibuat dan dipatuhi Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama dicatat dalam buku catatan harian. (5) Sanitasi dan higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi : personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, produksi serta wadahnya, dan Setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu (6) Produksi Produksi dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Ruang lingkup Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 101 produksi meliputi : bahan awal, validasi proses, pencemaran, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan serta bahan dan produk kering (7) pengawasan mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Tugas pokok pengawasan mutu meliputi : penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi, menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan – bahan dan produk, meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluwarsa, mengevaluasi pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan, menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak. (8) Inspeksi diri dan audit mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah : mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan, bahan awal obat dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan gedung dan peralatan. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pemimpin perusahaan sekurang – kurangnya tiga orang dibidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB (9) Penanganan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang menimbulkan efek samping atau masalah medis lainnya yang menyangkut masalah fisik, reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi, Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. (10) Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi dan manajemen yang meliputi : spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Dokumen nya antara lain : dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan - pembersihan dan pengendalian ruangan serta peralatan, dokumen dalam pennganan keluhan obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusu, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi karyawan (11) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima kontrak, harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing – masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets yang menjadi tanggung jawab kabag pemastian mutu ( QA ) (12) Kualifikasi dan validasi Semua kegiatan validasi hendaknya direncanakan dahulu dan didokumentasikan sementara secara singkat, tepat dan jelas dalam RIV ( rencana induk validasi ). RIV sekurang – kurangnya mencakup : kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 102 ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen, protokol, dan laporan validasu, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, acuan dokumen yang digunakan c) Tujuan Penerapan CPOB terkini (CPOB : 2006) Penerapan CPOB Terkini (CPOB: 2006) merupakan upaya pemerintah (Badan POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi/obat secara terus-menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat. Di samping itu, penerapan CPOB: 2006 ini juga bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun untuk pasar ekspor (2) mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih terjamin (3) peningkatan company image dan volume pasar (4) menghindari produk yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya (5) menghindari resiko regulasi (6) lebih menjamin waktu pemasaran. Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru ini industri farmasi di Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang sudah di depan mata. d) Pembagian area CPOB : 2001 Area atau daerah dalam suatu industri farmasi / pabrik obat yang menerapkan CPOB dapat dibagi menjadi 4 area / daerah yaitu : (1) Ruang kelas I ( White area) : jumlah partikel ( non patogen ) ukuran ≥ 0,5 µm maksimum 100/ft3 misalnya ruangan di bawah LAF (Laminair Air Flow) (2) Daerah kelas II ( clean area) : jumlah partikel ( non patogen ) ukuran ≥ 0,5 µm maksimum 10.000/ft3 misalnya ruang prosesing sediaan steril dan ruang pengisian sediaan steril. (3) Daerah kelas III (grey area) : jumlah partikel ( non patogen ) ukuran ≥ 0,5 µm maksimum 100.000/ft3 misalnya ruang timbang bahan baku, ruang prosesing, ruang sampling, ruang pengemasan primer. (4) Daerah kelas IV (black area) : jumlah partikel ( non patogen ) ukuran ≥ 0,5 µm maksimum 1000.000/ft3 misalnya gudang, kantor, toilet, koridor, laboratorium, ruang pengemasan sekunder, ruang pembersihan wadah, locker. 2) Bacalah berita berikut dan diskusikan dengan temanmu! Harmonisasi regulasi farmasi ASEAN telah menjadi kesepakatan dan komitmen regional yang akan dilaksanakan pada tahun 2008 . Dalam waktu kurang dari dua tahun, farmasi Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 103 Indonesia akan memasuki era baru sekaligus lanskap baru yang penuh dengan tantangan dengan implikasinya yang luas. Harmonisasi tersebut akan menciptakan pasar tunggal ASEAN untuk produk farmasi. Suatu peluang sekaligus ancaman potensial bagi farmasi Indonesia menghadapi persaingan regional yang terbuka dan tidak terproteksi. Harmonisasi regulasi farmasi ASEAN tidak hanya berimplikasi pada industri farmasi Indonesia, tetapi juga pada seluruh mata rantai kefarmasian Indonesia. Pertanyaan stratejiknya adalah apakah Indonesia telah memiliki keunggulan daya saing nasional (national competitive advantage) dalam menghadapi pasar tunggal farmasi ASEAN? Dalam skala mikro jawabannya terletak pada distinctive resources dan capabilities advantage yang dimiliki oleh Indonesia. Bersamaan dengan itu lingkungan makro strategis Indonesia tentu dituntut untuk lebih kompetitif dalam memfasilitasi dan memacu pertumbuhan kefarmasian Indonesia. Perlu disadari bahwa pada pasar tunggal farmasi ASEAN nanti yang bersaing tidak hanya diantara negara-negara ASEAN, tetapi perusahaan-perusahaan global MNC dipastikan akan memainkan peran dan memanfaatkan peluang yang ada. Market size ASEAN yang cukup besar dan buying power yang terus meningkat merupakan attractiveness tersendiri bagi MNC untuk „mengendalikan” pasar farmasi ASEAN. Perusahaan farmasi MNC tentu mempunyai kalkulasi tersendiri di negara ASEAN mana mereka akan membangun regional base sekaligus melakukan investasi yang besar. Menghadapi tantangan dengan lanskap persaingan yang lebih complicated, Indonesia harus mempunyai persiapan dan kesiapan sehingga tantangan tersebut dapat dikonversikan menjadi peluang dan energi yang memacu kemajuan kefarmasian Indonesia. Dalam konteks ini kefarmasian Indonesia harus memiliki scenario, road map dan planning dengan arah dan goal yang jelas. Semua unsur dan elemen kefarmasian Indonesia mesti bergerak kedepan membangun keunggulan kompetitif yang sustainable. Dalam konteks ini Pemerintah harus mampu berlaku sebagai dirigen orchestra kefarmasian yang cerdas dan visioner. Kekalahan fatal dapat terjadi jika institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian tidak memahami persoalan dan tidak memiliki visi. Pada point ini Pemerintah bahkan dapat menjadi faktor kendala bagi kemajuan kefarmasian Indonesia. Industri Farmasi Global dan Regional Dalam realitasnya industri farmasi mempunyai kontribusi stratejik dengan multiplier effect yang luas pada semua aspek interal kefarmasian. Industri farmasi (MNC) ádalah kompleks, dinamis dan berdimensi global dengan karasteristik belanja (expenditure) R&D yang tinggi dan regulasi yang ketat. Pada industri farmasi, knowledge dan knowledge management mempunyai peran yang penting, karena industri farmasi ádalah strongly science-based industry dan the most research – intensive and innovative sector manufacturing . Pada tigapuluh tahun terakhir ini industri farmasi mengalami perubahan yang dramatik . Kemajuan pada sain biologi dan hadirnya bioteknologi merupakan mesin revolusi ini . Dimulai penemuan ‟double helix structur of DNA” dan pengembangan teknik rekayasa genetik maka kemampuan untuk memahami mekanisme aksi obat dan biokimia serta akar molekuler banyak penyakit menjadi meningkat cepat. Hal ini menciptakan peluang untuk pengobatan baru yang sangat bermakna bagi industri farmasi. Pada tahun 2001 bioteknologi memberikan kontribusi pada pengembangan produk baru mencapai 35%. Sementara itu belanja R&D di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang juga terus meningkat secara signifikan. Komitmen terhadap R&D sangat jelas terefleksikan dengan meningkatnya R&D terhadap penjualan industri farmasi di tingkat global. Selama tahun 1970-an persentase biaya R&D terhadap penjualan berkisar 11,5% dan selama tahun 1980-an dan tahun 1992 menjadi 17%. Pada tahun 1995 dan 1996 meningkat lagi menjadi 19%. Perusahaan farmasi global menghadapi kondisi demanding dalam R&D dan harus melakukan investasi dalam jumlah yang besar. Untuk menemukan obat baru – new chemical entity – sampai menjualnya di pasar, diperlukan biaya antara US$ 350 juta sampai dengan US& 500 juta. Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 104 Faktor yang menyebabkan besarnya biaya inovasi obat antara lain ialah: 1) teknologi; 2) bahan aktif baru yang lebih kompleks; 3) riset berfokus pada penyakit kronik dan degeneratif dengan biaya yang lebih mahal dan 4) persyaratan regulatori yang lebih ketat. Perusahaan farmasi dengan belanja R&D yang besar dan konsisten, pada kenyataannya menjadi pemimpin industri . Hal ini karena intensitas R&D mempunyai relevansi dengan pertumbuhan penjualan. Dalam tahun 1995, industri farmasi global menunjukkan peningkatan penjualan 9,7% per tahun dengan kenaikan harga pada tingkat sedang. Achilladelis dan Antonakis (2000) dalam studinya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan/korelasi antara level belanja R&D dengan kemampuan inovasi. Dalam kasus industri farmasi, Amerika Serikat, Switzerland, Jerman, Inggris dan Perancis memberikan kontribusi lebih dari 80% inovasi dan mereka mengekspor lebih dari 60% perdagangan farmasi dunia. Sejalan dengan meningkatnya belanja R&D pada industri farmasi, penjualan global produk farmasi juga meningkat dalam jumlah yang signifikan. Pada tahun 1975 penjualan pasar farmasi dunia tercatat US$ 30 miliar, tahun 1995 meningkat menjadi US$ 250 miliar dan tahun 2005 meningkat lagi menjadi US$ 602 miliar. Demikian juga pasar Amerika Serikat mengalami kenaikan yang cukup besar. Pada tahun 1975 total penjualan di Amerika Serikat tercatat hanya US$ 6,5 miliar tahun 1995 meningkat menjadi US$ 30 miliar dan tahun 2005 meningkat menjadi US$ 265 miliar. Dewasa ini Amerika Serikat, Eropa dan Jepang merupakan pasar farmasi terbesar di dunia. PERKEMBANGAN PASAR FARMASI GLOBAL DAN USA (dalam millar US$) (diolah dari berbagai sumber) Realitas tersebut diatas sejalan dengan pendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk meluncurkan produk baru. Untuk mencapai keberhasilan ini diperlukan technological knowledge, kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen ilmu pengetahuan pada produk baru yang berharga (valuable new product) dan aset komplementer untuk memfasilitasinya, antara lain manufakturing, penjualan dan distribusi produk tersebut. Pada tahun 2001 pasar farmasi Asia Pasifik (13 negara di luar Jepang) mencapai sekitar US$ 26 miliar. Pasar Asia Pasifik tersebut (di luar Jepang) sekitar 70% di dominasi oleh 4 negara yaitu China, India, Korea dan Australia. Realitas ini juga sejalan dengan kekuatan pengembangan industri bahan baku farmasi di Asia yaitu Jepang, China, India dan Korea. Industri farmasi di kawasan ASEAN mempunyai pertumbuhan yang cukup baik, meskipun masing-masing memiliki pola pertumbuhan yang relatif berbeda dalam konteks industri farmasi domestiknya. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki industri farmasi domestik yang paling kuat dan market size yang paling besar. Industri farmasi domestik Indonesia memiliki market share sekitar 75% dan MNC sekitar 25%. Di Malaysia, Thailand dan Filipina market share MNC (termasuk produk MNC yang diimpor) lebih besar dibandingkan dengan market share industri farmasi domestiknya. Ini berarti pada pasar tunggal farmasi ASEAN nanti, industri farmasi Indonesia tidak akan hanya bersaing dengan industri domestik, tetapi juga akan bersaing dengan MNC yang beroperasi di ASEAN. Dalam konteks ini harus ada strategi yang jelas pada segmen mana industri farmasi Indonesia akan bersaing di pasar ASEAN. Dibandingkan dengan populasi, meski pertumbuhan pasar farmasi Indonesia cukup baik – market size Indonesia masih kurang proporsional dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini disebabkan tingkat konsumsi obat per kapita Indonesia masih terendah di ASEAN. Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 105 Industri Farmasi Indonesia Industri farmasi Indonesia tentu tidak dapat mengisolasi diri dari perkembangan dan persaingan regional maupun global. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh industri farmasi Indonesia akan semakin kompleks. Terbentuknya pasar tunggal farmasi ASEAN akan menyebakan produk farmasi lebih leleuasa keluar masuk diantara negara-negara ASEAN tanpa adanya barrier, baik tariff barrier maupun non tariff barrier. Sebagaimana negara-negara yang sedang berkembang lainnya, industri farmasi Indonesia bukan research based company. Industri farmasi Indonesia (perusahaan domestik) beroperasi terutama pada obat branded generic (obat off patent), obat lisensi dan obat generik. Implikasinya adalah kegiatan R&D mempunyai porsi yang kecil dan berperan kurang signifikan pada pertumbuhan industri farmasi. Kecilnya peran R&D ini tercermin dalam alokasi biaya R&D industri farmasi Indonesia rata-rata di bawah 2% dari penjualan . Riset yang dilakukan terbatas hanya pada formulasi produk, bukan pengembangan bahan baku baru (new chemical entity/NCE). Kedepan implikasinya adalah perusahaan farmasi Indonesia tidak akan pernah bersaing pada pasar obat paten/obat inovatif . Market size industri farmasi Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 1980 obat yang beredar di Indonesia bernilai sebesar US$ 483 juta dan pada tahun 2004 tercatat US$ 2 miliar Profil industri farmasi tahun 2004 dapat dilihat pada gambar di bawah. Area persaingan perusahaan farmasi domestik Indonesia adalah pada pasar branded generik dan obat generik. Perkembangan pasar obat bebas (OTC) di Indonesia juga cukup tinggi dari tahun ketahun. Market share obat OTC di Indonesia di dominasi oleh perusahaan farmasi domestik. Meskipun hanya bergerak pada segmen branded generik, top 10 perusahaan farmasi di Indonesia sebagain besar adalah perusahaan-perusahaan domestik, seperti terlihat pada gambar di bawah. Dari profil tersebut di atas terlihat top 20 perusahaan farmasi menguasai market share lebih dari 50% dan top 60 perusahaan mengontrol pasar sekitar 84%. Ini berarti lebih dari 140 perusahaan hanya memiliki market share 16%. Fakta ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur farmasi Indonesia beroperasi pada skala kecil. Dalam konteks ini policy maker harus memiliki kebijakan dan strategi pemberdayaan industri farmasi skala kecil ini agar tetap eksis menghadapi persaingan pasar farmasi tunggal ASEAN sehingga mereka tidak tercerabut dari pasar di negerinya sendiri. Meskipun belum dalam jumlah yang besar, beberapa perusahaan manufaktur farmasi Indonesia telah mampu melakukan ekspor termasuk ke ASEAN. Potensi ini perlu terus dikembangkan dan difasilitasi oleh Pemerintah dengan kebijakan yang lebih komprehensif termasuk memberikan insentif yang atraktif bagi perusahaan yang mampu mengembangkan ekspor. Import – Ekspor Memasuki era pasar tunggal farmasi ASEAN, industri farmasi harus memperkuat keunggulan kompetitifnya terutama dengan memperkuat intangible assets-nya yang meliputi: human capital, structural capital, customer capital dan partner capital. Pemenuhan persyaratan cGMP saja tidak akan cukup untuk menjadi pemain regional yang tangguh. Innovativeness. kekuatan R&D dan kompetensi marketing adalah elemen penting yang masih harus diperkuat terus fondasinya. Untuk pengembangan ekspor, industri farmasi Indonesia harus membangun aliansi stratejik dengan mitra lokal di ASEAN. Dalam konteks ini Pemerintah harus proaktif melakukan pendekatan bilateral dengan reciprocal policy yang atraktif bagi para pihak. Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia Lembaga pendidikan tinggi farmasi sesungguhnya mempunyai peran yang sangat stratejik, baik dalam konteks penyiapan tenaga-tenaga profesional maupun sebagai reseach centre farmasi di Indonesia. Disayangkan kedua fungsi utama tersebut tidak workable optimal. Banyak lembaga pendidikan tinggi farmasi di Indonesia terutama pendatang baru yang terperangkap dalam paradigma kuantitas. Jumlah lembaga pendidikan tinggi farmasi di Indonesia (lebih dari 40 institusi?) secara ekstrem telah melebihi kebutuhan riil dan daya dukung infrastruktur kefarmasian Indonesia. Ketidak seimbangan antara suppy dan demand ini mempunyai implikasi yang sangat serius terhadap kualitas dan eksistensi Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 106 profesi farmasi di masa depan. Over supply pharmacist yang tidak mengindahkan aspek mutu secara ketat, akan menyebabkan value dan bargaining position profesi farmasi mengalami degradasi di masa mendatang. Untuk itu adalah suatu keharusan untuk meriview kembali sistem, kualitas maupun kuantitas lembaga pendidikan tinggi farmasi di Indonesia dengan standar yang ketat. Di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, mestinya lembaga pendidikan tinggi farmasi di Indonesia berani melakukan redesign sistem pendidikan dan trainingnya, bahkan sudah saatnya melakukan kolaborasi – joint program dengan lembaga pendidikan tinggi farmasi terkemuka di dunia dengan membuka kelas internasional. Dalam rangka memperkuat kapabilitas pendidikan tinggi farmasi di Indonesia sudah saatnya dikembangkan kolaborasi – mutual benefit - dengan berbagai industri farmasi, obat tradisional, kosmetika dan makanan sebagai teaching industry. Demikan juga dengan rumah sakit pendidikan untuk memperkuat basis clinical pharmacy. Lembaga pendidikan tinggi farmasi harus dapat bergerak paralel dan bersinergi dengan industri farmasi maupun industri jasa kesehatan. Dengan demikian lembaga pendidikan tinggi farmasi dapat menjadi pilar yang kuat bagi pengembangan kefarmasian Indonesia di masa depan. Saat ini kegiatan riset dan pengembangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi farmasi relatif masih sangat terbatas dan sebagian besar tidak memiliki peluang untuk dapat dikembangkan secara komersial. Dalam konteks ini perlu dilakukan mediasi antara lembaga pendidikan tinggi farmasi dan industri. Riset terapan komersial akan lebih efisien bila dilakukan oleh tenaga peneliti di universitas yang didukung pembiayaan dari industri atau pemerintah . Rangkuman Perundang – undangan Kesehatan Jilid 2 Direktorat Pembinaan SMK (2013) 107 Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah ditanda-tanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini / c-GMP ) bagi industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan surat keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006. Cara Produksi Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman dasar dalam pembuatan obat yang menyangkut seluruh aspek dalam produksi dan pengendalian mutu meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin agar produk obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Yang dimaksud dengan pengawasan dan pengendalian yang menyeluruh yaitu pengawasan yang dilakukan sejak pengadaan bahan awal, proses pembuatan obat hingga menjadi obat jadi termasuk juga pengawasan terhadap bangunan, peralatan yang digunakan, personalia yang membuat obat, higiene dan sanitasi. Dalam aspek manajemen mutu terdapat hal-hal penting, yaitu : a) Pemastian mutu ( QA ), merupakan totalitas semua pengukuran yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya b) Pengawasan mutu ( QC ), bagian yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dapat dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat c) Pengkajian mutu produk Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi Harmonisasi regulasi farmasi ASEAN telah menjadi kesepakatan dan komitmen regional yang akan dilaksanakan pada tahun 2008 . Dalam waktu kurang dari dua tahun, farmasi Indonesia akan memasuki era baru sekaligus lanskap baru yang penuh dengan tantangan dengan implikasinya yang luas. Harmonisasi tersebut akan menciptakan pasar tunggal ASEAN untuk produk farmasi. Suatu peluang sekaligus ancaman potensial bagi farmasi Indonesia menghadapi persaingan regional yang terbuka dan tidak terproteksi. Next >