< Previous112 membayahakan kesehatan. Pemilahan adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik. Sebab sampah organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak demikian halnya dengan sampah non organik. Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut: Gambar 28. Proses pemilahan sampah Sumber: http://merbabu.com/artikel/sampah.php Kegiatan 5 : Berkaitan dengan materi penanganan limbah non B3, salah satunya adalah penanganan sampah. Amati bagaimana caranya memilah sampah yang ada sekitar anda misal di rumah, di sekolah, di industri dll.! Diskusikan hasil 113 Model 1: Pemilahan oleh Rumah Tangga Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Setiap anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya memiliki tanggung jawab yang sama dalam pemilahan di rumah tangga. Jangan lupa, setelah memilah sampah, cuci tangan pakai sabun! Contoh-contoh wadah pemilahan dapat dilihat pada foto dan gambar berikut ini. 114 Gambar 29. Pemilahan sampah Sumber: http://green.kompasiana.com/polusi/2012/07/11/ hebat-sampahpun-dikorupsi-470604.html Model 2: Pemilahan oleh Petugas (Tingkat Komunal) Jika pemilahan di rumah sulit dan perlu waktu lama untuk diterapkan, sedangkan di wilayah RT atau RW tersedia area yang cukup luas, maka model yang kedua ini cocok diterapkan. Gambar 30. Pemilahan sampah oleh petugas Sumber:http://vessel-komposter.blogspot.com/ 2012_08_01_archive.html (2) Pola Pemilahan (a) Pola Pengumpulan Pertama (Dari Rumah Ke TPS/ Tempat Pembuangan Sementara) Pengumpulan pertama umumnya didukung oleh prasarana yang terdiri dari pewadahan dan gerobak pengangkut. Bentuk, ukuran dan bahan prasarana pendukung ini sangat bervariasi. Prinsipnya, pewadahan sampah yang ditempatkan di area terbuka harus 115 dilengkapi dengan penutup agar air hujan tidak masuk. Tong atau bak sampah juga perlu mempertimbangkan kemudahan bagi petugas sampah untuk mengeluarkan sampah dan memindahkannya ke dalam gerobak sampah. (b) Pola Penanganan Sampah di TPS Penanganan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) adalah kewenangan pemerintah daerah. Namun agar sistem pengelolaan sampah di masyarakat dapat bersinergi dengan sistem lanjutannya, pengetahuan tentang penanganan sampah di TPS sangat penting. Gambar 31. Pola penanganan sampah di TPS Sumber:http://usedetroit.blogspot.com/ 2010/01/proses-persamapahan-di-kec-sario-manado.html Keterangan: 1. Sampah dihasilkan dari rumah 2. Tukang sampah mengumpulkan sampah di gerobak 116 3. Tukang sampah memindahkan sampah dari gerobak ke TPS 4. Sampah dipindahkan dari TPS ke truk oleh petugas pengangkut truk Dinas Kebersihan 5. Sampah dari truk ditimbun di TPA Masalah teknis yang sering timbul di TPS umumnya disebabkan oleh: Ketidaksesuaian kapasitas TPS dengan jumlah sampah yang masuk, sehingga banyak sampah yang tidak tertampung dan berceceran Jadwal pengangkutan ke TPA yang tidak lancar, sehingga sampah terkadang harus ’menginap’ di TPS (c) Pola Pengolahan Pengolahan sampah adalah upaya yang sangat penting untuk mengurangi volume sampah dan mengubah sampah menjadi material yang tidak berbahaya. Pengolahan dapat dilakukan di sumber, di TPS, maupun di TPA. Prinsipnya adalah dilakukan setelah pemilahan sampah dan sebelum penimbunan akhir, sehingga sering juga disebut pengolahan antara. Pengolahan sampah non B3 diantaranya dapat dilakukan: Pencacahan: pengolahan fisik dengan memotong/mengurangi ukuran sampah agar lebih mudah diolah, misalnya untuk proses pengomposan rumah tangga. 117 Pemadatan: pengolahan fisik dengan menambah densitas (kepadatan) sampah agar volumenya berkurang, terutama untuk menghemat penggunaan truk untuk pengangkutan sampah ke TPA. Contohnya di DKI Jakarta adalah stasiun peralihan antara (transfer station)di Cakung, di Bandung sudah di sediakan beberapa TPA. Pengomposan/komposting: pengolahan sampah organik melalui pembusukan (proses biologis) yang terkendali. Hasil yang diperoleh disebut kompos. Daur ulang sampah non organik: pengolahan fisik dan kimia untuk mengubah sampah non organik menjadi material baru yang dapat dimanfaatkan kembali. Contoh: melelehkan plastik dan mencacahnya menjadi bijih plastik, membuat bubur kertas untuk menjadikan kertas daur ulang, dan membuat kerajinan atau hasta karya. Pembakaran: pengolahan fisik dengan membakar sampah pada temperatur tinggi (diatas 1000 derajat celcius). Pembakaran atau insinerasi sangat mahal dan perlu teknologi tinggi agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Karena itu, insinerasi tidak cocok untuk tingkat RT atau RW, yang jumlah sampahnya masih dibawah 120 ton per hari. Lebih jelasnya pengolahan sampah non B3 tersebut diantaranya dapat dilakukan : 1. Pengomposan (a) Pengertian dan Tujuan Pengomposan/ Komposting Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang 118 terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA menjadi berkurang. Adapun kompos sebagai produk komposting adalah hasil tambahan atau bonus yang dapat kita gunakan untuk tanaman sendiri ataupun untuk dijual. (b) Prinsip Dasar Pengomposan/Komposting Proses perubahan sampah organik menjadi kompos merupakan proses metabolisme alami dengan bantuan makhluk hidup. Untuk itu, ada beberapa faktor yang wajib dipenuhi. Gambar 32. Alur proses pengomposan (c) Langkah alur proses pengomposan adalah : 1. Mikroorganisme atau mikroba, yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat kecil) yang hanya dapat dilihat melalui 119 mikroskop, misalnya bakteri dan jamur. Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil pencernaannya adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin baik proses komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari kompos yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur (humus). 2. Udara. Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara). Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun, pembalikan dan pengadukan secara teratur sangat penting dalam komposting. 3. Kelembaban. Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 – 70%. Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka siram atau percikkan lah air jika terlalu kering. 4. Suhu. Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara 120 bertahap yang menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk komposting adalah 45 – 70 derajat celcius. 5. Nutrisi. Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi. Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat komposting berakhir. 6. Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6 – 8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga perlu diperhatikan dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya, perlu dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam komposter. (d) Aerob Aerob adalah kondisi dimana udara atau oksigen hadir dalam suatu reaksi biologis, misalnya dalam proses komposting. Kondisi sebaliknya disebut dengan anaerob, yaitu kondisi tanpa udara atau oksigen, misalnya sampah yang ditimbun di TPA. Kondisi anaerob menyebabkan tumpukan/timbunan sampah organik berbau busuk dan tidak sedap, disebabkan reaksi 121 biologis yang terjadi. Oleh karena itulah pada proses komposting kondisi anaerob harus dihindari. Caranya, berikan sirkulasi udara yang baik atau lakukan proses pembalikan yang teratur. (e) Sampah Organik Sebagai Jenis Sampah yang dapat Dikomposkan Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, ampas perasan kelapa, dan potongan rumput /daun/ ranting dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah organik setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena proses biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu sendiri oleh mikroorganime dengan dukungan faktor lain yang terdapat di lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya adalah melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan pengomposan atau komposting. (f) Berbagai Metoda Pengomposan/Komposting Model 1: Skala Rumah Tangga a) Takakura dan modifikasinya Metoda Takakura sangat dikenal di Surabaya, karena murah dan sederhana. Menggunakan prinsip aerob (dengan udara), Takakura terdiri dari keranjang berpori, bantal sekam, Next >