< Previous162 akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditujukan. c) Metode K. Fajans, Pada metode ini digunakan indikator adsorbs, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk kaloid. d) Metode Liebig Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk andapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati titik akhir. 3. Titrasi kompleksometri Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation (ion logam) dengan zat pembentuk kompleks (ligan). Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA) yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut : 163 HOOC---CH2 CH2---COONa N---CH2---CH2---N NaOOC---CH2 CH2---COOH Reaksi pembentukan kompleks dengan ion logam adalah : H2Y2- + Mn+ Myn-4 + 2H+ H2Y2- = EDTA Larutan Na2EDTA merupakan larutan standar sekunder sehingga harus distandarisasi dengan larutan standar primer misalnya larutan Zn2+ (dari logam Zn atau garam ZnSO4.7H2O) atau Mg2+. Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida. Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titar dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. 164 Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah: a. Hitam eriokrom Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8-10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah sehingga titik akhir sekar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10. b. Jingga xilenol Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam. c. Biru Hidroksi Naftol Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12-13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat. Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali. b) Titrasi berdasarkan reaksi reduksi oksidasi (Redoks) Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul. Sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau molekul. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, dan pelepasan elektron oleh suatu zat 165 kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Dalam reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi. Suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis sbb : Red oks + ne Dimana red menunjukkan bentuk tereduksi (disebut juga reduktan atau zat pereduksi) oks adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi), n adalah jumlah elektron yang ditransfer dan e adalah elektron. Titrasi berdasarkan rekasi redoks yaitu terjadinya perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat valensi. Reaksinya merupakan reaksi serah terima elektron, yaitu elektron diberikan oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi). Contoh: (COOH)2 + KMnO4 + H2SO4 CO2 + H2O + K2SO4 + MnSO4 Ce4+ + Fe2+ Ce3+ + Fe3+ I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6 Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zat-zat anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator. Indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi redoks adalah : 166 a. Warna dari pereaksinya sendiri (auto Indikator) Apabila pereaksinya sudah memiliki warna yang kuat, kemudian warna tersebut hilang atau berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut dapat bertindak sebagai indikator. Contoh : KMnO4 berwarna ungu, bila direduksi berubah menjadi ion Mn2+ yang tidak berwarna atau larutan I2 yang berwarna kuning coklat dan titik akhir titrasi diketahui dari hilangnya warna kuning, perubahan ini dipertajam dengan penambahan larutan amilum. b. Indikator Redoks Indikator redoks adalah indikator yang dalam bentuk oksidasinya berbeda dengan warna dalam bentuk reduksinya. Contohnya Difenilamin dan Difenilbensidina, indikator ini sukar larut di dalam air,pada penggunaannya dilarutkan dalam asam sulfat pekat. c. Indikator Eksternal Indikator eksternal dipergunakan apabila indikator internal tidak ada. Contoh, Ferrisianida untuk penentuan ion ferro memberikan warna biru. d. Indikator Spesifik Indikator spesifik adalah zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu pereaksi dalam titrasi menghasilkan warna. Contoh : amilum membentuk warna biru dengan iodium atau tiosianat membentuk warna merah dengan ion ferri. Jenis titrasi Redoks adalah : Analisis titrimetri yang berdasarkan reaksi redoks diantaranya adalah permanganometri, Iodometri, Iodimetri, Iodatometri,dan bromatometri. a) Titrasi Permanganometri Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan KMnO4. Dalam suasana asam 167 reaksi dapat dituliskan sebagai berikut: MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2O Contoh : 2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606. Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan permanganat. Sedangkan dengan asam klorida terjadi reaksi sebagai berkut: 2 MnO4- + 10 Cl- + 16 H+ 2 Mn2+ + 5 Cl2 + 8 H2O Untuk larutan tidak berwarna, tidak perlu menggunakan indikator, karena 0,01 ml kalium permanganat 0,1 N dalam 100 ml larutan telah dapat dilihat warna ungunya. Untuk memperjelas titik akhir dapat ditambahkan indikator redoks seperti feroin, asam N-fenil antranilat. Penambahan indikator ini biasanya tidak diperlukan, kecuali jika menggunakan kalium permanganat 0,01 N . b) Titrasi Iodometri/Iodimetri Iodida merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem iodium iodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini : I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 volt Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku iodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih rendah, Iodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari sistem iodium iodida. Iodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat. Satu tetes larutan iodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Untuk menaikkan kepekaan titik akhir dapat 168 digunakan indikator kanji. Iodium dilihat dengan kadar iodium 2 x 10-4 M dan iodida 4 x 10-4 M. Penyusun utama kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida. Adanya iodium dalam lapisan organik menimbulkan warna ungu. c) Titrasi Iodatometri Kalium Iodat merupakan oksidator yang kuat. Dalam kondisi tertentu kalium Iodat dapat bereaksi secara kuantitatif dengan yodida atau Iodium. Dalam larutan yang tidak terlalu asam, reaksi Iodat dengan garam Iodium, seperti kalium yodida, akan berhenti jika Iodat telah tereduksi menjadi Iodium. Reaksi : IO3- + 2 I- + 3 Cl- 3 H2O + 3 I2 I2 yang terbentuk dapat dititrasi dengan natrium tiosulfat baku. Jika konsentrasi asamnya tinggi yaitu lebih dari 4 N, Iodium yang terbentuk pada reaksi diatas akan dioksidasi oleh Iodat menjadi ion Iodium, I+. Konsentrasi ion klorida yang tinggi menyebabkan terbentuknya Iodium monoklorida yang stabil terhadap hidrolisis karena adanya asam klorida. IO3- + 2 I- + 3 Cl- + 6H+ 3ICl + 3 H2O Pada reaksi ini untuk mengamati titik akhir reaksi dapat digunakan kloroform atau karbon tetraklorida. Pada awal titrasi timbul Iodium sehingga larutan kloroform berwarna ungu. Pada titrasi selanjutnya Iodium yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi I- dan warna lapisan kloroform menjadi hilang. 169 d. Cara Pelaksanaan Titrasi 1. Mula-mula buret diisi dengan titrant (larutan baku) hingga tanda garis nol (periksa jangan ada gelembung udara). 2. Dengan mempergunakan pipet, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu erlemeyer bersih dan tambahkan kedalamnya beberapa tetes larutan indikator yang cocok (kecuali bila salah satu larutan yang direaksikan merupakan indikator juga). 3. Lakukan titrasi kedalam larutan yang berada dalam erlemeyer yaitu teteskan sedikit larutan penitar dari buret, hingga warna larutan berubah. Pada permulaan hendaknya larutan penitar dialirkan sebagai aliran kecil ke dalam erlemeyer yang terus digoyang. 4. Bila telah mendekati titik akhir, penambahan larutan penitar diatur lebih pelan dan pada akhirnya tetes demi tetes. Selama penitaran cerat (kran) buret harus dipegang dengan tangan kiri, sedangkan labu yang berisi larutan contoh dipegang dengan tangan kanan sambil digoyang-goyangkan, agar larutan bercampur dengan baik. 5. Hasil titrasi dinyatakan betul, bila pada titik akhir warna larutan yang sedang dititar berubah dengan tajam pada penambahan tetes terakhir larutan penitar. 6. Agar perubahan warna dapat diamati lebih mudah, simpanlah alas putih atau sehelai kertas putih dibawah erlemeyer penitar. Disamping itu baik pula disiapkan larutan pembanding (40-50 ml air suling dibubuhi setetes larutan bahan baku dan sekian tetes larutan indikator yang sama banyaknya seperti untuk larutan dititar) 170 Gambar 44. Proses titrasi Sumber: http://megawatimeoong.files.wordpress.com 7. Bandingkanlah warna larutan pembanding dengan warna larutan yang dititar/dititrasi. Akhirnya titik akhir titrasi dapat dicek dengan menambahkan setetes larutan yang sedang dianalisis ke dalam larutan yang telah dititar, warna larutan harus berubah dengan tajam. 8. Titrasi dilakukan sedikitnya dua kali (duplo) kalau perlu tiga kali (triple). Hasil dari dua titrasi hendaknya jangan berbeda lebih dari 0,05 mL. e. Alat Ukur yang digunakan Analisis Titrimetri Alat ukur titimetri yang umum digunakan dalam analisis kuantitatif ialah: a. Labu ukur (disebut juga labu takar, labu volumetrik, maatkolf, graduated flask) b. Pipet seukuran (pipet pindah, pipet volumetrik, vol-pipet, transfer pipette) c. Buret d. Gelas ukur (silinder ukur, graduated cylinder) 171 e. Pipet ukur (graduated pipette) Labu ukur, pipet seukuran, dan buret harus digunakan bila pengukuran volume memerlukan ketelitian yang tinggi. Sedangkan pipet ukur dan gelas ukur dapat digunakan jika ketelitiannya kurang begitu diperlukan. Pada umumnya labu ukur dikalibrasi untuk isinya yaitu volume larutan yang terkandung sesuai dengan yang dinyatakan pada labu tersebut serta tanda TC atau C yang berarti “To Contain” atau “Contain”. Keempat alat ukur lainnya, pada umumnya dikalibrasi untuk cairan yang dikeluarkan. Tanda TD pada alat-alat tersebut berarti “To Deliver” maksudnya bahwa kalibrasinya untuk volume cairan yang dipindahkan/dikeluarkan. Penggunaan alat-alat ukur titimetri agar diperhatikan: Bacalah bagian bawah meniscus untuk menentukan sikap volume. Untuk larutan yang berwarna gelap dan tidak bening dimana bagian bawah meniscus tidak tampak dengan jelas maka bacalah bagian atasnya. Jangan memegang alat tersebut dengan telapak tangan (digenggam). Peganglah labu ukur pada lehernya dan pipet pada tangkai atasnya dengan jari. Jangan mengeringkan di dalam lemari pengering atau dipanaskan. Kalau perlu keringkanlah dengan pembilasan alkohol atau aseton dan kemudian ditiup dengan blower Jagalah jangan sampai bagian bejana volumetrik menjadi kotor dan berlemak. Cucilah segera alat-alat bekas pakai sebelum disimpan di lemari. Alat-alat ini tidak boleh dipanaskan agar volumenya tidak berubah. Untuk mengeringkan alat tersebut dapat dibilasi dengan alkohol 96%. Alat yang bermulut lebar dapat ditiup dengan blower dan yang bermulut Next >