< Previous282 (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata niaga limbah B3 ditetapkan oleh Menteri yang ditugasi dalambidang perdagangan setelah mendapat pertimbangan dari Kepala instansi yang bertanggung jawab. Bagian Keempat Informasi dan Pelaporan Pasal 54 (1) Setiap orang berhak atas informasi mengenai pengelolaan limbah B3. (2) Instansi yang bertanggung jawab wajib memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)kepada setiap orang secara terbuka. Pasal 55 (1) Setiap orang berhak melaporkan adanya potensi maupun keadaan telah terjadinya pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3. (2) Pelaporan tentang adanya peristiwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disampaikan secaralisan atau tertulis kepada instansi yang bertanggungjawab atau aparat pemerintah terdekat. (3) Aparat pemerintah yang menerima pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meneruskan laporantersebut kepada instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanyapelaporan. Pasal 56 (1) Instansi yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 wajib segera menindaklanjuti laporan masyarakat. (2) Proses tindak lanjut maupun hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan kepadapelapor dan/atau masyarakat yang berkepentingan Pasal 57 Tata cara dan mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 diatur lebih lanjut oleh Keputusan Menteri. Bagian Kelima Penanggulangan dan Pemulihan Pasal 58 283 (1) Penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3 bertanggung jawab atas penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkungan hidup akibat lepas atau tumpahnya limbah B3 yang menjadi tanggung jawabnya. (2) Penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan penimbun limbah B3 wajib memilikisistem tanggap darurat. (3) Penanggung jawab pengelolaan limbah B3 wajib memberikan informasi tentang sistem tanggapdarurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada masyarakat. (4) Penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pengangkut dan/atau pengolah dan/atau pemanfaat dan/ataupenimbun limbah B3 wajib segera melaporkan tumpahnya bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahB3 ke lingkungan kepada instansi yang bertanggung jawab dan/atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat Idan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan kecelakaan dan pencemaran sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab. Bagian Keenam Pengawasan Penanggulangan Kecelakaan Pasal 59 (1) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan kecelakaan di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II untuk skala yang bisa ditanggulangi oleh kegiatan penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pengangkut dan/atau pengolah dan/atau pemanfaat dan/atau penimbun. (2) Pelaksanaan pengawasan penanggulangan kecelakaan untuk skala yang tidak dapat ditanggulangioleh Pemerintah Daerah Tingkat II, maka Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat IIsecara bersama-sama melakukan pengawasan. (3) Pelaksanaan penanggulangan kecelakaan pada penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pengangkutdan/atau pengolah dan/atau pemanfaat dan/atau penimbun yang dampaknya sangat besar sehinggamencakup dua wilayah 284 daerah tingkat II pengawasannya dilakukan secara bersama-sama olehPemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah Tingkat I. (4) Pelaksanaan penanggulangan kecelakaan pada penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pengangkutdan/atau pengolah dan/atau pemanfaat dan/atau penimbun yang dampaknya sangat besar sehinggaPemerintah Daerah Tingkat II tidak bisa mengawasi pengawasannya dilakukan oleh instansi yangbertanggung jawab bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah TingkatI. Pasal 60 (1) Penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3 wajib segera menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat kegiatannya. (2) Apabila penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3 tidakmelakukan penanggulangan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1), atau tidak dapat menanggulangisebagaimana mestinya, maka instansi yang bertanggung jawab dapat melakukan penanggulangandengan biaya yang dibebankan kepada penghasil, dan/atau pemanfaat, dan/atau pengumpul, dan/ataupengangkut, dan/atau pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang bersangkutan melalui GubernurKepala Daerah Tingkat I. Bagian keenam Pembiayaan Pasal 61 (1) Segala biaya untuk memperoleh izin dan rekomendasi pengelolaan limbah B3 dibebankan kepada pemohon izin. (2) Beban biaya permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya studi kelayakan teknis untuk proses perizinan. (3) Untuk pemantauan dan/atau pengawasan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh : a. instansi yang bertanggung jawab dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN); 285 b. instansi yang bertanggung jawab daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan BelanjaDaerah (APBD). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan olehKepala instansi yang bertanggung jawab. BAB VI SANKSI Pasal 62 (1) Instansi yang bertanggung jawab memberikan peringatan tertulis kepada penghasil, pengumpul,pengangkut, pemanfaat, pengolah atau penimbun yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 28, Pasal 29 Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 49, Pasal 52 ayat (2), Pasal 58, dan Pasal 60. (2) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak dikeluarkan-nya peringatan tertulissebagaimana dimaksud pada ayat (1) pihak yang diberi peringatan tidak mengindahkan peringatanatau tetap tidak mematuhi ketentuan pasal yang dilanggarnya, maka Kepala instansi yangbertanggung jawab dapat menghentikan sementara atau mencabut sementara izin penyimpanan,pengumpulan, pengolahantermasuk penimbunan limbah B3 sampai pihak yang diberi peringatan mematuhi ketentuan yangdilanggarnya, dan bilamana dalam batas waktu yang ditetapkan tidak diindahkan maka izin operasidicabut. (3) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat menghenti-kan sementara kegiatan operasiatas nama instansi yang berwenang dan/atau instansi yang bertanggung jawab apabila pelanggarantersebut dapat membahayakan lingkungan hidup. (4) Kepala instansi yang bertanggung jawab wajib dengan segera mencabut keputusan penghentiankegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) apabila pihak yang dihentikan sementarakegiatan operasinya telah mematuhi ketentuan yang dilanggarnya. 286 Pasal 63 Barangsiapa yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39 dan Pasal 60 yang mengakibatkan dan/atau dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64 (1) Apabila pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah dilakukan pengelolaan dan/atau pembuangan dan/atau penimbunan limbah B3 yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, maka setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan, mengumpulkan, mengangkut, mengolah atau menimbun limbah B3 baik masing-masing maupun bersama-sama secara proporsional wajib melakukan pembersihan dan/atau pemulihan lingkungan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun. (2) Apabila orang atau badan usaha yang menghasilkan, mengumpul-kan, mengangkut, mengolah danmenimbun limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan pembersihan danpemulihan lingkungan maka instansi yang bertanggung jawab dapat melakukan atau meminta pihakketiga melakukan pembersihan dan pemulihan lingkungan dengan biaya yang dibebankan kepadaorang atau badan usaha yang menghasilkan, mengumpulkan, mengangkut, mengolah dan menimbunlimbah B3 baik secara sendiri maupun bersama-sama secara proporsional. (3) Bagi kegiatan yang memanfaatkan limbah B3 dari luar negeri dan telah memiliki izin hanya dapatmelakukan impor limbah B3 sebagai bahan baku sampai dengan Bulan September 2002. Pasal 65 287 Setiap orang atau badan usaha yang sudah melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib meminta izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentangPengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara 3551 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3595) dinyatakan tidak berlaku lagi dan mengacu kepada Peraturan Pemerintah ini. Pasal 67 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Pebruari 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Pebruari 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA 288 ttd. AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 31 289 Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (NON B3) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah non bahan berbahaya dan beracun (non B3) sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksinya; b. bahwa ketersediaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu tidak dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri; c. bahwa pengadaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan terbatas; d. bahwa dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri tertentu di dalam negeri tanpa mengurangi efektifitas pengawasan impor limbah non B3, perlu diatur kembali ketentuan mengenai impor limbah non B3; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan; Mengingat : 290 1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 7. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas Dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri; 8. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 62); 291 9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005; 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008; 11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor; 12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 520/MPP/Kep/8/2003 tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); 13. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009; 14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2007 tentang Angka Pengenal Importir (API); Next >