< Previous 219 b. Pembuatan Tape Tape adalah produk makanan fermentasi yang berbentuk pasta atau kompak tergantung dari jenis bahan bakunya. Tape dibuat dengan menggunakan starter atau inokulum yang terdiri dari campuran mikroba. Produk tape ini sudah dikenal dari sejak jaman dahulu, karena merupakan makanan tradional yang banyak disukai oleh masyarakat, malahan saat ini produk tape merupakan ciri khas daerah, misalnya di Jawa Barat terkenal dengan sebutan “Peuyeum Bandung”, Tape Muntilan, dan lain-lain. Makanan yang diolah melalui fermentasi memiliki kelebihan, diantaranya adalah : a) dapat memberikan rasa yang lebih enak daripada bahan bakunya. b) sebagai sumber protein yang bernilai biologis tinggi. c) sumber vitamin. d) menambah daya cerna, di mana pada waktu fermentasi karbohidrat, protein, dan lipida dihidrolisa, sehingga dapat menyebabkan makanan fermentasi lebih mudah dicerna daripada bahan bakunya. Produk tape mempunyai cita rasa dan aroma yang khas, yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit rasa asam dan citarasa alkohol. Menurut jenis bahan bakunya dikenal berbagai jenis tape, yaitu tape ketan, tape ubi kayu, tape sorghum, dan brem yaitu air tape yang dikentalkan sampai padat. Daya simpan tape yang biasa dikonsumsi adalah tahan sampai 3-5 hari, dan hari berikutnya tape dapat mengandung alkohol yang lebih tinggi, oleh karena itu tape yang dihasilkan, selanjutnya dapat diolah menjadi aneka olahan, di antaranya tape goreng, kolek, tepung tape, dan aneka roti atau kue. Pengolahan lanjutan tape selain meningkatkan nilai ekonomi juga akan memperpanjang umur tape, memperluas daerah pemasaran dan praktis dalam penggunaannya. 220 www.jejakwisata.com Gambar 29. Tape ubi kayu/singkong. 1) Bahan Baku Tape yang umum dikenal adalah tape ubi kayu dan tape ketan, tape sorghum dan tape beras masih belum banyak diproduksi secara masal di Indonesia. Ubi kayu yang akan diolah menjadi tape adalah ubi kayu jenis manis yang dapat berwarna kuning atau putih. Varietas ubi kayu yang banyak digunakan untuk tape adalah varietas Aldira dan Gading Roti. Sedangkan tape ketan adalah dari ketan hitam atau ketan putih. Bahan lainnya yang dapat diolah menjadi tape adalah bahan yang banyak mengandung karbohidrat, misalnya ubi jalar, pisang dan sukun. Meskipun hal ini, belum lazim dilakukan di masyarakat luas untuk memperoleh nilai ekonominya. Pengolahan bahan baku menjadi tape akan meningkatkan cita rasa, aroma dan nilai gizi. 2) Mikroba Yang Berperan Pembuatan tape termasuk fermentasi hetero, yaitu menggunakan dua macam biakan dari jenis mikroba yang berbeda. Pada fermentasi tapi ragi sebagai starter/inokulum fermentasi dalam hal ini ragi pasar yang mengandung berbagai macam mikroba. Mikroba pada ragi pasar 221 meliputi kapang dan khamir dari berbagai jenis. Sebagai contoh terdapat Amylomyces, Mucor, Rhizopus, Aspergillus. Untuk jenis kapang amilolitik dan untuk jenis khamir amilolitik dijumpai Endomycopsis dan untuk yang bersifat non amilolitik dijumpai khamir seperti candida, Saccharomyces, Endomycopsis dll. Mikroba yang berperan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces cerevisiae. Selain itu dijumpai juga bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus). 3) Perubahan Selama Fermentasi Sesuai dengan kandungan mikroba yang terdapat pada ragi, maka proses fermentasi tape dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan pati menjadi gula sederhana oleh kerja kapang dan perubahan gula menjadi alkohol oleh kerja khamir. Selama proses fermentasi, kapang akan menghasilkan enzim alfa amilase dan beta amilase serta glukoamilase. Sedangkan khamir akan menghasilkan enzim invertase, zimase, kaboksilase, maltase dan melibiose. Khamir S. cerevisiae selama proses fermentasi telah dideteksi dapat menghasilkan enzim heksokinase, L-laktase, dehidrogenase, glucose 6 fosfat dehidrogenase dan alkohol dehidrogenase. Selain itu selama fermentasi juga terjadi perubahan asam-asam amino dari protein menjadi alkohol. Asam lemak juga dihasilkan apabila bereaksi dengan alkohol akam menghasilkan ester sebagai komponen aroma yang disukai. Proses fermentasi yang berkelanjutan akan menghasilkan kandungan alkohol dan asam yang tinggi, sehingga menyebabkan mikroba penggganggu atau mikroba dari starter terhambat perkembangannya. Fermentasi berbagai makanan tradisional, misal tape, tempe, oncom dll. 222 Lazimnya tidak menggunakan biakan tunggal (murni) dari mikroba yang sebenarnya merupakan mikroba ysng esensial, namun biasanya merupakan biakan campuran, sehingga menyebabkan rasa yang dihasilkan berbeda-beda. 4) Proses Pengolahan Pada dasarnya pembuatan tape dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan starter dan pembuatan tape itu sendiri. Starter untuk pembuatan tape atau dikenal nama ragi tape dapat dibuat dengan bahan baku beras atau tepung beras, dicampur dengan beberapa rempah-rempah seperti bawang putih, lada lengkuas dan jeruk nipis. Cara pembuatannya adalah dengan menumbuk bawang putih bersama lada dan beras yang telah direndam selama 8 jam. Banyaknya jenis dan jumlah rempah sangat beragam. Rempah-rempah tersebut digunakan sebagai pembangkit aroma dan untuk menghambat mikroba yang tidak diinginkan atau untuk menstimulir mikroba yang diiinginkan. Rempah dan tepung beras tersebut dijadikan adonan yang cukup kentalatau kalis dan lembek, kemudian dicetak berbentuk bulat pipih, yang selanjutnya dibiarkan selama 2 hari untuk kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama 1 – 4 hari, atau dikeringkan dengan oven pada suhu 40 – 45ºC. Ragi ini yang dikenal dengan ragi pasar. Cara pembuatan tape ubi kayu yang dilakukan oleh masyarakat umum adalah sebagai berikut : ubi kayu dikupas, dicuci dan dikukus selama lebih kurang 30 menit dan setelah dingin ditaburi dengan bubukan ragi sebanyak 1 gram untuk 1 kilogram bahan. Selain dari ubi kayu segar, tape dapat juga dibuat dari gaplek. Lamanya pengukusan dipengaruhi oleh jumlah bahan yang akan dikukus dan juga tekstur dari produk dari produk yang nantinya diinginkan. 223 Fermentasi dilakukan pada keranjang bambu yang diberi alas daun pisang dan dilakukan pada suhu ruang selama 2-3 hari. Selain menggunakan wadah keranjang bambu, fermentasi dapat juga dilakukan dengan menggantungkan ubi pada para-para yang dikenal sebagai tape gantung. Lama pengukusan dan lama fermentasi sangat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat. Misalnya di Jawa Tengah, tekstur tape ubi kayu yang sangat disukai adalah tape yang agak lembek dan di Jawa Barat lebih disukai tape yang kering dan agak keras. Lakukan praktik sesuai perintah guru Anda, dengan lembar kerja yang sudah tersedia secara berkelompok ! Bagi semua peserta didik menjadi 6 kelompok ! Buat kesimpulan dari praktik yang dilakukan, kemudian presentasikan di muka kelas ! 224 LEMBAR KERJA 28 Acara : Pembuatan Tape Ubi Kayu Tujuan : Peserta didk dapat membuat tape ubi kayu, dengan disediakan alat pengolahan dan bahan dasar beserta raginya, sehingga diperoleh hasil (tape) dengan kriteria : rasa manis kuat, aroma khas tape segar (tajam), tekstur baik. Alat : 1. Baskom 2. Kompor 3. DAndang 4. Tampah 5. Sinduk kayu/plastik 6. Timbangan Bahan : 1. Ubi kayu 2. Ragi tape Langkah kerja : 1. Siapkan peralatan yang telah bersih dan kering 2. Timbang ubi kayu ½ kg – 1 kg per kelompok, kemudian cuci dengan air bersih hingga bersih, kemudian dipotong dengan ukuran sesuai selera. 3. Lakukan pengukusan dengan menggunakan dandang sampai matang . 4. Setelah dikukus lakukan pendinginan di atas tampah atau baskom selama kurang lebih 5-7 jam (sampai dingin). 5. Lakukan inokulasi dengan cara menaburkan bubukan ragi sejumlah yang telah ditentukan sampai merata. 6. Masukkan ke dalam keranjang bambu/besek yang telah dialasi daun pisang dan ditutup rapat, kemudian disimpan selama 2-4 hari pada suhu ruang. 7. Amati rasa, aroma, tekstur dan kenampakkannya. 225 c. Pengemasan Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas/dibungkusnya. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. Minuman teh dalam kantong plastik, nasi bungkus dalam daun pisang, sekarang sudah berkembang menjadi kotak-kotak katering sampai minuman anggur dalam botol. Pengemasan untuk produk hasil umbi-umbian disesuaikan dengan produk yang akan dikemas. Satu produk dengan produk lainnya akan berbeda teknik pengemasannya. Berbagai upaya untuk mempertahankan agar keripik dapat tahan lama disimpan tanpa harus terjadi penurunan kualitas telah dapat dilakukan, diantaranya yaitu dengan penambahan bahan tambahan makanan (BTM). Walaupun demikian perlu diketahui bahwa penambahan BTM saja tanpa diikuti dengan penanganan produk secara benar menjadikan upaya tersebut berarti. Penanganan produk yang, dimaksud adalah upaya memberikan perlakuan lanjutan terhadap produk (keripik) yang diperoleh dari hasil produksi. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan produk agar tetap baik dan 226 memberikan perlindungan pada produk dari kerusakan fisik seperti air, oksigen, sinar dan pencemaran lain seperti kotoran. Salah satu kegiatan penanganan produk yang selama ini dilakukan yaitu dengan cara mengemas dan menyimpan produk. Karena itu, pengemasan dan penyimpanan harus dilakukan sesuai dengan sifat karakteristik produk yang dikemas atau disimpan. Pengemasan keripik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan keripik pada wadah yang kedap udara dan air. Hal ini dilakukan agar kerenyahan keripik dapat tetap terjaga. Berbagai jenis bahan kemas, seperti plastik, kaleng dan gelas (“stoples”) dapat digunakan. Satu hal yang perlu diingat, bahawa keripik sangat peka terhadap kerusakan mekanis, karena itu, apabila digunakan kantong plastik, maka sebaiknya diberi pelindung, seperti kerangjang bumbu, karton/kardus atau kotak kayu. (Koleksi pribadi Lily Mariana S.) Gambar 30. Contoh kemasan produk keripik kentang dan keripik ubi jalar. Penyimpanan keripik sebaiknya dilakukan pada tempat yang kering, dingin dan gelap. Kondisi ini dimaksudkan agar minyak yang terkandung di dalam keripik tidak mudah mengalami ketengikan bahkan ada yang hanya dibungkus dengan daun pisang atau kertas saja. 227 Untuk tape ubi kayu, pengemasannya ada yang dengan besek, plastik mika. www.buayuk.wordpress.com Gambar 31. Contoh kemasan tape singkong/ubi kayu. d. Perencanaan Usaha Produk olahan sayuran yang dibuat selain untuk dikonsumsi sendiri, dapat juga dijual untuk mendapatkan uang tambahan, atau sebagai usaha yang akan ditekuni. Untuk itu, perlu dibuat perencanaan usaha pengolahan umbi-umbian. Untuk menyusun perencanaan usaha, perlu diketahui semua komponen biaya yang diperlukan dalam produksi tersebut. 1) Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap proses produksi berlangsung. Biaya ini biasanya tidak berubah walaupun proses produksi dilakukan dalam waktu yang lama. Biaya tetap di antaranya investasi alat atau sewa alat, sewa ruang, biaya tenaga kerja per hari, air, listrik, dan gas. 228 2) Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali produksi. Biaya ini sangat tergantung dari banyaknya produk yang akan dibuat dan fluktuasi harga bahan di pasar. Biaya tidak tetap merupakan harga bahan baik bahan baku maupun bahan pendukung. 3) Biaya Produksi Biaya produksi adalah total biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap ditambah biaya tidak tetap. 4) Harga Jual Harga jual adalah harga yang ditetapkan untuk satuan kemasan yang diproduksi. Harga jual ini sudah memperhitungkan keuntungan yang ingin diperoleh. 5) Analisis Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara penerimaan atau pendapatan dengan total biaya keseluruhan. Analisis digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Rumus analisis keuntungan: Keuntungan (K) = total penjualan (P) – total biaya produksi (PR) Bila P > PR, maka usaha menguntungkan. Bila P = PR, maka usaha tidak menguntungkan dan tidak merugikan. Bila P < PR, maka usaha merugi. Next >