< Previous 11 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengetahuan Pedalangan 2 dhodhogan, dan keprakan, untuk mempertegas suasana batin tokoh dan/ atausituasi pakeliran dalam hubungannya dengan gerak-gerik wayang. Deskripsi suatu tokoh wayang menimbulkan berbagai tafsir garap bentuk wayang pada setiap daerah. Misalnya, dalam memvisualisasi kan tokoh Antareja, yang dalam deskripsi diceritakan sebagai putra Dewi Nagagini, cucu Sang Hyang Anantaboga (dewa ular), masing-masing daerah mempunyai titik pandang tersendiri. Untuk gaya Yogyakarta, Antareja yang merupakan keturunan dewa ular itu divisualisasikan dalam bentuk sunggingan bersisik pada seluruh tubuhnya. Untuk gaya jawa Timuran, deskripsi tentang Antareja sebagai cucu dewa ular diwujudkan jika krodha berwajah ular dan berekor. Adapun untuk gaya Surakarta, hal tersebut cukup divisualisasikan dalam bentuk sabet wayang, yaitu Antareja jika berperang untuk menunjukkan kesaktiannya menyemburkan bisa ular. Meskipun demikian, Antareja pada ketiga gaya daerah tersebut sama-sama dilukiskan dalam bentuk gagahan dan berbusana kastriyan. Mitologi suatu tokoh wayang dapat dipakai sebagai acuan untuk melukiskan kesamaan bentuk tubuh serta busananya. Misalnya, tokoh Wrekudara, yang dalam mitologi adalah putra Bathara Bayu, memiliki kesamaan bentuk dengan Bathara Bayu, yaitu bertubuh tinggi besar, mempunyai pupuk mas, berkuku pancanaka, dan berkain poleng bang bintulu. Demikian pula antara Wrekudara dan Dewa Ruci, yang merupakan guru sejatinya, rupa dan busananya digambarkan sama persis. Perbedaannya, Dewa Ruci dilukiskan dalam ukuran kecil. Tipologi tokoh wayang satu dengan yang lain kadang-kadang memiliki kemiripan bentuk dan perwatakan. Oleh karena itu dalam visualisasinya juga ada kemiripan. Misalnya, tokoh Ramabargawa muda mempunyai tipe sama dengan Jagal Abilawa (Wrekudara ketika menyamar sebagai penyembelih ternak di Negara Wirata). Karena keduanya sama-sama bertipe kesatria gagah perkasa, berwatak keras, jujur, dan sakti, maka keduanya digambarkan dalam bentuk tubuh yang tinggi besar, mengurai rambut, raut muka dan tubuhnya sama-sama berwarna hitam. Perbedaannya, Ramabargawa tanpa pupuk mas, tanpa kuku pancanaka, berdahi lebar (bathukan), bersumping kembang kluwih, berjanggut wok, dan berkain tidak poleng; sedangkan Jagal Abilawa memakai pupuk mas, berdahi sinom, memakai kuku pancanaka, bersumping pudhak sinumpet, berjanggut semen kretepen, dan berkain poleng. Karawitan pakeliran sangat berpengaruh pada penampilan tokoh 12 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengetahuan Pedalangan 2 wayang. Misalnya, untuk jejer Kahyangan dan Amarta digunakan Ketawang Gendhing Kawit, untuk jejer Alengka (Prabu Dasamuka) dan Hastina (Prabu Duryudana) digunakan Ketawang Gendhing Kabor, dan untuk raja yang lain digunakan Ketawang Gendhing Karawitan. Untuk mendukung suasana batin tokoh, digunakan gendhing-gendhing yang bersifat khusus. Misalnya, untuk mendukung sasana khusuk Begawan Ciptaning ketika bertapa di Gua Witaraga, digunakan gendhing Ketawang Gendhing Jongkang; untuk adegan susah dengan gendhing Tlutur. Menurut Darman Gandadarsana, ciri-ciri wanda wayang dapat dilihat dari coreken, kapangan, tatahan, bedhahan, sunggingan, dan gapitan. Coreken gambar wanda wayang sangat menentukan keberhasilan penggambaran tokoh yang dimaksud. Misalnya Janaka wanda Janggleng, sejak dari wajah sampai dengan kaki harus mampu menunjukkan wanda yang dimaksud. Jika Arjuna wanda Jonggleng yorekan postur tubuhnya tegap, kesannya mirip dengan Arjuna wanda Kinanthi dan jika poster tubuhnya membungkuk akan mendekati Arjuna wanda Gendreh. Pergeseran coreken postur tubuh seperti ini akan merusak wanda yang dimaksud. Karena itu ketepatan coreken sangat diperlukan uhtuk melukiskan kesan- kesanwanda tertentu tokoh wayang kulit. Kapangan adalah bentuk luar atau bodi wayang, yang dapat menentukan sifat visualisasi bentuk wayang yang digambarkan menurut proporsinya: gagah, halus, gecul, kenes, tangkas, licik, bayi, ramaja, tua, dan sebagainya. Misalnya, kapangan raksasa Cakil wanda Kikik mempunyai kesan yang lebih trincing (cekatan) dibanding dengan Cakil wanda Panji. Kapangan Wrekudara wanda Lintang yang digunakan untuk situasi peperangan akan lebih terkesan padat berisi daripada kapangan Wrekudara wanda Lindhupanon yang digunakan untuk situasi formal dalam suatu adegan. Dengan demikian Wrekudara wanda Lintang akan tampak lebih tangkas daripada Wrekudara wanda Lindhupanon. Tatahan wayang sangat ditentukan oleh ukuran besar-kecil, karakter wayang bersangkutan, dan kelembutan pola tatahan. Misalnya, tatahan rambut raksasa Kumbakarna atau tokoh raksasa muda (buta nom), tidak tepat jika tatahan rambutnya diserit seperti Arjuna atau Sumbadra. Demikian juga rambut Arjuna atau Sumbadra tidak tepat jika ditatah dhawungan atau gimbalan seperti raksasa. Pola-pola tatahan wayang pada umumnya memiliki kesamaan, misalnya: mas-masan untuk perhiasan, seritan untuk rambut, tratasan dan bubukan 13 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengetahuan Pedalangan 2 untuk membentuk garis, limaran untuk kain Arjuna dan tokoh-tokoh halus lainnya. Bedhahan wayang sangat menentukan karakter tokoh karena berfokus pada ekspresi wajah tokoh wayang yang dilukiskan. Karena beraneka ragamnya tokoh wayang dengan berbagai karakter wandanya, masing-masing penatah mempunyai spesialisasi dalam hal mbedhahi wayang. Misalnya, Mlaya (Manggisan, Prambanan) terkenal mbedhahi Arjuna atau sejenis liyepan, Gandasuwirya (Jombor, Klaten) terkenal mbedhahi thelengan (Wrekudara, Antareja), Pringgosutoto (Nagasari, Boyolali) terkenal mbedhahi wayang plelengan (Dasamuka, Kangsa), Partoredjo (Kleco,urakarta) terkenal mbedhahi wayang putren (Banuwati, Sumbadra). Berkaitan dengan bedhahan wayang, Mujaka Jakaraharja berpendapat, bahwa wayang dikatakan baik jika unsur bedhahannya mampu mengekspresikan karakter tokoh tertentu. Sekalipun unsur yang lain seperti kapangan, tatahan, dan sunggingan baik, tetapi jika bedhahan tidak atau kurang sempurna,maka tidak dapat dikatakan wayang berkualitas baik. Sunggingan atau pewarnaan wayang pada masing-masing daerah mempunyai ciri khas tersendiri. Wayang-wayang gaya Cirebon dan Kedu, pewarnaan wayangnya dominan warna merah. Pewarnaan wayang-wayang gaya Jawa Timuran komposisinya dominan menggunakan warna hijau dan biru. Menurut keterangan Suleman, komposisi warna wayang Jawa Timuran itu disebut pereenom. Adapun untuk wayang-wayang gaya Yogyakarta dan Surakarta, komposisi sunggingannya lebih bervariasi (mancawarna). Gapitan wayang kulit pada dasarnya berfungsi memberikan kekuatan pada wayang yang bersangkutan serta sebagai tangkai pegangan. Tangkai penggapit wayang disebut cempurit, yang terdiri dari dua baqian: bagian bawah sebagai pegangan dan bagian atas sebagai penggapit. Gapitan sangat erat kaitannya dengan bentuk dan gerak wayang. Lekukan-Iekukan (Iuk-Iukan) cempurit pada pinggang, leher, telinga, dan bagian atas wayang, sangat besar pengaruhnya terhadap coreken wayang yang digapit. Jika lekukan pinggang terlalu ke bawah, maka wayang yang bersangkutan akan kelihatan kerdil (kak-kong); sebaliknya jika terlalu ke atas, kaki wayang bagian belakang akan kelihatan terangkat (jinjit). Di samping itu jika luk-Iukan cempurit tidak tepat, maka keseimbangan wayang tidak akan tercapai dan untuk keperluan sabet terasa terganggu. Dalam hal penggapitan wayang kulit, dikenal istilah mecut, membat, dan nggebug. Mecut yaitu suatu bentuk gerakan yang lentur seperti 14 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengetahuan Pedalangan 2 mencambuk, membat yaitu suatu gerakan yang kenyal, sedangkan nggebug adalah suatu gerakan yang kaku. Berkaitan dengan itu, arman Gandadarsana berpendapat bahwa untuk wayang-wayang yang bermahkota seperti Kresna, Baladewa, dan figur kayon, apitannya mecut, sehingga kalau digetarkan ujungnya dapat bergerak dengan ringan. Untuk tokoh-tokoh satria bergelung seperti Wrekudara, Gatutkaca, dan Arjuna, gapitannya membat, sehinqqa jika digerakkan akan memunculkan kesan mantap. Untuk tokoh-tokoh wayang yang gerakannya cekatan dan lincah, seperti Cakil dan prajurifkera, gapitannya nggebug, sehingga tidak lentur jika digerakkan dalam ritme cepat. Untuk wayang- wayang yang berbentuk lebar, seperti ampyak, kereta, dan wayang- wayang binatang, gapitannya dibuat seimbang antara bagian depan dan belakang, sehingga dapat dengan mudah menghidupkan gerak sesuai dengan sifatnya. Di samping itu, semua bentuk gapitan harus nyangga. Artinya, cempurit yang dipakai harus sesuai dengan ukuran wayang, misalnya: putren, bambangan, katongan, gagahan, danawa raton, dan sebagainya. E. Rangkuman Tokoh-tokoh dalam wayang kulit purwa mempunyai karakter sendiri-sendiri. Karakter setiap tokoh tersebut diwujudkan dalam bentuk wanda. Jenis wanda di dalam pergelaran wayang kulit, antara lain: guntur, lentreng, rangkung, bontit, lintang, lindu, kaget dan lain-Iainnya. "Wanda", memperlihatkan watak/karakter tokoh dalam suatu keadaan tertentu. Watak tokoh yang sedang mabok asmara tentu berbeda dengan wanda ketika sedang berperang. Penerapan ‘wanda’ atau ‘citra’ (image) pada wayang, sebagian besar ditentukan oleh: a. Sudut muka/wajah wayang (lebih menunduk atau lebih menengadah), b. Bentuk rupa wajah wayang c. Bentuk badan wayang d. Sudut badan wayang (lebih tegak atau lebih condong ke arah depan), e. Warna wajah (hitam, putih, ‘prada’, biru, merah, atau warna lainnya). Terciptanya wanda-wanda wayang termasuk wanda wayang baru karena banyaknya permintaan lakon yang bermacam-macam dari masyarakat, sehingga menuntut kreatifitas dalang untuk membuat tokoh-tokoh wayang yang wandanya khusus, untuk memenuhi dan mendukung sajian pakeliran, seperti tokoh-tokoh wayang yang dibuat oleh para daIang di luar 15 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengetahuan Pedalangan 2 keraton. Lahirnya wanda-wanda wayang di keraton maupun di luar keraton dimotivasi oleh aspek kreativitas, aspek politik, dan aspek ekonomi. Hadirnya wanda wayang kulit bagi dalang yang memahami dan dapat menggunakan secara tepat akan sangat membantu dalam mengekspresikan suasana hati tokoh, sehingga keragaman wanda dari tokoh-tokoh wayang tertentu secara tidak langsung dapat menunjang keberhasilan pertunjukan wayang. Macam-macam wanda wayang sebagai sarana atau prabot keliran, dapat ditinjau dari empat segi, yaitu: wanda wayang kaitannya dengan pathet, wanda wayang kaitannya dengan sabet, wanda wayang kaitannya dengan coreken, dan wanda wayang kaitannya dengan sanggit lakon. Keempat segi ini tidak dapat dipisah-pisahkan. F. Latihan/Evaluasi 1. Sebutkan nama-nama jenis wanda dalam tokoh wayang kulit. 2. Jelaskan istilah-istilah dalam memberikan tangkai atau penggapitan wayang. 3. Jelaskan dengan singkat wanda wayang kaitannya dengan pathet 4. Jelaskan dengan singkat wanda wayang kaitannya dengan sabet. 5. Jelaskan dengan singkat wanda wayang kaitannya dengan corekan. 6. Jelaskan dengan singkat wanda wayang kaitannya dengan sanggit lakon. G. Refleksi a. Manfaat apakah yang Anda peroleh setelah mempelajari unit pembelajaran ini? b. Apakah menurut Anda unit pembelajaran ini benar-benar menambah wawasan mengenai jenis-jenis karakter wayang? 16 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengetahuan Pedalangan 2 17 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengetahuan Pedalangan 2 UNSUR-UNSUR SENI PEDALANGAN A. Ruang Lingkup Pembelajaran B. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti dan mempelajari unit pembelajaran 1 peserta diharapkan mampu: a. Menjelaskan pengertian medium pedalangan b. Menjelaskan unsur-unsur pergelaran wayang c. Menjelaskan unsur-unsur garap pakeliran Selama 6 minggu x 3 JP Unsur-unsur Seni Pedalangan Medium Seni Pedalangan Unsur-unsur Garap Pakeliran Unsur-unsur Pergelaran Wayang UNIT PEMBELAJARAN 2 18 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengetahuan Pedalangan 2 C. Kegiatan Belajar 1. Mengamati a. Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber belajar tentang unsur-unsur pedalangan. b. Mengidentifikasi lakon-lakon wayang 2. Menanya a. Mendiskusikan unsur-unsur pedalangan. b. Mendiskusikan lakon-lakon wayang. 3. Mengeksplorasi Mengiventarisasi unsur-unsur pedalangan. 4. Mengasosiasi a. Membandingkan unsur-unsur pedalangan. b. Membandingkan lakon-lakon wayang 5. Mengkomunikasikan Membuat laporan unsur-unsur pedalangan. D. Materi 1. Medium Seni Pedalangan Seperti halnya seni pertunjukan lainnya, seni pedalangan tidak lepas dari bahan buku yang berupa soft material atau materi non fisik sebagai bahan dasar untuk digarap, yang dalam istilah seni pertunjukan lazim disebut medium. Istilah "medium", menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai ukuran sedang, dapat pula diartikan sebagai alat untuk mengalihkan atau rnencapai sesuatu, juga disamakan dengan kata "media" yang diartikan alat atau alat komunikasi (Alwi, dkk, 2001: 727), Secara khusus dalam seni pertunjukan, menurut pendapat Humardani yang dikutip oleh Bambang Murtiyoso, bahwa "medium" adalah bahan baku yang digarap. Jadi medium di dalam seni pertunjukan merupakan bahan yang mutlak harus ada, jika tidak ada bahan itu maka dalang tidak dapat berbuat apa-apa. Seni karawitan memiliki medium tunggal yakni suara. Seni tari memilikl medium tunggal berupa gerak. Seni 19 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Pengetahuan Pedalangan 2 pedalangan agak berbeda dengan seni pertunjukan lainnya, karena memiliki medium lebih dari satu atau ganda, Adapun yang dimaksud bahan baku dalam seni pedalangan itu wujudnya adalah. bahasa, suara, rupa, dan gerak (Murtiyoso, 1981: 1). Medium itu diolah oleh seniman dalang dalam wujud wacana wayang, narasi ataupun deskripsi adegan, vokal dalang, gerak wayang, iringan pakeliran berupa karawitan, suluk, dodogan dan keprakan sebagai pendukung pertunjukan wayang. a. Ragam medium pedalangan Seni pedalangan memiliki empat macam medium yang berupa: (1) bahasa, (2) suara, (3) gerak, dan (4) rupa. Medium rupa yang terdiri atas garis, warna, bentuk, dan tekstur. Masing-masing medium ini dalam penerapannya tidak dapat dipisah-pisahkan. Di antara medium satu dan lainnya saling berkait dan saling mendukung menjadi suatu kesatuan yang membentuk pertunjukan wayang secara utuh, Selanjutnya masing-masing medium pedalangan ini diuraikan secara rinci sebagai berlkut. 1) Bahasa merupakan bahan baku yang digarap sebagai media ungkap dalam wujud wacana dan vokal dalang. Wacana dalang yang dalam dunia pedalangan biasa disebut dengan basa pedalangan, yaitu bahasa Jawa yang digunakan khusus dalam seni pedalangan, Pengertian “basa” atau "bahasa" di sini bukan bahasa dalam arti linguistik, tetapi bahasa sebagai media ungkap kesenian yang mampu memberikan kesan estetis, serta sebagai sarana komunikasi dengan penonton. Di dalam seni pedalangan ungkapan melalui bahasa ini dapat berupa deskripsi atau narasi (janturan, pocapan), dan dialog (ginem) ataupun monolog (ngudarasa) tokoh wayang. Selain itu bahasa juga digunakan sebagai - media ungkap vokal dalang dalam bentuk cakapan sulukan dan kombangan. 2) Suara adalah bahan baku yang digarap sebagai sarana ungkap, baik wacana, vokal dalang, maupun karawitan pakeliran. Ungkapan wacana dalam pedalangan tidak sekedar ungkapan bahasa sebagai sarana komunikasi akan tetapi ungkapan wacana itu harus mengacu pada karakter, dan suasana tokoh wayang. Dalam hal ini pengolahan suara sangat menentukan keberhasilan sajian wacana wayang, dengan pengolahan suara yang tepat akan mernperjelas pebedaan wujud karakter dan suasana tiap-tiap tokoh. Selain itu vokal dalang juga memerlukan lagu yang merupakan hasil 20 Direktorat Pembinaan SMK 2013Pengetahuan Pedalangan 2 pengolahan suara dalang, dengan lagu vokal akan mendukung tampilan suasana tokoh maupun adegan tertentu. Disisi lain karawitan pakeliran juga merupakan hasil olahan suara yang berupa ungkapan tembang dan gending. Dengan demikian, suara merupakan bahan yang mutlak harus ada, tanpa ada suara, dalang tidak dapat mengungkapkan kesan estetik melalui suara wacana wayang, vokal, maupun tembang dan gending-gending yang diperlukan. 3) Gerak sebagai bahan baku yang diolah akan dipakai sebagai media ekspresi gerak wayang. Salah satu tugas seorang dalang adalah menghidupkan tampilan wayang lewat ekspresi gerak. Penampilan gerak wayang tidak sekedar gerak dalam arti obah (moving) melainkan gerakan yang ekspresif, berkesan hidup dan sesuai dengan karakter wayang yang tampil. Oleh karena itu dalang dalam menggerakkan wayang harus menguasai tehnik-tehnik dasar menggerakkan wayang di antaranya meliputi bentuk, volume, intonasi, tempo, dan kesesuaian dengan lringan. Dengan mengolah gerak melalui bentuk dan penampilan wayang, akan menimbulkan kesan estetik lewat gerak yang nampak hidup. Oleh karena itu gerak merupakan salah satu medium pokok yang mutlak harus ada dalam seni pedalangan. Tanpa gerak dalang tidak dapat mengungkapkan kesan keindahan yang menghidupkan boneka wayang . 4) Rupa adalah bahan baku yang diolah sebagai sarana ungkap wujud wayang, Rupa dalam hal ini mencakup tampilan bentuk, warna, dan karakter. Boneka wayang pada hakikatnya merupakan pengolahan garis-garis yang disebut corekan, dari corekan itulah terbentuk wujud dan karakter wayang. Di dalam pedalangan tradisi Jawa, penampilan tokoh wayang dalam suatu sajian pakeliran tidak sekedar menampilkan wayang sesuai dengan wujud wayang dan namanya saja, tetapi perlu mempertimbangkan suasana adegan. Suasana tokoh, dan karakternya. Oleh karena itu pada umumnya tokoh-tokoh wayang tertentu yang dianggap mempunyai peran penting, satu tokoh dibuat lebih dari satu, masing-masing mempunyai perbedaan khas yang disebut wanda (meskipun relatif dan berbeda). Misalnya, tokoh Arjuna mempunyai wanda: jimat, kinanthi, pengasih, pengawe, muntap, brongsong, dan sebagainya. Tokoh Kresna terdiri atas wonda: Next >