< Previous Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 229mengantarkan seseorang ke jurang neraka serta tidak dapat manunggal dengan Ida Sang Hyang Widhi. Mata sebagai indra penglihatan digunakan untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari kenikmatan duniawi di arahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan demikian seseorang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indra sehingga dapat manunggal dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam. Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya dhâraña, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut dharana”. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu” menuju samadhi sehingga praktisi yoga yang telah menguasai dharana secara sempurna dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi. Patanjali mengajarkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-tattvâbhyâsai (Patanjali Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi yoga dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas cahaya, aksara suci OM atau simbol lain yang dibenarkan. Dalam kehidupan sehari setiap orang hendaknya selalu mengingat Ida Sang Hyang Widhi dan memusatkan pikiran kepada-Nya. Sesuatu yang dipikirkan, dikatakan, dan dilaksanakan (dialami dan dikerjakan) hendaknya dipersembahkan kehadapn-Nya. Kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi kita patut mempersembahkan, karena itu merupakan jalan untuk penyatuan kepada Brahman.Dhyana disebut perbuatan renungan, pikiran seseorang merenungkan adalah dhyata, dan tujuan renungan adalah dhiyaya. Oleh praktisi yoga ketiganya (dhyana, dhyata, dan dhiyaya) masih dibedakan namun dalam keadaan samadhi ketiganya lebur menjadi satu. Bila hal ini boleh diasumsikan seperti pelukis dengan lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan untuk melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam keadaan samadhi, pelukis tersebut menyatu dengan karyanya sehingga Ia (pelukis), gagasan dan karyanya luluh menjadi satu. 230 Kelas XII SMA/SMK Dalam keadaan samadhi, sang jiwa berada begitu dekat dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi dan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Seseorang yang telah terbangun dari Samadhi-nya pada dasarnya Ia tidaklah sama dengan sebelumnya. Karena begitu lama seseorang berhubungan secara pribadi dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi maka Ia mendapatkan waranugeraha seperti ananda dan vijnana. Pada tahap ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kekuatan yang bersifat mistik. Para rohaniawan, sulinggih, orang pintar pada umumnya yang terbiasa melaksanakan swadharmanya diyakini mampu mendapatkan Sunya. Demikian juga bagi orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan sunya sepanjang yang bersangkutan dengan tekun berlatih tentang postur-postur yoga.Patanjali menerima eksistensi Sang Hyang Widhi (Isvara) dimana Sang Hyang Widhi menurutnya adalah ”The Perfect Supreme Being”, bersifat abadi, meliputi segalanya, Maha Kuasa, Maha Tahu, dan Maha ada. Sang Hyang Widhi adalah purusa yang khusus yang tidak dipengaruhi oleh kebodohan, egoisme, nafsu, kebencian dan takut akan kematian. Ia bebas dari Karma, Karmaphala dan impresi-impresi yang bersifat laten. Patanjali beranggapan bahwa individu-individu memiliki esensi yang sama dengan Sang Hyang Widhi, akan tetapi oleh karena ia dibatasi oleh sesuatu yang dihasilkan oleh keterikatan dan karma, maka ia berpisah dengan kesadarannya tentang Sang Hyang Widhi dan menjadi korban dari dunia material ini. Tujuan dan aspirasi manusia bukanlah bersatu dengan Sang Hyang Widhi, tetapi pemisahan yang tegas antara Purusa dan Prakrti (Sarasamuccaya, hal 371). Hanya satu Tuhan (Sang Hyang Widhi). Menurut Vijnanabhisu: “dari semua jenis kesadaran meditasi, bermeditasi kepada kepribadian Sang Hyang Widhi adalah meditasi yang tertinggi. (Sarasamuccaya, 372) Ada bebagai obyek yang dijadikan sebagai pemusatan meditasi yaitu bermeditasi pada sesuatu yang ada di luar diri kita, bermeditasi kepada suatu tempat yang ada pada tubuh kita sendiri dan yang tertinggi adalah bermeditasi yang dipusatkan kepada Sang Hyang Widhi. Kebodohan menyatakan bahwa ada dualisme dari satu realitas yang disebut Sang Hyang Widhi (Tuhan). Ketika kebodohan dihilangkan oleh pengetahuan maka dualisme hilang dan kesatuan penuh akan dicapai. Sumber: Dok. PribadiGambar 4.7 Mendekat dengan Tuhan. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 231Ketika seseorang mengatasi kebodohan maka dualisme hilang maka ia menyatu dengan ”The Perfect Single Being” tetapi kesempurnaan ”The Single Being” itu selalu ada dan tetap tersisa sebagai sesuatu yang sempurna dan satu. Tak ada perubahan dalam lautan, seberapa banyakpun sungai-sungai yang mengalirkan airnya dan bermuara padanya. Ketidakberubahan adalah keadaan dasar dari kesempurnaan. Kakawin Arjuna Wiwaha 11.1 menjelaskan tentang penerapan Yoga sebagai berikut.“Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Terjemahannya:Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Weda.Uji Kompetensi:1. Bagaimana pandangan ajaran Yoga terhadap Tuhan?2. Dalam ajaran Yoga, apakah yang dimaksudkan Tuhan itu?3. Bagaimana keberadaan Tuhan itu sendiri dalam ajaran Yoga? Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua anda di rumah.4. Carilah informasi yang berhubungan dengan penerapan ajaran yoga guna mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia pada media sosial dan pendidikan, selanjutnya diskusikanlah dengan kelompok-mu. Buatlah narasinya 1–5 halaman diketik dengan huruf Times New Roman –12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kwarto; 4-3-3-4! Paparkanlah di depan kelas bersama kelompokmu sesuai dengan petunjuk bapak/ibu guru!232 Kelas XII SMA/SMK F. Ashtangga Yoga sebagai Dasar Pembentukan Budi Pekerti Luhur dalam Zaman GlobalisasiPerenungan:Na karmaṇām anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’ṡnute,na ca saṁnyasanād eva siddhiṁ samadhigacchati.Terjemahannya;Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja (BG. III.4).Memahami Teks:Secara umum, konsep etika dalam Yoga termasuk dalam latihan yama dan nyama, yaitu disiplin moral dan disiplin diri. Aturan-aturan yang ada dalam Panca yama dan Panca nyama, juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam mengatur moral manusia. Dalam buku Tattwa Darsana, menjelaskan bahwa etika dalam yoga adalah sebagai berikut; dalam samadhi, seorang Yogi memasuki ketenangan tertinggi yang tidak tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya, yang berasal dari luar dan pikiran kehilangan fungsinya, di mana indra-indra terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan pikiran terkendalikan, si pengamat atau Purusa, terhenti dalam dirinya sendiri. Keadaan semacam ini di dalam Yoga-Sutra Patanjali disebut sebagai Svarupa Avasthanam (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya). Dalam filsafat Yoga, dijelaskan bahwa yoga berarti penghentian kegoncangan-kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaaan pikiran itu ditentukan oleh intensitas sattwam, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran itu adalah: 1. Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombang-ambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indra dan sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu objek ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.2. Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang alam pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.3. Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 2334. Ekagra artinya terpusat. Dalam keadaan seperti ini citta terhapus dari cemarnya rajas sehingga pikiran dikuasai oleh sattva. Ini merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-perubahan pikiran.5. Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan Niruddha merupakan persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Ekagra bila dapat berlangsung terus menerus, maka disebut samprajna-yoga atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan suatu objek yang terang. Tingkatan Niruddha juga disebut asaniprajnata-yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada satu pun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan demikian, tidak ada riak-riak gelombang kecil sekali pun dalam permukaan alam pikiran atau citta itu. Inilah yang dinamakan orang samadhi yoga. Ada empat macam samparjnana-yoga menurut jenis objek renungannya. Keempat jenis itu adalah:a. Sawitarka ialah apabila pikiran dipusatkan pada suatu objek benda kasar seperti arca dewa atau dewi.b. Sawicara ialah bila pikiran dipusatkan pada objek yang halus yang tidak nyata seperti tanmantra.c. Sananda, ialah bila pikiran dipusatkan pada suatu objek yang halus seperti rasa indriya.d. Sasmita, ialah bila pikiran dipusatkan pada asmita, yaitu anasir rasa aku yang biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini.Dengan tahapan-tahapan pemusatan pikiran seperti yang disebut di atas maka ia akan mengalami bermacam-macam fenomena alam, objek dengan atau tanpa jasmani yang meninggalkannya satu persatu hingga akhirnya citta meninggalkannya sama sekali dan seseorang mencapai tingkat asamprajnata dalam yoganya. Untuk mencapai tingkat ini orang harus melaksanakan praktik Yoga dengan cermat dan dalam waktu yang lama melalui tahap-tahap yang disebut astangga yoga.Yoga sesungguhnya adalah suatu jalan kehidupan yang mengajarkan kita menjadi orang yang baik, harmonis, dan damai. Kitab Bhagawadgita mengklasifikasikan pelaksanaan yoga menjadi empat tahapan, diantaranya adalah:234 Kelas XII SMA/SMK 1. Jnana Yoga: Yoga yang berpangkal pada Logika/pengetahuanAdakah di dunia ini suatu aktivitas yang tidak membutuhkan pengetahuan? Pengetahuan membuat orang yang kegelapan menjadi terang. Setiap pekerjaan sebenarnya memiliki pengetahuan tersendiri yang mesti dipahami dengan baik. Menjadi profesional di salah satu bidang pekerjaan menuntut kita untuk memahami pengetahuan di bidang tersebut. Oleh karenanya pengetahuan itu sangat penting dalam kehidupan ini. Terutama bila kita ingin meningkatkan diri, mengembangkan anugerah Tuhan yang dimiliki oleh manusia berupa pikiran dan kecerdasan. Jnana Yoga menekankan pada pengetahuan yang suci dan yang bermanfaat bagi kehidupan ini.2. Bakti Yoga: Yang berpangkal pada Rasa, Cinta, Kasih.Kehadiran rasa dalam kehidupan ini adalah sangat penting, karena manusia hidup diantara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Untuk menjaga keharmonisan hubungan hidup diantara kita maka rasa, cinta, dan kasih menjadi tali pengikat, bagaikan benang yang merajut untuk membentuk suatu rajutan kehidupan yang indah dan harmonis. Rasa membuat kehidupan ini berdenyut, karena rasa membuat manusia mampu menikmati kehidupan. Jalan Bakti yoga menekankan pada bakti yang tulus, ikhlas berhubungan kehadapan Ida Sanya Hyang Widhi beserta ciptaan-Nya.3. Karma Yoga: Berpangkal pada Karma/Kerja.Ciri dari kehidupan ini adalah adanya aktivitas atau kerja. Bila kita ingin hidup, setiap orang mesti bekerja untuk mendapatkan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian, uang dan kebutuhan hidup yang lainnya. Bekerja bisa menjadi jalan untuk mencapai pencerahan apabila kita mampu mewujudkannya dengan ihklas dan tanpa pamrih. Jalan kerja tanpa pamrih inilah hakekat dari Karma Yoga.4. Raja Yoga: adalah pengendalian diri dan konsentrasi.Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kerja, logika, dan rasa maka sangat diperlukan adanya pengendalian diri dan konsentrasi yang tinggi. Patut disadari bahwa kelahiran sebagai manusia dilengkapi dengan sifat-sifat; marah, keinginan, iri hati, mabuk, bingung dan loba. Sifat-sifat bawaan sejak lahir ini bila tidak dikendalikan dengan konsentrasi yang baik dapat mengacaukan jalan hidup utama dari setiap manusia. Catur Sumber: Dok. PribadiGambar 4.8 Jnana Yoga. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 235yoga sesungguhnya adalah jalan yang utama untuk mengantarkan umat manusia mencapai sukses dalam hidupnya. Ajaran Astangga Yoga adalah merupakan salah satu bagian dari ajaran Raja Yoga dalam Catur Yoga. Ajaran Astangga Yoga disusun oleh Rsi Patanjali dengan pendekatan yang sistematis, untuk membimbing umat manusia menjadi manusia yang baik dan mulia guna mewujudkan insan yang berbudi pekerti luhur. Ajaran Astangga Yoga yang menjadi dasar pembentukan budi Pekerti luhur bagi umat manusia antara laina. Yama brata adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu berperilaku dan bermoral yang baik. Manusia sebagai insan yang sopan, santun dan bermoral, selama pengabdian hidupnya hendaknya tidak menyiksa, menyakiti dengan perkataan, perbuatan, pikiran, perasaan, dan membunuh (Ahimsa) makhluk sesama-Nya. Sebagai manusia yang baik hendaknya selalu jujur dan dapat dipercaya, setia pada kata hati, janji, kawan, kata-kata, perbuatan dan bertanggung-jawab pada sesuatu yang diperbuat (Satya) kepada sesama. Dalam pergaulan hidup ini sebagai manusia hendaknya tidak menginginkan milik orang lain, tidak melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, tidak mencuri atau merampok sesuatu yang menjadi milik orang lain (Asteya). Untuk menumbuh-kembangkan kecerdasan, manusia sebagai mahkluk yang berbudi pekerti luhur hendaknya selalu belajar dan mampu mengendalikan nafsu seksualnya. Tidak melakukan hubungan seksual sebelum resmi menjadi pasangan suami-istri yang sah dengan disaksikan oleh tiga saksi: butha saksi (paca maha butha), manusia saksi (pemerintah, keluarga dan masyarakat, pandita, pinandita), Dewa saksi (Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi) melalui upacara pernikahan. Dan setelah menikahpun hendaknya tidak sembarangan melakukan hubungan seksual (Brahmacarya). Manusia yang berbudi pekerti luhur wajib hukumnya hidup sederhana, tidak memamerkan kemewahan walaupun telah mampu memiliki pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang tinggi sedapat mungkin dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan seperti, para fakir miskin, sebab dana punia adalah merupakan bentuk yajńa yang paling tinggi nilainya (Aparigraha).Demikianlah hendaknya yang selalu diusahakan oleh setiap orang yang merindukan hidup dengan berbudi pekerti luhur, mampu membimbing pribadinya untuk berperilaku dengan moral yang baik sehingga menjadi manusia yang sejahtera dan berbahagia selama hidup dan kehidupannya (moksha).236 Kelas XII SMA/SMK b. Nyama: adalah ajaran yang menuntun umat manusia untuk selalu bermoral dan berperilaku yang baik. Seseorang yang perilakunya dijiwai oleh moral yang mulia adalah ciri insan yang berbudi pekerti luhur. Nyama bratha adalah ajaran ashtangga yoga yang patut dijadikan landasan oleh seseorang untuk mewujudkan pribadinya berbudi pekerti luhur. Menjaga kesucian lahir dan batin masing-masing adalah menjadi kewajiban pribadi setiap insan yang dilahirkan sebagai manusia. Manusia dilahirkan memiliki tubuh/badan, pikiran, kecerdasan, hati, dan jiwa. Badan atau tubuh manusia yang kotor dibersihkan dan disucikan dengan air, pikiran yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan kejujuran, kecerdasan manusia yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan pengetahuan suci, hati dan perasaan seseorang yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan keihklasan, dan jiwa/roh/spirit/atma manusia yang kotor dapat dibersihkan dan disucikan dengan melaksanakan tapa, brata, dan yoga (Sauca). Adakalanya dalam kehidupan manusia tidak pernah merasa puas walaupun dimata sesamanya yang bersangkutan sudah dipandang berkecukupan. Merasa puas dengan apa yang dimiliki, berbahagia dengan karunia Ida Sang Hyang Widhi, selalu bersyukur atas segala anugerah-Nya, adalah cermin pribadi seseorang yang berbudi pekerti luhur dalam hidupnya. Sepatutnya kita menyadari bahwa setiap orang memiliki rejekinya masing-masing sebagai hasil dari karma baiknya pada kehidupan sebelumnya maupun hasil dari karma pada kehidupan ini. Demikian pula kita tentu mendapatkan buah karma masing-masing. Oleh karenanya berbahagialah, puaslah dengan yang diraih sekarang, tidak iri bila melihat keberhasilan orang lain, melihat rejeki orang lain ataupun melihat keberuntungan orang lain. Karena semuanya itu sesungguhnya adalah hasil dari karmanya. Bila kita ingin mendapat keberhasilan sesuai harapan maka harus berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang benar (Santosa). Belakangan ini ada pesan bahwa manusia ingin hidup serba instan, digampangkan, glamor, dan bersifat/sikap apatis. Bila ingin hidup berbudi pekerti yang luhur, ada baiknya kebiasaan ini diubah secepatnya. Mengadapi era global yang penuh dengan tantangan, hidup manusia harus kuat dan tahan uji. Hidup manusia harus tahan terhadap berbagai godaan yang datang baik dari dalam diri maupun dari luar diri-sendiri. Kekuatan dan ketahanan hidup bisa dimiliki bila kita telah mampu mengendalikan diri (yoga) dengan baik. Kemampuan mengendalikan diri bisa dipupuk dengan melakukan latihan secara kontinyu. Latihan yang bermanfaat adalah dengan melakukan puasa, brata. Berlatih dengan tekun selain dapat menguatkan diri juga bermanfaat untuk membersihkan diri dari pengaruh Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 237kotoran yang ada dalam tubuh (Tapa). Belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai dengan petunjuk yang ada sehingga berhasil dan berguna untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia adalah cermin dari insan yang bermoral, cerdas, dan berbudi pekerti luhur. Usaha umat manusia yang selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar merupakan perilaku yang mulia. Apapun materi pembelajaran yang dipelajari oleh seseorang adalah dapat bermanfaat dalam hidupnya sepanjang dilandasi dengan pikiran yang positif. Dengan tekun belajar yang bersangkutan dapat terbebas dari berbagai masalah yang dihadapinya. Membiasakan diri belajar mendalami kitab-kitab suci sesuai dengan agama yang diyakininya berarti yang bersangkutan telah melandasi hidupnya dengan sikap hidup berbudi pekerti luhur (Swadhyaya). Manusia berkeyakinan bahwa hidup dan kehidupan ini adalah kehendak Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi. Kelahiran, kehidupan, dan kematian sebagai manusia juga adalah atas kehendak-Nya. Dengan melakoni hidup dan kehidupan sebagai manusia dan menerima hasilnya dalam kondisi baik atau buruk adalah anugerah-Nya mencerminkan insan yang berbudi pekerti luhur. Sebagai manusia berkewajiban untuk selalu menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi secara bulat dan tulus (Iswarapranidhana).c. Asana: menjaga keharmonisa dalam tubuh, menjaga kesehatan tubuh. Asana adalah merupakan sikap badan yang mantap dan nyaman. Jenis-jenis sikap badan/asana dalam yoga sangat beragam, mulai dari asana posisi berdiri, duduk, telungkup, rebah, terbalik dan lain sebaginya. Berbagai macam gerakan asana tersebut ditemukan oleh para yogi yang mengabdikan hidupnya mencari pencerahan jiwa di hutan yang sejuk ribuan tahun lalu dan menyesuaikan gerakannya dengan gerakan mahluk hidup yang ada di hutan. Manfaat dari melakukan asana tersebut adalah badan menjadi sehat dan nyaman. Selain itu dengan melakukan asana tubuh menjadi terbantu secara fisik untuk melakukan konsentrasi yang sangat dibutuhkan dalam yoga. Manusia memiliki kewajiban untuk selalu dapat duduk dengan sehat, tenang dan nyaman dalam keadaan apapun adalah ciri manusia yang berbudi pekerti yang luhur. Lakukanlah!Sumber: Dok. PribadiGambar 4.9 Yoga – Silasana.238 Kelas XII SMA/SMK d. Pranayama: mengelola energi hidup. Pranayama merupakan tata-cara pengaturan nafas dalam hidup dan kehidupan. Pranayama memiliki peranan penting dalam keberhasilan seseorang untuk melakukan yoga. Apabila seseorang tidak memahami tata-cara bernafas dalam pranayama maka yoga yang dilaksanakan menjadi sia-sia. Dalam pranayama dikenal istilah-istilah pengaturan nafas seperti puraka (menarik nafas), kumbaka (menahan nafas) dan recaka (menghembuskan nafas). Ada beragam jenis dan teknik pranayama dalam yoga. Beragam jenis dan teknik pranayama tersebut memiliki manfaat masing-masing dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan membiasakan diri selalu berlatih yoga secara baik dan benar dapat memperpanjang pernafasan atau memperpanjang umur manusia. Bila kita berkeinginan memiliki nafas/umur yang panjang, lakukanlah.e. Pratyahara: Pemutusan pengaruh indra pada pikiran/logikanya. Manusia memiliki panca indra yang sangat bermanfaat dalam mewujudkan hidup sejahtera dan bahagia. Pemanfaatanya hendaknya terpelihara dengan baik agar tidak mengganggu ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Indra yang tidak terkendali/liar dapat menganggu dan mengancurkan kelansungan hidupnya. Pratyahara mengandung arti menarik pancaindra dari objek-objek penglihatan, pendengaran, perasaan dan perabaan yang berlebihan. Dalam keadaan pratyahara pembentukan objek perenungan mulai dilakukan. Objek perenungan digunakan sebagai alat untuk berkonsentrasi. Dalam pelaksanaan yoga ada berbagai jenis objek perenungan dapat digunakan oleh manusia mengendalikan pengaruh negatif indranya. Praktisi yoga dapat memanfaatkan arca dewa-dewi, simbol aksara suci, cahaya yang terang, ataupun bayangan muka diri sendiri dan yang lainnya sebagai obyek perenungan. Objek perenungan tersebut dipertahankan hingga dapat diyakini sesuatu yang direnungkan seolah-olah nyata. Manusia yang berbudi pekerti luhur selalu berusaha untuk mengendalikan pengaruh negative indranya dengan hamonis sehingga terbangun kehidupan damai, sejahtera, dan bahagia.f. Dharana: Konsentrasi Pikiran. Berkonsentrasi atau pikiran terkonsentrasi mudah diucapkan, orang kebanyakan menyatakan tidak mudah melaksanakan. Untuk dapat berkonsentrasi dengan baik sangat dibutuhkan disiplin mental yang sungguh-sungguh. Pada tahap dharana penentuan letak pemusatan pikiran pada objek tertentu dilaksanakan. Misalnya titik pertemuan antara kedua alis-mata, batang hidung, ujung hidung, ubun-ubun dan lain sebagainya.Next >