< PreviousPendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti261Membuka Relung Kalbu Rasulullah saw. bersabda; “Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kefakiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggrogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat? (H.R.AtTirmidzi)Permasalahan yang tengah kita hadapi betapa besarnya. Berapa banyak lahan subur yang kemudian berubah gundul karena anak mudanya enggan menggarapnya. Tidak sedikit perusahaan yang gulung tikar karena para pekerjanya malas. Sebaliknya, kalian dapat melihat lembaran sejarah umat yang pernah meraih sukses generasi terdahulu dalam mengisi waktunya dengan kerja keras dan tanggung jawab akan agamanya.Ketika Ibnu al-Jauzi selesai menyampaikan pelajarannya, salah seorang peserta didiknya tiba-tiba berkata, ”Mari kita ngobrol santai”. Jika begitu, hentikan matahari untuk sementara waktu, jawab Ibnu alJauzi.Lain lagi dengan Ibnu Aqil yang menulis buku besar ”alFunun” dengan jumlah 800 jilid, merupakan buku terbesar sejak Nabi Adam a.s hingga mungkin hari kiamat. Meski telah berusia 80 tahun, aku masih memiliki semangat, kegigihan dan keinginan untuk memanfaatkan waktu seperti ketika masih berusia 20 tahun, ujarnya. Aku tidak makan seperti kalian makan, tandasnya. Lalu bagaimana kamu makan? Aku menyiram kueku dengan air hingga mencair. Setelah itu, Aku menghabiskannya dengan cepat agar tidak memakan banyak waktuku.Itulah sekelumit kisah mengapa umat terdahulu masih tetap eksis selama ratusan tahun memimpin dunia. Kalian mungkin berkata; Itu merupakan sesuatu yang di atas normal. Siapa yang sanggup melakukannya?Baik, kalian tidak perlu melakukannnya.Tetapi kalian tidak harus duduk selama 4 jam hanya untuk sekedar makan di restoran. Setiap hari, banyak remaja menyantap makan siang atau malam di rumah-rumah makan. Berjam-jam mereka duduk ngobrol di sana. Di lain pihak kalian bermimpi akan meraih sukses. Mungkinkah kalian yang orientasinya perut akan sukses? Sementara waktu yang dihabiskan berjam-jam itu mungkin dapat digunakan untuk membangun gedung-gedung dan mengkaji serta mengajarkan alQurān.( Sumber:Amru Khalid,dalam Buku Revolusi Diri)Sumber: www.pixabay.com/id/photosGambar 11.7 Tangan, Cinta, KeabadianKelas XII SMA/MA/SMK/MAK262Aktivitas Siswa1. Untuk melihat lebih banyak tentang potensi diri kalian yang diberikan oleh Allah Swt. carilah hasil-hasil penelitian ilmiah terkait dengan potensi diri manusia atau dalam kisah-kisah orang sukses. 2. Setelah diunduh dan diedit, presentasikanlah di depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lain! Belajar dari Semut Ada pepatah mengatakan “Di mana ada gula disitu ada semut” agaknya kurang tepat! Kenapa? Karena semut tetap hadir di mana-mana dengan aktif meski ada gula atau tidak. Semut walaupun kecil, tapi banyak hal positif yang dapat dipelajari lewat perilaku semut dan kebiasaan semut,karena itu di dalam alQurān ada surat bernama “Semut”, Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan hidup semut, antara lain;1. Semut tidak pernah putus asa; Coba bentangkan tangan untuk menutup jalan yang dilalui semut. Semut tidak akan putus asa, apalagi berhenti tapi terus berjalan mencari rute lain.2. Semut pekerja keras; Pernahkah kalian melihat semut tidur-tiduran atau santai? Semut selalu rajin, aktif bekerja mengangkut makanan tanpa bosan karena ia pekerja keras.3. Semut itu kuat; Semut sanggup mengangkat beban yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Semut tak mengeluh dan bersungguh-sungguh dan tak patah semangat apalagi menyerah.4. Semut berjiwa Sosial; Apa yang dilakukan semut ketika makanan yang hendak diangkat terlalu berat, semut tidak mempunyai sifat egois, mau menang sendiri, mereka akan tolong menolong untuk mengangkat bersama-sama. Semut cepat melihat peluang; semut cepat hadir ketika dia mengetahui peluang untuk mendapatkan makanan. Semut tak akan menyia-nyiakan peluang, sebab semut tahu peluang itu hanya datang sekali saja. (Sumber: Haribowo; Mutiara Pagi)Mengkritisi Sekitar KitaPendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti263Apakah kalian termasuk orang yang bisa menggunakan peluang itu dengan baik? Mari kita belajar dari semut dan terus mengembangkan kebiasaan dan pola hidup positif dengan bekerja keras, tanggung jawab agar hidup menjadi lebih baik lagi.Semoga!Memperkaya KhazanahA. Tadarus al-Qurān 5-10 Menit sesuai TemaKewajiban untuk tadarus alQurān dengan sebenar-benarnya (Q.S alBaqarah/ 2:121) bertujuan menumbuhkan keinginan peserta didik untuk mentadabburi dan mengetahui manfaatnya, yaitu faham makna alQurān dan mengetahui rahasia keagungannya. Dengan mengetahui manfaatnya, peserta didik diharapkan dapat melaksanakan dan mengikutinya karena alQurān sudah membekas dalam jiwa (Q.S. Thaha/20:112-113,Q.S. al-Baqarah/2:38), sehingga peserta didik akan memperoleh ketentraman dan kebahagiaan (Q.S.Taha/20:2-3).Sebelum kalian memulai pembelajaran, lakukan tadarus alQurān secara tartil selama 5-10 menit di kelompok kalian masing-masing dipimpin oleh ketua kelompok. Ayat-ayat yang dibaca akan ditentukan oleh Bapak/Ibu guru kalian.B. Menganalisis dan Mengevaluasi Perilaku Bekerja Keras dan Tanggung Jawab dalam Kehidupan Sehari-hari 1. Kewajiban Bekerja Keras dan Tanggung JawabIslam adalah agama yang mewajibkan kepada pemeluknya untuk berkarya. Bahkan Sayid Sabiq dalam bukunya ”Unsur-unsur Kekuatan dalam Islam” terjemahan Muhammad Abdai Rathomy mengatakan: “Islam adalah agama gerak dan membanting tulang dalam segala bidang kehidupan dan penghidupan manusia, sehingga dengan demikian ia dapat menunjukkan cara pembimbingan yang baik dan terpuji”. Dan Dr. Yusuf Al-Qardhamy dalam bukunya “AlImaanu Wal Hayaatu” mengatakan: yang diketahui dalam Islam hanyalah orang beriman itu bekerja, bersusah payah, menunaikan kewajibannnya dalam hidup ini, mengambil dan memberi, memperkenankan kehendak Allah Swt. terhadap manusia, mereka dijadikan khalifah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan isinya sebanyak mungkin, untuk kepentingan kemanusiaan.Agama Islam tidak mengenal satu hari yang khusus untuk beribadah, sehingga di hari itu orang berhenti bekerja. Dalam ajaran Islam, setiap hari Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK264adalah hari kerja, dan bekerja untuk urusan dunia adalah apabila dikerjakan dengan niat yang jujur. Hari Jum’at yang dianggap hari besar dalam Islam, tiadalah dihari itu diperintahkan supaya berhenti bekerja, melainkan baru sesudah mendengar panggilan adzan hingga sampai shalat Jum’at selesai disuruh berhenti bekerja, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah Swt. Q.S. alJum’at/62:9-10.Artinya: “Hai orangorang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah Swt. dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah Swt. dan ingatlah Allah Swt. banyakbanyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. alJum’at/62:9-10).Beginilah seharusnya kehidupan seorang muslim di hari Jum’at, bekerja dan jual beli sebelum shalat,kemudian dengan cepat mengingat Allah Swt. dengan melaksanakan shalat dan kembali bertaburan dibumi mencari karunia Allah Swt. sesudah selesai shalat.Islam telah memerintahkan/mewajibkan kepada pemeluknya untuk bekerja dan berkarya dengan berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut.a. Dengan tegas memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bekerja dan berkarya, karena;• Karya seseorang yang akan menentukan kualitas seorang beriman, sebagaimana tersebut dalam Q.S. alAhqaaf/46:9 dan Q.S.Thaha/20:75.• Allah Swt., Rasul-Nya dan orang-orang beriman akan memperhatikan karya seseorang, sebagaimana tersebut dalam Q.S.atTaubah/9:105• Karya orang-orang beriman harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. nanti di akhirat, sebagaimana tersebut dalam Q.S. anNahl/16:93.b. Diperintahkan untuk mencari karunia Allah Swt., sebagaimana tersebut dalam Q.S.alJum’at/62:10 dan ayat yang semakna dalam Q.S. alIsra’/17:12, karena;Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti265• Karunia Allah Swt. hanya dapat dicari dengan berusaha, kerja keras untuk berkarya. Tanpa berkarya mustahil karunia Allah Swt. itu akan diperoleh.• Sahabat Umar bin Khatab pernah melihat sekelompok orang disudut masjid sesudah shalat Jum’at. Umar bertanya; ”Siapakah kamu? Mereka menjawab; Kami orangorang yang tawakal kepada Allah Swt. kemudian Umar mengusir mereka dan mengatakan: Janganlah seorang kamu berhenti mencari rizki dan hanya berdo’a: Ya Allah, berilah aku rizki, padahal dia mengetahui bahwa langit belum pernah menurunkan hujan emas, dan Allah Swt. telah berfirman; ”Dan apabila selesai mengerjakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah Swt.”c. Diperintahkan untuk meneliti segala sesuatu yang ada di dalam alam ini, sebagaimana tersebut dalam Q.S.alA’raf/7:185.• Perintah untuk meneliti alam ini banyak sekali ditemukan dalam alQurān, misalnya dalam Q.S.arRum/30:8, Q.S.aliImran/3:190.• Penelitian itu harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga sampai kesimpulan, bahwa segala sesuatu yang ada di dalam alam ini adalah ciptaan Allah Swt. dan Allah Swt. menciptakannya tidaklah sia-sia.d. Diperintahkan untuk menanggulangi kemiskinan, kebodohan, penyakit dan kedzaliman.• Orang yang tidak berusaha untuk menanggulangi kemiskinan adalah pendusta agama.• Orang yang akan diangkat derajatnya hanyalah orang yang beriman dan mempunyai ilmu yang banyak.• Allah Swt. melarang untuk mencelakakan diri dan berbuat dzalim karena dzalim adalah sumber malapetaka atau kehancuran.e. Diperintahkan untuk memakan makanan yang baik, memakai pakaian yang bagus, membuat rumah yang luas dan punya kendaraan yang bagus, serta mendidik anak-anak menjadi shaleh.• Allah Swt. memerintahkan manusia untuk mencari rizki yang halal dan tayyib.• Allah Swt. memerintahkan untuk menjaga dirinya, anak isterinya dari api neraka.• Hanya orang-orang yang shalih yang akan masuk surga.f. Diperintahkan untuk menyiapkan semua kekuatan untuk menghadapi musuh, sehingga musuh itu menjadi ketakutan karenanya, sebagaimana tersebut dalam Q.S. alAnfal/8:60.Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK266Demikian cara yang dipakai oleh Islam untuk memerintahkan kepada para pemeluknya agar bekerja keras di dalam segala lapangan penghidupan mereka. Melalui berkarya di dalam segala lapangan kehidupan dan penghidupan mereka, maka Allah Swt. akan membalas dengan kehidupan yang baik (hayaatan tayyibah).Aktivitas Siswa1. Coba kalian diskusikan dengan kelompokmu kriteria kehidupan yang hayatan tayyibah! 2. Berikan Tanggapan kalian tentang kenapa Allah Swt. memerintahkan manusia untuk bekerja keras dalam kehidupan ini ?2. Pengertian Bekerja Keras dan Bertanggung Jawaba. Bekerja KerasBekerja Keras berarti berusaha atau berikhtiar secara sungguh-sungguh, dengan kata lain bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu yang dicita-citakan. Orang yang bekerja keras tidak berarti harus “banting tulang” dengan mengeluarkan tenaga secara fisik, akan tetapi dapat dilakukan dengan berpikir sungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaannya atau belajar sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Setiap orang yang bekerja keras harus berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan atau prestasi tertentu yang diharapkan, kemudian disertai dengan do’a dan berserah diri (tawakkal) kepada Allah Swt., untuk kepentingan dunia dan akhirat. Allah Swt. berfirman yang artinya sebagai berikut.“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Swt. telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. AlQashash/28:77)Dengan demikian, sikap bekerja keras dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rezeki, dan menjalankan tugas sesuai dengan profesi masing-masing. Sebagaimana telah dijelaskan tentang pentingnya bekerja keras Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti267sebagaimana tersirat dalam firman Allah Swt. dalam Q.S. alJumu’ah/62:10 di atas, mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah Swt. di muka bumi ini. Kemudian pada surat atTaubah di atas mengisyaratkan bahwa kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan maksimal kita dan hal itu akan diperhitungkan oleh Allah Swt.. Orang yang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah Swt. menciptakan alam beserta segala isinya diperuntukkan bagi manusia. Namun, untuk memperoleh manfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah saw. juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras. Beliau menegaskan bahwa makanan yang paling baik adalah yang berasal dari hasil keringat sendiri. Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang melebihi makanan yang berasal dari buah tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud as. makan dari hasil tangannya sendiri (H.R.Bukhari)Jadi semua umat Islam harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun dalam hal ibadah mahdhah (khusus), seperti shalat, hendaknya kita beranggapan bahwa seolah-olah kita akan mati esok hari sehingga kita bisa beribadah dengan giat dan khusyu’. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah saw.: bersabda yang artinya: “bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolaholah engkau hidup selamalamanya; dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolaholah engkau akan mati esok hari”. (H.R. Ibnu Asakir). Semua manusia yang hidup di dunia ini mempunyai dua kebutuhan yaitu; kebutuhan jasmani berupa makanan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. dan kebutuhan rohani berupa pengetahuan yang bermanfaat, dan nasihat yang sesuai dengan kebutuhan rohani. Semuanya itu dapat diraih apabila kita mau bekerja dengan sungguh-sungguh, maka Allah Swt. akan memberikan rizqi kepada makhluk-Nya. Bekerja dan tanggung jawab merupakan keniscayaan dalam hidup. Orang beriman dituntut untuk selalu survive dan bangkit membangun peradaban seperti masa keemasan Islam. Syarat untuk itu tidak cukup ditempuh dengan kerja keras, tetapi harus kerja cerdas dan bertanggung jawab. Kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak dikenal dalam Islam. Firman Allah Swt. dalam Q.S. alAnkabut/29:17:Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK268Artinya:... Maka mintalah rezki itu di sisi Allah Swt., dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. hanya kepada Nyalah kamu akan dikembalikan.(Q.S. al-Ankabut/29: 17).Ayat di atas, menjelaskan bahwa rezeki harus diusahakan, bahkan dalam Q.S.al-Isra’/17:12 dinyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki. Masih banyak ayat serupa. Intinya, rezeki Allah Swt. hanya akan diperoleh dengan kerja tinggi. Al-Baihaqi dalam kitab ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip kerja keras dan tanggung jawab atas bentuk pekerjaannya kepada Allah Swt. yang diajarkan Rasulullah saw. Keempat prinsip itu harus dimiliki oleh setiap mukmin jika ingin menghadap Allah Swt. dengan wajah berseri bak bulan purnama.Pertama, bekerja secara halal (thalaba addunya halalan). Halal dari segi jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan ‘haram lidzatihi’. Analoginya, menjadi pegawai negeri sipil adalah halal. Tetapi jika jabatan pegawai negeri sipil digunakan mengkorupsi uang rakyat, status hukumnya jelas menjadi haram. Jabatan yang semula halal menjadi haram karena ada faktor penyebabnya. Itulah ‘haram lighairihi’. Berbeda dengan perampok. Dimodifikasi bagaimanapun ia tetap haram. Keharamannya bukan karena faktor dari luar, melainkan jenis pekerjaan itu memang ‘haram lidzatihi’.Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an almas’alah). Orang beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah saw. pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya meminta-minta (mengemis). Beliau kemudian bersabda; “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).Dengan demikian, setiap pekerjaan asal halal adalah mulia dan terhormat dalam Islam. Lucu jika masih ada orang yang merendahkan jenis pekerjaan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti269tertentu karena dipandang remeh dan hina. Padahal pekerjaan demikian justru lebih mulia dan terhormat di mata Allah Swt. ketimbang meminta-minta. Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah saw. yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (H.R. Ibnu Majah).Tegasnya, seseorang yang memerah keringat dan membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah Swt. dan Rasulullah saw. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah saw. bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah saw. memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya”. Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas social dan tanggung jawab sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah Swt. dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah Swt. telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Q.S. alHadid/57: 7).Lebih tegas, Allah Swt. bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan dan tidak bertanggung jawab terhadap nasib kaum miskin dan yatim sebagai pendusta-pendusta agama (Q.S.alMa’un/107: 1-3), karena tidak dikenal istilah kepemilikan harta secara mutlak dalam Islam. Dari setiap harta yang Allah Swt. titipkan kepada manusia, selalu menyisakan hak kaum lemah dan papa.Demikianlah, kemuliaan pekerjaan sungguh tidak bisa dilihat dari jenisnya. Setelah memenuhi empat prinsip di atas, nilai sebuah pekerjaan akan diukur dari kualitas niat (shahihatun fianniyat) dan pelaksanaannya (shahihatun fiattahshil). Itulah pekerjaan yang bernilai ibadah dan kelak akan mengantarkan pelakunya ke pintu surga. (M. Husnaini, Empat Prinsip Kerja Islami, republika.co.id)Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK270b. Bertanggung JawabTanggung Jawab secara bahasa artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Secara istilah tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Bertanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Artinya bertanggung jawab itu sudah merupakan bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain.Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut mas’uliyyah. Setiap manusia harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorong-nya dalam berperilaku, bertutur kata, bertindak dan merencanakan sesuatu. Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, atau ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa bertanggung jawab kepada yang lain. Allah Swt. berfirman: dalam Q.S. alIsra’/17:36: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. alIsra’/17:36).Berkaitan dengan tanggung jawab, setiap manusia bertanggung jawab atas apa yang diperbuatanya, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al Mudatstsir/74:38 yang artinya: “Tiaptiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Dengan demikian setiap gerak yang dilakukannya pada waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu akan meninggalkan bekas atau pengaruh pada orang lain. Oleh karena itu, tanggung jawab seseorang tidak terbatas pada amalannya saja tetapi bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung bahkan mungkin sampai setelah dia meninggal.Next >