< PreviousPendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti1296PENJELASAN BABGereja dan MultikulturalismeBahan Alkitab: Efesus 2: 11-21, Galatia 3: 26-28Kompetensi IntiKompetensi DasarKI-1Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.1.2. Mensyukuri pemberian Allah dalam kehadiran multikultur. KI-2Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, res ponsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam ber interaksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.2.2. Mengembangkan sikap dan perilaku yang menghargai dan mene-rima multikultur. Buku Guru Kelas XII SMA/SMK130Kompetensi IntiKompetensi DasarKI-3Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan fak-tual, konseptual, prosedural, dan meta-kognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait pe-nyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifi k se-suai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.3.2. Menganalisis nilai-nilai multikultur. Ki-4Mengolah, menalar, menyaji, dan men-cipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.4.2. Membuat proyek yang berkaitan dengan ke-hidupan multikultur.Indikator• Mengadakan observasi di gereja masing-masing mengenai sikap gereja terhadap multikulturlaisme dan mendiskusikannya.• Menjelaskan cara gereja mewujudkan multikulturalisme.• Merancang proyek pelayanan yang berkaitan dengan multikulturalisme.• Berbagi pandangan dan pengalaman berkaitan dengan multikulturalisme.• Membuat karya yang berisi ajakan pada remaja dan masyarakat untuk menerima serta menghargai multikulturalisme.Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti131A. PengantarPelajaran ini merupakan lanjutan dari pembahasan sebelumnya, yaitu mengenai multikulturalisme. Jika pelajaran sebelumnya membahas mengenai pemahaman konsep multikulturalisme, maka pembahasan berikutnya berkaitan dengan gereja dan multikulturalisme. Remaja sebagai warga gereja perlu mendalami bagaimana gereja menanggapi kenyataan multikulturalisme.Pemahaman mengenai multikulturalisme telah dipelajari dalam pembahasan pada bab sebelumnya. Pada pembahasan ini peserta didik dibimbing untuk mengkaji mengenai sikap gereja terhadap multikulturalisme di Indonesia. Sebelum membahas mengenai sikap gereja terhadap multikulturalisme di Indonesia, peserta didik dibimbing untuk belajar mengenai multikulturalisme secara global, bagaimana sikap gereja-gereja pada umumnya kemudian membahas mengenai sikap gereja-gereja Kristen di Indonesia. Peserta didik diharapkan memperoleh pencerahan mengenai sikap gereja terhadap multikulturalisme, terutama bagaimana gereja membangun jemaat multikultur.B. Multikulturalisme di Zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru1. Multikultur di Zaman Perjanjian LamaPerjanjian Lama mencatat perbedaan budaya yang dipengaruhi agama karena ada hubungan yang erat antara agama dan budaya. Relasi itu tampak dalam hubungan antara bangsa Israel dengan bangsa-bangsa Kanaan di sekitar yang menimbulkan berbagai pengaruh. Bangsa Israel berhadapan dengan kemajemukan budaya bangsa di sekitarnya. Akan tetapi, ketika bangsa Israel bersosialisasi dengan bangsa di sekeliling, mereka tidak selektif. Akibatnya, budaya-budaya bangsa sekitarnya yang negatif membawa bangsa Israel pada penyembahan berhala. Alkitab mencatat, sepanjang sejarah hakim-hakim sampai dengan bangsa Israel menuju ke pembuangan, bangsa Israel terjerat dengan penyembahan berhala yang dipengaruhi oleh budaya kafi r bangsa-bangsa di tanah Kanaan. Hope S. Antone (Pendidikan Kristiani Kontekstual, 2010) menulis bahwa dunia Alkitab ditandai oleh kemajemukan atau keanekaragaman budaya dan agama. Di zaman Abraham dipanggil di tanah Haran masyarakat amat beragam dan tiap suku memiliki pemahaman terhadap “Allahnya” sendiri. Demikian pula di tanah Kanaan di tempat di mana Abraham dan Sara hidup sebagai pendatang. Menurut Hope, di tanah Kanaan setiap suku memiliki pandangannya sendiri terhadap yang Ilahi. Di tengah situasi seperti itulah Abraham dan Sara kemudian bangsa Israel membangun kepercayaannya Buku Guru Kelas XII SMA/SMK132terhadap Allah yang mereka sembah. Dalam konteks Yesus juga ditandai oleh keberagaman. Yesus tumbuh dalam tradisi iman komunitas-Nya dalam tradisi agama Yahudi sendiri. Di zaman setelah Yesus, kekristenan tumbuh dan berakar dalam budaya Yahudi dan Yunani helenis.Menurut Wikipedia Indonesia, masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas berbagai elemen, dengan latar belakang suku, ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik, dan bahasa berbeda yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Pada level teoritis, multikulturalisme merupakan sebuah wacana yang hangat diperdebatkan di kalangan fi lsuf, sosiolog maupun psikolog, khususnya di negara-negara Eropa dan Amerika Utara selama kurang lebih tiga dekade. Secara umum para ahli ini terbagi dalam dua kubu pemikiran. Kubu pertama adalah mereka yang melihat multikulturalisme sebagai ideologi politis yang memiliki nilai-nilai positif. Adapun kelompok yang lain adalah mereka yang bersikap kritis dan cenderung antagonis terhadap ide multikulturalisme. Bagaimana pandangan multikulturalisme yang berkembang di Indonesia? Di Indonesia, mulktikulturalisme bukan sekadar wacana fi lsafat dan politik yang diperdebatkan di lingkungan akademik dan dituangkan dalam jurnal ilmiah. Multikulturalisme juga bukan sekadar pemikiran yang dituangkan dalam kebijakan. Lebih dari itu, multikulturalisme adalah perjumpaan orang dengan orang (antarmanusia) yang berasal dari berbagai latar belakang berbeda termasuk di dalamnya agama. Sebuah perjumpaan dan pergaulan yang menyenangkan, di mana perbedaan budaya dan lainnya dipahami, dialami, dan dihargai. Namun, ada saat ketika multikulturalisme dimasukkan ke dalam kontestasi politik dan dijadikan komoditi politik, potensi konfl ik muncul. 2. Multikulturalisme di Zaman Perjanjian BaruBudaya bangsa Israel di zaman Perjanjian Baru dipengaruhi oleh warna-warni budaya dari beberapa bangsa yang pernah menjajah Israel, seperti Persia, Yunani, dan Romawi. Secara khusus, saat itu bangsa Israel yang tersebar di luar Yerusalem sebagai pusat aktivitas rohani membawa mereka pada konsep eksklusivisme sebagai umat pilihan Allah. Pada zaman Tuhan Yesus, Dia membawa pemikiran baru tentang pentingnya inklusivisme. Yesus tidak menutup diri dari kemajemukan kebudayaan. Yesus tidak memandang latar Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti133belakang budaya, suku, dan ras. Ia berkenan menerima semua orang da lam pergaulan multikultural. Ketika seorang perempuan Kanaan hendak meminta tolong (Matius 15:21-28) dan seorang perwira Roma meminta kesembuhan (Lukas 7:1-10), Yesus menjawab kebutuhan mereka dan menolong mereka. Menunjukkan bahwa Yesus sendiri menghargai keberagaman dan perbedaan budaya. Dalam Perjanjian Baru, jemaat multikultural secara eksplisit dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 sebagai orang-orang yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai budaya yang mendengarkan khotbah Petrus. Pada waktu itu ada tiga ribu orang bertobat dan mereka menjadi model gereja pertama. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi masalah antara jemaat yang berbudaya Yunani dan Yahudi. Perbedaan budaya antara Yahudi dan Yunani menimbulkan banyak persoalan dalam beberapa jemaat, seperti di Roma dan di Korintus. Perpecahan dan perselisihan tersebut timbul hanya karena kebiasaan-kebiasaan jemaat (1 Korintus 11). Namun, Paulus menegaskan bahwa sekarang tidak ada lagi orang Yunani atau Yahudi, tidak ada orang bersunat maupun tidak bersunat, tidak ada budak atau orang merdeka. Semua orang sama di hadapan Allah, semua menjadi satu jemaat dimana kepalanya adalah Yesus Kristus.C. Gereja dan MultikulturalismeMultikultur bukanlah sesuatu yang asing bagi gereja-gereja di Asia pada umumnya dan gereja-gereja di Indonesia. Keberagaman suku, bangsa, budaya, adat istiadat, serta berbagai kebiasaan telah turut mewarnai perjalanan gereja-gereja di Asia dan Indonesia. Menurut pakar sosiologi, tidak ada wilayah yang amat beragam seperti di Asia. Masyarakat Asia adalah masyarakat yang multikultur, demikian pula Indonesia.Multikulturalisme adalah anugerah Allah. Meskipun demikian, multi-kulturalisme dapat menjadi akar konfl ik dan perpecahan ketika multikulturalisme di politisasi. Hal ini terjadi misalnya dalam kampanye pemilu legislatif, pemilu presiden, dan wakil presiden. Isu ini dibangun untuk mengurangi elektabilitas calon dan untuk mempengaruhi para pemilih yang dengan mudah termakan oleh isu tersebut terutama di kalangan masyarakat yang masih memilih pemimpin berdasarkan agama. Namun masyarakat kini mulai berpikir rasional memilih pemimpin berdasarkan kemampuan dan integritas bukan berdasarkan agama atau suku. Meskipun demikian, tak dapat dihindari ketika multikultur dijadikan komoditi politik maka dapat menimbulkan potensi konfl ik secara horizontal (antarmasyarakat). Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan antarumat Buku Guru Kelas XII SMA/SMK134beragama, pada aras akar rumput atau rakyat jelata, nampak solidaritas dan kebersamaan namun situasi ini dapat saja berubah ketika perbedaan agama dijadikan komoditi politik.Dalam Kitab Efesus 2:11-21 Paulus menjelaskan mengenai arti “dipersatukan” dalam Kristus. Ia memfokuskan pembahasannya pada pekerjaan penebusan, rekonsiliasi, dan merobohkan tembok-tembok pemisah antarumat. Jika kita satu di dalam Kritus, maka kita terlepas dari perbedaan suku, ras, budaya, dan status sosial ekonomi. Kegiatan tersebut sudah merobohkan tembok pemisah dalam berbagai perbedaan, maka kita menjadi satu dalam Kristus. Sebagaimana Kristus telah menerima kita tanpa syarat maka kita pun wajib saling menerima satu dengan yang lain. Menjadi satu dalam Kristus memungkinkan gereja menjadi satu. Dalam Kitab Galatia 3:26-28, Paulus mengatakan kita memiliki identitas baru melalui Kristus. Tidak ada diskriminasi dalam Kristus, kita semua sama di hadapan Allah.D. Multikulturalisme dan SinkretismeKonteks gereja-gereja Asia adalah kemajemukan dimana multikultur merupakan kenyataan yang tidak dapat ditolak dan diabaikan. Antoni S. Hope dengan mengutip seorang ahli Biblika dari Sri Lanka, Daniel Thiagarajah mengatakan bahwa : “misi Allah adalah gerakan Allah melawat umat-Nya. Dalam dirinya sendiri misi gereja mengambil langkah baru untuk maju. Setiap pembicaraan manapun mengenai Allah yang secara autentik mengklaim bersifat Asia harus memperhatikan kompleksitas situasi di Asia di mana kita dipanggil untuk hidup, mewartakan dan merayakan iman kita. Berteologi tidak pernah dapat dilakukan dalam suatu ruang kosong, tetapi harus selalu dilakukan dalam hubungan dengan situasi hidup yang aktual. Oleh sebab itu, meskipun misi gereja adalah mission Dei atau misi Allah, namun tidak boleh terlepas dari konteks”. Misi Allah hendaknya ditempatkan dalam konteks masyarakat di mana gereja sebagai lembaga dan umat Allah ada dan hidup. Dalam kaitannya dengan pendapat tersebut, kita pernah mengalami masa-masa suram ketika para penginjil Barat datang dengan superioritas budaya Barat yang memberangus semua kekayaan budaya lokal yang ada di Indonesia. Ketakutan terhadap sinkretisme (penyembahan berhala) dan sikap superioritas telah melahirkan tindakan yang menurut mereka merupakan pembersihan terhadap sinkretisme dan upaya untuk “memurnikan” Injil. Bukankah para penginjil, para pemberita yang hidup baik di zaman Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru juga turut dibentuk oleh budaya setempat pada masa itu? Contohnya aturan mengenai kaum perempuan yang tidak boleh beribadah dengan rambut terurai dan harus menutupi kepalanya, (1 Timotius 2:8-15). Perempuan tidak boleh memimpin, menurut Barclay Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti135dipengaruhi oleh kebudayaan Yahudi yang memandang rendah kedudukan seorang perempuan, dan bahkan tidak dianggap sebagai pribadi, melainkan sebagai sebuah barang. Artinya, Injil tidak terlepas dari konteks budaya. Oleh karena itu, sepakat dengan Daniel Thiagarajah yang dikutip oleh Antone S. Hope di atas, misi Allah harus ditempatkan dalam konteks kehidupan setempat. Itulah yang tengah dikembangkan oleh gereja-gereja di Indonesia. Dibutuhkan upaya dan kerja keras dalam menjalankan misi Allah di tengah masyarakat multikultur dan membangun pemahaman multikulturalisme. Ada kekhawatiran seolah-olah jika gereja turut memperjuangkan multikulturalisme maka gereja jatuh ke dalam sinkretisme. Multikulturalisme bukanlah sinkretisme karena multikulturalisme tidak mengorbankan misi Allah. Bahkan, melalui multikulturalisme misi Allah lebih dipertegas lagi, terutama ketika Allah mengatakan pada Abraham “karena Engkau maka segala bangsa di muka bumi akan diberkati”. Memperkuat pernyataan itu, kita dapat mengacu pada Kitab Efesus 2:11-21, Galatia 3:26-28 bahwa di dalam Yesus tidak ada orang Yahudi maupun orang Yunani, tidak ada budak maupun orang merdeka; kita semua adalah satu di dalam Yesus Kristus.E. Belajar dari YesusYesus menjadikan multikultur sebagai wacana perjumpaan antarmanusia yang dapat bergaul dan bekerja sama dalam kasih. Mengenai sikap Yesus, kita dapat mencatat beberapa pokok pikiran dari Hope S. Antone dalam kaitannya dengan multikulturalisme. Antara lain:• Kesetiaan Yesus ditujukan kepada Allah bukan kepada institusi maupun praktik agama yang sudah mapan. Konsekuensi dari sikap itu adalah Ia mengasihi manusia tanpa kecuali. Kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian amat penting bagi-Nya. Itulah cara Yesus memperlihatkan kesetiaan-Nya kepada Al lah. Sikap ini menyebabkan Ia tidak disukai oleh kaum Farisi dan ahli Taurat yang begitu setia kepada lembaga agamanya melebihi Allah sendiri. Mereka mempraktikkan tradisi dan hukum agama secara turun-temurun namun lupa untuk mewujudkan hukum itu dalam kehidupan nyata sebagai umat Allah. Kritik-kritik Yesus amat keras ditujukan pada mereka. Praktik agama dan ajarannya bukan hanya dipelajari, dihafal, dan diwujudkan dalam penyembahan namun terutama harus diwujudkan dalam kehidupan dengan sesama. Itulah sebabnya Kitab Amos mengkritik orang Israel bahwa Allah menghendaki mereka taat menjalankan ibadah, namun harus mempraktikkan keadilan dan kebenaran, itulah ibadah yang sejati.• Kasih dan solidaritas Yesus ditujukan bagi semua orang tanpa kecuali. Orang dari berbagai suku, tradisi, budaya dan bahkan yang tidak mengenal Allah yang disembah-Nya pun ditolong oleh-Nya. Itulah wujud kesetiaan Yesus pada Allah. Buku Guru Kelas XII SMA/SMK136• Yesus memperkenalkan visi baru mengenai komunitas baru di bawah pemerintahan Allah. Sebuah komunitas yang melampaui berbagai perbedaan latar belakang. Sebuah komunitas yang memiliki hubungan-hubungan yang baru dimana tidak ada pembedaan dan perendahan antara: laki-laki maupun perempuan, budak ataupun orang merdeka, orang Yahudi maupun Yunani. Semua orang sama di hadapan Allah dan memiliki tempat yang sangat penting dalam komunitas baru yang terbentuk karena kedatangan Yesus. • Kita juga belajar dari Yesus bahwa walaupun identitas pribadi, rasial, suku, kelas sosial, dan keagamaan merupakan kenyataan sosiologis, namun yang lebih penting adalah bagaimana dalam segala perbedaan yang ada umat manusia memuliakan Allah dengan melakukan kehendak-Nya. Dalam sikap ini, untuk multikultur mungkin tidak akan dipermasalahkan tetapi ketika prinsip ini dikaitkan dengan perbedaan iman (agama), apakah hal ini dapat dibenarkan? Hal ini dibahas dalam pelajaran mengenai sikap terhadap orang yang berbeda iman. Namun demikian, dapat diklarifi kasi dalam penjelasan disini bahwa dalam kaitannya dengan agama lain, kita dapat mengembangkan toleransi dalam hal solidaritas dan kebersamaan tanpa kehilangan identitas sebagai orang Kristen. Artinya, orang beragama lain pun dapat melakukan kehendak Allah menurut ajaran agamanya, menolong dan mengasihi sesama.• Melakukan kehendak Allah dapat dilakukan dalam kemitraan dengan orang lain, baik itu sesama orang Kristen maupun orang lain yang berbeda suku, bangsa, budaya, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, status sosial, maupun agama. Tidak ada seorang manusia pun yang mampu melakukan berbagai hal sendirian. Dalam segala aspek kehidupan kita membutuhkan orang lain untuk saling mengisi dan saling membantu.F. Bentuk Nyata Multikulturalisme dalam Gereja Kristen di IndonesiaSebagaimana dijelaskan di atas bahwa multikultur bukan merupakan pemikiran dan wacana yang asing bagi bangsa Indonesia dan gereja-gereja Kristen di Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur. Demikian pula gereja-gereja di Indonesia umumnya gereja-gereja yang dibangun berdasarkan latar belakang suku, budaya, dan geografi s yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan fakta bahwa gereja-gereja Kristen mewujudkan multikulturalisme meskipun masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi.• Gereja-gereja Kristen memiliki anggota yang terbuka dari segi suku, budaya, bahasa, daerah asal maupun kebangsaan.Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti137• Gereja-gereja Kristen juga mengadopsi beberapa unsur budaya lokal yang dimasukkan ke dalam liturgi ibadah. Mulai dari lagu, musik, dan kesenian lainnya. Berbagai kebiasaan dan prinsip hidup lokal dapat diadaptasi dalam rangka memperkaya pemahaman iman Kristen. Misalnya, mengenai persaudaraan yang rukun dalam budaya masyarakat suku yang dapat dikembangkan dalam rangka membangun kebersamaan dalam jemaat sebagaimana ditulis dalam Kitab Kisah Para Rasul. • Berbagai pelayanan gereja ditujukan bagi masyarakat secara umum tanpa memandang daerah asal, budaya, adat istiadat, kelas sosial, dan agama. Tingkat kesadaran gereja dalam partisipasi di tengah masyarakat cukup signifi kan. • Banyak gereja yang kini melakukan studi kebudayaan untuk menggali kembali unsur-unsur budaya yang terancam hilang dari masyarakatnya. Misalnya, di Nusa Tenggara Timur (NTT), Lembaga Alkitab bekerja sama dengan gereja melakukan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa daerah di hampir seluruh daerah yang ada di NTT.• Gereja-gereja Kristen membangun dialog dan kerja sama dengan umat beragama lain, khususnya di bidang kemanusiaan dan keadilan. Ada tim advokasi hukum, ada pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan bagi semua orang tanpa memandang perbedaan latar belakang budaya dan agama. G. Beberapa Tantangan yang Dihadapi Gereja dalam Mewujudkan MultikulturalismeBeberapa tantangan yang dihadapi gereja dalam mewujudkan multikulturalisme adalah sebagai berikut.• Di kalangan gereja tertentu warisan kolonial yang bersifat antibudaya lokal masih mempengaruhi gereja dalam mewujudkan multikulturalisme. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu dan pencerahan untuk mengubah pola pikir gereja-gereja seperti itu.• Berbagai prasangka terhadap orang-orang dari kalangan suku, budaya, dan daerah tertentu.• Individualistik. Berbagai tantangan dan beban hidup yang berat menyebab-kan banyak orang lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompok. Akibatnya, kepentingan masyarakat dianggap tidak penting lagi. Namun, pada sisi lain masyarakat masa kini yang mengglobal memiliki satu ikatan solidaritas yang diikat oleh media sosial, misalnya twitter, facebook, instagram, dan lain-lain. Masyarakat dunia akan cepat memberi reaksi dan Buku Guru Kelas XII SMA/SMK138simpati terhadap peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang dimuat di youtube ataupun media sosial lain. Contoh ketika terjadi tsunami di Aceh pada tahun 2010, bantuan datang dari berbagai belahan dunia. Di Yahoo ada cerita satu keluarga di Tiongkok yang miskin dan menderita memperoleh pertolongan dari berbagai tempat karena ceritanya dimuat di media sosial (lihat buku teks untuk peserta didik).H. Penjelasan Bahan Alkitab Efesus 2:11-21Melalui surat Efesus, nampak jelas Paulus menekankan pentingnya persatuan di dalam tubuh gereja karena jika gereja terpecah karena perbedaan yang ada, maka hal itu sama sekali tidak berguna. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang di dalamnya tidak ada lagi pembedaan meskipun adanya perbedaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Gereja adalah tubuh Kristus. Semua anggota gereja, baik orang Yahudi maupun non Yahudi dipersatukan oleh kasih Kristus dengan darahnya yang kudus. Gereja dipanggil menjadi alat Tuhan yang menyaksikan kasih Kristus di tengah dunia. Paulus menyadari jika berbagai perbedaan atau keberagaman dijadikan alasan untuk tidak saling bekerja sama maka pekerjaan pelayanan tidak akan dapat dilaksanakan, demikian pula persekutuan akan hancur, sehingga gereja seharusnya menghargai perbedaan. Paulus melihat dan menggambarkan keragaman sebagai dasar untuk membentuk satu kesatuan. Keragaman dalam jemaat bukan untuk membuat anggota jemaat membandingkan diri satu dengan yang lain, bukan juga untuk menciptakan persaingan dan perpecahan, melainkan membentuk kesatuan yang dianalogikan sebagai satu tubuh Kristus. Tugas Gereja, yakni bersekutu, bersaksi dan melayani akan semakin bertumbuh dan berkembang jika seluruh umat Kristen tidak mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada namun memaknai perbedaan itu sebagai satu kekuatan yang sangat berguna bagi orang lain. Pada akhirnya, gereja yang sejati adalah gereja yang meletakkan Kristus sebagai batu penjuru, penopang yang membuat ”bangunan” tersebut dapat kokoh berdiri. Kitab Galatia 3:26-28Surat Galatia ditulis oleh Paulus dengan alasan tertentu. Paulus diberitahu bahwa jemaat di Galatia dikacaukan oleh pengajaran yang sesat. Surat Paulus ini juga ditulis di tengah-tengah hangatnya pergumulan di komunitas Yahudi pada saat itu. Orang-orang Yahudi ingin men-yahudi-kan segala jemaat dan mereka memasuki juga jemaat yang didirikan oleh Paulus. Hal ini pun mendapat Next >